Pembangunan dan Pengembangan Wilayah
3. Memilih berbagai cara untuk mencapai tujuan; 4. Memilih berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan.
Sejalan dengan berkembangnya dinamika masyarakat, maka konsep pembangunan menurut Rustiadi dkk 2011 telah mengalami pergeseran
paradigma dan perubahan-perubahan mendasar. Berbagai perubahan akibat adanya distorsi berupa kesalahan dalam menerapkan model-model pembangunan
yang ada selama ini. Pergeseran paradigma dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Pergeseran dari situasi harus memilih antara pertumbuhan, pemerataan dan
keberlanjutan sebagai pilihan yang tidak saling menegang trade off keharusan untuk mencapai tujuan pembangunan secara berimbang.
2. Kecendrungan melihat pencapaian tujuan pembangunan yang diukur secara makro menjadi pendekatan regional dan lokal.
3. Pergeseran asumsi tentang peranan pemerintah yang dominan manjadi pendekatan pembangunan yang mendorong partisipasi masyarakat dalam
proses pembangunan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Terjadinya pergeseran paradigma ini, maka ukuran keberhasilan
pembangunan ekonomi secara nasional maupun daerah juga mengalami pergeseran, tidak hanya dari aspek pertumbuhan Produk Domestik Bruto PDB
secara nasional atau pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto PDRB secara regionaldaerah atau kenaikan pendapatan per kapita penduduknya, namun
lebih jauh lagi kearah perkembangan masyarakat. Menurut Arsyad 1999, pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan
pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Jadi pembangunan ekonomi harus
dipandang sebagai suatu proses dimana saling terdapat keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan
ekonomi tersebut dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama.
Pembangunan manusia apalagi pembangunan fisik infrasrtuktur, semua memerlukan suatu wilayah pembangunan. Menurut Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, “wilayah” adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif danatau aspek fungsional. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.
Menurut Rustiadi dkk 2011, ada enam jenis konsep wilayah, yaitu: 1. Konsep wilayah klasik, yang mendefinisikan wilayah sebagai unit geografis
dengan batas-batas spesifik dimana komponen-komponen dari wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional;
2. Wilayah homogen, yaitu wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen,
sedangkan yang tidak dominan bisa bersifat heterogen. Pada umumnya wilayah homogen sangat dipengaruhi sumberdaya alam dan permasalahan
spesifik yang seragam. Dengan demikian konsep wilayah homogen sangat bermanfaat dalam penentuan sektor basis perekonomian wilayah sesuai dengan
potensidaya dukung utama yang ada an pengembangan pola kebijakan yang tepat sesuai dengan permasalahan masing-masing wilayah;
3. Wilayah nodal, menekankan perbedaan dua komponen wilayah yang terpisah berdasarkan fungsinya. Konsep wilayah nodal diumpamakan sebagai suatu sel
hidup yang mempunyai inti dan plasma. Inti adalah pusat-pusat pelayanan pemukiman, sedangkan plasma adalah daerah belakang hinterland;
4. Wilayah sebagai sistem, dilandasi atas pemikiran bahwa komponen-komponen disuatu wilayah memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain dan
tidak terpisahkan; 5. Wilayah perencanaan, adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan
terdapatnya sifat-sifat tertentu pada wilayah, baik akibat sifat alamiah maupun non alamiah, sehingga perlu perencanaan secara integral;
6. Wilayah administratif-politis, yaitu berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa wilayah berada dalam satu kesatuan politis yang umumnya dipimpin oleh suatu
sistem birokrasi atau sistem kelembagaan dengan otonomi tertentu. Perkembangan suatu wilayah secara alami ditentukan oleh karakter dari
sumberdaya alam yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Wilayah yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah relatif akan lebih maju dibandingkan dengan
wilayah yang miskin sumberdaya, khususnya pada awal perkembangannya.
Wilayah pengembangan
adalah pewilayahan
untuk tujuan
pengembanganpembangunandevelopment. Tujuan-tujuan pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yaitu: 1 pertumbuhan, 2 penguatan, 3 keberimbangan,
4 kemandirian, dan 5 keberlanjutan. Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut
yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan. Strategi pengembangan suatu
wilayah ditentukan oleh karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. Oleh karena itu sebelum melakukan perumusan kebijakan
pengembangan suatu wilayah perlu diketahui terlebih dahulu tipe atau jenis wilayahnya. Menurut Tukiyat 2002 secera umum terdapat lima tipe wilayah
suatu negara, yaitu: 1. Wilayah yang telah maju.
2. Wilayah netral, yang dicirikan dengan adanya tingkat pendapatan dan
kesempatan kerja yang tinggi. 3. Wilayah sedang, yang dicirikan dengan adanya pola distribusi pendapatan dan
kesempatan kerja yang relatif baik. 4. Wilayah yang kurang berkembang, yang dicirikan dengan adanya tingkat
pertumbuhan yang jauh di bawah tingkat pertumbuhan nasional dan tidak ada tanda-tanda untuk dapat mengejar pertumbuhan dan perkembangan wilayah
lain.
5. Wilayah yang tidak berkembang. Setelah tipe atau jenis wilayah diketahui, maka dapat dirumuskan
kebijakan yang tepat dalam rangka pengembangan wilayah. Salah satu aspek dalam pengembangan wilayah yang perlu diperhatikan adalah kegiatan
perencanaan wilayah. Menurut Tarigan 2012 perencanaan wilayah adalah mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan
berbagai faktor noncontrollable yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai,
menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut, serta menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya Tarigan
2012 mengatakan bahwa perencanaan wilayah di Indonesia setidaknya memerlukan unsur-unsur yang urutan atau rangkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Gambaran kondisi saat ini dan identifikasi persoalan baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Untuk dapat menggambarkan
kondisi saat ini dan permasalahan yang dihadapi, mungkin diperlukan kegiatan pengumpulan data terlebih dahulu, baik data sekunder maupun data
primer.
2. Tetapkan visi, misi, dan tujuan umum. Visi, misi, dan tujuan umum haruslah merupakan kesepakatan bersama sejak awal.
3. Identifikasi pembatas dan kendala yang sudah ada saat ini maupun yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang.
4. Proyeksikan berbagai variabel yang terkait, baik yang bersifat controllable dapat dikendalikan maupun non-controllable diluar jangkauan
pengendalian pihak perencana. 5. Tetapkan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu,
yaitu berupa tujuan yang dapat diukur. 6. Mencari dan mengevaluasi berbagai alternatif untuk mencapai sasaran
tersebut. Dalam mencari alternatif perlu diperhatikan keterbatasan dana dan faktor produksi yang tersedia.
7. Memilih alternatif yang terbaik, termasuk menentukan berbagai kegiatan pendukung yang akan dilaksanakan.
8. Menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan. 9. Menyusun kebijakan dan strategi agar kegiatan pada setiap lokasi berjalan
sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu konsep pengembangan wilayah yang perlu mendapat
perhatian adalah pengembangan ekonomi wilayah. Oleh karena itu, konsep pengembangan wilayah harus berorientasi pada pertumbuhan ekonomi wilayah
dengan menggali potensi produk unggulan daerah Tukiyat, 2002. Perbedaan perkembangan suatu wilayah akan membentuk suatu struktur wilayah yang
berhirarki, dimana wilayah yang telah maju cenderung akan cepat berkembang menjadi pusat aktifitas baik perekonomian maupun pemerintahan. Wilayah yang
sumberdaya alamnya kurang mendukung akan relatif kurang berkembang dan cenderung menjadi wilayah hinterland.
Menurut Adisasmita 2006, bahwa Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat potensial baik di darat maupun di laut. Khususnya sumberdaya
perikanan dan kelautan yang sangat kaya, sehingga cocok diterapkan konsep pembangunan ekonomi kepulauan atau pembangunan ekonomi archipelago
“The Archipelogic Economic Development Concept”. Dan pada Tahun 1991 ide ini
pernah dilontarkanya dalam seminar regulasi dosen-dosen Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, supaya diajarkan mata kul
iah baru, yaitu “Ekonomi Kenusantaraan Archipelogic Economics
”. Pembangunan ekonomi archipelago dimaksudkan sebagai pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam SDA,
sumberdaya manusia SDM dan sumberdaya ekonomi lainya pada ruang wilayah daratan dan perairan laut dalam kawasan kepulauan secara efektif dan produktif
melalui berbagai kegiatan pembangunan untuk kebutuhan penduduk dan bertujuan mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi.
Menurut Rustiadi dkk 2011, terdapat beberapa indikator pembangunan wilayah yang dikelompokkan berdasarkan: 1 tujuan pembangunan; 2 kapasitas
sumberdaya pembangunan; dan 3 proses pembangunan. Secara lebih rinci
indikator-indikator pembangunan wilayah berdasarkan basis atau pendekatan pengelompokannya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Indikator Pembangunan Wilayah Berdasarkan Pengelompokannya.
BasisPendekatan Kelompok Indikator-Indikator Operasional
A. Tujuan Pem- bangunan
1.Produktivitas, Efisiensi dan
Pertumbuhan Growth
a. Pendapatan Wilayah 1 PDRB
2 PDRB per Kapita 3 Pertumbuhan Ekonomi
b. Kelayakan FinansialEkonomi 4 NPV
5 BC Ratio 6 IRR
7 BEP c. Spesialisasi, Keunggulan Komparatif
Kompetitif 8 Location Quotient LQ
9 Shift and Share Analysis SSA d. Produksi-produksi utama tingkat
produksi, produktivitas, dll 10 Migas, Produktivitas PadiBeras,
Karet dan Kelapa Sawit
2.Pemerataan, Keberimbangan,
dan Keadilan Equity
a. Distribusi Pendapatan 1 Gini Ratio
2 Struktural Vertikal b. KetenagakerjaanPengangguran
1 Pengangguran Terbuka 2 Pengangguran Terselubung
3 Setengah Pengangguran c. Kemiskinan
1 Good-service Ratio 2 Konsumsi Makanan
3 Garis Kemiskinan Pendapatan
Setara Beras, dll d. Regional Balance
1 Spatial Balance Primary Index, Entropy, Index Williamson
2 Sentral Balance 3 Capital Balance
4 Sector Balance
3. Keberlanjutan, Sustainability
a. Dimensi Lingkungan b. Dimensi Ekonomi
c. Dimensi Sosial
BasisPendekatan Kelompok Indikator-Indikator Operasional
B. Sumberdaya 1. Sumberdaya
Manusia a. Pengetahuan
b. Keterampilan c. Kompetensi
d. Etos KerjaProduktivitas e. Kesehatan
f. Indeks Pembangunan Manusia IPM
2. Sumberdaya Alam
a. Tekanan Degradasi b. Dampak
c. Degradasi
3. Sumberdaya BuatanSarana
dan Prasarana a. Skalogram Fasilitas Pelayanan
b. Aksesibilitas Terhadap Fasilitas
4. Sumberdaya Sosial Social
Capital a. Regulasiaturan-aturan AdatBudaya
Norm b. Organisasi Sosial Network
c. Rasa Percana Trust
C. Proses Pembangunan
1. Input 2. Proses
Implementasi 3. Output
4. Outcome 5. Benefit
6. Impact a. Input Dasar SDA, SDM
Infrastruktur, SDS b. Input Antara, Transparansi, Efisiensi
Manajemen, Tingkat Partisipasi MasyarakatStakeholder
c. Total Volume Produksi Sumber : Rustiadi, dkk 2011.
Menurut Kusumastanto 2003, kebijakan kelautan ocean policy dalam
pengembangan wilayah sangat berkaitan dengan pembangunan ekonomi lokal local economic development berdasarkan sumberdaya lokal atau menurut istilah
Dawam Rahardjo sebagai “pembangunan ekonomi setempat”. Menurut Satish Kumar dalam Kusumastanto 2003 dalam tulisannya
“Gandhi’s Swadeshi The Economic of Performance” menekankan bahwa arah dan tujuan pengembangan
ekonomi lokal diharapkan akan mampu menciptakan peningkatan semangat masyarakat community relationship dan kesejahteraan masyarakat well being.
Gagasan Kumar ini merupakan hasil rekonstruksi prinsip dasar filosofis Swadhesi dari Mahatma Gandhi, yakni dapat memenuhi kebutuhan sendiri, atau dalam
bahasa Bung Karno “berdiri di atas kaki sendiri”. Pada intinya, semua pemikiran tersebut memiliki substansi bahwa dalam pengembangan ekonomi wilayah, baik
yang berbasis sumberdaya kelautan maupun non kelautan, sebaiknya lebih didasarkan pada kekuatan lokal wilayah, yang pada gilirannya membentuk
semacam “jaringan kekuatan ekonomi” yang bersifat global dengan jangkauan yang lebih luas.
Lebih lanjut Kusumastanto 2003 mengatakan bahwa, “Gagasan pengembangan ekonomi wilayah kelautan perikanan dengan basis kekuatan
ekonomi lokal tidak akan berjalan secara efaktif dan efisien tanpa didukung
kebijakan kelautan perikanan nasional yang melibatkan semua institusi negara dan non negara, di pusat maupun di daerah yang dirumuskan dalam visi ekonomi
kelautan ocean economics. Tugas pemerintah adalah merumuskan visi ekonomi kelautan
perikanan dan
konteks pembangunan
wilayah, berikut
implementasinya, sehingga melahirkan sebuah guide line nasional yang dapat d
iimplementasikan secara konkret”. Dari beberapa konsep dan pemikiran inilah, sehingga sekarang oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan
Perikanan muncul kebijakan sektor kelautan perikanan yang dikenal dengan istilah revolusi biru blue revolution, dimana lebih mengarahkan pembangunan
dari darat ke laut, dengan salah satu program unggulannya “minapolitan”. Semakin berkembangnya situasi pembangunan nasional, sehingga program
nasional minapolitan lebih dikembangkan lagi dengan kebijakan “industrialisasi perikanan”, namun dalam kajian ini tidak membahas masalah kebijakan dan
program industrialisasi perikanan.