Latar Belakang Analisis Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Medan ( Studi Pada Kantor Walikota Medan)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Birokrasi di kebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia cenderung bersifat patrimonialistik : tidak efesien, tidak efektif over consuming and under producing, tidak obyektif, menjadi pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan kritik, tidak mengabdi kepada kepentingan umum, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi instrumen penguasa dan sering tampil sebagai penguasa yang sangat otoritatif dan represif. Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hasil penelitian, bahwa birokrasi di Indonesia ada kecenderungan berkembang kearah “parkinsonian”, dimana terjadinya proses pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran struktur dalam birokrasi secara tidak terkendali. Pemekaran yang terjadi bukan karena tuntutan fungsi, tetapi semata-mata untuk memenuhi tuntutan struktur. Disamping itu, terdapat pula kecenderungann terjadinya birokrasi “orwellian” yakni proses pertumbuhan kekuasaan birokrasi atas masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh birokrasi. Akibatnya, birokrasi Indonesia semakin membesar big bureaucracy dan cenderung tidak efektif dan tidak efesien. Pada kondisi yang demikian, akan sangat sulit bagi birokrasi untuk siap dan mampu melaksanakan kewenangan-kewenangan barunya secara optimal. Meskipun sudah menjadi gejala yang sangat umum, ternyata pada setiap konteks sistem budaya masyarakat, secara empirik birokrasi dan birokratisasi terlihat dalam pola perilaku yang beragam. Gejala demikian menunjukkan bahwa birokrasi dan birokratisasi tidak pernah tampil dalam bentuk idealnya. Beberapa alasan, mengapa Universitas Sumatera Utara bentuk ideal birokrasi tidak nampak dalam praktek kerjanya antara lain: Pertama, manusia birokrasi tidak selalu berada exist hanya untuk organisasi. Kedua, birokrasi sendiri tidak kebal terhadap perubahan sosial. Ketiga, birokrasi dirancang untuk semua orang. Keempat, dalam kehidupan keseharian manusia birokrasi berbeda-beda dalam kecerdasan, kekuatan, pengabdian dan sebagainya, sehingga mereka tidak dapat saling dipertukarkan untuk peran dan fungsinya dalam kinerja organisasi birokrasi. Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator birokrasi lebih berjaya hidup di dunia barat daripada di dunia timur. Bagi masyarakat yang sedang berkembang tidak semua kemanfaatan birokrasi rasional dapat dipetik dan dirasakan. Apalagi birokrasi menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat, maka kecaman dan pesimisme semakin muncul karena banyak anggota masyarakat merasakan bahwa berbagai pola tingkah laku yang telah merupakan kebiasaan dalam birokrasi tidak dapat mengikuti dan memenuhi tuntutan pembangunan dan perkembangan masyarakatnya. Sebagai contoh, Islamy menyebutkan adanya keadaan birokrasi publik di sektor pemerintahan, pendidikan dan kesehatan dan sebagainya berada dalam suatu kondisi yang dikenal dengan istilah organizational slack yang ditandai dengan menurunnya kualitas pelayanan yang diberikannya. Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan birokrasi publik mengalami organizational slack yaitu antara lain pendekatan atau orientasi pelayanan yang kaku, visi pelayanan yang sempit, penguasaan terhadap administrative engineering yang tidak memadai, dan semakin bertambah gemuknya unit-unit birokrasi publik yang tidak difasilitasi dengan 3P personalia, peralatan dan penganggaran yang cukup dan handal viable bureaucratic infrastructure. Akibatnya, aparat birokrasi publik menjadi lamban dan sering terjebak ke dalam kegiatan rutin, tidak responsif terhadap aspirasi dan Universitas Sumatera Utara kepentingan publik serta lemah beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya. Melihat beberapa gejala tersebut ada beberapa hal yang perlu dilakukan birokrasi dalam mengubah sikap dan perilakunya antara lain : a birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan; b birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat; c birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni : pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu; d birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada sebagai agen pembaharu pembangunan; e birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku rigid menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif. Dari pandangan ini, dapat dinyatakan bahwa organisasi birokrasi yang mampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat, salah satunya jika strukturnya lebih terdesentralisasi daripada tersentralisasi. Sebab, dengan struktur yang terdesentralisasi diharapkan akan lebih mudah mengantisipasi kebutuhan dan kepentingan yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi dapat menyediakan pelayanannya sesuai yang diharapkan masyarakat pelanggannya. Universitas Sumatera Utara Dengan pertimbangan tersebut maka Indonesia pun mulai merombak struktur organisasinya dari sentralisasi menjadi desentralisasi atau yang lebih sering kita sebut sebagai otonomi daerah. Dimulai dari diberlakukannya UU No.05 Tahun 1974, kemudian diikuti UU No.22 Tahun 1999 dan pada akhirnya UU No. 32 Tahun 2004 hal ini menunjukkan bahwa Indonesia secara-terus menerus mencari bentuk desentralisasi yang cocok untuk diterapkan di Indonesia. Sesuai dengan ketentuan Pasal 68 UU No. 22 Tahun 1999 ditetapkan bahwa susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dengan peraturan daerah Perda sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu PP No.84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Dalam peraturan pemerintah tersebut, organisasi perangkat daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan-pertimbangan: a. Kewenangan pemerintahan yang dimiliki oleh daerah b. Kemampuan keuangan daerah c. Ketersediaan sumber daya aparatur d. Pengembangan pola kerjasama antardaerah dan atau dengan pihak ketiga. Perangkat daerah, adalah organisasi lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggungjawab kepada kepala daerah dan membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan yang terdiri atas sekretariat daerah, dinas daerah dan lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan sesuai dengan kebutuhan daerah. Selanjutnya, organisasi perangkat daerah ditetapkan dengan peraturan daerah Perda dengan menetapkan pembentukan, kedudukan, tugas pokok, fungsi, dan struktur organisasi perangkat daerah. Penjabaran tugas pokok dan fungsi perangkat daerah ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Universitas Sumatera Utara Penataan kelembagaan di lingkungan pemerintahan daerah harus benar-benar mempertimbangkan kebutuhan daerah yang bersangkutan dan berdasarkan PP No.84 Tahun 2000, jelas disebutkan bahwa nomenklatur, jenis dan jumlah unit organisasi di lingkungan pemerintah daerah ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah berdasarkan kemampuan, kebutuhan, dan beban kerja. Dengan demikian untuk menunjang penyelenggaraan kewenangan otonomi daerah berdasarkan UU serta dalam kaitannya dengan kebutuhan dan karakteristik daerah maka, Pemerintah Kota Medan pun menyusun kelembagaan daerahnya sebagai sarana untuk mempermudah pemerintah dalam memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Adapun yang menjadi acuan Kota Medan dalam membentuk kelembagaan daerahnya yaitu Peraturan Walikota Medan No. 02 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kota Medan dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, dalam Perda tersebut terdapat apa yang menjadi tugas dan wewenang dari lembaga pemerintah daerah, dan dari Perda No. 02 Tahun 2001 tersebut lahirlah Perda No. 03 Tahun 2001 tentang organisasi dan tatalaksana tugas pemerintah daerah. Adapun peraturan walikota ini lahir sebagai operasional dari PP No. 84 Tahun 2000. Dalam Perda tersebut disebutkan bahwa susunan perangkat daerah Pemerintah Kota Medan dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Universitas Sumatera Utara Gambar 1. Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kota Medan Sumber: Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2001 Ket: Kemitraan Komando Koordinasi Setelah PP No. 41 Tahun 2007 ditetapkan oleh pemerintah, maka sebagai salah satu organisasi pemerintahan, struktur organisasi perangkat daerah Kota Medan pun berubah. Dalam penataan organisasi perangkat daerah Kota Medan yang sesuai dengan PP No. 41 Tahun 2007, Pemerintah Kota Medan juga memakai Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 57 Tahun 2007, sebagai petunjuk teknis dalam penataan organisasi perangkat daerah. Kemudian berdasarkan analisa Pemerintah Kota Medan terhadap PP No. 41 Tahun 2007 dan juga sesuai petunjuk teknis pelaksanaan yang terdapat Permendagri No. 57 Tahun 2007 tersebut pemerintah pun merancang organisasi perangkat daerah Kota Medan yang tertuang dalam Perda No.03 Tahun 2009. Sek. Daerah Walikota Wakil Bagian Sek. DPRD DPRD 21 Dinas Daerah Bagian 4 Assisten 12 Lembaga Teknis 21 Camat 151 Lurah Universitas Sumatera Utara Namun yang menjadi permasalahan, dalam PP No. 41 Tahun 2007 disebutkan bahwa organisasi perangkat daerah harus sesuai dengan jumlah penduduk, luas wilayah, besar APBD dan juga kebutuhan daerah yang bersangkutan. Jadi saat ini perlu kita analisa kembali apakah struktur organisasi perangkat daerah Kota Medan pada saat ini yang sudah tercantum dalam Perda Kota Medan No. 03 Tahun 2009, sudah sesuai dengan struktur organisasi perangkat daerah seperti yang terdapat pada PP No.41 Tahun 2007. Administrasi negara mempunyai suatu peranan yang sangat penting dalam merumuskan kebijakan negara dan oleh karenanya merupakan bagian dari proses politik. Berlakunya peraturan-peraturan ini tentu membutuhkan analisis yang pekerjaannya akan diselesaikan dalam bentuk penelitian nantinya. Analisa ini dipersempit dalam kajian Ilmu Administrasi Negara yang akan membedakannya dengan kajian analisa dalam Ilmu Hukum. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengangkat keadaan tersebut ke dalam suatu masalah penelitian yang berjudul “Analisis Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah Di Kota Medan”.

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah di Kota Medan Tahun 2014

23 220 103

Proses Pelaksanaan Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi BadanPenanaman Modal Kota Medan (Studi Pada Pengawasan Badan Penanaman Modal Kota Medan)

0 124 257

Dampak Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Wajib Pajak Usaha Mikro Kecil Menengah (Umkm) Dan Penerimaan Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 4 Ayat 2pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

14 149 189

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame (Studi Tentang Penerbitan Izin Reklame di Kota Medan)

7 150 212

Implementasi Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 7 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK)

6 111 114

Implementasi Kebijakan Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah Di Kabupaten Toba Samosir (Studi Tentang Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah)

5 157 198

Proses Pembentukan Peraturan Daerah Studi Kasus Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun No. 1 Tahun 2011 tentang APBD Kabupaten Simalungun tahun Anggaran 2011

0 74 83

“Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame

8 145 136

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI

0 0 87

Pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah di kota Surakarta

0 0 85