BAB IV METODOLOGI
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam IUPHHK-HA PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah.
4.2 Bahan dan Alat
Objek penelitian ini adalah keadaan hutan sebelum dilakukan penebangan atau hutan primer, areal bekas tebangan TPTII dengan umur tanam t+1 dan t+2
dengan permudaan Shorea sp. Diukur pada tiga kelerengan di tiap petaknya yaitu kelerengan datar 0
–15, sedang 15–25, dan curam 25. Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian adalah petak kerja, phiband
atau pita diameter, haga hypsometer, walking stick, kompas brunton, patok, tali rafia atau tambang, cat, golok, millimeter blok, tally sheet, caliper, seng, ring
tanah, dan alat tulis.
4.3 Metode Pengambilan Data 4.3.1 Analisis Vegetasi
Analisa vegetasi dilakukan pada keadaan hutan primer, jalur antara hutan bekas tebangan TPTII dua tahun HBT TPTII t+2. Lokasi penelitian
menggunakan plot pengamatan permanen berukuran 100 x 100 m berdasarkan tiga kelerengan yang berbeda, yaitu kelerengan datar, sedang dan curam. Pada
masing-masing kelerengan tersebut dibuat tiga plot pengamatan permanen. Dalam plot pengamatan dibuat petak contoh dan sub-petak contoh dengan ukuran sebagai
berikut : 1.
Tingkat pohon dengan ukuran petak 17 x 20 m untuk HBT TPTII 2.
Tingkat tiang dengan ukuran petak 10 x 10 m 3.
Tingkat pancang dengan ukuran petak 5 x 5 m 4.
Tingkat semai dengan ukuran petak 2 x 2 m
Jalur antara lebar 17 m
20 m
17cm 100
m
100 m Jalur tanam lebar 3 m
Untuk mengetahui struktur tegakan dilakukan analisa vegetasi dengan cara nested sampling, yaitu petak besar mengandung petak-petak yang lebih kecil
Soerianegara dan Indrawan, 1998. Metode pengambilan data dilakukan untuk kegiatan analisa vegetasi dapat dilihat pada Gambar 1. Data yang diperlukan
untuk analisa vegetasi ini adalah nama jenis, jumlah, diameter untuk tingkat tiang dan pohon. Sedangkan untuk tingkat pancang dan semai adalah nama jenis dan
jumlahnya saja.
AB C D
Gambar 1 Bagan petak pengamatan analisis vegetasi A= sub petak intensif untuk tingkat semai 2m x 2m, B= sub petak intensif untuk tingkat
pancang 5m x 5m, C= sub petak intensif untuk tingkat tiang 10m x 10m, D= sub petak intensif untuk tingkat pohon sebelum penebangan
ukuran sub petak 20m x 20 m dan setelah penebangan ukuran sub petak 17m x 20m
4.3.2 Pengambilan dan Pengukuran Contoh Tanah
Pegukuran dilakukan dengan menggunakan metode tanah tidak terusik dengan menggunakan ring tanah. Pengambilan contoh tanah untuk penentuan sifat
fisika tanah ini dilakukan di plot pengamatan pada kelerengan datar, sedang, dan curam. Adapun sifat fisika tanah yang diamati antara lain tekstur tanah, berat isi,
dan kadar air contoh tanah. 20
m
Untuk mengetahui tekstur tanah dapat dilakukan dengan pengambilan contoh tanah terusik. Cara pengambilan tanah utuh adalah sebagai berikut Badan
Penelitian Tanah 2004. Pertama, lapisan tanah diratakan dan dibersihkan dari serasah serta bahan organik lainnya, kemudian tabung diletakkan tegak lurus
dengan permukaan tanah. Selajutnya tanah di sekitar tabung digali dengan sekop dan dikerat dengan pisau sampai hampir mendekati bentuk tabung. Lalu tabung
ditekan sampai 34 bagiannya masuk ke dalam tanah. Tabung lainnya diletakkan tepat di atas tabung pertama, kemudian ditekan kembali sampai bagian bawah dari
tabung ini masuk ke dalam tanah kira-kira 1 cm. Tabung kedua dipisahkan dengan hati-hati, kemudian tanah yang berlebihan pada bagian atas dan bawah tabung
dibersihkan. Selanjutnya tabung ditutup dengan tutup plastik. Untuk menganalisa sifat kimia tanah pH tanah, kandungan bahan organik
dan nitrogen, serta unsur-unsur hara makro dan mikro, diambil contoh tanah terusik dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Balai Penelitian
Tanah 2004 yaitu sebagai berikut, tempat atau titik pengambilan contoh tanah individu ditentukan dengan cara: 1 sistematik, seperti sistem diagonal atau zig-
zag, atau 2 acak .
Gambar 2 Titik pengambilan contoh tanah individu Contoh tanah diambil pada: areal datar, sedang, dan curam. Kemudian permukaan
tanah dibersihkan dari rumput, batu, atau kerikil, dan sisa-sisa tanaman atau bahan organik segar atau serasah. Tanah tersebut dicangkul sedalam lapisan olah 20
cm, kemudian pada sisi yang tercangkul, tanah diambil setebal 1,5 cm dengan menggunakan sekop atau cangkul. Apabila menggunakan bor tanah auger atau
tabung, maka pada setiap titik pengambilan dibor sedalam 20 cm, contoh tanah individu tersebut 10
–15 contoh dicampur dan diaduk dalam satu tempat ember atau hamparan plastik, kemudian diambil kira-kira 1 kg, dan dimasukkan ke
dalam kantong plastik ini merupakan contoh tanah komposit. Kemudian diberi label yang berisi keterangan: tanggal dan kode pengambilan nama pengambil,
nomor contoh tanah, lokasi desakecamatankabupaten, dan kedalaman contoh tanah.
Pengambilan contoh tanah komposit ini secara sistematik zig-zag sebanyak tiga titik. Berat contoh tanah yang diambil adalah 1 kg dari setiap petak
pengamatan.
4.4 Analisis Data
4.4.1 Analisis Vegetasi
4.4.1.1 Indeks Nilai Penting INP
Indeks Nilai Penting INP ini digunakan untuk menetapkan dominansi suatu jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting
menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas Mueller- Dombois Ellenberg 1974. INP merupakan penjumlahan dari Kerapatan Relatif
KR, Frekuensi Relatif FR, dan Dominansi Relatif DR Soerianegara Indrawan 1998.
Dimana: a.
Kerapatan K
b. Kerapatan Relatif KR
c. Frekuensi F
d.
Frekuensi Relatif FR
e.
Dominansi D
f.
Dominansi Relatif DR
4.4.1.2 Indeks Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman jenis dapat digunakan sebagai parameter
untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-
komponennya. Indeks keanekaragaman yang paling banyak digunakan dalam ekologi komunitas adalah indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Ludwig
Reynold 1988. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
dimana, H’ = indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener;
S = jumlah jenis; n
i
= jumlah individu jenis ke-i; dan N = jumlah total individu seluruh jenis.
Jika nilai H’ 2 maka nilai H’ tergolong rendah, jika nilai H’ = 2–3 maka tergolong sedang dan jika nilai H’ 3 maka tergolong tinggi Magurran 1988.
4.4.1.3 Indeks Kekayaan Jenis
Untuk mengetahui indeks kekayaan jenis dapat digunakan rumus Margallef sebagai berikut:
dimana, R
1
= indeks kekayaan jenis Margallef; S = jumlah jenis; dan
N = jumlah total individu seluruh jenis. Berdasarkan Magurran 1988, kekayaan jenis suatu komunitas dianggap
rendah apabila nilai R
1
-nya 3,5. Apabila nilai R
1
= 3,5
–
5,0 maka hal tersebut menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang. Jika nilai R
1
5,0 maka kekayaan jenis dalam komunitas tersebut dianggap tinggi.
4.4.1.4 Indeks Kemerataan Jenis
Rumus untuk menghitung indeks kemerataan jenis yang secara umum paling banyak digunakan adalah Ludwig Reynold 1988:
dimana, E = indeks kemerataan jenis; H’ = indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener; dan
S = jumlah jenis. Berdasarkan Magurran 1988, besaran E 0,3 menunjukkan kemerataan
jenis yang rendah. Apabila besaran E = 0,3
–
0,6 maka besaran tersebut menunjukkan kemerataan jenis yang tergolong sedang. Besaran E dapat dikatakan
menunjukkan kemerataan jenis yang tinggi jika nilai E 0,6.
4.4.1.5 Koefisien Kesamaan Komunitas
Indeks kesamaan atau index of similarity IS diperlukan untuk mengetahui tingkat kesamaan antara beberapa tegakan, beberapa unit sampling, atau beberapa
komunitas yang dipelajari dan dibandingkan komposisi dan struktur komunitasnya. Besar kecilnya IS dapat menggambarkan tingkat kesamaan
komposisi jenis dan struktur dari dua tegakan, unit sampling, atau komunitas yang dibandingkan. Rumus untuk menghitung IS adalah sebagai berikut:
dimana, IS = koefisien kesamaan komunitas index of similarity; W =
jumlah dari nilai penting yang sama atau terendah ≤ dari suatu jenis yang terdapat dalam dua tegakan komunitas yang
dibandingkan;
a = total nilai penting dari tegakan komunitas pertama; dan b = total nilai penting dari tegakan komunitas kedua.
4.4.2 Pengukuran Sifat Fisika Tanah Pengukuran sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di laboratorium tanah
Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
4.4.3 Analisis Regresi Petumbuhan
Analisis regresi menggunakan ANOVA software Statistical Analysis Software SAS. Data yang digunakan untuk membangun persamaan adalah
diameter Dbh, tinggi m, dan kelerengan . Analisis ini digunakan untuk menduga hubungan antara diameter dan tinggi tanaman dengan kelerengan tempat
tumbuh.
4.5 Tahapan Kegiatan TPTII di PT. Erna Djuliawati
Untuk mencapai sasaran yang diharapkan, maka ditetapkan tahapan TPTII dan tata waktu pelaksanaannya Tabel 4 :
Tabel 4 Tahapan kegiatan TPTI
No Tahapan Kegiatan TPTJ
Waktu Pelaksanaan dalam tahun
1 Penataan Areal Kerja dan Risalah
Et - 2 2
Pembukaan Wilayah Hutan Et - 1
3 Pengadaan bibit
Et - 1 4
Penebangan Et
5 Penyiapan Jalur Bersih
Et 6
Penanaman Et
7 Pemeliharaan tanaman
Et + 1 8
Perlindungan tanaman Terus menerus
Et = adalah simbol tahun penebangan Sumber Departemen Kehutanan 1999
Sebagai sistem tebang pilih tanam jalur TPTJ menetapkan rotasi penebangan 35
tahun, dengan batas diameter ≥ 50 cm. Jumlah pohon inti yang harus diamankan dan dirawat minimal 25 batang per ha yang harus tersebar
merata dan berdiameter 20 – 49 cm. Selain itu, harus dilindungi jenis-jenis pohon
yang dilindungi pemerintah.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Struktur dan Komposisi Tegakan 5.1.1 Struktur Tegakan
Struktur tegakan dapat dilihat secara vertikal maupun horisontal. Secara vertikal, berkaitan erat dengan penguasaan tempat tumbuh yang dipengaruhi oleh
besarnya energi cahaya matahari, ketersediaan air tanah dan hara mineral bagi pertumbuhan individu komponen masyarakat tersebut. Struktur tegakan dapat
dilihat berdasarkan tingkat kerapatan sehingga akan menggambarkan kondisi suatu tegakan hutan. Struktur tegakan pada hutan primer dan hutan bekas
tebangan LOA TPTII umur satu dan dua tahun berdasarkan tingkat kerapatan pada tiap tingkat pertumbuhan vegetasi dapat dilihat pada Gambar 3, 4 dan 5 di
bawah ini.
Gambar 3 Struktur tegakan pada kondisi hutan primer
Gambar 4 Struktur tegakan pada kondisi hutan bekas tebangan 1 tahun
300 250
200 150
100 50
20 –29 30–39 40–49 50–60 60
Kelas diameter cm –15
15 –25
25 –45
300 250
200 150
100 50
20 –29 30–39 40–49 50–60 60
Kelas diameter cm –15
15 –25
25 –45