Penggunaan Batik Solo Batik Solo Sebagai Warisan Adiluhung Budaya Jawa

commit to user 59 Gambar IV.12: Canting Cap Sumber: Dokumen Kawasaki Gambar IV.13: Perajin Cap di Batik Gunawan Stiawan Sumber: Dokumen Kawasaki

4.1.2.3 Penggunaan Batik Solo

Batik Solo lebih sering dipakai sebagai busana adat masyarakat Jawa, terutama di lingkungan Keraton Solo dan Pura Mangkunegaran, baik untuk sehari- hari maupun acara-acara khusus. Pada awalnya, pengunaan kain batik lazim dipakai sebagai busana yang menutupi tubuh bagian bawah. Kegunaan batik, secara tradisi, dapat dijadikan untuk lima bagian berbusana, yakni sebagai berikut Yayasan Harapan KitaBP 3 TMII, 1997:36-39. 1 Kain panjang, yaitu kain yang dipakai sebagai penutup tubuh dari bagian pinggang sampai mata kaki. Ketika dipakai oleh wanita, kain panjang dililitkan ke bagian badan mulai dari arah kiri ke kanan, sedangkan apabila dikenakan oleh pria biasanya dililitkan ke arah sebaliknya, yaitu dari arah kanan ke kiri. Kain panjang dianggap sebagai busana yang lebih resmi daripada sarung. 2 Sarung, yaitu kain yang dijahitkan antar pingir kain hingga berbentuk seperti silinder. Menutupi tubuh dari bagian pinggang sampai mata kaki commit to user 60 dengan cara memasuki tubuh dalam bentuk silinder tersebut seperti baju rok. Sarung pada mulanya merupakan pakaian daerah pesisir. 3 Selendang, yaitu kain yang digunakan pada bahu, sering dipakai bersama dengan kain panjang sebagai pelengkap busana secara resmi. Selendang kadang disebut juga dengan kain gendongan, yaitu kain yang digunakan untuk menggendong bayi atau membawa barang oleh wanita. 4 Ikat kepala, yaitu kain yang diikatkan pada kepala yang digunakan hanya oleh pria. 5 Kemben, yaitu kain penutup badan bagian dada yang mengelilingi bagian atas badan. Kain batik sebagai kebanggaan keraton, lazimnya digunakan untuk hal- hal berikut, cinde, semekan atau kemben, kampuh, dodot, udeng atau blangkon, dan kain panjang nyamping Pujiyanto, 2010: 58-59 lihat Gambar IV.14, 15. 1 Cinde, yaitu kain yang dipakai untuk pinggang pegantin wanita dan celana pria dalam upacara pengantin dalam keraton kerabat keraton. Selain itu, dipakai juga sebagai bagian pakaian penari Bedhaya yang digunakan sebagai selendang atau sampur. 2 Semekan atau kemben, yaitu kain penutup dada untuk kaum wanita yang khususnya dipakai abdi dalem di lingkungan keraton. 3 Kampuh, yaitu kain yang berukuran dua kali lebar dan tiga kali panjang dari kain panjang. Kain batik ini dipakai dalam upacara pernikahan ritual Kadipaten Mangkunegaran. 4 Dodot, yaitu kain berukuran lebar sama dengan kain kampuh yang hanya commit to user 61 boleh dikenakan keluarga kerajaan. Oleh karenanya, dodot hanya lazim dipakai oleh raja, pegantin pria dan wanita kerajaan, dan dipakai sebagai pakaian penari dalam upacara keraton. 5 Udeng atau blangkon, yaitu penutup kepala atau kuluk yang dibuat dari kain batik. 6 Nyamping, yaitu kain panjang yang digunakan sebagai penutup badan bagian bawah perempuan yang penerapannya disesuaikan dengan pangkat atau golongan. Gambar IV.14: Susuhunan Paku Buwana X Bersama Garwa Padmi Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang Memakai Cinde dan Dodot Sumber: Dokumen Pitana dari Koleksi Yayasan Pawiyatan Kebudayaan Karaton Surakarta commit to user 62 Gambar IV. 15: Orang-orang yang Memakai Nyamping Kain Panjang dan UdengBlangkon Ikat Kepala di Pengadilan pada Zaman Kolonial Sumber: Heins ed., 2004:52

4.1.3 Simbolisasi Batik Solo