commit to user
142
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dekonstruksi Derrida merupakan sebuah cara pembacaan ulang atas teks objek termasuk teks budaya objek budaya, yaitu pemaknaan lain dari suatu
makna yang telah ada sebelumnya liyan. Dalam konteks ini, Batik Solo merupakan sebuah teks budaya yang harus dibaca ulang sesuai dengan kebenaran
realitas ruang dan waktu si pembaca. Dalam gagasan Derrida, realitas dipandang sebagai realitas ciptaan produksi, konstruksi atau diciptakan kembali
reproduksi, rekonstruksi. Realitas adalah suatu konstruksi kenyataan baru sebagai hasil dari konstruksi kenyataan sebelumnya yang didekonstruksi. Artinya
setiap proses dekonstruksi harus diikuti dengan rekonstruksi atau sebaliknya. Dalam hal ini, dekonstruksi makna simbolik Batik Solo harus dipandang sebagai
suatu proses yang diawali dengan adanya suatu sebab terjadinya dekonstruksi yang kemudian dilanjutkan dengan mengungkap kejelasan implikasi dari
konstruksi realitas baru tersebut sebagai hasil dekonstruksi itu sendiri. Berdasarkan paparan dan analisis pembahasan untuk menjawab tiga
pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini dapat dikemukakan tiga simpulan berikut.
Pertama, dekonstruksi yang terjadi atas makna simbolik Batik Solo merupakan pembacaan ulang atas Batik Solo sebagai benda budaya teks budaya
yang disebabkan oleh dua fenomena, yakni: 1 pergeseran pemaknaan Batik Solo,
commit to user
143
yaitu mulai dari terjadinya involusi Batik Solo sejak masa kolonial hingga republik yang cenderung menggeser makna mistis filosofis yang terkandung dan
merubahnya menjadi alat politik-ekonomi demi pembangunan negara bangsa yang baru lahir: dan 2 Batik Solo dalam konstilasi global, yaitu adanya tekanan
industrialisasi dan modernisasi dalam kapitalisme global yang menjadikan Batik Solo sebagai komoditas ekonomi yang dilabeli sebagai benda warisan budaya.
Kedua, proses terjadinya dekonstruksi makna simbolik Batik Solo merupakan jejak-jejak yang terjadi di dalam dekonstruksi itu sendiri yang
kejelasannya dapat diketahui dan dipahami melalui dua proses yang terjadi, yakni: 1 dari seni alus adiluhung menjadi warisan budaya heritage, yaitu
proses “kemenjadian” dari budaya lokal yang memiliki metafisikanya sendiri sebagai
seni alus dan sakral yang mengekspresikan kosmologi dan filsafah hidup manusia Jawa yang kemudian menjadi warisan budaya dalam konteks glokalisasi; dan 2
dari daur hidup menjadi fashion, yaitu keterkaitan Batik Solo dengan daur hidup manusia dalam berbusana telah tergantikan oleh kepentingan pemenuhan nafsu
selera yang menjadikan sakralitas penggunaan Batik Solo tergantikan oleh profanitas kepentingan pasar dalam pemenuhan selera dalam dunia fashion.
Ketiga, dekonstruksi makna simbolik Batik Solo memiliki dua implikasi, yakni: 1 meningkatnya popularitas Batik Solo karena dimaknai sebagai
komoditas, terutama di wilayah pariwisata dan fashion dalam konteks ekonomi kreatif, yang dapat diidentifikasi dari dua fakta sosial, yaitu Batik Solo menjadi
bagian dari keagungan warisan budaya dunia dan industri fashion: dan 2 meningkatnya kebanggaan masyarakat atas Batik Solo yang dapat diidentifikasi
commit to user
144
dari dua fakta sosial, yaitu Batik Solo menjadi modal budaya dalam pembangunan ekonomi Kota Solo dan pembentuk identitas masyarakat Solo.
5.2 Saran