Namun yang menjadi permasalahan, dalam PP No. 41 Tahun 2007 disebutkan bahwa organisasi perangkat daerah harus sesuai dengan jumlah penduduk, luas
wilayah, besar APBD dan juga kebutuhan daerah yang bersangkutan. Jadi saat ini perlu kita analisa kembali apakah struktur organisasi perangkat daerah Kota Medan pada saat
ini yang sudah tercantum dalam Perda Kota Medan No. 03 Tahun 2009, sudah sesuai dengan struktur organisasi perangkat daerah seperti yang terdapat pada PP No.41 Tahun
2007. Administrasi negara mempunyai suatu peranan yang sangat penting dalam
merumuskan kebijakan negara dan oleh karenanya merupakan bagian dari proses politik. Berlakunya peraturan-peraturan ini tentu membutuhkan analisis yang
pekerjaannya akan diselesaikan dalam bentuk penelitian nantinya. Analisa ini dipersempit dalam kajian Ilmu Administrasi Negara yang akan membedakannya dengan
kajian analisa dalam Ilmu Hukum. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengangkat keadaan
tersebut ke dalam suatu masalah penelitian yang berjudul “Analisis Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah Di Kota Medan”.
B. Rumusan Masalah
Arikunto menyatakan bahwa dalam suatu penelitian, agar dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka peneliti haruslah merumuskan masalah dengan jelas.
Perumusan masalah juga diperlukan untuk mempermudah menginterpretasikan data dan fakta yang diperlukan dalam suatu penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Adapun yang menjadi perumusan masalah pada penelitian ini berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di awal adalah : Bagaimanakah implementasi PP No. 41
Tahun 2007 di Kota Medan?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : untuk menganalisis implementasi PP No. 41 Tahun 2007 di Kota Medan jika dilihat dari 2 indikator kinerja
kunci pada tahun 2009.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara subyektif, sebagai suatu sarana untuk melatih dan mengembangkan
kemampuan berfikir ilmiah, sistematis dan metodologis penulis dalam menyusun berbagai kajian literature untuk menjadikan suatu wacana baru dalam memperkaya
khazanah positif. 2.
Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak bagi kepustakaan departemen Ilmu Administrasi Negara dan
bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik untuk mengeksplorasi kembali kajian tentang analisis implementasi peraturan pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
E. Kerangka Teori 1. Kebijakan Publik
1.1 Pengertian Kebijakan Publik
Chandler dan Plano dalam Tangkilisan, 2003A:1 berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya –
sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi
pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Kemudian kebijakan publik akan disebut sebagai suatu bentuk intervensi yang
dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut
berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Easton dalam Tangkilisan, 2003A:2 menyatakan bahwa kebijakan
publik merupakan pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan
sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian
nilai-nilai kepada masyarakat. Anderson dalam Tangkilisan, 2003A:2 memberikan definisi kebijakan
publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat- pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah : 1 kebijakan
publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan tertentu dan mempunyai tindakan-tindakan yang
berorientasi pada tujuan, 2 kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah, 3
Universitas Sumatera Utara
kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, 4 kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan
pemerintah segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu, 5 kebijakan
pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
Sedangkan menurut Woll dalam Tangkilisan, 2003A:2 kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat,
baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Dalam buku H Soenarko 2003:41 O. Jones, mengemukakan pendapat H.Hugh Heclo bahwa kebijaksanaan adalah suatu arah kegiatan yang tertuju kepada
tercapainya beberapa tujuan. Selanjutnya Heclo juga mengemukakan bahwa suatu kebijaksanaan akan lebih cocok dilihatnya sebagai suatu arah tindakan atau tidak
dilakukannya tindakan, daripada sebagai sekedar suatu keputusan atau tindakan belaka.
James E Anderson dalam Soenarko, 2003:42 mengemukakan defenisi kebijakan publik dari Robert Eyestone yaitu: kebijaksanaan pemerintah adalah
hubungan suatu lembaga pemerintah terhadap lingkungannya. Anderson juga menyampaikan defenisi yang diberikan oleh Carl J.
Friedrich dalam Soenarko, 2003:42 sebagai berikut: kebijaksanaan pemerintah adalah suatu arah tindakan yang diusulkan pada seseorang , golongan, atau
pemerintah dalam suatu lingkungan dengan halangan-halangan dan kesempatan- kesempatannya, yang diharapkan dapat memenuhi dan mengatasi halangan tersebut
Universitas Sumatera Utara
di dalam rangka mencapai suatu cita-cita atau mewujudkan kehendak serta tujuan tertentu.
Dari defenisi-defenisi di atas maka penulis menyatakan pengetahuan pokok yang dapat dikembangkan lebih lanjut dan yang menjadi landasan teori dari
penelitian ini. Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan
tersebut adalah : 1 kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan tertentu, 2 kebijakan
publik berisi tindakan-tindakan pemerintah, 3 kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, 4 kebijakan publik yang diambil bisa
bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk
tidak melakukan sesuatu, 5 kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan
memaksa.
1.2 Kategori Kebijakan Publik
Juhn B. Joynt dalam Soenarko, 2003:61 mengatakan bahwa kebijaksanaan itu dapat berarti yang berbeda-beda untuk orang-orang yang berbeda.
Udaha untuk mengadakan klasifikasi tingkat-tingkatan kebijaksanaan itu adalah seperti halnya membagi-bagi tingkatan suhu udara.
Menanggapi hal tersebut maka, A. Simon dalam buku H. Soenarko 2003:61 kemudian dapat membagi klasifikasi kebijakan itu menjadi 3 macam
policy yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Legislative policy, yaitu kebijaksanaan yang dibuat landasan dan pegangan bagi
pimpinan management dalam melaksanakan tugasnya, atau kebijaksanaan yang banyak mengandung norma-norma yang harus diselenggarakan oleh
pimpinan tersebut. Oleh karena itu, kebijaksanaan ini lebih banyak memberikan ketentuan-ketentuan yang mengandung pemberian hak-hak, kewajiban,
larangan-larangan dan keharusan-keharusan, dan lebih banyak dibuat oleh legislatif.
b. Management policy, merupakan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pimpinan
pusat top-management atau pejabat-pejabat teras. c.
Working policy, yaitu kebijaksanaan lainnya yang dibuat untuk pelaksanaan operation dilapangan untuk tercapainya tujuan akhir yang tersimpul dari
kebijaksanaan itu. Berbeda dengan A Simon, Hudson dalam Soenarko, 2003:62 menyoroti
klasifikasi kebijakan publik dalam pemerintahan. Sehingga kebijakan publik itu dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Over-all Policies, pada umumnya dibuat oleh Badan Legislatif atau presiden
dengan berdasarkan UUD constitution. Oleh karena itu, sifatnya adalah umum dan berlaku untuk seluruh wilayah negara.
b. Top management policies kebijaksanaan pimpinan, yaitu merupakan
kebijaksanaan yang biasanya dibuat oleh kepala-kepala jawatan atau dinas-dinas pelaksanaan “over-all policies” dengan menentukan cara-cara, prosedur dan
sebagainya yang meliputi soal-soal yang strategis. c.
Divisional of bureau policies kebijaksanaan pelaksanaan, merupakan ketentuan-ketentuan pelaksanaan yang dibuat pejabat yang langsung
Universitas Sumatera Utara
bertanggungjawab tentang tercapainya tujuan program di dalam kegiatan operasionalnya.
Kebijaksanaan pemerintah di Indonesia, yang sesuai dengan azas hidup bangsa Indonesia, adalah merupakan kebijaksanaan pemerintah yang berlandaskan
Pancasila. Kebijaksanaan ini, tidaklah hanya memperhatikan keinginan dan kehendak dari rakyat sosio-democratis, akan tetapi juga haruslah mengacu pada
kepentingan nasional seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sosio- nasionalisme
Adapun bentuk-bentuk Peraturan Perundangan Republik Indonesia menurut UUD 1945 adalah : UU Peraturan Pemerintah pengganti UU, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Pelaksana lainnya Peraturan Menteri, Instruksi Menteri selain itu, masih terdapat Peraturan-peraturan Daerah Tingkat I
dan tingkat II serta Keputusan-keputusan gubernur, dan bupati walikota kepala daerah.
1.3 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik
Pada tahap ini suatu kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit eksekutor birokrasi pemerintah tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan sumber
daya lainnya teknologi dan manajemen, dan pada tahap ini monitoring dapat dilakukan. Menurut Patton dan Sawicki dalam buku Tangkilisan 2003B:78 bahwa
implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk
mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif
dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
program, serta melakukan interpretasi terhadap perencanaan yang dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti dengan mudah bagi realisasi program yang
dilaksanakan. Jadi tahapan implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan
apa yang terjadi setelah suatu perundang-undangan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk out-put yang jelas dan dapat
diukur. Dengan demikian tugas implementasi kebijakan sebagai suatu penghubung yang memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil melalui aktivitas atau
kegiatan dari program pemerintah. Tangkilisan, 2003:9 Menurut Nakamura dan Smallwood dalam Tangkilisan, 2003B:78, hal-
hal yang berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan ke dalam keputusan yang
bersifat khusus. Sedangkan menurut Pressman dan Wildavsky dalam Tangkilisan, 2003B:79 implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan
dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara
untuk mencapainya. Jones dalam Tangkilisan, 2003B:79 menyatakan kebijakan sebagai suatu
proses yang dinamis yang melibatkan secara terus-menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi
mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan.
Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi, suatu kebijakan yang dirumuskan
Universitas Sumatera Utara
akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting di dalam kebijakan publik.
Dalam implementasi sebuah kebijakan dibutuhkan proses implementasi sebagai bahan persiapan dalam melaksanakan rumusan kebijakan yang telah
ditetapkan. Menurut, Lineberry proses implementasi setidaknya memiliki elemen- elemen sebagai berikut: 1 pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana, 2
penjabaran tujuan ke dalam berbagai aturan pelaksana standard operating procedures SOP 3 koordinasi berbagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok
sasaran; pembagian tugas di dalam dan diantara dinas-dinas badan pelaksana, 4 pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan. Tangkilisan, 2003B:81
Lain dengan Anderson dalam Tangkilisan, 2003B:82 yang mengemukakan bahwa implementasi kebijakan dapat dilihat dari empat aspek yaitu;
a. Siapa yang mengimplementasikan kebijakan, maksudnya yaitu bahwa
pelaksanaan suatu kebijakan tidak hanya terbatas pada jajaran birokrasi, tetapi juga melibatkan actor-aktor di luar birokrasi pemerintah, seperti organisasi
kemasyarakatan, bahkan individu juga sebagai pelaksana kebijakan. b.
Hakekat dari proses administrasi. Untuk menghindari pertentangan atau perbedaan persepsi dalam pelaksanaan antar implementor unit birokrasi
maupun non birokrasi, proses administrasi harus selalu berpijak pada standar prosedur operasional sebagai acuan pelaksanaannya.
c. Kepatuhan kompliansi kepada kebijakan, atau sering disebut sebagai perilaku
taat hukum. Karena kebijakan selalu berdasarkan hukum atau peraturan tertentu, maka pelaksana kebijakan tersebut juga harus taat kepada hukum yang
mengaturnya. Untuk menumbuhkan system kepatuhan dakam implementasi
Universitas Sumatera Utara
kebijakan, memerlukan system kontrol dan komunikasi yang terbuka, serta penyediaan sumber daya untuk melakukan pekerjaan. Sedangkan untuk dapat
mewujudkan implementasi yang efektif, Islamy menyebutnya dengan tindakan atau perbuatan manusia yang menjadi anggota masyarakat sesuai dengan apa
yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. d.
Efek atau dampak dari implementasi kebijakan. Menurut Islamy 1997:119 setiap kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakan akan membawa dampak
tertentu terhadap kelompok sasaran, baik yang positif intended maupun yang negatif unintended. Ini berarti bahwa konsep dampak menekankan pada apa
yang terjadi secara actual pada kelompok yang ditargetkan dalam kebijakan. Jadi, dengan melihat konsekuensi dari dampak, maka dapat dijadikan sebagai
salah satu tolok-ukur keberhasilan implementasi kebijakan dan juga dapat dijadikan sebagai masukan dalam proses perumusan kebijakan yang akan
meningkatkan kualitas kebijakan tersebut.
1.4 Model Implementasi Kebijakan Publik
Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan publik ada ragam tindakan yang dapat dilakukan yaitu: adengan mengeluarkan dan menggunakan indikator,
bmembelanjakan dana, cmemakai pinjaman, dmenghargai hibah, emenandatangani kontrak, fmengumpulkan data, gmendistribusikan informasi,
hmenganalisis berbagai masalah, imengalokasi dan merekrut personalia, jmenciptakan unit-unit organisasi, kmengusulkan berbagai alternative,
lmerencanakan atas masa depan, dan mbernegosiasi dengan warga secara pribadi, bisnis, kelompok kepentingan, unit-unit birokrasi, komite legislative, dan bahkan
negara lain. Tangkilisan, 2003B:2
Universitas Sumatera Utara
Tangkilisan 2003A:20 dalam bukunya menyatakan bahwa dalam melaksanakan implementasi dikenal beberapa model antara lain:
a. Model Gogin,
dalam model ini implementasi dilakukan dengan mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan formal
pada keseluruhan implementasi yakni ; 1 Bentuk dan isi kebijakan, termasuk didalamnya kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi,
2 Kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan mendukung implementasi secara efektif, 3 pengaruh
lingkungan dari masyarakat dapat berupa katakteristik, motivasi, kecenderungan
hubungan antara warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya.
b. Model Grindle, menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan
kebijakan dan hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang dicapai akan dipengaruhi oleh isi kebijakan yang terdiri dari; 1 kepentingan-
kepentingan yang dipengaruhi, 2 Tipe-tipe manfaat, 3 derajat perubahan yang diharapkan 4 letak pengambilan keputusan, 5 pelaksanaan program dan 6
sumber daya yang dilibatkan. isi sebuah kebijakan akan menunjukkan posisi
pengambilan keputusan oleh sejumlah besar pengambilan kebijakan, sebaliknya ada kebijakan tertentu yang lainnya hanya ditentukan oleh sejumlah kecil 1 unit
pengambil kebijakan. Pengaruh selanjutnya adalah lingkungan yang terdiri dari: 1 kekuasaan, kepentingan dan strategi actor yang terlibat, 2 karakteristik
lembaga penguasa dan, 3 kepatuhan dan daya tanggap.
c. Model Meter dan Horn, implementasi model ini dipengaruhi oleh 6 faktor yaitu :
1 standar kebijakan dan sasaran yang menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh, 2 sumber daya kebijakan berupa dana pendukung
Universitas Sumatera Utara
implementasi, 3 komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai, 4
karakteristik pelaksanaan, artinya karakteristik organisasi merupakan faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program, 5 kondisi
sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan, dan 6
sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan.
d. Model Deskriptif, William N. Dunn mengemukakan bahwa model kebijakan
dapat diperbandingkan dan dipertimbangkan menurut sejumlah banyak asumsi, yang paling penting diantaranya adalah; 1perbedaan menurut tujuan, 2 bentuk
penyajian dan 3 fungsi metodologis model. Dua bentuk pokok dari model kebijakan adalah 1 Model deskriptif, yaitu model yang menjelaskan dan atau
meramalkan sebab dan akibat pilihan-pilihan kebijakan, model kebijakan digunakan untuk memonitor hasil tindakan kebijakan misalnya penyampaian
laporan tahunan tentang keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan di lapangan
dan 2 Model normatif.
Adapun model implementasi yang akan digunakan oleh penulis dalam menganalisis PP No.41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota
Medan adalah Model Meter dan Horn. Model ini disebut juga sebagai model mekanisme paksa yaitu model yang mengedepankan arti penting lembaga publik
sebagai lembaga tunggal yang mempunyai monopoli atas mekanisme paksa di dalam negara dimana tidak ada mekanisme insentif bagi yang menjalani, namun
ada sanksi bagi yang menolak melaksanakannya atau yang melanggarnya.
Universitas Sumatera Utara
Secara matematis, model ini disebut dengan “Zero-minus model”, dimana yang ada hanya nilai nol dan minus saja. Sedangkan model mekanisme
pasar mengedepankan mekanisme insentif bagi yang menjalani, dan bagi yang tidak menjalankan tidak mendapat sanksi, namun tidak mendapat insentif. Secara
matematis model ini dapat disebut sebagai model “ Zero-Plus Model”, dimana yang ada hanya nilai nol dan plus saja. Diantaranya ada kebijakan yang
memberikan insentif di satu kutub, dan memberikan sanksi di kutub lain. Model “top-down” mudahnya berupa pola yang dikerjakan oleh pemerintah untuk rakyat,
dimana partisipasi lebih berbentuk mobilisasi. Sebaliknya “bottom-up” bermakna meski kebijakan dibuat pemerintah, namun pelaksanaan antara pemerintah dengan
masyarakat. Secara terperinci ada beberapa model menyoal tentang implementasi
kebijakan, yang pertama model klasik dari Van Meter dan Van Horn yang mengandaikan implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik,
implementor dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah variabel:
a. Aktivitas implementasi dan komunikasi antarorganisasi
b. Karakteristik dari agen pelaksana implementor
c. Kondisi ekonomi, sosial dan ekonomi
d. Kecenderungan disposisi dari pelaksana implementor.
Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Winarno, 2002: 110-118, identifikasi indikator-indikator pencapaiana merupakan tahapan yang krusial dalam
analisis implementasi kebijakan. Indikator pencapaian tujuan ini, menilai sejauh
Universitas Sumatera Utara
mana ukuran dasar dan tujuan kebijakan direalisasikan. Ukuran dasar dan tujuan berguna di dalam menguraikan keputusan kebijakan secara menyeluruh. Disamping
itu, ukuran dasar dan tujuan merupakan bukti itu sendiri dan dapat diukur dengan mudah dalam beberapa kasus. Namun demikian dikatakan seringkali dalam banyak
kasus sering terjadi kesulitan dalam mengidentifikasi dan mengukur pencapaian yang disebabkan oleh dua hal, yaitu program yang terlalu luas dan sifat tujuan yang
kompleks, serta kekaburan dalam ukuran-ukuran dasar tujuan-tujuan sengaja diciptakan oleh pembuat keputusan agar dapat menjamin tanggapan positif dari
orang-orang yang diserahi tanggungjawab implementasi pada tingkat organisasi yang lain atau system penyampaian kebijakan.
1.5 Keberhasilan Implementasi Kebijaksanaan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kejelasan antara kebijakan dan kinerja implementasi yaitu: standard dan sasaran kebijakan, komunikasi antara
organisasi dan pengukuran aktivitas, karakteristik organisasi komunikasi antar organisasi, kondisi sosial, ekonomi dan politik, sumber daya dan sikap pelaksanaan.
Adapun yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan adalah:
a. Persetujuan, dukungan dan kepercayaan dari masyarakat. Karena ketiga hal ini
dapat menimbulkan partisipasi masyarakat, yang benar-benar diperlukan untuk pelaksanaan kebijaksanaan.
b. Isi dan tujuan kebijaksanaan haruslah dimengerti secara jelas terlebih dahulu.
Berhubung dengan itu maka pelaksanaan kebijakan harus mampu melakukan
Universitas Sumatera Utara
interpretasi terhadap kebijaksanaan yang tepat sehingga mempunyai persepsi seperti yang dikehendaki oleh pembentuk kebijaksanaan.
c. Pelaksana haruslah mempunyai cukup informasi, terutama mengenai
kebijaksanaan itu. d.
Pembagian pekerjaan yang efektif dalam pelaksanaan. Hal ini berarti perlu pengorganisasian yang baik dengan:
e. Pembagian kekuasaan dan wewenang yang rasional
Selain itu Rippley dan Franklin dalam Tangkilisan, 2003A:21 menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan program dan ditinjau dari tiga
faktor yaitu: a.
Prespektif kepatuhan compliance yang mengukur implementasi dari kepatuhan strate level burcancrats terhadap atas mereka.
b. Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya
persoalan. c.
Implementasi yang berhasil mengarah kepada kinerja yang memuaskan semua pihak terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kebijakan selanjutnya sebagai berikut: organisasi atau kelembagaan, kemampuan politik dari penguasa, pembagian
tugas, wewenang dan tanggungjawab, kebijakan pemerintah yang bersifat tak remental, proses perumusan kebijakan pemerintah yang baik, aparatur evaluasi yang
bersih dan berwibawa serta professional, biaya untuk melaksanakan evaluasi, tersedianya data dan informasi sosial ekonomi yang siap dimanfaatkan oleh penilai-
penilai kebijakan.
Universitas Sumatera Utara
Peters dalam Tangkilisan, 2003A:22 mengatakan bahwa kegagalan implementasi kebijakan disebabkan oleh beberapa faktor.
a. Informasi, informasi yang kurang dengan mudah mengakibatkan adanya
gambaran yang kurang tepat baik kepada obyek kebijakan maupun kepada para pelaksana dari isi kebijakan yang akan dilaksanakannya dan hasil-hasil dari
kebijakan itu. b.
Isi kebijakan, implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau tujuan kebijakan atau ketidaktepatan atau ketidaktegasan intern maupun
ekstern atau kebijakan itu sendiri, menunjukkan adanya kekurangan yang sangat berarti atau adanya kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu.
c. Dukungan, implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pada
pelaksanaannya tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut. d.
Pembagian potensi, hal ini terkait dengan pembagian potensi diantaranya para actor implementasi dan juga mengenai organisasi pelaksana dalam kaitannya
dengan diferensiasi tugas dan wewenang.
1.6 Analisis Kebijakan Publik
Ilmu kebijakan merupakan suatu istilah dan orientasi terhadap ilmu sosial yang dikembangkan oleh Harold D Lasswell. Ilmu kebijakan didefenisikan
sebagai ilmu yang berorientasi pada masalah konstektual, multidisiplin dan secara eksplisit bersifat normative. Ilmu-ilmu kebijakan dirancang untuk menyoroti
masalah fundamental dan seringkali diabaikan yang muncul ketika warga negara dan pengambil kebijakan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan sosial dan
transformasi politik dan kebijakan yang terus-menerus untuk memfasilitasi tujuan- tujuan demokrasi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut William N Dunn, dalam arti historis yang lebih luas, analisis kebijakan merupakan suatu pendekatan terhadap pemecahan masalah sosial, dimulai
pada tonggak sejarah ketika pengetahuan secara eksplisit dan relfektif kemungkinan menghubungkan pengetahuan dengan tindakan.
Analisis kebijakan didefinisikan oleh Harold D Lasswell dalam Dunn, 2001:1 sebagai aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses
pembuatan kebijakan. Dalam menciptakan pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan, analisis kebijakan meneliti sebab, akibat dan kinerja kebijakan dan
program publik. Analisis kebijakan tidak diciptakan untuk membangun dan menguji teori-
teori deskriptif yang umum seperti teori-teori ekonomi, politik dan sosiologi dalam mengkaji fenomena kasus per kasus. Analisis kebijakan melampaui apa yang
dicapai oleh disiplin-disiplin ilmu tradisional. Jika disiplin-disiplin tradisional sekedar menjelaskan keteraturan-keteraturan empiris, maka analisis kebijakan
,mengkombinasikan informasi yang relevan dengan kebijakan yang digunakan untuk mengatasi dan memecahkan permasalahan-permasalahan publik tertentu.
1.7 Bentuk-bentuk Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan dapat dibedakan menjadi tiga bentuk utama, yakni: analisis kebijakan prospektif, restropektif, dan terintegratif Dunn, 200:117.
a. Analisis Kebijakan Prospektif
Analisis kebijakan prospektif yang berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan cenderung
mengidentifikasi cara beroparasinya para ekonom, analis system dan analis operasi dengan kata lain merupakan suatu alat untuk mensintesiskan informasi untuk
Universitas Sumatera Utara
dipakai dalam merumuskan suatu alternative dan prefensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif atau kualitatif
sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan. b.
Analisis Kebijakan Retrospektif Analisis kebijakan retospektif dalam banyak hal sesuai dengan deskripsi
penelitian kebijakan yang dikemukakan sebelumnya. Analisis kebijakan retrospektif dijelaskan sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi
kebijakan dilakukan, mencakup berbagai tipe kegiatan yang dikembangkan oleh tiga kelompok analis:
1. Analis yang berorientasi pada disiplin, yang sebagian besar terdiri dari
para ilmuwan politik san sosiologi terutama berusaha untuk mengembangkan dan menguji teori yang didasarkan pada teori dan
menerangkan sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan. Kelompok ini jarang berusaha untuk mengidentifikasikan tujuan-tujuan
dan sasaran spesifik dari para pembuat kebijakan dan tidak melakukan usaha apapun untuk membedakan variabel kebijakan yang merupakan
hal dapat diubah melalui manipulasi kebijakan, dan variabel situasional yang tidak dapat dimanipulasi.
2. Analis yang berorientasi pada masalah, sebagian besar terdiri dari para
ilmuwan ilmu politik dan sosiologi yang berusaha menerangkan sebab- sebab dan konsekuensi dari kebijakan. Walaupun demikian, para analis
yang berorientasi pada masalah ini kurang menaruh perhatian pada pengembangan dan pengujian teori-teori yang dianggap penting dalam
disiplin ilmu sosial, tetapi lebih menaruh perhatian pada identifikasi
Universitas Sumatera Utara
variabel-variabel yang dapat dimanipulasi oleh para pembuat kebijakan untuk mengatasi masalah.
3. Analis yang beorientasi pada aplikasi, yaitu kelompok analis yang
mencakup ilmuwan politik dan sosiologi, tapi juga orang-orang yang datang dari bidang studi professional pekerjaan sosial dan administrasi
publik dan bidang studi sejenis seperti penelitian evaluasi. Kelompok ini juga berusaha menerangkan sebab dan konsekuensi kebijakan-
kebijakan dan program publik, tetapi tidak menaruh perhatian terhadap pengembangan dan pengujian teori-teori dasar. Lebih jauh, kelompok
ini tidak hanya menaruh perhatian pada variabel-variabel kebijakan, tetapi juga melakukan identifikasi tujuan dan sasaran kebijakan dari
pada para pembuat kebijakan dan pelaku kebijakan. c.
Analisis Kebijakan yang Terintegrasi
Analisis kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada
penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk
mengaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi juga menuntut para analis untuk terus-menerus menghasilkan dan mentransformasikan informasi
setiap saat. Analis yang terintegrasi dengan begitu bersifat terus-menerus, berulang- ulang, tanpa ujung, paling tidak dalam prinsipnya. Analisis dapat memulai
penciptaan dan transformasi informasi pada setiap titik dari lingkaran analisis, baik sebelum dan sesudah aksi. Analisis kebijakan yang terintegrasi mempunyai semua
kelebihan yang dimiliki metodologi analisis propektif dan retrospektif, tetapi tidak
Universitas Sumatera Utara
satupun dari keleihan mereka. Analisis yang terintegrasi melakukan pemantauan dan evaluasi kebijakan secara terus-menerus sepanjang waktu. Tidak demikian halnya
dengan analisis prospektif dan retrospektif yang menyediakan lebih sedikit informasi.
2. Perampingan Organisasi
Perampingan merupakan salah satu bentuk restrukturisasi dilakukan untuk meningkatkan kinerja dan mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat. Banyak
cara yang dapat ditempuh untuk melakukan restrukturisasi atau rasionalisasi, dan masing-masing cara memiliki kon-sekuensi tersendiri, baik terhadap pekerjaan,
maupun konsekuensi psikologis. Laila Naqib menyarankan agar rasionalisasi dilakukan dengan cara, yaitu bagi mereka yang tidak efektif “dirumahkan” dengan
menerima gaji separuh bahkan dibayar sampai pensiun, sedangkan bagi pegawai yang efektif dan terpakai di kantor kesejahteraannya dijaga sebaik-baiknya agar
mendapatkan penghasilan yang pantas dan seimbang dengan jerih payahnya. Adapun langkah ke depan khususnya dalam melakukan rekrutmen tenaga kerja baru
untuk PNS harus dilakukan dengan perencanaan yang matang manpower planning. Artinya, rekrutmen pegawai dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
Secara teoritis, ada delapan cara yang dapat ditempuh untuk melakukan restrukturisasi Bernardian dan Russell, 1998: 210 yaitu: downsizing, delayering,
decentralizing, reorganization, cost-reduction strategy, IT Innovation, competency measurement, dan performance -related pay.
Universitas Sumatera Utara
1. Downsizing adalah perampingan organisasi dengan menghapuskan beberapa
pekerjaan atau fungsi tertentu. Dengan downsizing, bukan saja organisasi menjadi lebih ramping, tetapi juga pegawai akan berkurang. Pengalaman empiris
menunjukkan bahwa downsizing berdampak pada rasa aman pegawai, baik terhadap pekerjaan maupun karier mereka. Secara psikologis, betapapun
rasionalnya alasan untuk melakukan downsizing, pegawai sulit menerima kenyataan ter-sebut. Oleh karena itu, restrukturisasi dengan cara downsizing
harus dilakukan secara hati-hati dan selektif. 2.
Delayering adalah pengelompokkan kembali jenis-jenis pekerjaan yang sudah ada. Dengan cara ini, jumlah pegawai akan berkurang karena ada beberapa
pekerjaan yang disatukan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa delayering akan berakibat pada hilangnya beberapa jabatan, sehingga secara psikologis
mereka akan kehilangan jati diri karena menganggap mereka tidak akan maju- maju dalam kariernya
3. Decentralizing, dilakukan dengan cara menyerahkan beberapa fungsi dan
tanggung jawab kepada tingkat organisasi yang lebih rendah. Dengan penyerahan beberapa fungsi dan tanggung jawab tersebut, maka dapat dilakukan
pengurangan jumlah pegawai. Proses pengurangan ini sekaligus digunakan untuk memperbaiki komposisi pegawai yang masih dipertahankan. Pengalaman
menunjukkan, bahwa restrukturisasi melalui desentralisasi menimbulkan segmentasi dan fragmentasi dalam pekerjaan. Di lain pihak, secara psikologis
dapat menimbulkan perilaku bersaing yang lebih kuat karena adanya peluang yang relatif lebih terbuka untuk diperebutkan. Oleh karena itu, untuk mencapai
Universitas Sumatera Utara
hasil sesuai dengan yang direncanakan, perlu dipersiapkan aturan-aturan dan standar yang jelas sebagai dasar restrukturisasi.
4. Reorganization adalah bentuk restrukturisasi yang dilakukan dengan cara
melakukan peninjauan atau penyusunan kembali refocusing tentang kompetensi inti core competition dari organisasi yang bersangkutan. Dengan
cara ini akan mengakibatkan jumlah pegawai akan berkurang karena adanya pemfokusan kembali pada tugas pokok yang sebenarnya. Pengalaman
menunjukkan bahwa restrukturisasi dengan cara reorganisasi akan menimbulkan rasa frustasi pada pegawainya karena mereka akan mengalami pemindahan
bahkan pemecatan. 5.
Cost reduction strategy adalah penggunaan sumber daya yang lebih sedikit untuk pekerjaan yang sama. Dengan strategi ini, semua sumber daya, termasuk
sumber daya manusia, digunakan sehemat mungkin tanpa mengurangi kualitas keluaran. Ini berarti sebagian pegawai harus dikurangi, meskipun tidak ada
perubahan fungsi maupun susunan organisasi. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa cost reduction strategy berdampak langsung pada
intensifikasi pekerjaan. Di lain pihak terjadi dampak cukup serius, yaitu pegawai merasa tertekan dan banyak pegawai yang mengalami stres karena tidak tahan
menghadapi tekanan dari pekerjaan yang dilakukan. Di samping itu, aspek psikologis khususnya bagi pegawai yang dipilih untuk tetap bekerja tidak
diberhentikan juga harus diperhatikan. 6.
IT Innovation adalah penyesuian pekerjaan dengan perkembangan teknologi. Restrukturisasi dengan cara ini akan berdampak pada jumlah pegawai karena
Universitas Sumatera Utara
pegawai dituntut memiliki skills yang tinggi. Sedangkan mereka yang tidak memiliki kemampuan sesuai dengan tuntutan teknologi akan tersingkir.
7. Competency measurement adalah bentuk restrukturisasi dengan cara melakukan
pengukuran atau pendefinisian ulang terhadap kompetensi yang dibutuhkan oleh pegawai. Dengan strategi ini berakibat pada pengurangan jumlah pegawai
karena kemungkinan besar banyak pegawai setelah dilakukan pengkajian kembali kompetensi yang saat ini diperlukan sudah usang atau sudah tidak
terpakai lagi obsoles cence. Secara psikologis akan berdampak pada perilaku mempertahankan diri self defence.
8. Performance-related pay artinya nilai yang diperoleh oleh pegawai didasarkan
pada kinerja yang dicapainya. Strategi ini walaupun tidak drastis akan berakibat pada pengurangan jumlah pegawai, karena hanya pegawai yang memiliki kinerja
baik yang akan mendapat penghargaan misal promosi dalam kariernya. Pengalaman menunjukkan bahwa restrukturisasi melalui cara ini akan
berdampak pada besarnya rasa individualitas seseorang dan nuansa politis akan kental di dalamnya. Selain itu, secara psikologis akan berdampak pada rasa
kepercayaan pegawai begitu rendah. PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah ditujukan
untuk melakukan perampingan downsizing dalam birokrasi pemerintah daerah karena dianggap cara inilah langkah yang paling tepat dalam mencapai efektivitas
dan juga efisiensi kinerja birokrasi dengan perhitungan risiko yang paling rendah.
Universitas Sumatera Utara
3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diperlukan adanya struktur pemerintahan yang merupakan suatu bagian dari organisasi perangkat pemerintahan.
Kepala daerah sebagai pemimpin penyelenggara pemerintah daerah perlu dibantu oleh perangkat daerah yang dapat menyelenggarakan seluruh urusan pemerntahan
yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Maka dalam PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah disebutkan bahwa perangkat daerah
kabupaten kota merupakan unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas
daerah dan lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa sekretariat daerah merupakan unsur
staf yang mempunyai tugas dan kewajiban membantu bupati walikota dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis
daerah. Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan unsur pelayanan
terhadap DPRD. Sekretariat DPRD mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi kesekretariatan, administrasi keuangan, mendukung pelaksanaan tugas
dan fungsi DPRD, dan menyediakan serta mengkoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan dan keuangan daerah. Sekretaris
dewan secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggungjawab kepada pimpinan DPRD dan secara administrative bertanggungjawab kepada bupati
walikota melalui sekretaris daerah.
Universitas Sumatera Utara
Inspektorat merupakan unsur pengawas penyelenggaraan pemerintah daerah. Inspektorat ini mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten kota, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa dan pelaksanaan urusan
pemerintahan desa. Inspektur dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab langsung kepada bupati walikota dan secara teknis administrastif mendapat
pembinaan dari sekretaris daerah. Badan perencanaan pembangunan daerah merupakan unsur perencana
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Badan perencanaan pembangunan daerah mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di
bidang perencanaan pembangunan daerah. Kepala badan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada bupati walikota melalui sekretaris daerah.
Dinas daerah merupakan pelaksana otonomi daerah. Dinas daerah mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan. Dinas daerah berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada bupati walikota melalui sekretaris daerah. Pada dinas
daerah dapat dibentuk unit pelaksana teknis untuk melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah
kerja satu atau beberapa kecamatan. Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah
yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik. Lembaga teknis daerah ini dapat berbentuk badan,
kantor, dan rumah sakit. Kepala kantor dan direktur rumah sakit berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada bupati walikota melalui sekretaris daerah.
Universitas Sumatera Utara
Pada lembaga teknis daerah yang berbentuk badan dapat dibentuk unit pelaksana teknis UPT tertentu untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional dan atau
kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa kecamatan.
Kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota yang mempunyai tugas melaksanakan kewenangan
pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.
Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten kota dalam wilayah kecamatan. Lurah berkedudukan di bawah dan
bertanggungjawab kepada bupati walikota melalui camat. Pembentukan organisasi perangkat daerah ditetapkan dengan Peraturan
daerah dengan berpedoman pada peraturan pemerintah ini. Dan peraturan yang dimaksud tersebut mengatur mengenai susunan, kedudukan, tugas pokok organisasi
perangkat daerah. Besaran organisasi perangkat daerah ditetapkan berdasarkan variabel:
jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah Anggaran Pendapatan dan belanja
Daerah APBD. Dengan perincian sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel. 1 Pedoman Penetapan Variabel Besaran Organisasi Perangkat Daerah Kota Menurut PP No.41 Tahun 2007
VARIABEL KELAS INTERVAL
NILAI JUMLAH PENDUDUK jiwa
Untuk Kota di Pulau Jawa dan Madura
≤ 100.000 100.001 - 200.000
200.001 - 300.000 300.001 - 400.000
400.000 8
16 24
32 40
JUMLAH PENDUDUK jiwa Untuk Kota di luar Pulau Jawa dan
Madura ≤ 50.000
50.001 - 100.000 100.001 - 150.000
150.001 - 200.000 200.000
8 16
24 32
40
LUAS WILAYAH KM
2
Untuk Kota di Pulau Jawa dan Madura
≤ 50 51 - 100
101 - 150 151 - 200
200 7
14 21
28 35
LUAS WILAYAH KM
2
Untuk Kota di luar Pulau Jawa dan Madura
≤ 75 76 - 150
151 - 225 226 - 300
300 7
14 21
28 35
JUMLAH APBD
≤ Rp. 200 M Rp. 200.000.000.001 –
Rp. 400.000.000.000 Rp.400.000.000.001 –
Rp.600.000.000.000 Rp.600.000.000.001 –
Rp.800.000.000.000 Rp.800.000.000.000
5 10
15
20 25
Sumber: PP No.41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
4. Dua Indikator Kinerja Kunci
Dua indikator kinerja kunci merupakan variabel yang dipilih oleh peneliti untuk mempermudah pelaksanaan analisis PP No. 41 Tahun 2007 ini. Adapun yang
menjadi dua indikator kinerja kunci ini yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Rasio Struktur Jabatan Eselonering yang Terisi
Dalam mengukur rasio struktur jabatan eselonering yang terisi ini penulis memakai dua indikator yaitu tingkat struktur jabatan yang sudah terisi dan juga
tingkat pendidikan formal sesuai bidang tugasnya.
Jika dilihat dari indikator pertama, pada tahun 2008 adapun persentase struktur jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Medan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel.2 Persentase Struktur Jabatan di Lingkungan Pemko Medan Tahun 2008 No Nama SKPD
Jabatan Jab.Terisi 1
Dinas Pendidikan 27
25
2
Kantor Kepustakaan 4
4
3 Dinas Kesehatan
31 27
4 RSU Pirngadi
27 27
5 Dinas Pekerjaan Umum
26 22
6
Dinas Perumahan dan Permukiman 25
15
7 Dinas Pencegah dan Pemadam Kebakaran
26 20
8 Dinas Tata Kota dan Bangunan
25 25
9 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
25 25
10 Dinas Perhubungan
26 12
11
Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup 22
19
12
Dinas Pertamanan 26
26
13 Dinas Kebersihan
26 20
14 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
23 21
15 Badan Keluarga Berencana
24 18
16
Kantor Sosial 5
4
17 Dinas Tenaga Kerja
28 19
18 Dinas Koperasi
17 16
19 Kantor Penanaman Modal
5 5
20 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
21 21
21
Dinas Pemuda dan Olahraga 20
17
22
Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat
20 14
23 Badan Polisi Pamong Praja
13 13
24 Bagian Kesejahteraan Rakyat
3 3
25 Bagian Pemberdayaan Perempuan
4 2
26 Bagian Bina Program
4 4
27 Bagian Bina Perekonomian
4 4
Sumber: www.pemkomedan.go.id
Universitas Sumatera Utara
Tabel.3 Lanjutan Tabel Persentase Struktur Jabatan di Lingkungan Pemko Medan Tahun 2008
No. Nama SKPD Jabatan
Jab.yang Terisi
28 Bagian Hubungan Antar Kota Antar
Daerah 3
3
29 Bagian Agama dan Pendidikan
4 3
30
Bagian Tata Pemerintahan 4
3
31
Bagian keuangan 6
6
32 Bagian Umum
7 6
33 Bagian Humasy
4 2
34 Bagian Hukum
4 4
35 Sekretariat Dewan
10 9
36
Dinas Pendapatan 31
31
37
Balitbang 18
16
38 Bawasko
30 26
39 Badan Kepegawaian Daerah
29 27
40 Badan Pemberdayaan Masyarakat
20 18
41 Kantor Arsip Daerah
5 5
42 Dinas Infokom dan PDE
23 22
43 Dinas Pertanian
29 24
44 Dinas Perikanan dan Kelautan
28 24
45 Dinas Perindustrian dan Perdagangan
30 27
Total 790
696
Sumber: www.pemkomedan.go.id
Dari tabel di atas bahwa dari 45 SKPD yang berada di lingkungan Pemerintah Kota Medan, terdapat 790 struktur jabatan. Sampai tahun 2008 hanya
696 struktur jabatan yang terisi. Bila dihitung persentase dari jumlah jabatan yang tersedia dibagi dengan jabatan yang terisi maka hasilnya adalah 696790 x 100 =
88,1 , sehingga struktur jabatan yang sudah terisi adalah 88,1 . Sedangkan jika dilihat dari persyaratan pendidikan dan kepangkatan pejabat
di lingkungan Pemerintah Kota Medan secara keseluruhan diantara nilai 90 - 100.
Universitas Sumatera Utara
b. Jenis Jabatan Fungsional dalam Struktur Organisasi Satuan Kerja Perangkat Daerah
Menurut Peraturan Pemerintah 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional, jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab
dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada mandiri. Jabatan fungsional pada hakikatnya adalah jabatan teknis yang tidak
tercantum dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi pemerintah. Jabatan fungsional dibagi ke dalam dua bagian besar. Pertama, Jabatan fungsional keahlian
yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas yang dilandasi oleh pengetahuan, metodologi dan teknis analisis yang didasarkan atas disiplin ilmu yang bersangkutan
danatau berdasarkan sertifikasi yang setara dengan keahlian dan ditetapkan
berdasarkan akreditasi tertentu. Kedua, jabatan fungsional ketrampilan adalah kedudukan yang mengunjukkan tugas yang mempergunakan prosedur dan teknik
kerja tertentu serta dilandasi kewenangan penanganan berdasarkan sertifikasi yang ditentukan.
Pengaturan tentang Unit Pelayanan Teknis Dinas dan Badan mengenai nomenklatur, jumlah dan jenis, susunan organisasi, tugas dan fungsi ditetapkan
dengan Peraturan Bupati Walikota.
F. Definisi Konsep 1. Kebijakan Publik
Kebijakan publik merupakan kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat pemerintah dengan implikasi : 1 kebijakan publik selalu
mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi
Universitas Sumatera Utara
pada tujuan tertentu dan mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan, 2 kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah, 3 kebijakan publik
merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, 4 kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah untuk
melakukan segala sesuatu dalam masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu, 5 kebijakan
pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
Kebijakan publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2001 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
2. Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan adalah rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Dengan demikian, tahapan implementasi merupakan peristiwa yang
berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu perundang-undangan ditetapkan dengan membentuk out-put yang jelas dan dapat diukur. Dengan demikian tugas
implementasi kebijakan sebagai sebuah penghubung yang memungkinkan tujuan- tujuan kebijakan mencapai hasil melalui aktivitas atau kegiatan dari program
pemerintah. Hesel Nogi Tangkilisan, 2003:9
3. Perampingan Organisasi
Perampingan downsizing adalah perampingan organisasi dengan menghapuskan beberapa pekerjaan atau fungsi tertentu. Dengan downsizing, bukan
saja organisasi menjadi lebih ramping, tetapi juga pegawai akan berkurang. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa downsizing berdampak pada rasa aman
pegawai, baik terhadap pekerjaan maupun karier mereka. Secara psikologis,
Universitas Sumatera Utara
betapapun rasionalnya alasan untuk melakukan downsizing, pegawai sulit menerima kenyataan tersebut. Oleh karena itu, restrukturisasi dengan cara downsizing harus
dilakukan secara hati-hati dan selektif.
4. Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan adalah aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan Harold D Lasswell dalam Dunn, 2000:1
Analisis kebijakan yang dilakukan adalah analisis kebijakan retrospektif yaitu analisis kebijakan yang berorientasi pada masalah problem oriented analysts.
G. Definisi Operasional