Analisis Kebijakan Publik Rasio Struktur Jabatan Eselonering yang Terisi

Peters dalam Tangkilisan, 2003A:22 mengatakan bahwa kegagalan implementasi kebijakan disebabkan oleh beberapa faktor. a. Informasi, informasi yang kurang dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran yang kurang tepat baik kepada obyek kebijakan maupun kepada para pelaksana dari isi kebijakan yang akan dilaksanakannya dan hasil-hasil dari kebijakan itu. b. Isi kebijakan, implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau tujuan kebijakan atau ketidaktepatan atau ketidaktegasan intern maupun ekstern atau kebijakan itu sendiri, menunjukkan adanya kekurangan yang sangat berarti atau adanya kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu. c. Dukungan, implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pada pelaksanaannya tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut. d. Pembagian potensi, hal ini terkait dengan pembagian potensi diantaranya para actor implementasi dan juga mengenai organisasi pelaksana dalam kaitannya dengan diferensiasi tugas dan wewenang.

1.6 Analisis Kebijakan Publik

Ilmu kebijakan merupakan suatu istilah dan orientasi terhadap ilmu sosial yang dikembangkan oleh Harold D Lasswell. Ilmu kebijakan didefenisikan sebagai ilmu yang berorientasi pada masalah konstektual, multidisiplin dan secara eksplisit bersifat normative. Ilmu-ilmu kebijakan dirancang untuk menyoroti masalah fundamental dan seringkali diabaikan yang muncul ketika warga negara dan pengambil kebijakan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan sosial dan transformasi politik dan kebijakan yang terus-menerus untuk memfasilitasi tujuan- tujuan demokrasi. Universitas Sumatera Utara Menurut William N Dunn, dalam arti historis yang lebih luas, analisis kebijakan merupakan suatu pendekatan terhadap pemecahan masalah sosial, dimulai pada tonggak sejarah ketika pengetahuan secara eksplisit dan relfektif kemungkinan menghubungkan pengetahuan dengan tindakan. Analisis kebijakan didefinisikan oleh Harold D Lasswell dalam Dunn, 2001:1 sebagai aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan. Dalam menciptakan pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan, analisis kebijakan meneliti sebab, akibat dan kinerja kebijakan dan program publik. Analisis kebijakan tidak diciptakan untuk membangun dan menguji teori- teori deskriptif yang umum seperti teori-teori ekonomi, politik dan sosiologi dalam mengkaji fenomena kasus per kasus. Analisis kebijakan melampaui apa yang dicapai oleh disiplin-disiplin ilmu tradisional. Jika disiplin-disiplin tradisional sekedar menjelaskan keteraturan-keteraturan empiris, maka analisis kebijakan ,mengkombinasikan informasi yang relevan dengan kebijakan yang digunakan untuk mengatasi dan memecahkan permasalahan-permasalahan publik tertentu.

1.7 Bentuk-bentuk Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan dapat dibedakan menjadi tiga bentuk utama, yakni: analisis kebijakan prospektif, restropektif, dan terintegratif Dunn, 200:117. a. Analisis Kebijakan Prospektif Analisis kebijakan prospektif yang berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan cenderung mengidentifikasi cara beroparasinya para ekonom, analis system dan analis operasi dengan kata lain merupakan suatu alat untuk mensintesiskan informasi untuk Universitas Sumatera Utara dipakai dalam merumuskan suatu alternative dan prefensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif atau kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan. b. Analisis Kebijakan Retrospektif Analisis kebijakan retospektif dalam banyak hal sesuai dengan deskripsi penelitian kebijakan yang dikemukakan sebelumnya. Analisis kebijakan retrospektif dijelaskan sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan, mencakup berbagai tipe kegiatan yang dikembangkan oleh tiga kelompok analis: 1. Analis yang berorientasi pada disiplin, yang sebagian besar terdiri dari para ilmuwan politik san sosiologi terutama berusaha untuk mengembangkan dan menguji teori yang didasarkan pada teori dan menerangkan sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan. Kelompok ini jarang berusaha untuk mengidentifikasikan tujuan-tujuan dan sasaran spesifik dari para pembuat kebijakan dan tidak melakukan usaha apapun untuk membedakan variabel kebijakan yang merupakan hal dapat diubah melalui manipulasi kebijakan, dan variabel situasional yang tidak dapat dimanipulasi. 2. Analis yang berorientasi pada masalah, sebagian besar terdiri dari para ilmuwan ilmu politik dan sosiologi yang berusaha menerangkan sebab- sebab dan konsekuensi dari kebijakan. Walaupun demikian, para analis yang berorientasi pada masalah ini kurang menaruh perhatian pada pengembangan dan pengujian teori-teori yang dianggap penting dalam disiplin ilmu sosial, tetapi lebih menaruh perhatian pada identifikasi Universitas Sumatera Utara variabel-variabel yang dapat dimanipulasi oleh para pembuat kebijakan untuk mengatasi masalah. 3. Analis yang beorientasi pada aplikasi, yaitu kelompok analis yang mencakup ilmuwan politik dan sosiologi, tapi juga orang-orang yang datang dari bidang studi professional pekerjaan sosial dan administrasi publik dan bidang studi sejenis seperti penelitian evaluasi. Kelompok ini juga berusaha menerangkan sebab dan konsekuensi kebijakan- kebijakan dan program publik, tetapi tidak menaruh perhatian terhadap pengembangan dan pengujian teori-teori dasar. Lebih jauh, kelompok ini tidak hanya menaruh perhatian pada variabel-variabel kebijakan, tetapi juga melakukan identifikasi tujuan dan sasaran kebijakan dari pada para pembuat kebijakan dan pelaku kebijakan. c. Analisis Kebijakan yang Terintegrasi Analisis kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk mengaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi juga menuntut para analis untuk terus-menerus menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap saat. Analis yang terintegrasi dengan begitu bersifat terus-menerus, berulang- ulang, tanpa ujung, paling tidak dalam prinsipnya. Analisis dapat memulai penciptaan dan transformasi informasi pada setiap titik dari lingkaran analisis, baik sebelum dan sesudah aksi. Analisis kebijakan yang terintegrasi mempunyai semua kelebihan yang dimiliki metodologi analisis propektif dan retrospektif, tetapi tidak Universitas Sumatera Utara satupun dari keleihan mereka. Analisis yang terintegrasi melakukan pemantauan dan evaluasi kebijakan secara terus-menerus sepanjang waktu. Tidak demikian halnya dengan analisis prospektif dan retrospektif yang menyediakan lebih sedikit informasi.

2. Perampingan Organisasi

Perampingan merupakan salah satu bentuk restrukturisasi dilakukan untuk meningkatkan kinerja dan mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat. Banyak cara yang dapat ditempuh untuk melakukan restrukturisasi atau rasionalisasi, dan masing-masing cara memiliki kon-sekuensi tersendiri, baik terhadap pekerjaan, maupun konsekuensi psikologis. Laila Naqib menyarankan agar rasionalisasi dilakukan dengan cara, yaitu bagi mereka yang tidak efektif “dirumahkan” dengan menerima gaji separuh bahkan dibayar sampai pensiun, sedangkan bagi pegawai yang efektif dan terpakai di kantor kesejahteraannya dijaga sebaik-baiknya agar mendapatkan penghasilan yang pantas dan seimbang dengan jerih payahnya. Adapun langkah ke depan khususnya dalam melakukan rekrutmen tenaga kerja baru untuk PNS harus dilakukan dengan perencanaan yang matang manpower planning. Artinya, rekrutmen pegawai dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Secara teoritis, ada delapan cara yang dapat ditempuh untuk melakukan restrukturisasi Bernardian dan Russell, 1998: 210 yaitu: downsizing, delayering, decentralizing, reorganization, cost-reduction strategy, IT Innovation, competency measurement, dan performance -related pay. Universitas Sumatera Utara 1. Downsizing adalah perampingan organisasi dengan menghapuskan beberapa pekerjaan atau fungsi tertentu. Dengan downsizing, bukan saja organisasi menjadi lebih ramping, tetapi juga pegawai akan berkurang. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa downsizing berdampak pada rasa aman pegawai, baik terhadap pekerjaan maupun karier mereka. Secara psikologis, betapapun rasionalnya alasan untuk melakukan downsizing, pegawai sulit menerima kenyataan ter-sebut. Oleh karena itu, restrukturisasi dengan cara downsizing harus dilakukan secara hati-hati dan selektif. 2. Delayering adalah pengelompokkan kembali jenis-jenis pekerjaan yang sudah ada. Dengan cara ini, jumlah pegawai akan berkurang karena ada beberapa pekerjaan yang disatukan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa delayering akan berakibat pada hilangnya beberapa jabatan, sehingga secara psikologis mereka akan kehilangan jati diri karena menganggap mereka tidak akan maju- maju dalam kariernya 3. Decentralizing, dilakukan dengan cara menyerahkan beberapa fungsi dan tanggung jawab kepada tingkat organisasi yang lebih rendah. Dengan penyerahan beberapa fungsi dan tanggung jawab tersebut, maka dapat dilakukan pengurangan jumlah pegawai. Proses pengurangan ini sekaligus digunakan untuk memperbaiki komposisi pegawai yang masih dipertahankan. Pengalaman menunjukkan, bahwa restrukturisasi melalui desentralisasi menimbulkan segmentasi dan fragmentasi dalam pekerjaan. Di lain pihak, secara psikologis dapat menimbulkan perilaku bersaing yang lebih kuat karena adanya peluang yang relatif lebih terbuka untuk diperebutkan. Oleh karena itu, untuk mencapai Universitas Sumatera Utara hasil sesuai dengan yang direncanakan, perlu dipersiapkan aturan-aturan dan standar yang jelas sebagai dasar restrukturisasi. 4. Reorganization adalah bentuk restrukturisasi yang dilakukan dengan cara melakukan peninjauan atau penyusunan kembali refocusing tentang kompetensi inti core competition dari organisasi yang bersangkutan. Dengan cara ini akan mengakibatkan jumlah pegawai akan berkurang karena adanya pemfokusan kembali pada tugas pokok yang sebenarnya. Pengalaman menunjukkan bahwa restrukturisasi dengan cara reorganisasi akan menimbulkan rasa frustasi pada pegawainya karena mereka akan mengalami pemindahan bahkan pemecatan. 5. Cost reduction strategy adalah penggunaan sumber daya yang lebih sedikit untuk pekerjaan yang sama. Dengan strategi ini, semua sumber daya, termasuk sumber daya manusia, digunakan sehemat mungkin tanpa mengurangi kualitas keluaran. Ini berarti sebagian pegawai harus dikurangi, meskipun tidak ada perubahan fungsi maupun susunan organisasi. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa cost reduction strategy berdampak langsung pada intensifikasi pekerjaan. Di lain pihak terjadi dampak cukup serius, yaitu pegawai merasa tertekan dan banyak pegawai yang mengalami stres karena tidak tahan menghadapi tekanan dari pekerjaan yang dilakukan. Di samping itu, aspek psikologis khususnya bagi pegawai yang dipilih untuk tetap bekerja tidak diberhentikan juga harus diperhatikan. 6. IT Innovation adalah penyesuian pekerjaan dengan perkembangan teknologi. Restrukturisasi dengan cara ini akan berdampak pada jumlah pegawai karena Universitas Sumatera Utara pegawai dituntut memiliki skills yang tinggi. Sedangkan mereka yang tidak memiliki kemampuan sesuai dengan tuntutan teknologi akan tersingkir. 7. Competency measurement adalah bentuk restrukturisasi dengan cara melakukan pengukuran atau pendefinisian ulang terhadap kompetensi yang dibutuhkan oleh pegawai. Dengan strategi ini berakibat pada pengurangan jumlah pegawai karena kemungkinan besar banyak pegawai setelah dilakukan pengkajian kembali kompetensi yang saat ini diperlukan sudah usang atau sudah tidak terpakai lagi obsoles cence. Secara psikologis akan berdampak pada perilaku mempertahankan diri self defence. 8. Performance-related pay artinya nilai yang diperoleh oleh pegawai didasarkan pada kinerja yang dicapainya. Strategi ini walaupun tidak drastis akan berakibat pada pengurangan jumlah pegawai, karena hanya pegawai yang memiliki kinerja baik yang akan mendapat penghargaan misal promosi dalam kariernya. Pengalaman menunjukkan bahwa restrukturisasi melalui cara ini akan berdampak pada besarnya rasa individualitas seseorang dan nuansa politis akan kental di dalamnya. Selain itu, secara psikologis akan berdampak pada rasa kepercayaan pegawai begitu rendah. PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah ditujukan untuk melakukan perampingan downsizing dalam birokrasi pemerintah daerah karena dianggap cara inilah langkah yang paling tepat dalam mencapai efektivitas dan juga efisiensi kinerja birokrasi dengan perhitungan risiko yang paling rendah. Universitas Sumatera Utara

3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diperlukan adanya struktur pemerintahan yang merupakan suatu bagian dari organisasi perangkat pemerintahan. Kepala daerah sebagai pemimpin penyelenggara pemerintah daerah perlu dibantu oleh perangkat daerah yang dapat menyelenggarakan seluruh urusan pemerntahan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Maka dalam PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah disebutkan bahwa perangkat daerah kabupaten kota merupakan unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa sekretariat daerah merupakan unsur staf yang mempunyai tugas dan kewajiban membantu bupati walikota dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan unsur pelayanan terhadap DPRD. Sekretariat DPRD mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi kesekretariatan, administrasi keuangan, mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, dan menyediakan serta mengkoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan dan keuangan daerah. Sekretaris dewan secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggungjawab kepada pimpinan DPRD dan secara administrative bertanggungjawab kepada bupati walikota melalui sekretaris daerah. Universitas Sumatera Utara Inspektorat merupakan unsur pengawas penyelenggaraan pemerintah daerah. Inspektorat ini mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten kota, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa dan pelaksanaan urusan pemerintahan desa. Inspektur dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab langsung kepada bupati walikota dan secara teknis administrastif mendapat pembinaan dari sekretaris daerah. Badan perencanaan pembangunan daerah merupakan unsur perencana penyelenggaraan pemerintahan daerah. Badan perencanaan pembangunan daerah mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah. Kepala badan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada bupati walikota melalui sekretaris daerah. Dinas daerah merupakan pelaksana otonomi daerah. Dinas daerah mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dinas daerah berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada bupati walikota melalui sekretaris daerah. Pada dinas daerah dapat dibentuk unit pelaksana teknis untuk melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa kecamatan. Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik. Lembaga teknis daerah ini dapat berbentuk badan, kantor, dan rumah sakit. Kepala kantor dan direktur rumah sakit berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada bupati walikota melalui sekretaris daerah. Universitas Sumatera Utara Pada lembaga teknis daerah yang berbentuk badan dapat dibentuk unit pelaksana teknis UPT tertentu untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional dan atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa kecamatan. Kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota yang mempunyai tugas melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten kota dalam wilayah kecamatan. Lurah berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada bupati walikota melalui camat. Pembentukan organisasi perangkat daerah ditetapkan dengan Peraturan daerah dengan berpedoman pada peraturan pemerintah ini. Dan peraturan yang dimaksud tersebut mengatur mengenai susunan, kedudukan, tugas pokok organisasi perangkat daerah. Besaran organisasi perangkat daerah ditetapkan berdasarkan variabel: jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah APBD. Dengan perincian sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Tabel. 1 Pedoman Penetapan Variabel Besaran Organisasi Perangkat Daerah Kota Menurut PP No.41 Tahun 2007 VARIABEL KELAS INTERVAL NILAI JUMLAH PENDUDUK jiwa Untuk Kota di Pulau Jawa dan Madura ≤ 100.000 100.001 - 200.000 200.001 - 300.000 300.001 - 400.000 400.000 8 16 24 32 40 JUMLAH PENDUDUK jiwa Untuk Kota di luar Pulau Jawa dan Madura ≤ 50.000 50.001 - 100.000 100.001 - 150.000 150.001 - 200.000 200.000 8 16 24 32 40 LUAS WILAYAH KM 2 Untuk Kota di Pulau Jawa dan Madura ≤ 50 51 - 100 101 - 150 151 - 200 200 7 14 21 28 35 LUAS WILAYAH KM 2 Untuk Kota di luar Pulau Jawa dan Madura ≤ 75 76 - 150 151 - 225 226 - 300 300 7 14 21 28 35 JUMLAH APBD ≤ Rp. 200 M Rp. 200.000.000.001 – Rp. 400.000.000.000 Rp.400.000.000.001 – Rp.600.000.000.000 Rp.600.000.000.001 – Rp.800.000.000.000 Rp.800.000.000.000 5 10 15 20 25 Sumber: PP No.41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

4. Dua Indikator Kinerja Kunci

Dua indikator kinerja kunci merupakan variabel yang dipilih oleh peneliti untuk mempermudah pelaksanaan analisis PP No. 41 Tahun 2007 ini. Adapun yang menjadi dua indikator kinerja kunci ini yaitu: Universitas Sumatera Utara

a. Rasio Struktur Jabatan Eselonering yang Terisi

Dalam mengukur rasio struktur jabatan eselonering yang terisi ini penulis memakai dua indikator yaitu tingkat struktur jabatan yang sudah terisi dan juga tingkat pendidikan formal sesuai bidang tugasnya. Jika dilihat dari indikator pertama, pada tahun 2008 adapun persentase struktur jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel.2 Persentase Struktur Jabatan di Lingkungan Pemko Medan Tahun 2008 No Nama SKPD Jabatan Jab.Terisi 1 Dinas Pendidikan 27 25 2 Kantor Kepustakaan 4 4 3 Dinas Kesehatan 31 27 4 RSU Pirngadi 27 27 5 Dinas Pekerjaan Umum 26 22 6 Dinas Perumahan dan Permukiman 25 15 7 Dinas Pencegah dan Pemadam Kebakaran 26 20 8 Dinas Tata Kota dan Bangunan 25 25 9 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 25 25 10 Dinas Perhubungan 26 12 11 Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup 22 19 12 Dinas Pertamanan 26 26 13 Dinas Kebersihan 26 20 14 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 23 21 15 Badan Keluarga Berencana 24 18 16 Kantor Sosial 5 4 17 Dinas Tenaga Kerja 28 19 18 Dinas Koperasi 17 16 19 Kantor Penanaman Modal 5 5 20 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan 21 21 21 Dinas Pemuda dan Olahraga 20 17 22 Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat 20 14 23 Badan Polisi Pamong Praja 13 13 24 Bagian Kesejahteraan Rakyat 3 3 25 Bagian Pemberdayaan Perempuan 4 2 26 Bagian Bina Program 4 4 27 Bagian Bina Perekonomian 4 4 Sumber: www.pemkomedan.go.id Universitas Sumatera Utara Tabel.3 Lanjutan Tabel Persentase Struktur Jabatan di Lingkungan Pemko Medan Tahun 2008 No. Nama SKPD Jabatan Jab.yang Terisi 28 Bagian Hubungan Antar Kota Antar Daerah 3 3 29 Bagian Agama dan Pendidikan 4 3 30 Bagian Tata Pemerintahan 4 3 31 Bagian keuangan 6 6 32 Bagian Umum 7 6 33 Bagian Humasy 4 2 34 Bagian Hukum 4 4 35 Sekretariat Dewan 10 9 36 Dinas Pendapatan 31 31 37 Balitbang 18 16 38 Bawasko 30 26 39 Badan Kepegawaian Daerah 29 27 40 Badan Pemberdayaan Masyarakat 20 18 41 Kantor Arsip Daerah 5 5 42 Dinas Infokom dan PDE 23 22 43 Dinas Pertanian 29 24 44 Dinas Perikanan dan Kelautan 28 24 45 Dinas Perindustrian dan Perdagangan 30 27 Total 790 696 Sumber: www.pemkomedan.go.id Dari tabel di atas bahwa dari 45 SKPD yang berada di lingkungan Pemerintah Kota Medan, terdapat 790 struktur jabatan. Sampai tahun 2008 hanya 696 struktur jabatan yang terisi. Bila dihitung persentase dari jumlah jabatan yang tersedia dibagi dengan jabatan yang terisi maka hasilnya adalah 696790 x 100 = 88,1 , sehingga struktur jabatan yang sudah terisi adalah 88,1 . Sedangkan jika dilihat dari persyaratan pendidikan dan kepangkatan pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Medan secara keseluruhan diantara nilai 90 - 100. Universitas Sumatera Utara

b. Jenis Jabatan Fungsional dalam Struktur Organisasi Satuan Kerja Perangkat Daerah

Dokumen yang terkait

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah di Kota Medan Tahun 2014

23 220 103

Proses Pelaksanaan Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi BadanPenanaman Modal Kota Medan (Studi Pada Pengawasan Badan Penanaman Modal Kota Medan)

0 124 257

Dampak Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Wajib Pajak Usaha Mikro Kecil Menengah (Umkm) Dan Penerimaan Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 4 Ayat 2pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

14 149 189

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame (Studi Tentang Penerbitan Izin Reklame di Kota Medan)

7 150 212

Implementasi Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 7 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK)

6 111 114

Implementasi Kebijakan Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah Di Kabupaten Toba Samosir (Studi Tentang Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah)

5 157 198

Proses Pembentukan Peraturan Daerah Studi Kasus Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun No. 1 Tahun 2011 tentang APBD Kabupaten Simalungun tahun Anggaran 2011

0 74 83

“Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame

8 145 136

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI

0 0 87

Pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah di kota Surakarta

0 0 85