Dalam mengatasi masalah keuangan keluarga, partisipan mengharapkan mertuanya mengerti kondisi ekonomi keluarganya dengan cara memberikan kede
mertuanya untuk dikelola oleh partisipan. Dengan demikian partisipan bisa merawat suaminya dirumah sekaligus juga merwat anak-anaknya, dimana
sebelum suaminya stroke mertua partisipan telah berjanji akan memberikannya pada partisipan.
“…Itulah yang kemarin kuceritakan samamu. Awak mengharapkan maunya mertua Awak ngertilah keadaan ekonomi kami skarang ini. Maunya dikasihnya
kede itu kujaga, biar Awak bisa rawat Dia dirumah sama anak-anakku juga. Tapi sampe skarang mertua Awak blom ada bilang sama Awak. Padahal Dia udah
pernah janji…”R1.W1b 340-347hal.9.
5. Manejemen Keuangan
Setelah suami stroke, partisipan merasakan adanya kesulitan dalam ekonomi keluarga. Dimana partisipan tidak bekerja dan juga tidak mendapatkan bantuan
dari keluarganya. Sebelum terserang stroke, suami partisipan adalah pedagang snack keliling. Tetapi saat ini partisipan menunggu bantuan dari keluarganya
karena tidak adanya yang mencari nafkah dalam perkawinannya. “…Ekonomi ya nggak ada, kalo ada bantuan dari keluarga ya ada, kalo nggak
ada ya nggak ada…”R1.W1b.320-321hal.8 “..Jualan yang keliling-keliling itu, jual ciki-ciki…”R1.W1b.325-326hal.8-9.
Kondisi suami yang tidak lagi bekerja membuat partisipan merasa suntuk. Partisipan ingin sekali bekerja untuk mendapatkan gaji untuk membiayai anak-
anaknya. Tetapi keinginannya tersebut tidak dapat dilakukan karena harus merawat suaminya yang stroke.
“…Itulah yang sering kupikirkan, jadi suntuk Awak, kadang Awak pikir, maunya Awak kerja, dapat gaji biar cukup untuk biayai anak-anakku, pingin kali
Universitas Sumatera Utara
Awak dapat kerja lagi kek dulu tapi Awak pikir kalo Awak kerja siapa yang jagain Dia, serba salah lah pokoknya Dek…” R1.W1b.170-175hal.5.
Dari segi keuangan keluarga partisipan merasakan ketidakpuasan. Partisipan sudah merasakan hal ini sejak menikah, dimana menurut partisipan suaminya
adalah seorang yang pelit dan tidak mempercayakan keuangan pada istri. “…Kekmanalah lagi mau puas kondisinya kekgini Dek, sebenarnya sejak
kawinpun Awak udah nggak puas lagi, karena Dia itu orangnya pelit, nggak percaya sama istri, Awak aja nggak pernah dikasih megang
uang…”R1.W1b.353-358hal.9.
Manejemen keuangan merupakan tugas partisipan setelah suaminya stroke. Partisipan merasa stress karena kondisi keuangan keluarganyayang sudah tidak
ada. Hal ini membuat partisipan selalu meminta bantuan kepada keluarga dan membuat partisipan ingin bekerja untuk menggantikan suaminya mencari nafkah.
“…Uang Awaklah yang ngatur, nunggu bantuanlah dari keluarga, karena nggak ada lagi yang nyari uang…” R1.W1b.331-333hal.9
“…Yah itulah Awak stress Dek, nggak ada uang, malu juga minta-minta bantuan orang lain. Makanya Awak pingin kerja, tapi mau gimana nggak bisa
juga…”R1.W1b.343-346hal.12.
6. Hubungan Seksual
Setelah suami terserang stroke, terdapat gangguan dalan hubungan seksual yang dirasakan partisipan. Partisipan kasihan pada keadaan suaminya. Bagi
partisipan masalah dalam hubungan seksual bukanlah hal yang penting dimana partisipan lebih mementingkan kesehatan suaminya kembali pulih. Partisipan
merasakan adanya perubahan dalam hubungan seksual. “…Seksual ada juga, kekmanalah kubilang ya, ada juga, yah berubah nggak
kek sehat dulu ya, mungkin apanya itu eceknya mungkin masih normal, kalo umpamanya mau pingin Dia, ditariknya Awak gitu, dulu kirain udah mati sebelah,
udah nggak bisa lagi tapi yah gitu masih mau Dia narik Awak yah Awak apalah,
Universitas Sumatera Utara
kasian juga Awak sama Dia, yah tapi berubah paling sekali-kali aja…”R1.W2b.363-370hal.9-10.
“…Kekmanalah kubilang ya, Awakpun nggak kesitu pikiran, yang penting sehat, kadang Dianya yang kepingin, kalo Awak ini, apalah udah nggak penting
lagi yang kekgitu…”R1.W2b.373-376hal.10.
Partisipan merasakan adanya gangguan dalam hubungan seksual. Ketika suami menginginkan hubungan seksual, partisipan mengikuti kemauan suaminya, karena
rasa kasihan yang dimilikinya pada suaminya. “…Ya terganggu, cuman kasian juga sama Dia, ya ikutin
ajalah…”R1.W2b.379-380hal.10 “…Seksual yah nggaklah, tapi ya nggak kesitu lagi pikiranku, kalo Dia
mungkinlah kalo Awak pikiranku udah hancurnya semua, yang penting sembuh ajalah…”R1.W2b.382-384hal.10.
7. Keluarga danTeman
Partisipan masih mendapatkan dukungan dari adik-adiknya. Partisipan merasa bahwa keluarga suaminya tidak memberikannya dukungan. Partisipan juga
merasakan bahwa sejak suaminya stroke, suaminya juga sudah tidak dihargai oleh pihak keluarga suaminya karena kondisi suaminya yang sudah tidak bisa
berbicara. “…Kalo adek-adekkku apalah ya kan kasiannya mereka sama Awak, sabar-
sabarlah Kak katanya kekgitu, keluarga Dianya yang nggak enak sama Kakak, mereka keknya lain gitu, sblom sakit Dia nggak pa pa, masi dihargai abangmu,
sejak abangmu sakit udah nggak ada lagi dihargai apa-apa apalagi udah nggak bisa ngomong udah nggak takut lagilah…”R1.W1b 260-267hal.7
“…Mana ada, mereka malah selalu buat Awak sakit hati kata-kata mereka semua menyinggung perasaanku terus. Apalagi sejak Abangnu ini nggak bisa
ngomong, udah nggak ditakuti lagi jadi semua kata-kata mereka Awak yang mendengar, sakit hati…” R1.W1b 291-297hal.8
Universitas Sumatera Utara
Masalah juga dirasakan partisipan ketika harus menghadapi kondisi keluarga suaminya , keadaan dimana dalam perkawinannya tidak ada yang mencari nafkah
dimana partisipan hanya seorang ibu rumah tangga. Selain itu partisipan mengatkan dia tidak bisa bekerja karena suaminya tidak ada yang menjaga.
“…Banyak masalah menghadapi keluarganya, cari makan nggak ada lagi, dulu abang yang kerja. Kakak cuma ibu rumah tangga, apalah kerjaan Awak mau cari
kerja juga nggak bisa, dulu abangmu kan naek kreta jualan, Awak nggak bisa naek kreta, yah apalah kerja Awak nanti Awak nyari kerjaan sapa yang
jagain…”R1.W1b 269-275hal.7.
Partisipan merasa mertuanya baik, tetapi merasakan hal yang berbeda ketika dibandingkan dengan keluarga suaminya yang lain seperti kakak dan adik
suaminya. Partisipan juga menceritakan tentang keadaan dimana kakak iparnya sering menghasut mertuanya untuk tidak membantu partisipan.
“…Kalo mertua Awak sebenarnya baiknya Dek, cuma Kakak abangmu ini ada disamping rumah kami sekarang ini, Dia udah janda, nggak baiklah pokoknya Dia
selalu mengurusi rumah tangga Awak, mertua Awak juga selalu dihasutnya. Mertua Awak juga percaya-percaya aja sama Dia kalo nggak gara-gara Dia
mungkin mertua Awak udah ngasih kedainya kuusahakan…”R1.W1b.282- 290hal.10.
Pendapat partisipan tentang pengaruh keluarga pihak suami adalah bahwa keluarga membuat partisipan merasa tidak betah dengan keadaan yang sedang
dihadapinya, dimana partisipan tidak merasakan dukungan dari keluarga suaminya dan bagi partisipan keluarga suaminya malah mempersulit keadaan yang dihadapi
partisipan dan membuat partisipan merasa sering sakit hati. Bahkan timbul pikiran partisipan untuk meninggalkan suaminya. Partisipan berpendapat bahwa keluarga
suaminya tidak menginginkan kesehatan suaminya kembali pulih. “…Mereka membuat Awak merasa tidak betah dengan keadaan ini, seharusnya
mereka mendukung Awaklah ya kan, Awak udah punya suami yang stroke, itu kan adek mereka. Seharusnya mereka memberikan semangat, tapi mereka malah
mempersulit keadaan. Membuat Awak sering sakit hati, kadang Awak terpikir,
Universitas Sumatera Utara
kalo Dia kutinggalkan, kek mana ya diurus keluarganya nggak ya? Pikirku gitu Dek…”R1.W2b.416-424hal.11
“…Seperti yang udah kuceritakan samamulah, sepertinya mereka nggak senang kalo abangmu ini sehat, mereka maunya abangmu ini mati aja biar mereka bisa
berkuasa. …”R1.W2b.410-413hal.11. Sejak suaminya stroke, orang tua partisipan tidak pernah mengunjungi
partisipan dimana ayah partisipan juga sedang sakit. Partisipan mendapatkan kunjungan dari adik-adiknya. Bagi partisipan, kehadiran anak-anak dan adiknya
merupakan pembangun semangat. “…orang tua Awak nggak pernah datang, mamakku udah ninggal, bapakkupun
lagi sakit yah mau bilang apa lagilah Awak kan dah kekgitu kondisinya, yang buat Awak semangat paling anak-anakku sama adekkulah,..” R1.W2b.391-
396hal.10. Partisipan tidak memiliki banyak teman. Di lingkungan tempat tinggalnya
partisipan tidak memiliki teman dimana partisipan merasa minder berteman dengan tetangganya karena menurut partisipan tetangganya adalah orang-orang
yang kaya dan sibuk. partisipan sering mendapatkan dukungan dari teman-teman lamanya yang telah menikah
“…Ada, ya bilang sabar-sabarlah tapi Awak nggak banyak kawan Dek, cemanalah kawan-kawan Awak dulu udah kawinnya semua, kalo di Medan ini
Awak nggak ada kawan, cemanalah Awak orang susahnya Dek, dilingkunganku orang kaya-kaya semua sibuk-sibuk Awakpun minder berkawan sama mereka..”
R1.W2b.402-408hal.10.
8. Kehadiran Anak dan Menjadi Orang Tua