commit to user
54
Gambar IV.8: Batik Ragam Hias Parang Solo
Parang Barong Sumber: Tozu ed., 2007:29
Gambar IV.9: Batik Ragam Hias Parang Yogyakarta
Parang Barong Seling Sumber: Tozu ed., 2007:29
Varian gaya batik semakin berkembang lagi ketika Pura Mangkunegaran memisahkan diri dari Keraton Solo. Batik Solo terbagi menjadi dua gaya, yaitu
gaya Keraton Solo dan gaya Pura Mangkunegaran. Menurut Widiastuti 1993:39, perbedaan antara kedua gaya batik tersebut, yaitu ciri khas di Keraton Solo pada
umumnya adalah penggunaan ragam hias tumbuhan pada Ceplok dan warna soga, sedangkan di Pura Mangkunegaran penggunaan ragam hias tumbuhan pada Semen
dan warna coklat kekuningan.
4.1.2.2 Teknik Pembuatan Batik Solo
Batik adalah sebuah teknik celup kain yang menghias permukaan tekstil dengan cara menahan pewarna resist dye. Teknik ini dijumpai di mana saja, di
benua Afrika, Amerika, Asia dan Eropa, dan merupakan salah satu tahapan
commit to user
55
pencapaian dalam peradaban manusia yang universal Tirta, 2009:17. Melengkapi pengertian ini, Yudoseputro 2008:217 mengatakan, “batik berarti
gambar yang ditulis pada kain dengan mempergunakan malam sebagai media, sekaligus penutup kain batik wax registered method”.
Pengertian di atas menunjukkan bahwa secara teknis, pembuatan batik Nusantara — khususnya di Jawa — memiliki keunikan dan kerumitan khusus.
Sebagaimana yang diungkapkan Widiastuti 1993:13, keunikan batik yang utama, yaitu penggunaan canting sebagai alat untuk membubuhkan malam atau lilin pada
bagian kain yang tidak diwarnai. Hal ini dipertegas penjelasan Djoemena 1990b:1-2, teknik batik regist dye yang disempurnakan dengan penggunaan
canting sebagai alat melukis dan malam sebagai perintang warna. Teknik tersebut merupakan teknik tinggi membatik yang menghasilkan kain atau batik dengan
mutu yang tinggi pula. Pada dasarnya, teknik pembuatan batik dapat dibagi menjadi dua, yaitu
teknik membatik dan penggunaan warna. Pertama, teknik membatik, yaitu dari teknik menyusun rangkaian motif dan ragam. Batik Solo dapat dibagi menjadi dua
jenis, yaitu 1 batik tulis, batik yang dihasilkan dengan cara menggunakan canting tulis sebagai alat bantu dalam menempelkan cairan malam sebagai
perintang warna pada kain; dan 2 batik cap, batik yang diproses menggunakan canting cap sebagai pengganti canting tulis untuk menempelkan cairan malam
sebagai perintang warna pada kain Yayasan Harapan KitaBP 3 TMII, 1997:17- 20.
Kedua, teknik penggunaan warna. Pada awalnya, kain batik dibuat hanya
commit to user
56
dengan satu warna saja. Kain batik dengan satu warna yang terdapat di daerah Jawa Tengah adalah kain batik yang disebut “kain kelengan”, yaitu dengan warna
dasar biru tua. Sementara itu, di Jawa Barat terdapat kain batik yang disebut “kain simbut” yang memiliki warna dasar merah tua. Pada perkembangan berikutnya,
kain batik dibuat dengan dua warna, yaitu warna biru tua dan warna soga coklat. Kain batik dengan dua warna tersebut kebanyakan terdapat di Jawa Tengah,
seperti kain batik dari Solo, Yogyakarta, Semarang, dan Ponorogo Susanto, 1973:178-179.
Lazimnya, penggunaan warna khas Batik Solo adalah perpaduan dua warna, yaitu warna sogan dan indigo biru atau hitam dan putih Djoemena,
1990a:8. Kedua warna yang digunakan pada Batik Solo tersebut berasal dari zat pewarna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Warna biru tua, atau disebutkan
dengan warna nila dan warna wedelan, dapat diambil dari daun Nila sering disebut juga dengan nama Taruma, Tom, Indigo, dan nama Latinnya Indigofera.
Warna biru tua dapat menghasilkan warna hitam dengan dipadukanditumpangi warna soga coklat. Warna soga lazimnya diambil dari kulit pohon atau kayu dari
pohon-pohon sejenis pohon soga. Bagian kayu pohon Tegeran atau Cudrania Javanensis menghasilkan warna coklat kekuningan. Bagian kulit pohon Soga
Tingi atau Ceriops Candolleana Arn menghasilkan warna coklat kekuningan. Bagian kulit pohon dari Soga Jambal atau Peltophorum menghasilkan warna
merah-sawo. Untuk mendapatkan warna yang baik biasanya dipakai campuran dari ketiga jenis pohon tersebut Susanto, 1973:179.
Secara umum, tahapan proses menghasilkan kain batik menurut
commit to user
57
Posponegoro, dkk 2007:79 dapat dijadikan sembilan tahap, sebagai berikut. 1 Nyorek, yaitu menggambarkan pola batik pada kain mori putih memakai
pensil. 2 Mbatik, yaitu membuat pola pada kain mori dengan menempelkan lilin
batik dengan menggunakan canting tulis. 3 Nembok, yaitu menutup bagian-bagian ragam hias yang akan dibiarkan
tetap berwarna putih dengan lilin batik. 4 Medel, yaitu mencelup mori yang sudah diberi lilin batik ke dalam warna
biru. 5 Ngerok dan nggirah, yaitu menghilangkan lilin dari bagian-bagian yang
akan diberi warna soga coklat. 6 Mbironi, yaitu menutup bagian-bagian yang akan tetap berwarna biru dan
tempat-tempat yang terdapat cecek. 7 Nyoga, yaitu mencelup mori ke dalam warna soga.
8 Nglorod, yaitu menghilangkan lilin batik dengan air mendidih. 9 Njemur, yaitu menjemur batik yang sudah terselesaikan di atas tratag pada
kasau-kasau. Ada dua canting yang merupakan alat utama pembuatan Batik Solo.
Pertama, canting tulis, yaitu alat yang terbuat dari tembaga ringan, dipasangkan pada gagang buluh bambu atau kayu yang ramping. Cairan malam dimasukan ke
dalam tempat tembaga yang berbentuk seperti teko kecil dan dikeluarkan dari corong berlubang. Canting tulis memiliki berbagai ukuran dan bentuk sesuai
keperluan. Penggunaan canting tulis untuk menghasilkan batik tulis ini lazimnya
commit to user
58
dilakukan oleh kaum perempuan Samsi, 2011:17-21, Yayasan Harapan KitaBP 3 TMII, 1997:18 lihat Gambar IV.10, 11.
Gambar IV.10: Canting Tulis Sumber: Dokumen Kawasaki
Gambar IV.11: Pecanting di Ndalem Hardjonagaran Solo
Sumber: Dokumen Kawasaki
Kedua, canting cap, yaitu alat untuk menggantikan canting tulis yang terbuat dari rangkaian kawat tembaga yang ditata rumit. Pada umumnya, canting
cap berbentuk blokkotak. Canting cap digunakan untuk memindahkan cairan malam ke kain dengan sekali tekan dan mencetak ragam hias pada seluruh muka
kain. Pekerjaan membatik dengan menggunakan canting cap ini lazimnya dilakukan oleh kaum laki-laki Tirta, 2009:19, Yayasan Harapan KitaBP 3 TMII,
1997:19-20 lihat Gambar IV.12, 13. Canting cap digunakan pertama kali di Jawa sekitar pertengahan abad ke-19. Menurut Widiastuti 1993:36, teknik batik
cap mulai diperkenalkan oleh seorang pengusaha pribumi bernama Karto sekitar masa pemerintahan Paku Buwana IX pada tahun 1861-1893.
commit to user
59
Gambar IV.12: Canting Cap Sumber: Dokumen Kawasaki
Gambar IV.13: Perajin Cap di Batik Gunawan Stiawan
Sumber: Dokumen Kawasaki
4.1.2.3 Penggunaan Batik Solo