Anak Landasan Teori TINJAUAN PUSTAKA

tangan. Pakaian yang mungkin sudah kotor jangan digunakan. Kebersihan tangan, kaki dan kuku secara wajar penting artinya bagi manusia dalam usia berapapun. Untuk menjaga kebersihan tangan, kaki dan kuku selalu melakukan mencuci tangan dengan benar harus dilakukan cara-cara : a. Membersihkan tangan sebelum makan dan setelah makan. b. Setelah buang air besar. c. Sebelum memasak atau menyiapkan makanan. d. Sebelum memberikan makanan bayi dan anak-anak sebelum memegang makanan. e. Sebelum menyusui. f. Setelah memegang hewan, ternak atau benda-benda kotor lainnya. g. Mencuci kaki sebelum tidur. Sewaktu mencuci tangan bagian kuku hendaklah mendapatkan perhatian yang lebih karena kuku yang terawat dan bersih juga merupakan cerminan kepribadian seseorang. Kuku yang panjang dan tidak terawat akan menjadi tempat melekatnya berbagai kotoran yang mengandung berbagai bahan dan mikroorganisme diantaranya bakteri dan telur cacing. Kuku jari tangan yang kotor kemungkinan terselip telur cacing akan tertelan ketika makan. Hal ini akan lebih parah apabila tidak terbiasa mencuci tangan memakai sabun sebelum makan, bahkan pada anak-anak yang menderita Oxyuriasis akan mengalami auto infeksi ketika mengisap jari sewaktu tidur Luize A, 2004 dan Onggowaluyo, 2002.

2.4. Anak

Universitas Sumatera Utara Anak adalah individu yang unik dan bukan orang dewasa mini. Anak juga bukan merupakan harta atau kekayaan orangtua yang dapat dinilai secara ekonomi, melainkan masa depan bangsa yang berhak atas pelayanan kesehatan secara individual. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri. Lingkungan yang dimaksud bisa berupa keluarga orangtua, pengurus panti bila anak berada di panti asuhan. Perkembangan psikososial Erikson dalam Supartini, 2004 pada anak usia 6 sampai 12 tahun adalah anak akan belajar untuk bekerja sama dan bersaing dengan anak lainnya melalui kegiatan yang dilakukan baik dalam kegiatan akademik maupun dalam pergaulan melalui permainan bersama. Terjadinya perubahan fisik, emosi, dan sosial pada anak berpengaruh terhadap gambaran terhadap tubuhnya. Interaksi sosial lebih luas dengan teman, umpan balik berupa kritik dan evaluasi dai teman atau lingkungannya, mencerminkan penerimaan dan kelompok akan membantu anak semakin mempunyai konsep diri positif. Anak sudah dapat berfikir konsep tentang waktu dan mengingat kejadian yang lalu serta menyadari kegiatan yang dilakukan berulang-ulang, tetapi pemahamannya belum mendalam, selanjutnya akan semakin berkembang di akhir usia sekolah atau awal masa remaja Supartini, 2004. 2.5. Dampak Kecacingan 2.5.1 Dampak Kecacingan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia Dalam rangka mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir dan batin, pembangunan kesehatan ditujukan untuk mewujudkan manusia sehat, produktif dan mempunyai daya saing yang tinggi. Salah satu ciri bangsa yang maju Universitas Sumatera Utara adalah bangsa yang mempunyai derajat kesehatan yang tinggi pula, pada pembangunan jangka panjang kedua pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan kualitas sumber daya manusia. Penyakit kecacingan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap penurunan kualitas SDM, mengingat kecacingan akan menghambat pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak serta produktifitas kerja. Sampai saat ini, penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan. Sedangkan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi kecacingan adalah kebersihan pribadi Depkes RI, 2002.

2.5.2. Dampak Kecacingan terhadap Intelektual dan Kecerdasan Anak

Secara umum, berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan mental dan prestasi anak sekolah. Hasil penelitian Bundy tahun 1992 menunjukkan bahwa anak-anak sekolah dasar di Jamaika yang terinfeksi cacing cambuk mengalami penurunan kemampuan berfikir. Penyakit ini tidak menyebabkan orang mati mendadak, akan tetapi menyebabkan penderita semakin lemah karena kehilangan darah yang menahun sehingga menurunkan prestasi. Di samping itu daya tahan tubuh juga menurun sehingga dapat memperberat penyakit lainnya. Depkes RI, 1995.

2.5.3. Pengaruh Kondisi Sanitasi Lingkungan terhadap Kecacingan

Salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia yang tidak kurang pentingnya adalah infeksi cacing usus karena prevalensinya masih tinggi. Hal ini dikarenakan Indonesia berada dalam posisi geografi dengan temperatur kelembaban yang tinggi. Pengaruh lingkungan global dan semakin meningkatnya komunitas manusia serta kesadaran penciptaan hygiene dan sanitasi yang semakin menurun, Universitas Sumatera Utara merupakan faktor yang mempunyai andil besar terhadap penularan parasit pada umumnya dan cacing yang hidup pada manusia khususnya, sebagai contoh : a. Pembuangan tinja yang kurang memenuhi syarat kesehatan, misalnya : tanah tergolong hospes perantara atau tuan rumah sementara, tempat berkembangnya telur-telur atau larva cacing sebelum dapat menular dari seseorang ke orang lain, yaitu larvanya yang ada di tinja menembus kulit memasuki tubuh. b. Penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat juga sebagai media penularan melalui mulut menyertai makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh tinja yang mengandung telur cacing Depkes RI, 2002.

2.6. Konsep Dasar Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme mahluk hidup yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing Notoadmojo,2005a.

2.6.1. Prosedur Pembentukan Perilaku

Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning menurut Skinner dalam Notoadmojo 2005a adalah sebagai berikut : a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk. b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen Universitas Sumatera Utara tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud. c. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut. d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku tindakan tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah terbentuk kemudian dilakukan komponen perilaku yang kedua, diberi hadiah komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi, demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk. Perilaku untuk buang air besar di sembarangan tempat dan kebiasaan tidak memakai alas kaki mempunyai intensitas cacing tambang pada penduduk di Desa Jagapati Bali, dengan pola transmisi kecacingan tersebut pada umumnya terjadi di dekat rumah Bakta, 1995. Kebiasaan buang air besar di sungai secara menetap ternyata menyebabkan tingginya infeksi oleh ” Soil-Transmited Helminths” pada masyarakat Sanliurfa Turkey Ulukanligil et. Al, 2001.

2.6.2. Domain Perilaku

Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo 2007 seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu kedalam 3 domain ranah kawasan yang terdiri dari a ranah kognitif, b ranah afektif, c ranah psikomotor. Universitas Sumatera Utara

2.6.2.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga Notoadmojo, 2003. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Menurut Notoadmodjo 2003a unsur-unsur dalam pengetahuan pada diri manusia terdiri dari : 1 Pengertian dan pemahaman tentang apa yang dilakukan. 2 Keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat kebenaran dari apa yang dilakukannya. 3 Sarana yang diperlukan untuk melakukannya. 4 Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang dirasakannya. Penelitian Rogers dalam Notoadmojo 2003a mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru berperilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : a Kesadaran dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus objek. b Merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut, disini sikap subjek sudah mulai timbul. c Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d Trial dimana subjek Universitas Sumatera Utara mulai mencoba untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e Adopsi dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahapan-tahapan tersebut diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas. Pengetahuan tentang objek dapat diperoleh dari pengalaman, guru, orangtua, teman, buku, dan media masa WHO, 1992 dalam Wachidanijah, 2002. Pengetahuan seseorang terhadap suatu objek dapat berubah dan berkembang sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi rendahnya mobilitas tentang objek tersebut di lingkungannya. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penularan kecacingan adalah kurangnya pengetahuan tentang kecacingan. Penelitian Wachidanijah, 2002 menunjukkan bahwa terdapat kecendrungan makin tinggi Pengetahuan semakin baik perilaku dalam hubungan dengan kecacingan.

2.6.2.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek Universitas Sumatera Utara Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Dalam bagian lain Allport dalam Notoadmojo 2005a menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni : 1 Kepercayaan keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek. 2 Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. 3 Kecenderungan untuk bertindak Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Menurut Berkomitz dalam Azwar 2007, sikap adalah suatu bentuk mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak. Suatu contoh seorang ibu telah mendengarkan penyakit kecacingan penyebab, akibat, pencegahan, dan sebagainya. Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena penyakit kecacingan. Dalam berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat akan mengajari anaknya agar melakukan kebersihan diri, memasak makanan dengan menyuci sayuran sampai bersih supaya anaknya tidak terkena penyakit Universitas Sumatera Utara kecacingan. Sehingga ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit kecacingan ini. Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan- pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden.

2.6.2.3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan : 1 Persepsi, mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktek tingkat pertama. 2 Respon Terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh merupakan indikator praktek tingkat kedua. Misalnya seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lamanya memasak dan menutup pancinya. 3 Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang sudah biasa memberikan obat 6 bulan sekali tanpa menunggu perintah atau ajakan orang. 4 Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut. Misalnya ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan- bahan murah dan sederhana. Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian Limin di Kecamatan Sei Bingei Langkat tahun 2005, menunjukkan bahwa ibu dengan pengetahuan rendah mempunyai risiko 13,9 kali mengalami kecacingan pada anaknya dibandingkan ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi. Ibu dengan sikap kurang mempunyai risiko 20,9 kali mengalami kejadian kecacingan pada anaknya dibandingkan ibu dengan sikap yang baik. Sedangkan ibu keluarga dengan penghasilan rendah berisiko 44,6 kali mengalami kejadian kecacingan pada anaknya dibandingkan ibu dari keluarga dengan penghasilan tinggi.

2.6.3 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang diamati maupun yang tidak diamati, yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan Notoadmojo, 2005a. Perilaku kesehatan dalam Notoadmojo 2003b dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu: 1. Perilaku pemeliharaan kesehatan Perilaku atau upaya individu untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek : a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. Universitas Sumatera Utara b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat sehingga dapat mencapai tingkat kesehatan yang optimal. c. Perilaku gizi, makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan tetapi dapat juga menjadi penyebab menurunnya kesehatan bahkan dapat mendatangkan penyakit. 2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitasi pelayanan kesehatan perilaku pencarian pengobatan. Menyangkut upayatindakan seseorang saat sakitkecelakaan, mulai dari mengobati sendiri, dukun, mantri, dokter, bahkan pencarian pengobatan sampai ke luar negeri. 3. Perilaku kesehatan lingkungan Cara seseorang merespon lingkungan fisik, sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhimengganggu kesehatannya, keluarga dan masyarakat.

2.7. Landasan Teori

Konsep Blum dalam Notoadmojo 2005a menjelaskan bahwa derajat kesehatan di pengaruhi oleh 4 faktor utama, yakni : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan herediter. Perilaku merupakan faktor yang terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Intervensi terhadap faktor perilaku dapat dilakukan melalui dua upaya yang bertentangan yaitu tekanan dan pendidikan. Agar intervensi kedua upaya tersebut efektif, maka sebelum dilakukan intervensi perlu dilakukan diagnosis terhadap masalah perilaku tersebut. Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosa perilaku kesehatan adalah model Precede-Proceed dari Lawrence Green 1980 dalam Glanz.K. 2002, menunjukkan bahwa perilaku kesehatan yang nantinya akan mempengaruhi kualitas Universitas Sumatera Utara seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu: faktor predisposisi mencakup pengetahuan,sikap individu, tradisi, kepercayaan, norma sosial dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu atau masyarakat. Faktor pendukung ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit. Faktor pendorong adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Pendekatan ini disebut model Precede, yakni predisposing, reinforcing and enabling couse in educational diagnosis and evaluation. Teori WHO dalam Notoadmodjo S. 2003, juga menjelaskan 4 alasan pokok mengapa seseorang berperilaku yaitu : a. Pemikiran dan perasaan. b. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau perilaku yang dipercaya . c. Sumber daya. d. Sosial Budaya. Apabila konsep Green yang menjelaskan bahwa derajat kesehatan itu dipengaruhi 4 faktor utama maka promosi kesehatan adalah intervensi terhadap faktor perilaku. Kedua konsep tersebut dapat diilustrasikan seperti pada gambar di bawah ini : Promosi Kesehatan Kesehatan Perilaku dan cara hidup Faktor Predisposisi Faktor Pemungkin Faktor Penguat Pendidikan Kesehatan Kualitas Hidup Universitas Sumatera Utara Gambar 1. Model Perencanaan PRECEDE-PROCEED Green L dalam Glanz. K, 2002 Teori Fishbein 1993 dalam Glanz. K. dkk. 2002, mengemukakan tentang alasan mengapa seseorang berperilaku, dalam Gambar 2. : Gambar 2. Teori Alasan Berperilaku Feishbein dalam Glanz. K, 2002 Gambar 2. menunjukkan bahwa perilaku seseorang terbentuk dari faktor adanya minat terhadap perilaku tersebut. Minat ini di bentuk oleh sikap terhadap perilaku dan norma subjektif. Sikap terhadap perilaku dipengaruhi oleh kepercayaan dari perilaku dan evaluasi dari hasil perilaku, sedangkan norma subjektif dipengaruhi oleh normatif dan motivasi untuk mengikuti perilaku tersebut. Seseorang percaya kebiasaan hidup bersih akan memberikan rasa kenyamanan. Norma atau subjektif serta sikap dalam diri seseorang atau orang disekitarnya seperti orangtua, saudara dapat mempengaruhi minat seseorang untuk berperilaku. Evaluasi dari Hasil Perilaku Kepercayaan dan Perilaku Kepercayaan Normatif Lingkungan Peraturan Kebijakan Organisasi Motivasi untuk mengikuti Sikap terhadap Perilaku Norma Subjektif Minat terhadap Perilaku Perilaku Universitas Sumatera Utara

2.8. Kerangka Konsep Berdasarkan beberapa kajian teori, maka kerangka konsep penelitian yang

Dokumen yang terkait

Pengaruh Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene terhadap Kejadian Penyakit Skabies pada Warga Binaan Pemasyarakatan yang Berobat Ke Klinik di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan

10 99 155

Pengetahun, Sikap dan Tindakan Ibu Rumah Tangga Tentang Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Yang Berkaitan Dengan Penularan Infeksi Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Sekolah Dasar Negeri I Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2004

1 38 90

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Higiene Perorangan Dan Keadaan Sanitasi Lingkungan Keluarga Terhadap Infeksi Kecacingan Pada Anak Balita Di Kelurahan Batang Terab Kecamatan Perbaungan Tahun 2005

12 84 69

Pengaruh Sanitasi Lingkungan, Personal Hygiene Dan Karakteristik Anak Terhadap Infeksi Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe

6 48 123

Pengaruh Karakteristik, Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Rumah terhadap Kejadian Kecacingan pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo Kota Medan Tahun 2015

0 0 17

Pengaruh Karakteristik, Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Rumah terhadap Kejadian Kecacingan pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo Kota Medan Tahun 2015

0 0 2

Pengaruh Karakteristik, Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Rumah terhadap Kejadian Kecacingan pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo Kota Medan Tahun 2015

0 0 10

Pengaruh Karakteristik, Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Rumah terhadap Kejadian Kecacingan pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo Kota Medan Tahun 2015

0 0 24

Pengaruh Karakteristik, Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Rumah terhadap Kejadian Kecacingan pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo Kota Medan Tahun 2015

0 0 3

HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SANITASI LINGKUNGAN TERHADAP KECACINGAN PADA PEMULUNG

0 0 21