Sejarah Kebun Raya Bogor

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Kebun Raya Bogor

Kebun Raya Bogor KRB pada mulanya merupakan bagian dari samida hutan buatan atau taman buatan saat pemerintahan Sri Baginda Maharaja Prabu Siliwangi, 1474-1513 dari Kerajaan Sunda, seperti tertulis dalam prasasti Batutulis. Hutan buatan tersebut ditujukan untuk tujuan menjaga kelestarian lingkungan sebagai tempat memelihara benih-benih kayu yang langka. Pada awal tahun 1800-an, Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles yang mendiami Istana Bogor dan memiliki minat besar terhadap botani tertarik mengembangkan halaman Istana Bogor menjadi sebuah kebun yang cantik. Dengan bantuan para ahli botani, salah satunya W. Kent yang ikut membangun London’s Kew Garden, Raffles menjadikan halaman Istana Bogor menjadi taman bergaya Inggris klasik. Inilah awal mula terbentuknya KRB hingga sekarang Wijayanti 2009. Ide pendirian kebun raya yang berada di samping Istana Bogor ini bermula dari seseorang bernama Dr. Casper George Carl Reinwardt selaku penasehat yang menulis surat kepada Komisaris Jenderal G.S.G.P. Baron Van Der Capellen. Dalam surat itu, terungkap keinginan Reinwardt untuk meminta sebidang tanah yang akan dijadikan kebun tumbuhan berguna, tempat pendidikan guru, dan koleksi tumbuhan bagi pengembangan kebun-kebun yang lainnya Wijayanti 2009. Pada tanggal 18 Mei 1817, Gubernur Jenderal Baron Van Der Capellen secara resmi mendirikan KRB dengan nama s’Lands Plantentuinte Buitenzorg. Pendirian ini diawali dengan menancapkan ayunan cangkul pertama di bumi Pajajaran sebagai pertanda dibangunnya pembangunan KRB, yang pelaksanaannya dipimpin langsung oleh Reinwardt sendiri, dibantu oleh W. Kent dan James Hooper dari tahun 1817 sampai 1822. Lahan yang digunakan sebagai pembangunan KRB ini bermula seluas 47 hektar dari tanah di sekitar Istana Bogor dan bekas samida untuk pertama kali dijadikan kebun botani. Pada kesempatan ini juga, Reinwardt dan temannya bekerjasama untuk mengumpulkan tumbuhan dan benih dari bagian lain Nusantara. Oleh karena itu, Bogor berkembang menjadi pusat pengembangan pertanian dan hortikultura di Indonesia. Pada masa itu diperkirakan ada sekitar 900 tumbuhan hidup ditanam di kebun tersebut Wijayanti 2009. Tahun 1822, Reinwardt kembali ke Belanda dan digantikan oleh Dr. Carl Ludwig Blume yang sedang melakukan inventarisasi tumbuhan koleksi yang tumbuh di kebun botani. Ia juga menyusun katalog kebun yang pertamanya dengan berhasil mencatat sebanyak 912 spesies tumbuhan. Pelaksanaan pembangunan kebun ini juga pernah terhenti akibat kekurangan dana, akan tetapi dirintis kembali oleh Johanes Elias Teysmann 1831, seorang ahli kebun istana Gubernur Jenderal Van Den Bosch. Dengan bantuan Hasskarl juga, ia melakukan pengaturan penanaman tumbuhan koleksi dengan mengelompokkan menurut family. Masa kepemimpinan Teysmann kemudian digantikan oleh Dr. Scheffer pada tahun 1867 sebagai direktur, dan dilanjutkan lagi oleh Prof. Dr. Melchior Treub Wijayanti 2009. Pendirian KRB dapat dikatakan sebagai awal perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Dari sinilah lahir beberapa institusi ilmu pengetahuan lain, seperti Bibliotheca Bogoriensis 1842, Herbarium Bogoriense 1844, Kebun Raya Cibodas 1860, Laboratorium Treub 1884, Museum dan Laboratorium Zoologi 1894. Sepanjang perjalanan sejarahnya KRB mempunyai nama dan julukan seperti s’Lands Plantentuinte Buitenzorg, Syokubutzuer zaman pendudukan Jepang, Botanical Garden of Buitenzorg, Botanical Garden of Indonesia, Kebun Gede, dan Kebun Jodoh Wijayanti 2009.

4.2 Letak dan Luas