umum terdapat di hutan hujan atas adalah Coniferae Araucaria, Dacrydium, Podocarpus, Ericaceae, Loptospermum, Cleria, dan Quercus Soerianegara dan
Indrawan 2005. Menurut Mulyana et al. 2005, hutan hujan tropis didefinisikan sebagai
hutan yang selalu hijau, tidak pernah menggugurkan daun, tinggi 30 m tetapi biasanya jauh lebih tinggi, bersifat higrofil, serta banyak terdapat liana berbatang
tebal dan epifit berkayu maupun bersifat herba. Karakteristik umum sekaligus keunggulan yang dimiliki hutan hujan tropis adalah 1 keanekaragaman jenis
yang tinggi, 2 lingkungan yang konstan atau sedikitnya perubahan musim, dan 3 siklus hara tertutup.
2.2 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif TPTII
Troup 1966 dalam Departemen Kehutanan 1992 mengatakan bahwa sistem silvikultur adalah proses penanaman, pemeliharaan, penebangan,
penggantian suatu tegakan hutan untuk menghasilkan produksi kayu, atau hasil hutan lainnya dalam bentuk tertentu. Sesuai dengan asas kelestarian hasil yang
mendasari pengelolaan hutan, maka pemilihan sistem silvikultur memerlukan pertimbangan yang seksama, mencakup keadaan atau tipe hutan, sifat fisik,
struktur, komposisi, tanah, topografi, pengetahuan profesional rimbawan, dan kemampuan pembiayaan.
Sistem TPTII adalah regime silvikultur hutan alam yang mengharuskan adanya tanaman pengkayaan pada areal pasca penebangan secara jalur, yaitu 25 m
antar jalur dan 2,5 m dalam jalur tanaman. Dengan memperhatikan cukup tidaknya anakan alam yang tersedia dalam tegakan tinggal, sebanyak 200 semai
meranti per hektar harus ditanam untuk menjamin kelestarian produksi pada rotasi berikutnya. Dalam program ini target jumlah pohon ada akhir jangka 30 tahun
adalah 400 pohon per hektar. Ruang diantara jalur bertujuan untuk memperkaya keanekaragaman hayati. Kelebihan sistim TPTII dibandingkan dengan TPI atau
TPTI adalah bahwa dengan TPTII kelestarian produksi akan dapat terjamin karena mekanisme kontrol dapat dilakukan secara optimal. Mekanisme pembangunan
hutan tanaman yang prospektif, sehat, dan lestari jelas dapat dilakukan lewat TPTII yang terus menerus akan disempurnakan melalui regime silvikultur
intensif. Oleh sebab itu, beberapa kriteria yang harus diperhatikan di antaranya
jenis target yang diprioritaskan, jumlah dan kualitas bibit yang harus ditanam per hektar, ukuran lubang tanam, jarak antar jalur tanam dan jarak tanaman dalam
jalur, lebar jalur tanaman yang dibersihkan, frekuensi dan lamanya pemeliharaan. Keunggulan dari sistem TPTII antara lain kontrol pengelolaan baik oleh
perusahaan sendiri, maupun pihak luar lebih efisien, murah, dan mudah; pada awal pembangunannya telah menggunakan bibit dengan jenis terpilih dan pada
rotasi berikutnya telah menggunakan bibit dari hasil pemuliaan, sehingga produktivitas bisa meningkat minimal 5 kali, kualitas produk lebih baik; target
produksi bisa flexibel tergantung pada investasi pada tanaman kayu. produk metabolisme sekunder; Keanekaragaman hayati dan kondisi lingkungan lebih
baik; kemampuan perusahaan semakin meningkat.
2.3 Pertumbuhan dan Riap Tanaman