tangan. Pakaian yang mungkin sudah kotor jangan digunakan. Kebersihan tangan, kaki dan kuku secara wajar penting artinya bagi manusia dalam usia berapapun.
Untuk menjaga kebersihan tangan, kaki dan kuku selalu melakukan mencuci tangan dengan benar harus dilakukan cara-cara :
a. Membersihkan tangan sebelum makan dan setelah makan.
b. Setelah buang air besar.
c. Sebelum memasak atau menyiapkan makanan.
d. Sebelum memberikan makanan bayi dan anak-anak sebelum memegang
makanan. e.
Sebelum menyusui. f.
Setelah memegang hewan, ternak atau benda-benda kotor lainnya. g.
Mencuci kaki sebelum tidur. Sewaktu mencuci tangan bagian kuku hendaklah mendapatkan perhatian yang
lebih karena kuku yang terawat dan bersih juga merupakan cerminan kepribadian seseorang. Kuku yang panjang dan tidak terawat akan menjadi tempat melekatnya
berbagai kotoran yang mengandung berbagai bahan dan mikroorganisme diantaranya bakteri dan telur cacing.
Kuku jari tangan yang kotor kemungkinan terselip telur cacing akan tertelan ketika makan. Hal ini akan lebih parah apabila tidak terbiasa mencuci tangan
memakai sabun sebelum makan, bahkan pada anak-anak yang menderita Oxyuriasis akan mengalami auto infeksi ketika mengisap jari sewaktu tidur Luize A, 2004 dan
Onggowaluyo, 2002.
2.4. Anak
Universitas Sumatera Utara
Anak adalah individu yang unik dan bukan orang dewasa mini. Anak juga bukan merupakan harta atau kekayaan orangtua yang dapat dinilai secara ekonomi,
melainkan masa depan bangsa yang berhak atas pelayanan kesehatan secara individual. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan
lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri. Lingkungan yang
dimaksud bisa berupa keluarga orangtua, pengurus panti bila anak berada di panti asuhan.
Perkembangan psikososial Erikson dalam Supartini, 2004 pada anak usia 6
sampai 12 tahun adalah anak akan belajar untuk bekerja sama dan bersaing dengan anak lainnya melalui kegiatan yang dilakukan baik dalam kegiatan akademik maupun
dalam pergaulan melalui permainan bersama. Terjadinya perubahan fisik, emosi, dan sosial pada anak berpengaruh terhadap gambaran terhadap tubuhnya. Interaksi sosial
lebih luas dengan teman, umpan balik berupa kritik dan evaluasi dai teman atau lingkungannya, mencerminkan penerimaan dan kelompok akan membantu anak
semakin mempunyai konsep diri positif. Anak sudah dapat berfikir konsep tentang waktu dan mengingat kejadian yang
lalu serta menyadari kegiatan yang dilakukan berulang-ulang, tetapi pemahamannya belum mendalam, selanjutnya akan semakin berkembang di akhir usia sekolah atau
awal masa remaja Supartini, 2004.
2.5. Dampak Kecacingan 2.5.1
Dampak Kecacingan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia
Dalam rangka mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir dan batin, pembangunan kesehatan ditujukan untuk mewujudkan manusia sehat,
produktif dan mempunyai daya saing yang tinggi. Salah satu ciri bangsa yang maju
Universitas Sumatera Utara
adalah bangsa yang mempunyai derajat kesehatan yang tinggi pula, pada pembangunan jangka panjang kedua pembangunan kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan kualitas sumber daya manusia. Penyakit kecacingan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terhadap penurunan kualitas SDM, mengingat kecacingan akan menghambat pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak serta produktifitas kerja. Sampai saat ini,
penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan. Sedangkan salah satu faktor yang mempengaruhi
tingginya prevalensi kecacingan adalah kebersihan pribadi Depkes RI, 2002.
2.5.2. Dampak Kecacingan terhadap Intelektual dan Kecerdasan Anak
Secara umum, berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan mental dan prestasi anak sekolah. Hasil penelitian Bundy tahun 1992 menunjukkan bahwa anak-anak
sekolah dasar di Jamaika yang terinfeksi cacing cambuk mengalami penurunan kemampuan berfikir.
Penyakit ini tidak menyebabkan orang mati mendadak, akan tetapi menyebabkan penderita semakin lemah karena kehilangan darah yang menahun
sehingga menurunkan prestasi. Di samping itu daya tahan tubuh juga menurun sehingga dapat memperberat penyakit lainnya. Depkes RI, 1995.
2.5.3. Pengaruh Kondisi Sanitasi Lingkungan terhadap Kecacingan
Salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia yang tidak kurang pentingnya adalah infeksi cacing usus karena prevalensinya masih tinggi. Hal ini
dikarenakan Indonesia berada dalam posisi geografi dengan temperatur kelembaban yang tinggi. Pengaruh lingkungan global dan semakin meningkatnya komunitas
manusia serta kesadaran penciptaan hygiene dan sanitasi yang semakin menurun,
Universitas Sumatera Utara
merupakan faktor yang mempunyai andil besar terhadap penularan parasit pada umumnya dan cacing yang hidup pada manusia khususnya, sebagai contoh :
a. Pembuangan tinja yang kurang memenuhi syarat kesehatan, misalnya : tanah
tergolong hospes perantara atau tuan rumah sementara, tempat berkembangnya telur-telur atau larva cacing sebelum dapat menular dari seseorang ke orang lain,
yaitu larvanya yang ada di tinja menembus kulit memasuki tubuh. b.
Penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat juga sebagai media penularan melalui mulut menyertai makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh tinja yang mengandung telur cacing Depkes RI, 2002.
2.6. Konsep Dasar Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme mahluk hidup yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari
manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku,
karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing Notoadmojo,2005a.
2.6.1. Prosedur Pembentukan Perilaku
Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning menurut Skinner dalam Notoadmojo 2005a adalah sebagai berikut :
a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau
reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.
b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang
membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen
Universitas Sumatera Utara
tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud.
c. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan
sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut.
d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen
yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku
tindakan tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah terbentuk kemudian dilakukan komponen perilaku yang kedua, diberi hadiah
komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi, demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen
ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk.
Perilaku untuk buang air besar di sembarangan tempat dan kebiasaan tidak memakai alas kaki mempunyai intensitas cacing tambang pada penduduk di Desa
Jagapati Bali, dengan pola transmisi kecacingan tersebut pada umumnya terjadi di dekat rumah Bakta, 1995. Kebiasaan buang air besar di sungai secara menetap
ternyata menyebabkan tingginya infeksi oleh ” Soil-Transmited Helminths” pada masyarakat Sanliurfa Turkey Ulukanligil et. Al, 2001.
2.6.2. Domain Perilaku
Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo 2007 seorang ahli psikologi
pendidikan membagi perilaku itu kedalam 3 domain ranah kawasan yang terdiri dari a ranah kognitif, b ranah afektif, c ranah psikomotor.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga Notoadmojo, 2003.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat
menjawab masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan
dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.
Menurut Notoadmodjo 2003a unsur-unsur dalam pengetahuan pada diri manusia terdiri dari : 1 Pengertian dan pemahaman tentang apa yang dilakukan. 2
Keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat kebenaran dari apa yang dilakukannya. 3 Sarana yang diperlukan untuk melakukannya. 4 Dorongan atau motivasi untuk
berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang dirasakannya. Penelitian Rogers dalam Notoadmojo 2003a mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru berperilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : a Kesadaran dimana orang tersebut
menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus objek. b Merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut, disini sikap subjek sudah mulai
timbul. c Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d Trial dimana subjek
Universitas Sumatera Utara
mulai mencoba untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e Adopsi dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahapan-tahapan tersebut diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini dimana
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas. Pengetahuan tentang objek dapat diperoleh dari pengalaman, guru, orangtua,
teman, buku, dan media masa WHO, 1992 dalam Wachidanijah, 2002. Pengetahuan seseorang terhadap suatu objek dapat berubah dan berkembang sesuai dengan
kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi rendahnya mobilitas tentang objek tersebut di lingkungannya.
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penularan kecacingan adalah kurangnya pengetahuan tentang kecacingan. Penelitian Wachidanijah, 2002
menunjukkan bahwa terdapat kecendrungan makin tinggi Pengetahuan semakin baik perilaku dalam hubungan dengan kecacingan.
2.6.2.2 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek
Universitas Sumatera Utara
Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan
bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan
merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek. Dalam bagian lain Allport dalam Notoadmojo 2005a menjelaskan bahwa
sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni : 1 Kepercayaan keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek. 2 Kehidupan emosional atau evaluasi emosional
terhadap suatu objek. 3 Kecenderungan untuk bertindak Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh.
Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Menurut Berkomitz dalam Azwar 2007, sikap adalah
suatu bentuk mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak.
Suatu contoh seorang ibu telah mendengarkan penyakit kecacingan penyebab, akibat, pencegahan, dan sebagainya. Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk
berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena penyakit kecacingan. Dalam berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut
berniat akan mengajari anaknya agar melakukan kebersihan diri, memasak makanan dengan menyuci sayuran sampai bersih supaya anaknya tidak terkena penyakit
Universitas Sumatera Utara
kecacingan. Sehingga ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit kecacingan ini.
Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan- pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden.
2.6.2.3. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan : 1 Persepsi, mengenal dan
memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktek tingkat pertama. 2 Respon Terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh merupakan indikator praktek tingkat kedua. Misalnya seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara
mencuci dan memotong-motongnya, lamanya memasak dan menutup pancinya. 3 Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang sudah biasa memberikan obat 6 bulan
sekali tanpa menunggu perintah atau ajakan orang. 4 Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah
dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut. Misalnya ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-
bahan murah dan sederhana.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Limin di Kecamatan Sei Bingei Langkat tahun 2005, menunjukkan bahwa ibu dengan pengetahuan rendah mempunyai risiko 13,9 kali
mengalami kecacingan pada anaknya dibandingkan ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi. Ibu dengan sikap kurang mempunyai risiko 20,9 kali mengalami kejadian
kecacingan pada anaknya dibandingkan ibu dengan sikap yang baik. Sedangkan ibu keluarga dengan penghasilan rendah berisiko 44,6 kali mengalami kejadian
kecacingan pada anaknya dibandingkan ibu dari keluarga dengan penghasilan tinggi.
2.6.3 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang diamati maupun yang tidak diamati, yang berkaitan dengan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan. pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan
dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan Notoadmojo, 2005a.
Perilaku kesehatan dalam Notoadmojo 2003b dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan
Perilaku atau upaya individu untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek : a.
Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
Universitas Sumatera Utara
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat
sehingga dapat mencapai tingkat kesehatan yang optimal. c.
Perilaku gizi, makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan tetapi dapat juga menjadi penyebab menurunnya kesehatan bahkan
dapat mendatangkan penyakit. 2.
Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitasi pelayanan kesehatan perilaku pencarian pengobatan. Menyangkut upayatindakan seseorang saat
sakitkecelakaan, mulai dari mengobati sendiri, dukun, mantri, dokter, bahkan pencarian pengobatan sampai ke luar negeri.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Cara seseorang merespon lingkungan fisik, sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhimengganggu kesehatannya, keluarga dan
masyarakat.
2.7. Landasan Teori
Konsep Blum dalam Notoadmojo 2005a menjelaskan bahwa derajat kesehatan di pengaruhi oleh 4 faktor utama, yakni : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan
dan herediter. Perilaku merupakan faktor yang terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat.
Intervensi terhadap faktor perilaku dapat dilakukan melalui dua upaya yang bertentangan yaitu tekanan dan pendidikan. Agar intervensi kedua upaya tersebut
efektif, maka sebelum dilakukan intervensi perlu dilakukan diagnosis terhadap masalah perilaku tersebut.
Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosa perilaku kesehatan adalah model Precede-Proceed dari Lawrence Green 1980 dalam Glanz.K. 2002,
menunjukkan bahwa perilaku kesehatan yang nantinya akan mempengaruhi kualitas
Universitas Sumatera Utara
seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu: faktor predisposisi mencakup pengetahuan,sikap individu, tradisi, kepercayaan, norma sosial dan unsur-unsur lain
yang terdapat dalam diri individu atau masyarakat. Faktor pendukung ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan
bagi masyarakat misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan
seperti puskesmas dan rumah sakit. Faktor pendorong adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Pendekatan ini disebut model Precede, yakni predisposing,
reinforcing and enabling couse in educational diagnosis and evaluation. Teori WHO dalam Notoadmodjo S. 2003, juga menjelaskan 4 alasan pokok
mengapa seseorang berperilaku yaitu : a.
Pemikiran dan perasaan. b.
Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau perilaku yang dipercaya . c.
Sumber daya. d.
Sosial Budaya. Apabila konsep Green yang menjelaskan bahwa derajat kesehatan itu dipengaruhi
4 faktor utama maka promosi kesehatan adalah intervensi terhadap faktor perilaku. Kedua konsep tersebut dapat diilustrasikan seperti pada gambar di
bawah ini : Promosi Kesehatan
Kesehatan Perilaku
dan cara hidup
Faktor Predisposisi
Faktor Pemungkin
Faktor Penguat
Pendidikan Kesehatan
Kualitas Hidup
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Model Perencanaan PRECEDE-PROCEED Green L dalam Glanz. K, 2002
Teori Fishbein 1993 dalam Glanz. K. dkk. 2002, mengemukakan tentang alasan mengapa seseorang berperilaku, dalam Gambar 2. :
Gambar 2. Teori Alasan Berperilaku Feishbein dalam Glanz. K, 2002
Gambar 2. menunjukkan bahwa perilaku seseorang terbentuk dari faktor adanya minat terhadap perilaku tersebut. Minat ini di bentuk oleh sikap terhadap
perilaku dan norma subjektif. Sikap terhadap perilaku dipengaruhi oleh kepercayaan dari perilaku dan evaluasi dari hasil perilaku, sedangkan norma subjektif dipengaruhi
oleh normatif dan motivasi untuk mengikuti perilaku tersebut. Seseorang percaya kebiasaan hidup bersih akan memberikan rasa kenyamanan. Norma atau subjektif
serta sikap dalam diri seseorang atau orang disekitarnya seperti orangtua, saudara dapat mempengaruhi minat seseorang untuk berperilaku.
Evaluasi dari Hasil Perilaku
Kepercayaan dan Perilaku
Kepercayaan Normatif
Lingkungan Peraturan
Kebijakan Organisasi
Motivasi untuk mengikuti
Sikap terhadap
Perilaku
Norma Subjektif
Minat terhadap
Perilaku Perilaku
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Konsep Berdasarkan beberapa kajian teori, maka kerangka konsep penelitian yang