Prosedur Pembentukan Perilaku Perilaku Kesehatan

merupakan faktor yang mempunyai andil besar terhadap penularan parasit pada umumnya dan cacing yang hidup pada manusia khususnya, sebagai contoh : a. Pembuangan tinja yang kurang memenuhi syarat kesehatan, misalnya : tanah tergolong hospes perantara atau tuan rumah sementara, tempat berkembangnya telur-telur atau larva cacing sebelum dapat menular dari seseorang ke orang lain, yaitu larvanya yang ada di tinja menembus kulit memasuki tubuh. b. Penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat juga sebagai media penularan melalui mulut menyertai makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh tinja yang mengandung telur cacing Depkes RI, 2002.

2.6. Konsep Dasar Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme mahluk hidup yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing Notoadmojo,2005a.

2.6.1. Prosedur Pembentukan Perilaku

Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning menurut Skinner dalam Notoadmojo 2005a adalah sebagai berikut : a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk. b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen Universitas Sumatera Utara tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud. c. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut. d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku tindakan tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah terbentuk kemudian dilakukan komponen perilaku yang kedua, diberi hadiah komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi, demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk. Perilaku untuk buang air besar di sembarangan tempat dan kebiasaan tidak memakai alas kaki mempunyai intensitas cacing tambang pada penduduk di Desa Jagapati Bali, dengan pola transmisi kecacingan tersebut pada umumnya terjadi di dekat rumah Bakta, 1995. Kebiasaan buang air besar di sungai secara menetap ternyata menyebabkan tingginya infeksi oleh ” Soil-Transmited Helminths” pada masyarakat Sanliurfa Turkey Ulukanligil et. Al, 2001.

2.6.2. Domain Perilaku

Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo 2007 seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu kedalam 3 domain ranah kawasan yang terdiri dari a ranah kognitif, b ranah afektif, c ranah psikomotor. Universitas Sumatera Utara

2.6.2.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga Notoadmojo, 2003. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Menurut Notoadmodjo 2003a unsur-unsur dalam pengetahuan pada diri manusia terdiri dari : 1 Pengertian dan pemahaman tentang apa yang dilakukan. 2 Keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat kebenaran dari apa yang dilakukannya. 3 Sarana yang diperlukan untuk melakukannya. 4 Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang dirasakannya. Penelitian Rogers dalam Notoadmojo 2003a mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru berperilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : a Kesadaran dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus objek. b Merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut, disini sikap subjek sudah mulai timbul. c Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d Trial dimana subjek Universitas Sumatera Utara mulai mencoba untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e Adopsi dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahapan-tahapan tersebut diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas. Pengetahuan tentang objek dapat diperoleh dari pengalaman, guru, orangtua, teman, buku, dan media masa WHO, 1992 dalam Wachidanijah, 2002. Pengetahuan seseorang terhadap suatu objek dapat berubah dan berkembang sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi rendahnya mobilitas tentang objek tersebut di lingkungannya. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penularan kecacingan adalah kurangnya pengetahuan tentang kecacingan. Penelitian Wachidanijah, 2002 menunjukkan bahwa terdapat kecendrungan makin tinggi Pengetahuan semakin baik perilaku dalam hubungan dengan kecacingan.

2.6.2.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek Universitas Sumatera Utara Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Dalam bagian lain Allport dalam Notoadmojo 2005a menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni : 1 Kepercayaan keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek. 2 Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. 3 Kecenderungan untuk bertindak Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Menurut Berkomitz dalam Azwar 2007, sikap adalah suatu bentuk mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak. Suatu contoh seorang ibu telah mendengarkan penyakit kecacingan penyebab, akibat, pencegahan, dan sebagainya. Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena penyakit kecacingan. Dalam berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat akan mengajari anaknya agar melakukan kebersihan diri, memasak makanan dengan menyuci sayuran sampai bersih supaya anaknya tidak terkena penyakit Universitas Sumatera Utara kecacingan. Sehingga ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit kecacingan ini. Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan- pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden.

2.6.2.3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan : 1 Persepsi, mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktek tingkat pertama. 2 Respon Terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh merupakan indikator praktek tingkat kedua. Misalnya seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lamanya memasak dan menutup pancinya. 3 Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang sudah biasa memberikan obat 6 bulan sekali tanpa menunggu perintah atau ajakan orang. 4 Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut. Misalnya ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan- bahan murah dan sederhana. Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian Limin di Kecamatan Sei Bingei Langkat tahun 2005, menunjukkan bahwa ibu dengan pengetahuan rendah mempunyai risiko 13,9 kali mengalami kecacingan pada anaknya dibandingkan ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi. Ibu dengan sikap kurang mempunyai risiko 20,9 kali mengalami kejadian kecacingan pada anaknya dibandingkan ibu dengan sikap yang baik. Sedangkan ibu keluarga dengan penghasilan rendah berisiko 44,6 kali mengalami kejadian kecacingan pada anaknya dibandingkan ibu dari keluarga dengan penghasilan tinggi.

2.6.3 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang diamati maupun yang tidak diamati, yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan Notoadmojo, 2005a. Perilaku kesehatan dalam Notoadmojo 2003b dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu: 1. Perilaku pemeliharaan kesehatan Perilaku atau upaya individu untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek : a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. Universitas Sumatera Utara b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat sehingga dapat mencapai tingkat kesehatan yang optimal. c. Perilaku gizi, makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan tetapi dapat juga menjadi penyebab menurunnya kesehatan bahkan dapat mendatangkan penyakit. 2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitasi pelayanan kesehatan perilaku pencarian pengobatan. Menyangkut upayatindakan seseorang saat sakitkecelakaan, mulai dari mengobati sendiri, dukun, mantri, dokter, bahkan pencarian pengobatan sampai ke luar negeri. 3. Perilaku kesehatan lingkungan Cara seseorang merespon lingkungan fisik, sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhimengganggu kesehatannya, keluarga dan masyarakat.

2.7. Landasan Teori

Konsep Blum dalam Notoadmojo 2005a menjelaskan bahwa derajat kesehatan di pengaruhi oleh 4 faktor utama, yakni : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan herediter. Perilaku merupakan faktor yang terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Intervensi terhadap faktor perilaku dapat dilakukan melalui dua upaya yang bertentangan yaitu tekanan dan pendidikan. Agar intervensi kedua upaya tersebut efektif, maka sebelum dilakukan intervensi perlu dilakukan diagnosis terhadap masalah perilaku tersebut. Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosa perilaku kesehatan adalah model Precede-Proceed dari Lawrence Green 1980 dalam Glanz.K. 2002, menunjukkan bahwa perilaku kesehatan yang nantinya akan mempengaruhi kualitas Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene terhadap Kejadian Penyakit Skabies pada Warga Binaan Pemasyarakatan yang Berobat Ke Klinik di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Medan

10 99 155

Pengetahun, Sikap dan Tindakan Ibu Rumah Tangga Tentang Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Yang Berkaitan Dengan Penularan Infeksi Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Sekolah Dasar Negeri I Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2004

1 38 90

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Higiene Perorangan Dan Keadaan Sanitasi Lingkungan Keluarga Terhadap Infeksi Kecacingan Pada Anak Balita Di Kelurahan Batang Terab Kecamatan Perbaungan Tahun 2005

12 84 69

Pengaruh Sanitasi Lingkungan, Personal Hygiene Dan Karakteristik Anak Terhadap Infeksi Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe

6 48 123

Pengaruh Karakteristik, Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Rumah terhadap Kejadian Kecacingan pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo Kota Medan Tahun 2015

0 0 17

Pengaruh Karakteristik, Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Rumah terhadap Kejadian Kecacingan pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo Kota Medan Tahun 2015

0 0 2

Pengaruh Karakteristik, Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Rumah terhadap Kejadian Kecacingan pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo Kota Medan Tahun 2015

0 0 10

Pengaruh Karakteristik, Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Rumah terhadap Kejadian Kecacingan pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo Kota Medan Tahun 2015

0 0 24

Pengaruh Karakteristik, Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Rumah terhadap Kejadian Kecacingan pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo Kota Medan Tahun 2015

0 0 3

HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SANITASI LINGKUNGAN TERHADAP KECACINGAN PADA PEMULUNG

0 0 21