1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan perekonomian yang terjadi dengan begitu pesat, telah menghasilkan beragam jenis dan variasi barang jasa.
1
Begitu juga Indonesia, perkembangan yang terjadi pada akhir
– akhir ini membawa sebuah perubahan yang begitu signifikan terhadap Bangsa Indonesia. Hal ini dimulai dari terjadinya krisis
ekonomi pada pertengahan tahun 1997, yang akhirnya menyebabkan terjadinya reformasi total terhadap seluruh sistem penyelenggaraan pemerintahan, politik,
penegakan hukum, ekonomi, dan sosial budaya. Pada sisi yang lain, dengan makin berkembangnya teknologi telah mengubah
peta dunia menjadi lebih kecil dan mudah terjangkau serta tidak mengenal batas-batas negara, sehingga setiap permasalahan pembangunan negara cenderung mempunyai
ciri yang mengglobal. Globalisasi tersebut dapat juga dirasakan oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus berupaya
merubah cara-cara lama pelaksanaan pembangunan agar lebih menyesuaikan terhadap perkembangan lingkungan yang nyaris tak terbatas.
Pembangunan dan perkembangan perekonomian, khususnya bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang dan jasa
1
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Kencana, 2013 h. 1
yang dibutuhkan masyarakat sebagai konsumen. Globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telah memperluas ruang gerak arus transaksi
barang dan jasa melintasi batas – batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan
jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi dalam negeri maupun produksi luar negeri.
Kondisi yang demikian pada satu pihak akan memberikan manfaat bagi para konsumen, sebab konsumen sangat membutuhkan barang dan jasa yang berkualitas
untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhannya, sedangkan pelaku usaha danatau
penyedia jasa sudah barang tentu mengharapkan keuntungan yang sebesar – besarnya.
Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya kedudukan yang sangat tidak seimbang antara pelaku usaha dan penyedia jasa dengan konsumen, dimana konsumen akan
dijadikan objek aktivitas bisnis oleh pelaku usaha atau penyedia jasa. Konsumen selalu berada pada posisi lemah dibandingkan dengan produsen
ataupun pelaku usaha. Konsumen pada umumnya kurang memperoleh informasi lengkap mengenai produk yang dibelinya. Kenyataan seperti itu seringkali
disebabkan ketidakterbukaan
produsen mengenai
keadaan produk
yang ditawarkannya.
2
Pelaku usaha memiliki pengetahuan yang lebih tentang informasi atas keadaan produk yang dibuatnya. Mereka umumnya berada pada posisi lebih kuat,
2
NHT Siagian, Hukum Konsumen : Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Jakarta: Panta Rei, 2005, cet. Pertama, h. 14
baik dari segi ekonomi, dan tentunya pula dalam posisi tawar menawar bargaining position.
3
Setiap perusahaan pelaku usaha harus memiliki tanggung jawab sosial , yaitu kepedulian dan komitmen moral pelaku usaha terhadap kepentingan
masyarakat, terlepas dari kalkukasi untung dan rugi perusahaan. Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap perlindungan konsumennya.
4
Kondisi yang sangat tidak seimbang antara konsumen dengan pelaku usaha atau penyedia jasa merupakan suatu potensi yang sangat besar menimbulkan
persengketaan antara konsumen dengan pelaku usaha atau penyedia jasa. Untuk penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha atau penyedia jasa
dimungkin diselesaikan di luar pengadilan. Pada tingkat KabupatenKota penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dapat dilakukan melalui Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen yang ada di masing – masing KabupatenKota.
Pengaturan tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK di atur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dari pasal 49 sampai dengan
Pasal 58.
5
Menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 49 ayat 5 di sebutkan bahwa
” Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.
”
6
Tugas pokok BPSK
3
I b i d, h. 201
4
Zulham,Hukum Perlindungan Konsumen, h. 3
5
Abdul Halim Barkatullah, Hak – Hak Konsumen, Bandung : Nusa Media , 2010, Cet.
Pertama, h. 90
6
Direktorat Pemberdayaan Konsumen Ditjen Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan, Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 TentangPerlindungan Konsumen, t.t, t.p, t.h, h.42
adalah menyelesaikan sengketa – sengketa konsumen melalui jalur luar pengadilan,
yaitu dengan cara mediasi, arbitrasi atau konsiliasi. Proses kerja yang dilakukan oleh BPSK mirip dengan pengadilan, karenanya
BPSK disebut sebagai quasi badan peradilan untuk menangani kasus – kasus
konsumen, seperti halnya dengan badan penyelesaian sengketa di bidang perpajakan atau perburuhan.
7
Berkenaan dengan uraian di atas, peneliti merasa sangat tertarik untuk mempelajari dan mendalami tentang keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen BPSK dalam melindungi hak – hak para konsumen. Penelitian terhadap
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK dalam melindungi hak –hak para
konsumen yang dilakukan ini, tidak dimaksudkan untuk mendukung atau menentang fungsi dan kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK, akan
tetapi dimaksudkan untuk memposisikan fungsi dan kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK tersebut secara kontekstual dalam bidang perlindungan
konsumen. Untuk melaksanakan pasal 49 ayat 1 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam menyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi di
Kota tersebut maka di pandang perlu untuk membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, maka berdasarkan Keputusan Presiden No. 23 Tahun 2009 Tentang
Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Kota Tebing Tinggi,
7
NHT. Siagian, Hukum Konsumen : Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk , h. 265
Kota Binjai dan Kabupaten Bogor, terbentuklah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Kota Tebing Tinggi
Dalam Penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang berada di Kota Tebing Tinggi Sumatera
Utara. Oleh karena itu, judul dalam penelitian ini adalah, “Peranan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK Kota Tebing Tinggi dalam Perlindungan Konsumen di Kota Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara
”.
B. Pembatasan Masalah