9
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
perumusan masalah dari penelitian ini adalah : “Bagaimana pengaruh faktor- faktor motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Ultra
Adilestari Stella Perkasa Medan ?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor-faktor motivasi kerja terhadap kepuasan kerja
karyawan pada PT. Ultra Adilestari Stella Perkasa Medan.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat atau kegunaan yang ingin dicapai dari penulisan dan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagi Perusahaan Sebagai bahan masukan dan sumbangan saran pemikiran berupa
pembahasan dan masukan dalam hal perumusan kebijakan dalam rangka meningkatkan faktor-faktor motivasi terutama dalam meningkatkan
kepuasan kerja karyawan. b. Bagi Peneliti Lanjutan
Sebagai bahan referensi bagi penelitian lebih lanjut dalam melakukan penelitian di masa mendatang terutama yang berhubungan dengan faktor-
faktor motivasi terhadap kepuasan kerja karyawan.
10 c. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan dan persepsi penulis tentang pengaruh faktor- faktor motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis
2.1.1 Motivasi Kerja
Motivasi berasal dari kata motive atau dengan bahasa latinnya, yaitu movere, yang berarti “mengerahkan”. Seperti yang dikatakan Liang Gie dalam
bukunya Martoyo 2000 motive atau dorongan adalah suatu dorongan yang menjadi pangkal seseorang melakukan sesuatu atau bekerja. Seseorang yang
sangat termotivasi, yaitu orang yang melaksanakan upaya substansial,guna menunjang tujuan-tujuan produksi kesatuan kerjanya, dan organisasi dimana
ia bekerja. Seseorang yang tidak termotivasi hanya memberikan upaya minimum dalam hal bekerja. Dengan demikian motivasi atau motivation atau
pemberian motif, penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Dapat juga dikatakan bahwa
motivation adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu Martoyo,2000.
Motivasi merupakan kondisi psikologis dari hasil interaksi kebutuhan karyawan dan faktor luar yang mempengaruhi perilaku seorang karyawan.
Danim 2002 : 25. Motivasi adalah keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan dan mengarahkan
perilaku kearah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan. Berelson dan Steiner 2003 : 67.
12 Uchjana dalam Rismayani 2007, menyatakan bahwa “motivasi
berhubungan erat dengan kebutuhan. Satu atau lebih kebutuhan harus terpenuhi untuk dapat termotivasi”. Pernyataan ini memberi arti bahwa
seseorang akan mau melakukan sesuatu apabila ada yang ingin diperolehnya. Motivasi mengandung tiga unsur pokok yaitu : kebutuhan,dorongan,dan
tujuan. Motivasi dapat bersifat positif atau negatif. Motivasi positif, bertujuan
“mengurangi perasaan cemas” Anxiety Reducing Motivation dimana orang ditawari sesuatu yang bernilai misalnya imbalan berupa
uang,pujian,kemungkinan untuk menjadi karyawan tetap apabila kinerjanya memenuhi standar yang ditetapkan. Sebaliknya motivasi negatif atau yang
sering disebut orang “pendekatan tongkat pemukul”The Stick Approach menggunakan ancaman hukuman teguran-teguran, ancaman akan di PHK,
ancaman akan diturunkan pangkat dan sebagainya andaikata kinerja orang yang bersangkutan dibawah standar.
Motivasi menurut Mangkuprawira 2007, merupakan dorongan yang membuat karyawan melakukan sesuatu dengan cara dan untuk mencapai
tujuan tertentu, motivasi itu timbul tidak saja karena ada unsur didalam dirinya, tetapi juga karena adanya stimulus dari luar, seberapapun tingkat
kemampuan yang dimiliki seseorang, pasti butuh motivasi, dengan perkataan lain potensi sumber daya manusia adalah sesuatu yang terbatas, dengan
demikian kinerja seseorang merupakan fungsi dari faktor-faktor dan kemampuan motivasi dirinya.
13 Ernest dalam Mangkunegara 2001, mengemukakan bahwa”work
motivation is defined as conditions which influence the arousal, direction, and maintenance of behaviors relevan work setting”. Motivasi kerja didefenisikan
sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan, dan memalihara perilaku yang berhubungan dengan hubungan kerja.
Secara operasional motivasi kerja dapat dirumuskan adalah suatu dorongan yang muncul dalam diri seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan
guna mencapai tujuan pribadi dan organisasi dalam rangka memenuhi keinginan atau kebutuhannya, baik yang dipenuhi oleh faktor internal maupun
faktor eksternal.
2.1.2 Teori Motivasi Kerja
2.1.2.1 Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg Frederick Herzberg dalam Mangkuprawira 2007, memperkenalkan
suatu teori motivasi yang disebut teori Two-Factor, faktor yang pertama, yaitu apa yang disediakan oleh manajemen yang mampu membuat karyawan
senang, nyaman, tenang, ini disebut sebagai faktor satisfiers. Herzberg lebih lanjut mengindentifikasi bahwa yang termasuk dalam satisfiers adalah;
achievement, recognition, advancement, growth, working condition dan work itself, faktor kedua, disebut sebagai dissatisfers yang terdiri atas; gaji,
kebijakan perusahaan, supervisi, status relasi antar pekerja dan personal life. Kedua faktor yang disebutkan oleh Herzberg ini tidak bisa saling
menggantikan dan bukan merupakan suplemen terhadap satu dengan yang lain. Bila dissatisfiers terpenuhi, belum tentu menyebabkan timbulnya
14 kepuasan bagi karyawan. Agar kepuasan bisa muncul dan ketidakpuasan bisa
dihilangkan, maka yang harus dilakukan oleh para manajer adalah dissatisfiers dan satifiers harus dijaga dan ditingkatkan keberadaanya secra
bersama-sama. Kedua faktor ini adalah syarat minimal yang harus dimiliki oleh suatu organisasi agar memiliki karyawan yang mempunyai motivasi
tinggi. Manajemen dan organisasi tidak akan efektif tanpa mempunyai karyawan yang bermotivasi.
Susbandono 2006, mengemukakan bahwa dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang sederhana, tapi mengena, mampu menyenangkan dan
menyamankan karyawan dan ternyata bisa memacu motivasi kerja dan dapat mendongkrak kinerja perusahaan. Salah satu motivator yang diperkenalkan
Herzberg dalam mangkuprawira 2007, adalah recognition, banyak manajer dan atasan lupa bahwa sedikit sapaan yang sifatnya pengakuan atas dirinya,
mempunyai efek ganda yang sering tidak diduga. Karyawan menjadi lebih merasa memiliki pekerjaan dan pada akhirnya menguntungkan perusahaan.
2.1.2.2 Teori Motivasi David Mc Clelland Mc.Clelland dalam Mangkuprawira 2007, mengemukakan bahwa
produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh “virus mental” yang ada pada dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk
mampu mencapai prestasinya secara maksimal, virus mental dimaksud terdiri dari tiga dorongan kebutuhan, yaitu Need for Achievement kebutuhan untuk
berprestasi, Need for affiliation kebutuhan untuk memperluas pergaulan
15 dan Need for Power kebutuhan untuk menguasai sesuatu, yang dapat
dijelaskan sebagai berikut: 1.
Need for Achievement
Motivasi berprestasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu kegiatan atau tugas
dengan sebaik-baiknya agar mencapai prestasi dengan predikat terpuji. Karakteristik motivasi menurut Mc. Clelland dalam mangkuprawira
2007 menyebutkan ada 6 karakteristik, yaitu:
a. Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi. b. Brani mengambil dan memikul resiko.
c. Memiliki tujuan yang realistik.
d. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk
merealisasikan tujuan.
e. Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam semua kegiatan yang
dilakukan.
f. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah
diprogramkan.
2. Need for Affliation
Merupakan kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau
melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
16 3.
Need for Power
Merupakan kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang
lain. 2.1.2.3 Teori Kepuasan
Kepuasan merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaanya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja,
kedisiplinan, dan perstasi kerja. Kepuasan kerja dapat dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam luar pekerjaan. Kepuasan
dalam perkejaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati oleh pekerja dalam memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan
suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaan
daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting. Pada teori kepuasan ini didukung juga oleh para pakar seperti taylor
yang mana teorinya dikenal sebagai Teori Motivasi Klasik. Teori secara garis besar berbicara bahwa motivasi kerja hanya dapat memenuhi
kebutuhan dan kepuasan kerja baik secara biologis maupun psikologis. Yaitu bagaimana mempertahankan hidupnya. Selain itu juga teori hierarki
kebutuhan need hierarchi dari Abraham Maslow yang menyatakan bahwa motivasi kerja ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan kerja
baik secara biologis maupun psikologis, baik yang berupa materi maupun non-materi.
17 Secara garis besar teori tentang kebutuhan dari Maslow dari yang
rendah ke yang paling tinggi yang meyatakan bahwa manusia tidak pernah merasa puaas, karena kepuasanya bersifat sangat relative maka disusun
hierarki kebutuhan sebagai berikut: 1. Kebutuhan pokok manusia sehari-hari misalnya kebutuhan untuk makan,
minum, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan fisik lainya physical need. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat rendah, apabila sudah
terpenuhi maka diikuti oleh hierarki kebutuhan lainya. 2. Kebutuhan untuk memperoleh keselamatan, misalnya kamanan, jaminan
atau perlindungan daari yang membayangkan kelangsungan hidup dan kehidupan dengan seagala aspeknya safety need.
3. Kebutuhan untuk disukai dan menyukai, disenangi, dan menyenangi, dicintai dan mencintai, kebutuhan untuk bergaul, berkelompok,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menjadi kelompok pergaulan yang lebih besar esteem needs.
4. Kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan, keagungan, kekaguman, dan kemasyuran sebagai seseorang yang mampu dan berhasil mewujudkan
potensi bakatnya dengan hasil pprestasi yang luar biasa the need for self actualization. Kebutuhan tersebut sering terlihat dalam kehidupan kita
sehari-hari melalui bentuk sikapdan prilaku bagaimana menjalankan aktivitas kehidupanya.
5. Kebutuhan untuk memperoleh kehormatan, pujian, penghargaan, dan pengakuan esteem need.
18 2.1.2.4 Teori Keseimbangan Equity Theory
Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen dari teori ini adalah input, outcome, comparison, dan equity-in-eqity. Wexley dan Yukl
dalam Mangkunegara 2001, meyatakan bahwa “input is anything of value that an employee perceives that the contributes this job”. Input adalah semua
nilai yang diterima karyawan yang dapat menunjang pelaksanaan kerja, seperti pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah dan
jam kerja “outcome is anything of value that the employee perceives he obtains from the job”. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan
dirasakan pegawai, seperti upah, keuntungan tambahan, status symbol, pengenalan kembali recognition, kesempatan untuk berkembang, berprestasi
dan mengekspresikan diri. Sedangkan “comparison person may be someone in the same organization, someone in a different organization, or even the
person himself in a previous job”. Comparison person adalah seorang karyawan dalam organisasi yang sama, seorang pegawai dalam organisasi
yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya. Menurut teori ini puas atau tidak puasnya karyawan merupakan hasil
dari membandingkan antara input-out come dirinya dengan perbandingan input-out come karyawan lain comparison person. Jadi jika perbandingan
tersebut dirasakan seimbang equity maka karyawan tersebut akan merasa puas. Tetapi apabila terjadi over compensation inequity tidakkeseimbangan
yang menguntungkan dirinya dan, sebaliknya under compensation inequity
19 ketidakseimbangan yang menguntungkan karyawan lain yang menjadi
pembanding, maka karyawan tersebut tidak akan merasa puas. 2.1.2.5 Teori Pemenuhan Kebutuhan Need Fullfillment Theory
Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan akan merasa puas apabila ia
mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan karyawan terpenuhi makin puas pula karyawan tersebut, begitu pula sebaliknya apabila
kebutuhan tidak terpenuhi, karyawan itu akan merasa tidak puas. 2.1.2.6 Teori Pandangan Kelompok Social Reference Group Theory
Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bukanlah tergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan
pendapat kelompok yang oleh para karyawan dianggap sebagai kelompok acuan. Kelopmpok acuan tersebut oleh karyawan dijadikan tolak ukur untuk
menilai dirinya ataupun lingkungannya. Jadi karyawan akan merasa puas, apabila hasil kerjanya sesuai dengan kelompok acuan.
2.1.2.7 Teori Existence, Relatedness, Growth ERG dari Alderfer Teori ERG, merupakan refleksi dari tiga dasar kebutuhan, yaitu:
1. Existence needs, kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi karyawan, seperti makan, minum, pakaian, gaji, keamanan, kondisi kerja.
2. Relatedness needs, kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam berinteraksi dalam lingkungan kerja.
20 3. Growth needs, kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan
pribadi, hal ini berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan karyawan.
Daftar dari kebutuhan menurut Alderfer dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Teori ERG kurang menekankan pada susunan hierarki. Karyawan dapat memuaskan lebih dari satu kebutuhan dalam waktu yang bersamaan.
Kepuasan terhadap suatu kebutuhan dapat menggambarkan peningkatan kepada kebutuhan yang lebih tinggi.
b. Perubahan orientasi merupakan kegagalan dari kebutuhan yang lebih tinggi dapat menunjukkan regresi dengan penambahan pada tingkat
kebutuhan yang lebih rendah.
2.1.3 Teori Motivasi Proses
Teori ini berusaha agar setiap pekerja giat sesuai dengan harapan organisasi perusahaan. Daya penggeraknya adalah harapan akan diperoleh
si pekerja. Dalam hal ini teori motivasi proses yang dikenalkan seperti: a.
Teori Valensi daya tarik, hal ini didasarkan pada masing- masing individu dan valensi untuk satu orang tidak sama
dengan valensi untuk orang lain. b.
Teori Harapan Expectancy Theory, komponenya adalah: harapan, nilai Value, dan pertautan Instrumentality.
21 c.
Teori Keadilan Equity Theory, hal ini didasarkan tindakan keadilan diseluruh lapisan serta objektif di dalam
lingkungan perusahaanya. 2.1.3.1 Teori Valensi
Setiap hasil kerja memiliki valensi daya tarik terhadap masing- masing individu dan valensi untuk satu orang tidak sama dengan valensi
untuk orang lain. Hal ini terjadi karena valensi berasal dari kebutuhan dan persepsi individu yang juga berbeda antara satu individu dengan individu
lainya karena kebutuhan persepsi juga merupakan refleksi dari faktor-faktor lain dalam hidup seseorang.
Valensi lebih menguatkan pilihan seseorang karyawan untuk suatu hasil. Jika seorang karyawan mempunyai keinginan yang kuat untuk suatu
kemajuan, maka berarrti valensi karyawan tersebut tinggi untuk suatu kemajuan. Valensi timbul dari internal karyawan yang dikondisikan dengan
pengalaman. Dalam teori ini, masukan inputs meliputi faktor-faktor seperti tingkat
pendidikanya, keahliannya, upaya, masa kerja, kepangkatan dan produktivitas. Sedangkan hasil outcomes adalah semua imbalan yang
dihasilkan dari pekerjaan. Teori ini menggambarkan tentang dua hal keinginan dan kebutuhan dasar karyawan pada saat ini yang sangat bernilai
untuk dapat meningkatkan motivasi kerja mereka.
22 1. Hasil langsung atau primer dari pelaksana tugas, seperti uang, promosi,
pengucilan dari kelompok teman kerja, dan perasaan mampu. 2. Hasil-hasil sekunder yang dapat timbul dari hasil primer, misalnya
kendaraan yang dapat diperoleh dari uang, kedudukan yang lebih tinggi berkat promosi, makan siang sendiri karena dimusuhi oleh teman-teman
kerja, dan rasa bangga berkat adanya keyakinan akan kemampuan. Hasil-hasil sekunder ini sangat erat kaitanya dengan kebutuhan-
kebutuhan yang diidentifikasikan dalam hierarki Maslow sebagai dihipotesiskan dalam hierarki itu, seseorang tidak akan merasakan nilai dari
kebutuhan yang mempunyai prioitas lebih rendah sebelum kebutuhan yang mempunyai prioritas yang lebih tinggi dipuaskan secara layak.
2.1.3.2 Teori Pengharapan Expectancy Mangkunegara 2001, dalam bukunya menyebutkan teori
pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Kemudian teori ini diperluas oleh Porter dan Lawler. Keith Davis mengatakan bahwa “Vroom
explains that motivation is a product of how much one wants an one’s estimate of the probality that a certain will leade to it”. Vroom menjelaskan
bahwa motivasi merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang mengiginkan sesuatu, dan penaksiran seseorang memungkinkan aksi tertentu
yang akan menuntunya. Selanjutnya Davis dalam Mangkunegara 2001, menyatakan bahwa
pengharapan merupakan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti dengan hasil khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan karyawan yang
23 memungkinkan mencapai suatu hasil dapat menuntun hasil lainya.
Pengharapan merupakan suatu aksi yang berhubungan dengan hasil, dari range 0-1. Jika karyawan merasa tidak mungkin mendapatkan hasil maka
harapanya adalah 0. Jika aksinya berhubungan dengan hasil tertentu maka harapanya bernilai 1. Harapan karyawan secara normal adalah antara 0-1.
Teori pengharapan tentang motivasi pada dasarnya adalah suatu model yang relasional. Teori ini menganggap bahwa manusia dapat menentukan
hasil-hasil yang lebih mereka sukai dari kekuatan relatifnya. Dengan kata lain tentang keyakinan seseorang berkaitan dengan kemungkinan atau
kemungkinan subyektif bahwa suatu perilaku tertentu akan diikuti oleh hasil tertentu pula, harapan merupakan peluang tertentu yang terjadi karena suatu
perilaku. Model motivasi ini mengusulkan bahwa tingkat usaha individu bukan
hanya merupakan fungsi dari penghargaan, para karyawan harus berharap bahwa memiliki kemampuan untuk mengerjakan tugas dengan baik, dan
harus merasa bahwa kinerja tinggi akan menghasilkan penghargaan dan mereka harus menghargai penghargaan tersebut. Apabila ketiga kondisi
tersebut terpenuhi, para karyawan akan termotivasi untuk mencurahkan usaha yang lebih baik lagi.
24 2.1.3.3 Teori Keadilan Equity Theory
Teori keadilan merupakan sebuah model tentang motivasi, yang menerangkan bagaimana orang-orang berupaya mendapatkan kelayakan
fairness dan keadilan justice dalam pertukaran-pertukaran social hubungan-hubungan member dan menerima.
Esensi dari teori ini adalah bahwa karyawan membandingkan upaya dan imbalan mereka dengan karyawan lain dalam situasi kerja sama. Teori
motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa individu, yang bekerja dalam rangka memperoleh tukaran imbalan dari organisasi, dimotivasi oleh suatu
keinginan untuk diperlakukan adil di pekerjaan. Empat ukuran penting teori ini adalah:
1. Orang atau individu yang merasakan diperlakukan adil atau tidak. 2. Perbandingan dengan orang lain, seperti individu atau kelompok
yang digunakan oleh seseorang sebagai suatu pembanding rasio masukan dan hasil.
3. Masukan, karakteristik individu yang dibawa sesorang kedalam pekerjaan. Hal ini mungkin untuk diraih seperti ketrampilan,
pengalaman,pembelajaran atau bawaan seperti umur, jenis kelamin,ras.
4. Hasil apa yang diterima seseorang dari pekerjaan seperti pengakuan, tunjangan dan gaji.
25
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Sayuti 2006 menyebutkan motivasi kerja seseorang di dalam melaksanakan pekerjaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor
internal yang berasal dari proses psikologis dalam diri seseorang, dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri environment factors.
Faktor Internal
Faktor internal terdiri dari: 1. Kematangan pribadi
Orang yang bersifat egois dan kemanja-manjaan biasanya akan kurang peka dalam menerima motivasi yang diberikan sehingga agak sulit untuk
dapat bekerjasama dalam membuat motivasi kerja. Oleh sebab itu kebiasaan yang dibawanya sejak kecil, nilai yang di anut dan sikap bawaan seseorang
sangat mempengaruhi motivasinya. 2. Tingkat pendidikan
Seorang pegawai yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi biasanya akan lebih termotivasi karena sudah mempunyai wawasan yang
lebih luas dibandingkan dengan karyawan yang lebih rendah tingkat pendidikanya, demikian juga sebaliknya jika tingkat pendidikan yang
dimilikinya tidak digunakan secara maksimal ataupun tidak dihargai sebagaimana layaknya oleh manajer maka hal ini akan membuat karyawan
tersebut mempunyai motivasi yang rendah di dalam bekerja.
26 3. Keinginan dan Harapan Pribadi
Keinginan adalah hasrat seseorang yang sungguh-sungguh; kebutuhan seseorang yang amat sangat; dorongan nafsu yang ditujukan kepada sesuatu
yang nyata. Orang yang ingin mencapai potensi lebih tinggi harus melihat secara serius pada tempat yang ia masuki. Pertama-tama harus ada keinginan
dari diri kita sendiri untuk terus menerus mengembangkan diri. Kedua harus ada keinginan untuk menerima tanggung jawab yang lebih tinggi. Orang yang
ingin maju adalah orang yang memahami kemajuan, itu harus dibina dan diarahkan secara teratur dan juga seseorang mau bekerja keras bila ada
harapan pribadi yang hendak diwujudkan menjadi kenyataan. 4. Kebutuhan
Kebutuhan adalah setiap kekurangan yang dirasakan seseorang yang berlawanan dengan kesejahteraannya. Seseorang membutuhkan makanan
karena lapar, membutuhkan minuman karena kehausan, dan membutuhkan pakaian karena kedinginan.Kebutuhan biasanya berbanding sejajar dengan
motivasi, semakin besar kebutuhan seseorang untuk dipenuhi, maka semakin besar pula motivasi yang karyawan tersebut untuk bekerja keras.
5. Pengakuan recognition Pengakuan adalah bentuk perhatian dari pihak perusahaan, dalam hal
ini adalah pihak atasan terhadap karyawan yang berprestasi. Pengakuan merupakan salah satu faktor pendorong karyawan agar motivasinya
meningkat. Dengan pengakuan atas prestasinya, karyawan akan terus mencoba untuk lebih meningkatkan lagi prestasi kerjanya. Pengakuan tidak
27 hanya dalam bentuk materi, non materi pun akan memberikan kepuasan bagi
karyawan yang berprestasi. Pemberian pengakuan baik material maupun non material hendaknya harus benar-benar objektif, guna mencegah terjadinya
kecemburuan sosial antar karyawan jika pengakuan yang diberikan tidak memiliki alasan yang jelas sangat subjektif.
6. Responsibility Tanggung jawab Tanggung Jawab merupakan salah satu faktor motivasi internal atau
yang datang dari dalam diri karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Bila karyawan mempunyai rasa tanggung jawab dalam pekerjaannya, maka
karyawan akan akan memberikan hasil kerja yang baik kepada perusahaan. Agar tanggung jawab benar menjadi faktor motivator bagi bawahan,
pimpinan harus menghindari supervisi yang ketat, dengan membiarkan bawahan bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan
menerapkan prinsip partisipasi. Diterapkannya prinsip partisipasi membuat bawahan sepenuhnya merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya.
Mathis dan Jackson 2002, menyatakan bahwa banyak karyawan masih menginginkan keamanan dan stabilitas, pekerjaan yang menarik,
seorang supervisor yang baik dan mereka hormati, serta gaji dan tunjangan yang kompetitif.
28
Faktor Eksternal
Faktor eksternal terdiri dari: 1. Kondisi Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawai melakukan pekerjaannya sehari-hari”. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa
aman dan memungkinkan para pegawai untuk dapat bekerja optimal. Sedarmayanti 2007 “lingkungan kerja fisik adalah semua yang terdapat
disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun tidak langsung”. Lingkungan pekerjaan dibedakan menjadi
dua bagian yaitu Lingkungan Kerja Fisik dan Lingkungan Kerja Non Fisik. Lingkungan Kerja Fisik meliputi tempat kerja, fasilitas dan alat bantu
pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan. Sementara Lingkungan Kerja Non Fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan
hubungan kerja, baik dengan atasan maupun dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan”.
2. Kompensasi yang Memadai Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang paling
ampuh bagi perusahaan untuk memberikan dorongan kepada para karyawan untuk bekerja secara baik. Mathis dan Jackson 2002, penghargaan nyata
yang diterima karyawan karena bekerja adalah dalam bentuk gaji, insentif, dan tunjangan. Satu hal yang penting terhadap retensi karyawan adalah
mempunyai “konpensasi kompentitif” artinya harus dekat dengan apa yang diberikan oleh perusahaan yang lain dan apa yang diyakini oleh karyawan
29 sesuai dengan kapabilitas, pengalaman dan kinerjanya, apabila tidak dekat
perputaran akan lebih tinggi. Perusahaan menerima keuntungan dari pekerja ketika ada perbedaan
antara gaji dan insentif yang rendah. Upah yang rendah tidak akan membangkitkan motivasi para pekerja dan pengalaman mengindikasikan
bahwa motivasi meningkat ketika upah naik. 3. Mutu Pengawasan Supervisi
Mathis dan Jackson 2002, menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang supervisor dalam memberikan inspirasi, semangat,
dan dorongan kepada orang lain pegawai untuk mengambil tindakan- tindakan. Pemberian dorongan ini dimaksudkan untuk mengingatkan orang-
orang atau pegawai agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki dari orang tersebut. Oleh karena itu seorang
supervisor dituntut pengenalan atau pemahaman akan sifat dan karakteristik bawahannya, suatu kebutuhan yang dilandasi oleh motif dengan penguasaan
supervisor terhadap perilaku dan tindakan yang dibatasi oleh motif, maka supervisor dapat mempengaruhi bawahannya untuk bertindak sesuai dengan
keinginan organisasi. Mathis dan Jackson 2002, banyak individu yang membangun
hubungan yang akrab dengan rekan kerja, dalam survei yang dilakukan terhadap individu dengan berbagai usia dan yang bekerja di berbagai industri,
faktor yang disebutkan dengan sangat positif tentang bekerja adalah hubungan dengan para rekan kerja. Seorang supervisor membangun
30 hunbungan positif dan membantu motivasi karyawan dengan berlaku adil dan
tidak diskriminatif, yang memungkinkan adanya fleksibilitas kerja dan keseimbangan bekerja memberi karyawan umpan balik yang mengakui usaha
dan kinerja karyawan dan mendukung perencanaan dan pengembangan karier untuk para karyawan.
4. Hubungan Kerja antar karyawan Hubungan kerja yang baik dan harmonis antar atasan dengan bawahan
sangat penting untuk menjalin hubungan baik dalam bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Agar dapat tercipta, dituntut adanya komunikasi
dua arah yang efektif dan keterbukaan antar sesama karyawan. Manajer memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan suasana
harmonis dengan memberikan contoh yang baik bagi bawahannya. Disamping itu, hubungan antar rekan sejawat juga sangat penting dalam
lingkungan pekerjaan. Hubungan yang harmonis dapat menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, sehingga karyawan akan bergairah dalam bekerja.
5. Ada Jaminan Karir penghargaan atas prestasi Karir adalah rangkaian posisi yang berkaitan dengan kerja yang
ditempati seseorang sepanjang hidupnya. Para karyawan mengejar karir untuk dapat memenuhi kebutuhan individual secara mendalam. Setiap orang akan
bersedia untuk bekerja secara keras dengan mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa ada jaminan karir
yang jelas dalam melakukan pekerjaan. Hal ini akan dapat terwujud bila perusahaan dapat memberikan jaminan karir untuk masa depan, baik berupa
31 promosi jabatan, pangkat, maupun jaminan pemberian kesempatan dan
penempatan untuk dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri karyawan tersebut.
6. Kebijakan dan Administrasi Perusahaan. Faktor lain yang diketahui dapat mempengaruhi motivasi adalah
didasarkan pada hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi. Bidang-bidang seperti kelayakan dari kebijakan manajemen, keadilan dari
tindakan disiplener, cara yang digunakan untuk memutuskan hubungan kerja dan peluang kerja semua akan mempengaruhi retensi karyawan , apabila
karyawan merasakan bahwa kebijakan itu terlalu kaku atau diterapkan secara tidak konsisten, mereka akan cenderung untuk mempunyai motivasi kerja
yang rendah.
2.1.5 Tujuan Pemberian Motivasi
Pemberian motivasi adalah suatu yang sangat penting yang dilakukan oleh para manajer untuk dapat bertahan. Karyawan yang termotivasi
dibbutuhkan untuk merubah lingkungan kerja secara cepat. Karyawan yang termotivasi membantu organisasi untuk bertahan.
Karyawan yang termotivasi akan lebih produktif, kreatif dan inisiatif. Untuk itu manajer perlu memahami apa yang memotivasi karyawan berkaitan
dengan peran yang ditampilkan. Pemberian motivasi pada dasarnya adalah memberi kepuasan kerja kepada karyawan dengan harapan karyawan akan
bekerja dan mempunyai produktivitas yang lebih baik lagi di dalam bekerja yang pada akhirnya kinerja organisasi juga akan semakin baik.
32
2.1.6 Pengukuran Motivasi Kerja
Pengukuran motivasi kerja dapat diketahui dengan melakukan survei dalam mendiagnosis bidang masalah tertentu kepada karyawan, sebagai
contoh, kuesioner diberikan guna mengumpulkan ide untuk memperbaiki sistem penghargaan kinerja atau untuk menentukan seberapa puas para
karyawan dengan program tunjangan mereka. Mathis 2002, menyatakan bahwa: salah satu jenis survei yang sering dilakukan oleh banyak organisasi
adalah survei yang sering dilakukan oleh banyak organisasi adalah survei sikap attitude survey yang berfokus pada perasaan dan keyakinan para
karyawan tentang pekerjaanya dan organisasi. Dengan berfungsi sebagai cara untuk mendapatkan data tentang cara
para karyawan memandang pekerjaan mereka. Survei ini dapat menjadi awal mula untuk meningkatkan motivasi kerja untuk periode waktu yang lebih
lama. Murray dalam Mangkunegara 2001, menyatakan bahwa: pengukuran
dapat dilakukan dengan melihat karakter orang sebagai berikut: 1. Melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya.
2. Kreatif dan inovatif. 3. Melakukan sesuatu untuk mencapai kesuksesan.
4. Menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha dan keterampilan.
5. Selalu mencari sesuatu yang baru.
33 6. Berkeinginan menjadi orang terkenal atau menguasai bidang
tertentu. 7. Melakukan pekerjaan yang sukar dengan hasil yang memuaskan.
8. Inisiatif kerja tinggi. 9. Melakukan sesuatu yang lebih baik dari pada orang lain.
Robbins dalam Sayuti 2006, menyebutkan bahwa pengukuran motivasi kerja dapat dilakukan dengan melihat pada beberapa aspek antara
lain sebagai berikut: 1. Mempunyai sifat agresif.
2. Kreatif di dalam melaksanakan pekerjaan. 3. Mutu pekerjaan meningkat dari hari ke hari.
4. Mematuhi jam kerja. 5. Tugas yang diberikan dapat diselesaikan sesuai dengan
kemampuan. 6. Inisiatif kerja yang tinggi dapat mendorong prestasi kerja.
7. Kesetiaan dan kejujuran. 8. Terjalin hubungan kerja antara karyawan dengan pimpinan.
9. Tercapai tujuan perorangan dan tujuan organisasi. 10. Menghasilkan informasi yang akurat dan tepat.
34
2.1.7 Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja job satisfaction merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya Robbins 2007:91. Kepuasan kerja adalah
perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristik-karakteristiknya Robbins dan Judge, 2007:99.
Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa kepuasan kerja adalah suatu respon yang menggambarkan perasaan dari individu terhadap
pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah kombinasi dari kepuasan kognotof dan efektif individu dalam perusahaan. Kepuasan afektif didapatkan dari seluruh
penilaian emosional yang positif dari pekerjaan karyawan. Kepuasan afektif ini difokuskan pada suasana hati mereka saat bekerja. Perasaan positif atau
suasana hati yang positif mengindikasikan kepuasan kerja. Sedangkan kepuasan kerja kognitif adalah kepuasan yang didapatkan dari penilaian logis
dan rasional terhadap kondisi, peluang dan atau ”out come”. Locke dalam Luthans 2006 memberikan definisi komprehensif dari
kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, afektif, dan evaluatif dan menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah ”keadaan emosi yang senang
atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.” Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai
seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa kepuasan kerja adalah
perasaan emosi yang menyenangkan atau positif yang dihasilkan dari penilaian kerja seseorang atau pengalaman kerja. Seseorang dengan tingkat kepuasan
35 kerja tinggi menunjukan sikap yang positif terhadap kerja itu, seseorang yang
tidak puas dengan pekerjaannya menunjukan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu. Robbins, 2007.
2.1.7.1 Faktor-faktor Kepuasan Kerja
Faktor-faktor kepuasan kerja yang diambil berdasarkan pada Job Descriptive Index, dimana terdapat pengukuran yang standar terhadap
kepuasan kerja, yang meliputi beberapa faktor yaitu pekerjaan itu sendiri, mutu dan pengawasan supervisi, gaji atau upah, kesempatan promosi, dan rekan
kerja. Job Description Index adalah pengukuran terhadap kepuasan kerja yang dipergunakan secara luas. Munandar, 2004 : 74, menyatakan ada lima
dimensi dari kepuasan kerja yaitu :
1.
Pekerjaan Itu Sendiri Setiap karyawan lebih menyukai pekerjaan yang memberikan peluang
kepada mereka untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan yang dimiliki, yang mampu menawarkan satu variasi tugas, kebebasan dan
umpan balik tentang seberapa baiknya merek dalam melakukan hal tersebut. Karakteristik tersebut membuat pekerjaan menjadi lebih
menantang secara mental. Studi-studi mengenai karakteristik pekerjaan, diketahui bahwa sifat dari pekerjaan itu sendiri adalah determinan utama
dari kepuasan kerja. Lima dimensi inti dari materi pekerjaan yang meliputi ragam ketrampilan skill variety, identitas pekerjaan task identity,
keberartian pekerjaan task significance, otonomi autonomy dan umpan balik feed back. Dari setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup
36 sejumlah aspek materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan
kerja seseorang. Adapun kaitan masing-masing dimensi tersebut dengan semakin besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan,
seseorang akan merasa pekerjaanya semakin berarti.
2.
Mutu Pengawasan Supervisi Kegiatan pengawasan merupakan suatu proses dimana seorang manajer
dapat memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh karyawannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Proses
pengawasan mencatat perkembangan pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan sehingga memungkinkan manajer untuk dapat mendeteksi
adanya penyimpangan dari apa yang telah direncanakan dengan hasil saat ini, dan kemudian dapat dilakukan tindakan pembetulan untuk
mengatasinya. Perilaku pengawas merupakan hal penting yang menentukan selain dari kepuasan kerja itu sendiri. Sebagian besar dari
studi yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa karyawan akan lebih puas dengan pemimpin yang lebih bijaksana, memperhatikan kemajuan,
perkembangan dan prestasi kerja dari karyawan nya
.
3.
Gaji Karyawan selalu menginginkan sistem penggajian yang sesuai dengan
harapan mereka. Apabila pembayaran tersebut tampak adil berdasarkan pada permintaan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar
pembayaran masyarakat pada umumnya, maka kepuasan yang dihasilkan akan juga tinggi. Gaji merupakan salah satu karakteristik pekerjaan yang
37 menjadi ukuran ada tidaknya kepuasan kerja, dalam artian ada atau
tidaknya keadilan dalam pemberian gaji tersebut. Gaji atau upah yang diberikan kepada karyawan merupakan suatu indikator terhadap keyakinan
seseorang pada besarnya upah yang harus diterima.
4.
Rekan Kerja Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi
dengan orang lain, begitu juga dengan karyawan di dalam melakukan pekerjaannya membutuhkan interaksi dengan orang lain baik rekan kerja
maupun atasan mereka. Pekerjaan seringkali juga memberikan kepuasan kebutuhan sosial, dimana tidak hanya dalam artikerja juga merupakan
bagian dari perwujudan salah satu teori motivasi menurut Alderfer yaitu kebutuhan akan hubungan Relatedness Needs, dimana penekanan ada
pada pentingnya hubungan antar-individu interpersonal relationship dan bermasyarakat social relationship. George Jones, 2002:59.
Pada dasarnya seorang karyawan juga menginginkan adanya perhatian dari rekan kerjanya, sehingga pekerjaan juga mengisi kebutuhan
karyawan akan interaksi sosial, sehingga pada saat seorang karyawan memiliki rekan kerja yang saling mendukung dan bersahabat, maka akan
meningkatkan kepuasan kerja mereka. Sayuti, 2006:257, dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya
Manusia” mengelompokkan faktor-faktor motivasi kedalam kedalam dua kelompok yang dapat menimbulkan kepuasan kerja yaitu, faktor eksternal
karakteristik organisasi dan faktor internal karakteristik pribadi. Faktor
38 eksternal karateristik organisasi yaitu : lingkungan kerja yang
menyenangkan, tingkat kompensasi, supervisi yang baik, adanya penghargaan atas prestasi,hubungan kerja antar karyawan, dan kebijakan
perusahaan. Faktor internal karateristik pribadi yaitu : tingkat kematangan pribadi, tingkat pendidikan, pengakuan, status dan tanggung
jawab, keinginan dan harapan pribadi, kebutuhan, kelelahan, dan kebosanan.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penggalian dari wacana penelitian terdahulu dilakukan sebagai upaya memperjelas tentang variabel-variabel dalam penelitian ini, sekaligus untuk
membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Umumnya kajian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti dari kalangan akademis dan telah
mempublikasikannya pada beberapa jurnal cetakan dan jurnal online internet. Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan motivasi kerja.
Purnomo 2004, melakukan penelitian dengan judul Pengaruh motivasi, Kepuasan dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Karyawan Studi Kasus di PT.
Arnotts Indonesia, Bekasi. Kesamaan dalam penelitian tersebut adalah metode penelitian yang dilakukan dengan metode survey dan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data utama dengan model analisis regresi berganda. Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti adalah 3 yaitu : motivasi,
kepuasan kerja, dan disiplin kerja. Sedangkan dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah motivasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel
39 motivasi, kepuasan kerja, dan variabel disiplin kerja terbukti mempunyai
pengaruh positif dan signifikan. Kusumawati 2006, dengan judul pengaruh faktor-faktor motivasi kerja
terhadap produktivitas karyawan studi kasus di PT. Asia Inti Selera, Bogor menyatakan bahwa faktor-faktor motivasi kerja yaitu status, prestasi,
pengakuan, pekerjaan yang dilakukan, tanggung jawab, administrasi dan kebijakan perusahaan, supervisi teknis, gajiimbalan, serta hubungan antar
karyawan memiliki hubungan yang positif dengan produktivitas karyawan. Sedangkan faktor kondisi kerja tidak memiliki hubungan yang positif dengan
produktivitas karyawan
.
Berdasarkan penelitian tedahulu dapat terlihat jelas bahwa secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan banyak
ragamnya. Kesimpulan yang diperoleh, faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Penelitian ini
merupakan penelitian lebih lanjut dari penelitian sebelumnya yang hasilnya dapat mendukung penelitian sebelumnya.
Praktek di lapangan dan pembahasannya tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya, yang membedakan adalah metode penelitian yang
dipakai, seperti : lokasi dan waktu penelitian, penentuan responden dan informasi, serta pengolahan dan analisis data.
40
2.3 Kerangka Konseptual