saluran pembuangan air limbah dengan kecacingan. Responden yang memiliki kebersihan rumah dalam chi - Square mempunyai
hubungan yang bermakna terhadap kecacingan p value 0,00. Persentase anak yang tidak kecacingan mempunyai kebersihan rumah yang baik 52 orang 72,2,
sedangkan anaknya kecacingan mempunyai kebersihan rumah yang buruk 36 orang 67,9.
Dari hasil penelitian diatas menunjukkan sanitasi lingkungan mempengaruhi angka kecacingan pada anak. Penyebab anak kecacingan antara lain yaitu anak buang
air besar di sembarangan tempat sehingga tinja yang mengandung telur cacing berkembang baik lalu terbang ke makanan karena terbawa oleh angin dan masuk ke
dalam mulut melalui makanan. Responden berpendapat bahwa sanitasi lingkungan seperti kebersihan rumah,
tidak bisa dilakukan dikarenakan bentuk rumah mereka masih rumah adat yang terbuat dari kayu.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian menurut Ismid et al. 1980 seperti yang dikutip Hidayat 2002, di halaman rumah telur cacing gelang banyak
ditemukan di sekitar tumpukan sampah 55 dan tempat teduh di bawah pohon 33,3. Penelitian Hadidjaja et al 1989 menunjukkan bahwa 14-12 sampel air
got yang diperiksa ternyata positip mengandung telur cacing. Telur cacing juga banyak ditemukan di sekitar sumur, tempat cuci, dekat jamban, pinggiran kali bahkan
dekat di dalam rumah. Kepadatan penghuni dalam rumah juga berperan terhadap penularan kecacingan.
5.1.5. Hubungan Karakteristik Anak dengan Kecacingan
Dari 125 anak yang di periksa 53 orang 42,4 yang kecacingan sedangkan
Universitas Sumatera Utara
yang tidak kecacingan 72 orang 57,6. Hasil penelitian ini menunjukkan angka yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan angka nasional yang hanya sebesar
10. Hal ini mengingat anak masih sering kontak dengan tanah. Di samping itu kondisi lingkungan daerah penelitian merupakan daerah kumuh dengan jamban yang
masih rendah. Berdasarkan hasil penelitian, kondisi sanitasi lingkungan juga tidak memenuhi syarat kesehatan. Hal ini dapat menyebabkan tingginya prevalensi
kecacingan pada anak merupakan penyakit yang berbasis lingkungan, dimana tanah sebagai media penularannya Chandra, 2007
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara umur anak dengan kecacingan dengan p = 0,63 artinya kecacingan terjadi tanpa
memandang umur anak tersebut. Untuk variabel jenis kelamin berdasarkan Chi - Square tidak menunjukkan
hubungan yang bermakna dengan kecacingan dimana p = 0,73. Anak berjenis kelamin laki-laki 50 tidak kecacingan sementara yang kecacingan 45,3.
Kebersihan diri anak menunjukkan mempunyai hubungan yang signifikan dengan kecacingan p = 0,00. Anak yang kebersihan dirinya buruk berpeluang
mengalami kecacingan dibandingkan dengan anak yang kebersihan dirinya baik. Data
prevalens rate kecacingan anak diketahui angka prevalensi kecacingan di kelurahan Ambarita yang paling tinggi di bandingkan dengan kelurahan lain yaitu 25
orang 53,19, di Kelurahan Tuk-Tuk 23 orang 47,97 sedangkan Kelurahan Simarmata 5 orang 16,66.
Data jenis cacing yang dijumpai di tinja anak responden menunjukkan jenis cacing gelang yang lebih banyak dijumpai
dibandingkan dengan jenis cacing lainnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Pasaribu 2004 di
Kabupaten Karo dan Hidayat 2002 di kota Mataram mendapatkan hasil 91,3
Universitas Sumatera Utara
positif kecacingan, faktor usia dan jenis kelamin anak tidak mempunyai hubungan yang signifikan. Adanya perbedaan angka kecacingan di beberapa wilayah,
kemungkinan disebabkan adanya perbedaan faktor risiko di beberapa lokasi penelitian, terutama yang berhubungan dengan kondisi sanitasi lingkungan, hygiene
anak dan kondisi alam geografi Wachidaniyah, 2002
5.2. Variabel yang berpengaruh antara Perilaku Ibu, Sanitasi Lingkungan