commit to user
134
merupakan nama generik dari suatu kegiatan produksi yang menggabungkan rancangan berbasis seni dengan rancangan berbasis teknologi. Keduanya
mengusung kreativitas menuju efektivitas dan efisiensi. Tujuan industri kreatif tersebut dapat dipahami dari kutipan berikut.
Potensi seni dan budaya di Indonesia diolah dan dielaborasi sedemikian rupa dengan tidak meninggalkan tata nilai value keindonesiaan dan
dikreasi dengan dukungan teknologi mutakhir. Potensi seperti batik dan tenun yang tersebar di Nusantara merupakan salah satu kekayaan yang
tidak ternilai harganya APPMI DIY, 2012: 19.
Artinya, perkembangan ekonomi bangsa Indonesia berada di dalam pendekatan CCI Cultural and Creative Industry. Hal ini juga dinyatakan dalam
latar belakang WBC 2011 dokumen panitia WBC bahwa Batik as Part of the Creative Economy, di samping itu menekankan kepentingan peran sektor
pariwisata dan fashion atas Indonesian Batik. Dalam konteks tersebut Batik Solo menjadi modal budaya dalam pembangunan ekonomi Kota Solo. Artinya Batik
Solo dibaca ulang reinterpretasirekonstruksi dalam konteks creative economy.
4.4.2.2 Batik Solo Menjadi Kebanggaan Masyarakat Solo
Kebanggaan masyarakat Solo atas batik diekspresikan tidak hanya dengan cara mengenakan busana batik pada setiap acara-acara resmi, namun
banyak cara yang telah dilakukan. Mulai dari menjadikan batik sebagai seragam resmi sekolah dan pegawai negeri sipil PNS di lingkungan Pemerintah Kota
Surakarta lihat Gambar IV.48-49 sampai dengan menyelenggarakan even-even tertentu yang berkaitan dengan batik, bahkan menghiasi beberapa bagian
bangunan publik dan alat transportasi publik dengan lukisan yang mengambil
commit to user
135
motif batik lihat Gambar IV.50-54. Ornamen bermotif batik yang terdapat di dalam Kota Solo memperkuatkan citra Solo secara visual dalam konteks Solo, The
Spirit of Java serta “Solo Ibukota Batik”. Motif batik ditransformasikan dalam perwujudan bangunan dan alat transportasi tersebut disebabkan dekonstruksi itu
sendiri dengan diawali kematian metafisika Batik Solo kemudian diikuti pemaknaan ulang reproduksirekonstruksi melalui pergeseran pemahaman
subjek masyarakat Solo atas objek Batik Solo. Dalam gagasan Derrida dan Eco, hal ini dapat diartikan bahwa terjadilah proses semiosis canon tanpa-batas
unlimited semiosis atas pemaknaan Batik Solo. Citra Batik Solo, dengan kata lain makna baru yang dilekatkan masyarakat pada Batik Solo menjadi kebenaran
realitas konstruksi kebenaran masyarakat Solo dalam interaksi sosial proses semiosis.
commit to user
136
Gambar IV.48: Seragam Batik Pemerintah Kota Solo
dan Guru SMP Kota Solo yang Terbuat dari Tekstil Printing Bermotif Batik
Sumber: Dokumen Kawasaki Gambar IV 49:
Seragam Batik SD Muhammadiyah 4 Serakarta yang Terbuat dari Tekstile Printing Bermotif Batik,
Dalam Ragam Hias Terdapat Lambang Sekolah Sumber: Dokumen Kawasaki
Gambar IV.50: Gapura Bibis Wetan RW XX Kal Gilingan Solo
Sumber: Dokumen Kawasaki Gambar IV.51: Motif Batik yang
Digambarkan atas Gapura Bibis Wetan RW XX Kal Gilingan Solo
Sumber: Dokumen Kawasaki
commit to user
137
Gambar IV.52: Batik Solo Trans BST Sumber: http:lintassolo.wordpress.com20100706
batik-solo-trans-brt-akan-segera-beroperasi-di-solo
diakses tanggal 3 Mei 2012
Gambar IV.53: Becak yang Dihiasai Motif Batik
Sumber : Dokumen Kawasaki Gambar IV.54:
Motif yang Digambarkan atas Becak Ragam Hias Parang
Sumber : Dokumen Kawasaki
commit to user
138
Acara-acara budaya yang digelar di Kota Solo, baik yang berkaitan dengan budaya tradisi Keraton Surakarta lihat Gambar IV.55-56 ataupun budaya
kontemporer, bukan saja sebagai media membangun identitas masyarakat Solo yang diperkuat dengan slogan Solo, The Spirit of Java danatau “Solo, Ibukota
Batik”, namun lebih dimaknai sebagai ekspresi kebanggaan masyarakat Solo atas budaya yang dimiliki, termasuk batik sebagai busana yang selalu menyertai setiap
kegiatan tersebut.
Gambar IV.55: G.P.H. Puger B.A. Berbusana Adat Jawa Dalam Acara
Jemenangan Dalem Tahun 2011 Sumber: Dokumen Kawasaki
Gambar IV.56: Busana Adat Jawa Dalam Acara Ritual
Satu Sura Tahun 2009 Sumber: Dokumen Kawasaki
Acara-acara tersebut mampu menarik perhatian masyarakat untuk tetap peduli terhadap perkembangan budayanya, termasuk salah satu produk budaya
commit to user
139
Jawa, yaitu batik. Satu contohnya adalah acara Karnaval Wayang Orang tanggal 18 Pebruari 2012 dalam rangka peringatan hari jadi ke-265 Solo. Dalam acara
tersebut terdapat wacana kebanggaan atas budaya yang dimiliki masyarakat. Terbukti dengan adanya keterlibatan masyarakat Solo dari anak-anak hingga
dewasa lihat Gambar IV.57 -59.
Gambar 57: Slogan “Wayang Orang Budayaku, Jati Diriku dan Kebanggaanku” Dalam Acara Karnaval Wayang Orang
Sumber: Dokumen Kawasaki
commit to user
140
Gambar IV.58: Peserta Anak-anak SD Dalam Karnaval Wayang Orang
Sumber: Dokumen Kawasaki Gambar IV.59: Peserta Siswa-siawa
Dalam Karnaval Wayang Orang Sumber: Dokumen Kawasaki
Kebanggaan warga Solo terhadap produk budaya Jawa yang berupa batik diperkuatkan dengan adanya pengakuan UNESCO atas Indonesian Batik sebagai
warisan budaya takbenda pada tahun 2009. Sementara itu, kesuksesan Solo Batik Carnival SBC turut serta memberi andil meningkatnya popularitas batik di mata
luar negeri karena even tersebut telah dijadikan even tahunan dan telah dikenal oleh masyarakat dunia. Hal ini dibuktikan dengan beberapa fakta, yaitu 1 SBC
sukses mengikuti Festival Chingay di Singapura, 19-20 Pebruari 2010; dan 2 diundang tampil pada pesta budaya Tong-Tong di Den Haag, Belanda,
pertengahan April 2010 http:nasional.kompas.comread2010030603240450, diakses tanggal 20 Mei 2012.
Proses membangun citra Solo identik dengan proses membangun
commit to user
141
identitas Solo. Dengan upaya mengangkat batik sebagai bagian dari identitas Solo menjadikan batik semakin dikenal dunia dan menjadikan ikon Kota Solo. Hal ini
menjadikan bangga masyarakat budaya pemiliknya, yaitu masyarakat Solo. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa ikon kota yang berupa batik tersebut
pada gilirannya menjadi ikatan ingatan kolektif masyarakat Solo yang membanggakan yang pada gilirannya dunia akan mengatakan bahwa “Batik is
Solo, dan Solo is Batik”.
commit to user
142
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dekonstruksi Derrida merupakan sebuah cara pembacaan ulang atas teks objek termasuk teks budaya objek budaya, yaitu pemaknaan lain dari suatu
makna yang telah ada sebelumnya liyan. Dalam konteks ini, Batik Solo merupakan sebuah teks budaya yang harus dibaca ulang sesuai dengan kebenaran
realitas ruang dan waktu si pembaca. Dalam gagasan Derrida, realitas dipandang sebagai realitas ciptaan produksi, konstruksi atau diciptakan kembali
reproduksi, rekonstruksi. Realitas adalah suatu konstruksi kenyataan baru sebagai hasil dari konstruksi kenyataan sebelumnya yang didekonstruksi. Artinya
setiap proses dekonstruksi harus diikuti dengan rekonstruksi atau sebaliknya. Dalam hal ini, dekonstruksi makna simbolik Batik Solo harus dipandang sebagai
suatu proses yang diawali dengan adanya suatu sebab terjadinya dekonstruksi yang kemudian dilanjutkan dengan mengungkap kejelasan implikasi dari
konstruksi realitas baru tersebut sebagai hasil dekonstruksi itu sendiri. Berdasarkan paparan dan analisis pembahasan untuk menjawab tiga
pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini dapat dikemukakan tiga simpulan berikut.
Pertama, dekonstruksi yang terjadi atas makna simbolik Batik Solo merupakan pembacaan ulang atas Batik Solo sebagai benda budaya teks budaya
yang disebabkan oleh dua fenomena, yakni: 1 pergeseran pemaknaan Batik Solo,