Gambaran Kepuasan Perkawinan Partisipan III

luar biasalah. Hampir nggak ada istrirahat ya kan. Bidan juga dulu kan ngasih obat itu dia bilang, inang minum aja obatnya dikit-dikit, biar badannya nggak capek kali, ” R3.W1b.357-365hal.9 “… Jadi kalo namboru capek, pikiran juga capek, namboru minum matol itu perasaan itu keknya enak gitu, obat penenang mungkin yah, kekna peredaran darah itu lancar. ” R3.W1b.366-370hal.9-10

c. Gambaran Kepuasan Perkawinan Partisipan III

Partisipan sering menghayal dan menginginkan kesembuhan suaminya. Partisipan merindukan saat-saat berjalan bersama suaminya, saat-saat pergi ke pesta berdua. Partisipan menginginkan kebiasaan yang dulu sering dilakukan bersama suami. “…Hahahaha..seringlah. menghayallah namboru. Seandainyalah dia sembuh. Kami bisa jalan lagi sama-sama. Ke pesta sama-sama, naik kreta. Kadang namboru pengen naik kreta kek dulu. Kalo ke gerja kan kami sama naik kreta.” W2.R3.b. 811-816hal.20 “…Iya kadang liat orang jalan sama suaminya, naik kreta kesana kemari.. kadang namboru pikir kapanlah aku kekgitu ya? Hahahaha..nggak mungkin lagilah ya ? udah tua ajapun namboru masih mikir kek gitu. Tapi angan-angan itu yang kek gitu-gitu seringlah muncul di pikiran namboru..” W2.R3.b.817- 825hal 20 Partisipan merasakan adanya kesulitan yang dirasakan pada dua tahun pertama suaminya terserang stroke. Kondisi suami yang tidak sembuh-sembuh membuat partisipan sering menangis. “…Ooo.. kalo kesulitan. Pasti kesulitan. Pertama-tama dululah. Kira-kira sampe 2 tahunlah kurasa itu aku masih nggak terima, masih sering nangis, setelah itu udah biasa aja kurasa. Mungkin jadi terbiasa kita menghadapinya. Nggak ada lagilah, kalopun ada namboru udah terlatih untuk menerimanya. Udah biasalah semua. Ya kadang nggak terima, kadang terima. Gitu..kalopun kadang namboru marah, ya lama-lama juga kan hilang. Kan? Hahahaha.. W2.R3.b.795-799hal.20 “…jadi dulu masa-masa itu Namboru nangis aja trus. Kalo skarang air mata Namboru keknya udah nggak ada lagi.” R3.W1b.260-262hal.9 Universitas Sumatera Utara Dalam pergaulannya sehari-hari, partisipan menjaga perilakunya di depan masyarakat. Partisipan merasa bahwa dirinya harus membatasi perilakunya di depan masyarakat untuk menghindari penilaian negatif mengingat suaminya telah terserang stroke. Kondisi suami yang stroke menyebabkan partisipan merasa bahwa dirinya tidak sembarangan bersenang-senang di depan masyarakat. Partisipan merasa tidak sembarangan memasuki kelompok masyarakat tertentu melihat kondisinya yang memiliki suami penderita stroke. “…Dulu ada opung kami pesta. Manortor kan, kupapah-papahlah dia. Nggak enak, udah nggak semangat lagilah kalo pesta. Mau manortor juga nggak enak, apa kata orang, masak suaminya udah stroke, dia masi senang-senang, kata orang pula gitu ya, ” R3.W1b.267-272hal.9 “...iyah, perasaan itu keknya kita dah nggak masuk lagi sama sembarangan sama orang, tau dirilah udah punya suami stroke. …” R3.W1b.259-263hal.7

1. Komunikasi

Partisipan malas bercerita dengan suaminya. Partisipan merasa suaminya merasa dirinya yang paling benar dan ketika partisipan IIngin bercerita pada suami, partisipan dimarahi oleh suaminya. “…Nggak, dari dulu juga nggak, karena yang tadi namboru ceritakan. Amang borumu ni merasa dia yang paling benar, jadi kalopun namboru kadang cerita dia malah nyalahkan namboru. Jadi malas cerita. Kalo dulu anak-anakku masih ada, namboru cerita sama mereka ajalah.” W2.R3.b.688-693hal.17 “…Nggak, malas namboru cerita sama dia. Karena dia merasa dia aja yang benar, yang namboru bilang itu salah semua. Kek namboru bilang stroke. Dia bilang namboru salah. Strop katanya. Hahahaha..”W2.R3.b.546-54914 . Suami partisipan adalah seorang yang gampang marah pada partisipan. Partisipan sering dimarahi oleh suaminya dengan suara yang kuat. Hal ini membuat munculnya rasa malu pada diri partisipan terhadap tetangganya ketika Universitas Sumatera Utara suaminya marah. Kondisi demikian membuat partisipan malas mengajak suaminya cerita, apalagi ketika suaminya melotot dan memegang kepala menunjukkan dia tidak suka pada sikap partisipan. “…Stresslah, ngerilah pokoknya, apalagi sejak amangborumu ini sakit kan, namboru mau cerita kalo namboru tu sakit. Langsung marah dia. Kuat kali suaranya. Sampe namboru malulah sama tetangga disini. Kalo namboru ngomong kan, mau curhat, jangan kau buat aku panik katanya, dipegangnya kepalanya, matanya melotot. Hmmm…diamlah namboru.” W2.R3.b.642- 649hal.16 2 Kegiatan Mengisi Waktu senggang Partisipan merasakan adanya waktu luang yang berkurang sejak suaminya menderita stroke. Waktu luang partisipan dimanfaatkan untuk pergi ke ladang dan untuk beristirahat. Bagi partisipan, pergi ke ladang dan bercerita dengan tetangganya dapat mengurangi pikiran dan rasa suntuk yang dirasakan partisipan. “…Berkuranglah, kan harus banyak tinggal dirumah.” R3.W1b.440- 441hal.11 “…Apalah kerjaan, ke ladanglah, kadang kutinggalkan amangborumu dirumah, kadang kalo di rumah terus kan bisa jadi suntuk. Banyak pikiran. Badan kan sakit kalo tidur terus. Kadang cuma dua jam aja di ladang, tapi lumayan kan nggak banyak pikiran, menambah kegiatan.” R3.W1b.416-421hal.11 “…Masih lah, namboru apalah kerjaannya. Nggak ada juga banyak waktu kosong, tapi masih ada. Lagian namboru nggak suka tidur aja, namboru lebih senang ada kegiatan. “R3.W1b.434-438hal.11 “…Berkuranglah, kan harus banyak tinggal dirumah.“ R3.W1b.440- 441hal.15 “…Kalo ada waktupun namboru tidur, cerita-cerita sama tetangga buang suntuk ya kan, nggak menikmatilah berdua. Hahahaha…” R3.W1b.454- 456hal.12 Universitas Sumatera Utara Partisipan kurang menikmati waktu luang bersama dengan suaminya, dimana suami sering tidur sehingga jarang menikmati waktu luang bersama. “…Kadang senang juga namboru sama amangborumu kalo dia lagi baik, tapi lebih seringlah nggak menikmati waktu. Kan dia tidur aja terus, namboru kan banyak kerjaan, ke ladang, masak, nyuci, smualah. Nggak sering juga sama. “ R3.W1b.449-453hal.11

3 Orientasi Keagamaan

Sejak suaminya stroke, partisipan menjadi semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, dimana partisipan semakin sering berdoa. Bagi partisipan, berdoa akan membuatnya lebih tenang. Partisipan sering berdoa sambil menangis di awal suaminya terserang stroke. Dalam doanya partisipan pernah meminta Tuhan memanggil suaminya karena tidak tahan dengan kondisi suaminya yang tidak sembuh-sembuh dan disebabkan oleh suami yang suka marah-marah pada partisipan. “…Iyalah, makin seringlah berdoa. Kadang berdoa kita jadi lebih tenang, apalagi dulu awal-awal. Sampe nangis-nangislah berdoa. “R3.W1b.391- 393hal.10 “…Kalo namboru sama Tuhan minta, cepatlah panggil dia kubilang, hahaha..tapi kan bukan kita yang atur, ya diuruslah.. namboru nggak tahan dia yang suka marah-marah. ” R3.W1b.395-399ha10 “…Iyah, kalo dulu sering namboru minta sembuh, nggak sembuh-sembuh. Jadi udah capek mintanya. Ya terserah Tuhan ajalah. ” R3.W1b.401-402hal.10 Sadar dengan kesalahan yang dijalaninya, partisipan dan suami kemudian meminta pengampunan dosa dimana partisipan dan suami menyadari bahwa Universitas Sumatera Utara mereka telah salah jalan. Pengampunan dosa dilakukan dengan cara meminta didoakan oleh pengetua-pengetua gereja. “…Dia bilanglah, kita minta pengampunanlah sama Tuhan, kita udah salah jalan katanya, kami panggillah semua pengetua gereja, minta doa lah, didoakanlah pengampunan sama Tuhan.”R3.W1b.236-239hal.6 “…Iyalah, makin seringlah berdoa. Kadang berdoa kita jadi lebih tenang, apalagi dulu awal-awal. Sampe nangis-nangislah berdoa. …” R3.W1b.391- 393hal.10 Partisipan merasa bersyukur dengan kondisi keagamaannya saat ini karena partisipan merasa bahwa berkat Tuhanlah yang membuatnya mampu bertahan. Partisipan merasa puas dengan keagamaanya saat ini. “…Bersukurlah namboru bisa tetap bertahan. Bersyukur karena namboru tahan. Ini juga mungkin karena berkat Tuhan ya kan makanya namboru sampe saat ini masih kuat. ” R3.W1b.405-408hal.10 “…Puaslah biarpun keadaannya kekgini namboru ambil positifnya aja. Masih banyak yang lebih parah kan kalo kita liat yang disana sana. ” R3.W1b.411- 413hal.11 4 Resolusi Konflik Pengambilan keputusan dalam rumah tangga biasanya didiskusikan bersama dengan suami. Keputusan yang diambil bersama dengan suaminya kadang terpaksa diterima partisipan karena suami yang menganggap keputusannya yang paling benar. “…Diskusilah, kan nggak mungkin namboru ambil keputusan sendiri. Marahlah dia nanti. “W2.R3.b.704-706hal.18 “…Kadang senang, karna cocok kurasa. Tapi kadang kan harus keinginannya yang diikuti, ya kadang namboru terpaksalah terima.” W2.R3.b.710- 712hal.18 Universitas Sumatera Utara Partisipan merasakan banyak masalah yang muncul sejak suaminya stroke. Salah satu masalah adalah mengurus anaknya yang sakit-sakitan, dimana anaknya tersebut saat ini tinggal bersama anak partisipan di Jakarta. Masalah lain yang dirasakan partisipan adalah ketika suaminya marah-marah, dimana pascastroke suami partisipan semakin sering marah-marah. “…Banyaklah masalah. Masalah kalo kek dulu masih ada anakku yang sakit itu kan, repot kali kurasa. Masalah kalo amangborumu marah-marah lagi, nggak enak perasaan ya kan.”W2.R3.b.502-506hal.13 “…Dulu mau juga, tapi sejak sakit jadi makin seringlah. W2.R3.b.524- 525hal.13 Selain berusaha mengatasi masalahnya dengan berdoa, partisipan juga menghadapi masalah suami yang sulit diurus, partisipan mengatasinya dengan bercerita atau meminta pertolongan pada anaknya. “..Namboru berdoalah, sekalian cerita sama Tuhan. Kalo masalah amangborumu yang nggak bisa diurus kadang namboru ceritalah sama anak- anak namboru. Biar mereka ngomong sama bapaknya, ditelpon aja, gitu..”W2.R3.b.680-685hal.17 5 Manejemen Keuangan Kondisi pascastroke suami, suami jadi berhenti bekerja. Bagi partisipan hal ini sulit diterima di awal suami stroke. Tetapi karena usianya yang sudah lanjut, partisipan menganggap suaminya pension lebih cepat. Bagi partisipan keadaan ekonominya yang pas-pasan merupakan hal yang biasa dan tidak menjadi masalah dalam keluarganya. “…Kek gitulah, awalnya dulu nggak terima juga. Kan enak kalo suami kita masih kerja. Tapi lama-lama namboru pikir nggak papalah, kan udah tua juga. Anggap aja pensiunnya dipercepat. Hahaha..ya kan? Kalo masalah ekonomi namboru udah biasa keadaannya kekgini. Pas-pasanlah menurut namboru, nggak terlalu masalahlah buat namboru.” W2.R3.b.722-728hal.18 Universitas Sumatera Utara Saat ini partisipan merasakan keadaan ekonomi sebagai sesuatu yang bisa dianggap biasa. Bagi partisipan suami stroke tidak begitu mempengaruhi keadaan ekonomi keluarganya, dimana suami mendapatkan uang pensiunan suaminya setiap bulannya. Selain itu, keuangan partisipan juga dibantu oleh anak-anaknya. “…Hahaha..ya gitu-gitulah. Amang boru dulu kan guru, ya masih dapat gaji. Pensiunanlah dia. Tapi kan nggak banyak. Itulah kami pake sikit-sikit. Kalo kurang kadang kan dikirim sama anak-anak namboru.” W2.R3.b.715- 718hal.18 Setiap harinya sebelum berangkat ke ladang partisipan mendoakan dan menyerahkan suaminya yang ditinggalkan di rumah sendirian kepada Tuhan. Dengan keyakinan partisipan pulang dan menemukan suaminya dalam keadaan sehat, partisipan melakukan kegiatan sehari-harinya berangkat ke ladang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. “…Kalo namboru udah biasa aja. Kalo namboru pagi-pagi berdoalah. Tuhan jagalah dia, kutinggalkan sehat-sehat, kudapat juga sehat-sehat kubilang gitu. Ya sampe sekarang kutinggalkan pun dia, baik-baik aja. Hahaha Kalo namboru pergi, namboru yakin aja namboru pulang masih sehat” W2.R3.b.760-764hal. 19 6 Hubungan Seksual Partisipan telah memasuki dewasa madya saat suaminya terserang stroke. Kondisi suami yang stroke menyebabkan adanya perubahan dalam hubungan seksual. Bagi partisipan, perubahan seksual ini bukanlah sesuatu yang penting di usia partisipan saat ini. Universitas Sumatera Utara “…Nggak masalah itu buat namboru. Nggak papalah. Namanya juga orang tua, dulu juga kan dia udah menjalankan peran sebagai suami. Namboru trima-trima ajalah.” W2.R3.b.786-788hal. 19-20 “..Hahahaha..o gitu-gitu kalo udah tua nggak lagilah apalagi udah sakit. Nggak penting kalilah namboru rasa. Waktu dulu waktu masih sehatpun kan jarang- jarang karna udah tua. Yah sekarang nggak lagilah. W2.R3.b.732-736hal.18 7 Keluarga dan teman Sehari-hari partisipan memiliki banyak teman, dimana partisipan adalah seorang perempuan yang rajin ke gereja. Bagi partisipan memiliki banyak teman dan rajin pergi ke gereja merupakan pengobat hati satu-satunya. Bagi partisipan kondisi suami merupakan masalah dimana di awal suami terserang stroke waktu partisipan untuk berkumpul dengan teman-temannya menjadi berkurang. “…Masihlah, banyak apalagi Namboru kan nggak mau nggak ke gereja, selalu gereja. Itulah obat satu-satunya yang ngobatin hati ya kan, orang-orang juga.” R3.W1b.269-271hal.7 “…Senang ya nggak jugalah, tapi nggak masalahlah kurasa. Biasa aja namboru. Kalo dulu awal-awal memang terasa udah nggak bisa keluar lagi. Nggak bisa lagi sering-sering ngumpul-ngumpul sama kawan-kawan.” R3.W1b.464- 468hal.12 Menghadapi suaminya, partisipan berusaha sabar dan melawan perasaannya. Partisipan memilih bercerita pada tetangga-tetangganya yang dianggap baik oleh partisipan. “…Woo.. namboru mana mau nangis trus, nggak maulah. Masak harus diikutin, dilawanlah perasaan tuh, jangan diikutin. Ketawa-ketawa ajalah. Apalagi disini baik-baik semua. Sering jadi tempat cerita kan, W2.R3.b.674- 678hal.17

8 Kehadiran Anak dan Menjadi Orang Tua

Universitas Sumatera Utara Kehadiran anak-anak dan perannya sebagai orang tua adalah hal yang membuat partisipan bahagia. Bagi partisipan kehadiran anak-anaknya meringankan beban yang dirasakannya karena anak-anaknya yang peduli pada partisipan. “…Senanglah, anak-anak namboru semua mengerti sama keadaan namboru. Mereka semua peduli sama amangboru, jadi namboru merasa beban itu berkurang. Senanglah pokoknya.” R3.W1b.482-486hal.12 Masa sulit dirasakan ketika partisipan harus merawat anaknya yang suka sakit- sakitan sekaligus merawat suaminya yang stroke. Saat ini anaknya tinggal bersama dengan salah satu anak partisipan yang tinggal di Jakarta. Partisipan mengatakan anaknya yang tinggal dijakarta merawat anak bungsunya karena kasihan dan ingin meringankan beban partisipan yang repot mengurus suaminya. “…Berkuranglah, kan harus banyak tinggal dirumah. Dulu sih masih ada anak Namboru yang belum kawin, sakit-sakitan. Dulu Namboru kesulitan juga ngurusnya. Sekarang dia udah diambil kakaknya yang di Jakarta. Karena kasihan liat Namboru ngurus Amangboru lagi kan. Aku ajalah yang jaga katanya.” R3.W1b.441-446hal.11 9 Kepribadian Pascastroke partisipan merasakan adanya perubahan kepribadian suaminya. Partisipan merasa suaminya semakin manja, cerewet dan semakin kasar pada partisipan. Partisipan juga sering dimarahi oleh suaminya sejak suaminya terserang stroke. Perubahan ini membuat partisipan berusaha menyadarkan suaminya dengan cara mendengarkan radio tentang keagamaan di pagi hari. Selain perubahan tersebut partisipan juga merasakan suaminya menjadi semakin tidak sabar. “…Adalah, jadi makin manja. …” R3.W1b.283hal.7 Universitas Sumatera Utara “…Iya, manja kali, cerewet lagi. Ooo dah berkurang banyak tu sejak namboru sering pasang radio tentang kebaktian itu yang pagi-pagi. ..Kalo sebelumnya dia kan suka marah-marah, kadang kebun binatang namboru dipangilnya, hahahaha anjing ini katanya, …” R3.W1b.286-288, 293-296hal.8 “…Sejak dia sakit maulah dia bilang kekgitu, kebun binatanglah keluar semua. Baru-baru sakit dulu kan harus cepat-cepat tu. Terlambat dikit kenalah. Kalo misalnya dia suruh ngambil air putih, dia maunya harus langsung ada di depan mata. Padahal kita kan masih harus ngambil ke dapur dulu. Kalo lama-lama gitulah, teriak lah dia, jadi kata-kata binatanglah yang keluar.…” R3.W1b.298-307hal.8 “..Kalo mau mandi misalnya dia kan, ambilah air. Harus cepat-cepatlah udah gitu kan harus air panas dia mandikan, cuci muka juga pake air panas, mandi juga. Gitu. R3.W1b.308-311hal.8 Partisipan tidak jarang marah ketika suaminya berbicara kasar. Suami bahkan mau berteriak memanggil partisipan dengan tidak sabar, hal ini membuat partisipan merasa malu kepada tetangga-tetangganya. Menghadapi suami partisipan kadang berusaha membujuk suaminya. Partisipan mengakui bahwa diawal perubahan kepribadian suami, partisipan tidak menerima dan sering menangis dengan perilaku suaminya. “…Memang kadang namboru mau juga marah kalo dia kasar, kalo kita iya-iya aja kan, makin sering nanti dia kasar ma kita. Ya udah kadang namboru lawan jua dia, tapi mungkin liat situasilah. Kadang kuat kali lah suaranya teriak. Sampe malu sama tetangga. Kadang namboru ngalahlah, kadang namboru bujuk-bujuklah dia. Macamlah dek, kek anak-anak juga kurasa.. Ya kalo dulu waktu masih baru-baru sakit, sering nangis juga namboru kalo dia kekgitu, tapi lama-lama hilang juga. Udah terbiasalah. …” R3.W1b.318-329hal.9 “…Hahahah..kek mana lagi mau senang inang udah kekgitu. Nggak lah, itulah kadang yang buat namboru marah. Nggak terima dia kekgitu. Kasar, suka marah-marah, perasaan paling benar terus ya kan, nggak trimalah. …” R3.W1b.346-350hal.9 Partisipan berusaha memahami perubahan kepribadian suaminya dengan menyadari kondisi strokelah yang menyebabkan suaminya berubah, tetapi Universitas Sumatera Utara kebiasaan suaminya yang kasar membuat partisipan merasa tidak tahan dan nggak terima. Partisipan berusaha menerima keadaan suaminya. Partisipan merasa capek merawat suaminya dan suaminya tidak menghargai perasaan dan usahanya. Partisipan menginginkan suaminya membujuk atau memuji dirinya. “…Ya, mungkin karna dia sakitlah ya makanya kek gitu. Tapi namboru kadang ngak tahan juga. Kadang kumaafkan dia, nggak papa pikirku. Tapi lebih seringlah aku sedih ya kan? Nggak terima, namanya kita juga capek merawat, ya maunya dihargailah perasaan kita ya kan. Maunya baik-baiklah dia. Kita juga kadang pengen dibujuk, dipuji kalo kita baik. Gitu kan? Hahahaha…” R3.W1b.331- 338hal.9 Ketika suaminya mengucapkan terima kasih atas kebaikannya, partisipan merasa sedih dan senang karena merasa suaminya mengerti akan usaha partisipan. “…Pernah, dibilangnya makasih ya, sabar kali kau menghadapi aku katanya kalo dia lagi baik. Ya namboru jadi sedih juga kek gitu. Tapi senang juga. Perasaan kita itu kita merasa dia ngerti, gitu.. …” R3.W1b.340-343hal.9 Partisipan juga marah ketika partisipan merasa suaminya tidak mengerti bahwa partisipan sudah capek mengurus suami sementara suaminya selalu mencari cara untuk menarik perhatian partisipan. Partisipan pernah marah pada suaminya dan meninggalkan suaminya di rumah salah satu anaknya. Hal ini membuat suami partisipan menangis dan merindukan keberadaan partisipan disisinya. “…Dia selalu kekgitu, kalo namboru udah capek kan kadang nggak tahan juga, marah juga namboru. Dia udah tau namboru capek pun dia nggak mau ngerti. Minta diperhatikan aja terus. Kan suntuk kek gitu. Daripada dia biasakan kek gitu. Kalo kau mau mati, mati aja, aku nggak takut mati. Tuhan yang atur itu semua kubilang gitu.” W2.R3.b.598-605hal.15 “…Kalo namboru ada dimarah-marahinnya terus. Namboru kan pernah ninggalin dia di Jambi. Karna panen. Masih seminggu udah ditelponnya namboru. Nangis-nangis dia, kau tinggalkan aku katanya. Jemputlah aku katanya gitu. “W2.R3.b. 625-630hal.16 Universitas Sumatera Utara “…Sedihlah, marah. Kadang namboru bilang sama amangborumu kalo kau masih marah-marah, kutinggalkan kau nanti kubilang gitu. Kadang kalo kita baik kan dia jadi minta diperhatikan trus..” W2.R3.b.652-655hal.16 10 Peran Egalitarian Saat ini partisipan merasa ada perubahan peran sejak suami terserang stroke. Semua kegiatan dilakukan sendiri oleh partisipan. Partisipan sudah terbiasa dengan kondisi suaminya karena suaminya sudah lama menderita stroke. Tetapi partisipan akan merasa suntuk dan marah ketika suaminya tidak bisa merubah kebiasaanya yang suka tidur dan ketika suaminya berusaha pura-pura mati untuk menakuti-nakuti partisipan. “…Kalo sekarang sih udah biasa aja semuanya, udah biasa dijalani kan, jadi udah terbiasa.” W2.R3.b.564-565hal.14 “..Ooo..kalo gitu nggak masalah buat namboru. Nggak sama lagilah kek dulu. Dulu dia kan kerja, kami sama-sama ke ladang dulu. Skarang nggak lagi. Namboru ajalah yang ke ladang dia dirumah aja. Ya perannya berubahlah.” W2.R3.b.779-784hal.19 Bagi partisipan pembagian peran yang tidak seimbang disebabkan oleh suaminya yang stroke merupakan sesuatu yang bisa diterima, mengingat suaminya sudah melakukan perannya sebagai suami sebelum mengalami serangan stroke. “…Nggak masalah itu buat Namboru. Nggak papalah. Namanya juga orang tua, dulu juga kan dia udah menjalankan peran sebagai suami. Namboru trima-trima ajalah.” W2.R3.b.786-789hal.20-21 Hal yang tidak disukai partisipan dari suaminya adalah kebiasaan suaminya untuk menarik perhatian partisipan yang kadang berlebihan, dimana suami partisipan pernah berpura-pura mati untuk menarik perhatian partisipan, dan hal Universitas Sumatera Utara ini membuat partisipan kesal dan marah pada suaminya. Partisipan juga tidak menyukai kebiasaan suaminya yang suka tidur dan malas melakukan terapi. “…Hm…itulah kebiasaannya yang suka tidur. Namboru malas liatnya. Maunya dia rajinlah bergerak, jalan kalopun nggak ada namboru, jangan tidur aja, itulah yang buat namboru suntuk. Makanya kubilang, memang kau nggak ada semangatmu, mending kau mati aja. Dulu dia pernah pura-pura mati nakut- nakutin namboru,.” W2.R3.b.582-588hal.15

4. Interpretasi Data Partisipan III