tumbuhan  obat  menunjukkan  adanya  suatu  dukungan  sikap  yang  positif  untuk pengembangan  kegiatan  yang  berhubungan  dengan  koleksi  tumbuhan  obat  di
KRB.
Gambar  25    Hasil  skoring  sikap  pengunjung  KRB  tentang  keberadaan  koleksi tumbuhan obat berdasarkan interval kelas umur.
Sikap  pengunjung  KRB  terhadap  koleksi  tumbuhan  obat  dipengaruhi  juga oleh  jenis kelamin  sehingga  hasil  skoring  menunjukkan sikap  yang positif  sebab
termasuk  dalam  kategori  setuju  Gambar  26.  Hasil  skor  antara  perempuan  dan laki-laki menujukkan nilai yang tidak jauh berbeda yaitu antara 3,96-4.05, hal ini
dikarenakan perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi sikap seseorang dalam menilai suatu kondisi lingkungan tertentu yang dalam penelitian ini adalah koleksi
tumbuhan obat KRB.
Gambar  26    Hasil  skoring  sikap  pengunjung  KRB  tentang  keberadaan  koleksi tumbuhan obat berdasarkan jenis kelamin.
3.99 S
3.98 S
4.06 S
4.18 S
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00 3.50
4.00 4.50
5.00
13-19 20-24
25-55 55
S k
o ri
n g
Interval kelas umur
4.05 S
3.96 S
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00 3.50
4.00 4.50
5.00
Perempuan Laki-laki
S k
o r
in g
Jenis kelamin
Tingkat  pendidikan  akan  mempengaruhi  sikap  seseorang  dalam  menilai suatu objek  sebab semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang seharusnya dapat
meningkatkan  juga  wawasan  dan  pengalaman  hidup  yang  telah  diperolehnya. Oleh  karena  itu,  sikap  pengunjung  terhadap  koleksi  tumbuhan  obat  yang  ada  di
KRB  adalah  mendukung  semua  kegiatan  yang  berhubungan  dengan  konservasi tumbuhan, khususnya koleksi tumbuhan obat.
Gambar  27    Hasil  skoring  sikap  pengunjung  KRB  tentang  keberadaan  koleksi tumbuhan obat berdasarkan tingkat pendidikan.
Waskita  dan  Wahyudi  2009  menyebutkan  bahwa  pada  awalnya  KRB merupakan  pusat  domestikasi  tumbuhan  sebelum  disebarluaskan  ke  seluruh
Nusantara  dan  setelah  kemerdekaan  berlangsung  KRB  difungsikan  sebagai pengawet  sumber  genetika  tumbuh-tumbuhan  bermanfaat  sebelum  akhirnya
dijadikan  Pusat  Konservasi  Tumbuhan  KRB  pada  tahun  2001.  Dengan  adanya pernyataan tersebut maka sikap pengunjung terhadap kegiatan yang berhubungan
dengan  kelestarian  tumbuhan  obat,  khususnya  yang  ada  di  KRB  menunjukkan sikap  positif  dan  dukungan  yang  cukup  tinggi  sehingga  diharapkan  akan
membawa dampak yang positif juga bagi konservasi tumbuhan obat di Indonesia. Hidayat  2011  menyatakan  bahwa  bentuk  kegiatan  terkait  dengan  konservasi
tumbuhan obat yang sudah dilakukan pihak pengelola KRB berdasarkan informasi dari  laporan  teknis  KRB  tahun  2000  sampai  tahun  2004,  yaitu  penggalian
informasi  pemanfaatan  tumbuhan  obat  dari  masyarakat,  inventarisasi  spesies tumbuhan  obat,  koleksi  tumbuhan  obat  liar,  penyuluhan  dan  sosialisasi
0.00 3.93
S 4.02
S 3.99
S 4.45
SS
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00 3.50
4.00 4.50
5.00
SD SMP
SLTA PT
Lainnya
S k
o r
in g
Tingkat  pendidikan
pemanfaatan  pekarangan  dan  lahan  marjinal,  pelatihan  perbanyakan  tumbuhan obat, budidaya tumbuhan obat di lahan masyarakat, identifikasi tumbuhan koleksi
berpotensi  obat,  perbanyakan  spesies  tumbuhan  obat  langka,  pendataan  populasi dan  sebaran  tumbuhan  obat  langka,  studi  banding  ke  beberapa  kebun  tumbuhan
obat,  workshop  dan  pameran  tumbuhan  obat,  pengembangan  pembibitan  khusus tumbuhan  obat,  pengembangan  taman  tematik  obat,  reintroduksi  tumbuhan  obat
langka,  pembuatan  buku  dan  poster  tumbuhan  obat,  cerdas  cermat  konservasi tumbuhan obat. Namun, bentuk kegiatan tersebut belum diketahui secara luas oleh
masyarakat karena kegiatan-kegiatan tersebut sebagian besar hanya diketahui oleh pihak-pihak  yang  mengerti  atau  peduli  terhadap  lingkungan  saja  sehingga  untuk
pengembangan  lebih  lanjut  dalam  mempromosikan  potensi  sumberdaya  alam berupa koleksi tumbuhan obat di KRB kepada masyarakat pada umumnya, pihak
pengelola  sebaiknya  melakukan  bentuk  dukungan  kegiatan  berupa  perbanyakan tumbuhan  obat,  mensosialisasikan  tumbuhan  obat  pada  masyarakat  sekitar,
mengadakan  kegiatan  domestikasi  tumbuhan  obat,  melakukan  pelatihan perbanyakan  atau  budidaya  tumbuhan  obat  pada  masyarakat  sekitar  dengan
menanam tumbuhan obat di pekarangan rumah, mensosialisasikan  hasil produksi tumbuhan obat pada masyarakat, dan mengajak masyarakat untuk memanfaatkan
tumbuhan obat secara tradisional dalam mengobati suatu penyakit sebagai bagian dari konservasi tumbuhan obat di Indonesia.
Hidayat  2009  menyebutkan  bahwa  jumlah  koleksi  tumbuhan  obat berdasarkan  kondisi  di  lapang  ada  sekitar  320  spesies  tumbuhan  obat  yang
termasuk  dalam  210  genera  dari  72  famili  di  vak  XXIV.A  dan  vak  XXIV.B Lampiran 4. Pengetahuan masyarakat terhadap tumbuhan obat jumlahnya masih
terbatas  karena  hanya  pengetahuan  tentang  beberapa  spesies  tumbuhan  yang mudah  dikenal,  bagian  yang  digunakan,  dan  cara  penggunaannya  saja  yang
diketahui  oleh  masyarakat  pada  saat  ini.  Masyarakat  tidak  banyak  mengetahui manfaat  spesies  tumbuhan  obat  tersebut  secara  jelas  Mujenah  1993.  Pada
umumnya  sebagian  masyarakat  menilai  penggunaan  obat  sintetis  bersifat  lebih praktis akibat pengetahuan masyarakat yang rendah akan manfaat tumbuhan obat.
Hasil  wawancara  dengan  responden  diketahui  bahwa  masyarakat  jarang menggunakan  tumbuhan  obat  lagi  untuk  mencegah  atau  menyembuhkan  suatu
penyakit,  sebab  masyarakat  pada  umumnya  sudah  terbiasa  menggunakan  obat- obatan  sintetis  modern  yang  dijual  di  toko  obat  atau  warung-warung  terdekat.
Namun,  hanya  kelompok  masyarakat  tertentu  saja  yang  masih  menggunakan tumbuhan  obat  dalam  kehidupannya  sehari-hari,  misalnya  masyarakat  yang
tinggal  di  sekitar  kawasan  hutan  atau  masyarakat  yang  di  sekitar  lingkungan rumahnya  masih  memanfaatkan  TOGA  karena  secara  umum  masyarakat  yang
berpikiran  tersebut  masih  memiliki  tingkat  pengetahuan  cukup  tinggi  tentang tumbuh-tumbuhan khususnya pemanfaatan tumbuhan obat  yang diperoleh secara
turun temurun dari orang tuanya. Bentuk  pemanfaatan  tumbuhan  obat  yang  ada  di  kebun  koleksi  tumbuhan
obat  KRB  hingga  saat  ini  masih  belum  tersosialisasikan  secara  baik.  Hal  ini disebabkan  preferensi  pengunjung  mengenai  keberadaan  koleksi  tumbuhan  obat
belum  diketahui  secara  luas  dan  kegiatan  promosi  mengenai  koleksi  tumbuhan obat  masih  mengalami  keterbatasan  sebab  hanya  para  peneliti  atau  orang  yang
berkepentingan saja yang lebih mengetahui koleksi tumbuhan obat di KRB. Oleh karena itu, pihak pengelola KRB dalam waktu dekat berencana untuk melakukan
promosi kepada masyarakat melalui kegiatan-kegiatan khusus seperti seminar dan pameran tumbuhan berkhasiat obat baik dalam bentuk hasil produksi yang ada di
kebun  koleksi  maupun  penjualan  bibit  tumbuhan  obat  kepada  masyarakat. Kegiatan pelatihan tumbuhan obat pada masyarakat sekitar merupakan salah salah
satu  cara  mensosialisasikan  spesies  tumbuhan  yang  berkhasiat  obat  agar masyarakat  lebih  mengenal  lagi  manfaat  suatu  tumbuhan  bagi  kehidupannya
sehari-hari.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN