Deskripsi Hasil Analisis Nilai Sosial pada Novel Pertemuan Dua

69 sosial, karena pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan interaksi dengan orang lain. Ada kebutuhan untuk hidup berkelompok dengan manusia lain, begitupula dengan murid-murid disekolah. Ibu Suci : “Seperti kota-kota pesisir lain, kepadatan penduduk amat dikuasai pengaruh golongan Tionghoa. Selama masa sekolah, aku tidak banyak bergaul langsung dengan golongan tersebut.” PDH. 11. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Terlihat jelas pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci merupakan mahluk sosial dimana pada masanya dia sekolah, Ibu Suci pun bergaul dengan golongan Tionghoa. Walaupun tidak bergaul langsung. Ibu Suci : “Namun pada waktu-waktu tertentu kami bersama- sama ke bawah untuk menonton pertunjukan wayang wong atau filem. Mendekati libur panjang, biasanya pengurus sekolah mengadakan acara kunjungan perkenalan.” PDH. 11. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas pihak sekolah mengadakan kunjungan perkenalan, dan hal itupun tidak dilakukan sendiri pasti adanya interaksi dengan orang banyak. Ibu Suci : “Ketika masuk sekolah baru, di hari pertama aku menemani anak-anak. Aku memperkenalkan diri kepada Kepala Sekolah. Selain sebagai orang tua murid, juga sebagai guru yang menunggu keputusan pengangkatan dari pihak atasan.” PDH. 13. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci di hari pertamanya menemani dan memperkenalkan diri kepada Kepala Sekolah dan itu suatu interaksi dalam lingkungan yang salah satu ciri mahluk sosial. Ibu Suci : “Dari ibu itu aku mendengar keterangan bahwa penghuni kampung terdiri dari campuran golongan tingkat masyarakat. Ada pensiunan kepala polisi, pegawai kejaksaan, pensiunan kepala sekolah atau guru. Tidak kurang pula pedagang tengahan yang merupakan pendatang dari daerah lain. Yang paling banyak tentu saja yang disebut rakyat rendahan, terdiri 70 dari penjual-penjual makanan dorongan, penjaga pintu gedung- gedung tontonan, tukang becak dan kuli-kuli pelabuhan atau pasar.” PDH. 15. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa dalam satu kampung pun terdiri dari berbagai macam campuran golongan masyarakat. Ibu Suci : “Tetapi ukuran yang dipergunakan orang untuk menentukan tempat dalam masyarakat seringkali keadaan keuangan. Orang lebih mudah menentukannya dari segi kemewahan atau kemiskinan.” PDH. 15. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa ukuran dalam menentukkan tempat dalam masyarakatpun masih serimgkali dilihat dari segi kemewahan atau kemiskinan, begitulah hidup bermasyarakat bahwa makhluk yang di dalam kehidupannya tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Ibu Su ci : “Anak-anak kami menjadi besar di sana. Dengan sendirinya mereka menyukai semua yang berhubungan dengan rumah itu. Memang daerah sekitarnya nyaman. Penduduk saling mengenal. Rata- rata mempunyai tingkat hidup setaraf.” PDH. 16. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa semua warga tempat tinggal Ibu Suci saling mengenal dan berinteraksi, dan anak-anaknya mulai menyukai dengan semua yang ada di rumah itu dan merasa nyaman. Ibu Suci : “Pria menjadi buruh pabrik atau kuli pelabuhan, gadis- gadis menjadi pembantu rumah tangga atau pengasuh anak-anak dan bayi. Perkembangan masyarakat kini menghendaki banyak ibu yang bekerja di luar rumah. Bayi dan anak-anak dipasrahkan kepada pengasuh yang mendapat nama suster.” PDH. 16. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa sudah menjadi kebiasaan dari perkembangan masyarakat Ibu Suci tinggal, dan semua berinteraksi menurut bidangnya masing-masing. 71 Ibu Suci : “Untuk pergi ke sekolah kami biasa melewati tempat itu. Di kota besar, manusia jarang mendapat kesempatan mengawasi dari dekat binatang ternak semacam itu. Aku menyadari bahwa letak pasar itu sangat bermanfaat.” PDH. 17. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Dimana pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci dan anak-anaknya biasa melakukan interaksi atau pergi ke sekolah dengan melewati tempat itu, dan jelas kata “letak pasar” di atas tempat berinteraksi semua orang begitu juga bagi Ibu Suci dan anak-anaknya. Ibu Suci : “Melihat keadaan anak kami demikian, dokter segera memeriksanya. Kemudian dia memberikan obat penenang serta berbagai vitamin.” Katanya, “itu hanya perawatan sementara.” PDH. 20. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa adanya interaksi antara Ibu Suci, anaknya dan dokter, dimana dengan pemeriksaan dokter kepada anak Ibu Suci dan memberikan obat penenang dan vitamin. Ibu Suci : “Aku mengulangi memperkenalkan diri kepada murid- murid, supaya suasana menjadi lebih santai, aku menceritakan sedikit karirku sebagai guru. Kukatakan pula berapa anakku dan apa pekerjaan suamiku. Tidak lupa kusebut bahwa dua anakku bersekolah di sana. Dan akhirmya kutambahkan kesibukan kami pagi itu menerka jenis pohon-pohon mangga. Lalu aku bertanya siapa yang mempunyai pohon buah-buahan. Berangsur-angsur keadaan kurang tegang, aku membuka daftar nama. Aku memanggil seorang demi seorang. Untuk memudahkan ingatan, di samping setiap nama murid kuberi tanda. Ada lima deretan bangku memanjang. Kuhitung nomor satu dari kiri ke kanan. Misalnya nama Rusidah kutandai dengan pensil tulisan 3-te. Artinya murid itu duduk di deretan bangku ke-3 dikelompok tengah. Karso 4-mu, karena murid itu duduk di banku ke-4 di kelompok muka. Murid perempuan ternyta ada dua puluh satu. Semua masuk. Dari seluruh isi kelas, yang absen tiga murid. Seorang dipamitkan karena sakit. Seorang lainnya ke luar kota karena neneknya meninggal. Satu murid lagi tidak ketahuan sebabnya mengapa tidak masuk.” PDH. 24. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa dengan perkenalan yang dilakukan Ibu Suci itu udah menandakan awal dari interaksi yang akan dilakukan, dengan 72 selanjutnya apa yang Ibu Suci lakukan kepada murid-muridnya agar hubungan Ibu Suci dan semua anak didiknya berbaur dan tidak tegang. Ibu Suci : “Siapa yang pernah dipukul? Disakiti?” “Tangan- tangan terunjuk ke atas. Keherananku semakin bertambah karena kuhitung lebih dari sepertiga kelas mengacungkan lengan Sedemikian banya yang pernah menjadi korban Waskito Aku terpaksa mengakui kenyataan bahwa dia anak yang “jahat”, mengikuti sebutan seisi kelas.” PDH. 28. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci melakukan tanya jawab atau interaksi dengan seluruh anak didiknya dengan mempertanyakan siapa yang pernah dipukul dan disakiti Waskto. Teman Waskito : “Saya tidak suka Bapak bikin perkara ke sekolah.” Sesaat kelas menjadi sepi. Mendadak terdengar seorang murid berkata perlahan: “Lebih baik dia tidak masuk, Bu Ya, mudah- mudahan dia pindah” sambung murid lain.” PDH. 29. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa apa yang teman-teman Waskito inginkan merupakan dasar dari perilaku yang telah Waskito lakukan, yang membuat akhirnya perilaku seluruh temannya berubah menjadi hubungan yang tidak harmonis. Teman Waskito : “Untung kalau begitu Tanpa dikeluarkan, dia keluar sendiri:” kawannya menyahuti. “Dulu dia pernah dikeluarkan sekolah lain,” kara Raharjo. “Dari sekolah mana?” tanyaku. “Sekolah swasta, Bu.” “Bukan” bantah murid lain, “SD negeri juga, tapi di kota.” “Sekolah swasta, betul” murid lain membenarkan ketua kelas.”“Memang SD swasta.” Raharjo menjelaskan lagi. ”Neneknya yang memasukkan dia disana. Tetapi ka rena sering membolos, lalu dikeluarkan.” “Waskito tinggal bersama neneknya?” tanyaku. “Dulu, Bu,” murid perempuan ganti memberi keterangan. “ Sekarang sudah diambil kembali oleh bapak dan ibunya.” PDH. 29. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas adanya interaksi antara Nenek Waskito dengan sekolah yang dulu pernah Waskito menjalani pembelajaran, hanya karena interaksi 73 yang berjalan kurang baik akhirnya Waskito dikeluarkan dari sekolahnya. Ibu Suci : “Apakah orang tuanya pernah pindah ke kota lain atau bagaimana?” Teman Wakito : “Tidak tahu, Bu” Ibu Suci : “Dari siapa kalian mengetahui semua ini?” Raharjo tidak menjawab. Seperti ada kesepakatan, murid-murid lain juga diam. “Kamu pernah melihat dia di rumah neneknya? Lalu pindah ke tempat orang tuanya?” sambil mengucapkan ini aku tetap memandang ke arah ketua kelas. Teman Waskito : “Tidak, Bu. Saya belum kenal ketika dia tinggal bersama neneknya.” Ibu Suci : “Jadi dari mana kamu tahu semua itu?” Setelah membungkam sesaat, dia menatap mataku dan menjawab: “Waskito sendiri yang mengatakannya. Setiap dia kambuh menjadi bengis, selalu berteriak-teriak. Macam-macam yang dikatakannya. Yang sering diulang-ulang: Seperti barang. nih, begini, dilempar ke sana kemari. Dititipkan Apa itu Persetan Aku tidak perlu kalian semua” PDH. 30. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa interaksi yang dilakukan Ibu Suci dengan teman-teman Waskito merupakan tanya jawab seputar apa yang mereka ketahui tentang perilaku sosial Waskito di sekolah. Nenek Waskito : “Dia lebih menginginkan satu atau dua kalimat manis dari bapaknya. Usapan tangan di kepalanya, atau pandang penuh perhatian keibuan.” PDH. 31. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa interaksi yang dilakukan Nenek Waskito dan Ibu Suci hanya menceritakan apa yang Waskito inginkan hanya perhatian dari bapaknya. Ibu Suci : “Dulu wanita itu tidak jarang datang ke sekolah. Dia berunding dengan para guru dan mendengarkan pendapat mereka mengenai cucunya. Dari percakapan itu, kemudian ketahuan bahwa si Nenek tidak pernah setuju dengan menantunya, yaitu ibu Waskito.” PDH. 32. 74 Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Nenek Waskito dulu sering datang ke sekolah dan berinteraksi dengan seluruh guru yang ada di sekolah cucunya dan mendengarkan pendapat tentang cucunya. Ibu Suci : “Perbincangan dengan para guru menghasilkan dua keputusan. Dari pihak sekolah, akan dikirim surat menanyakan mengapa Waskito selama ini tidak masuk. Dari pihakku sendiri, akan kukirim surat kepada si Nenek.” PDH. 33. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa setiap makhluk tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh manusia lain, dimana disinipun Ibu Suci dan semua guru berhasil melakukan perbincangan dengan mendapatkan dua keputusan. Itu merupakan nilai sosial dimana kebutuhan hidup berkelompok. Ibu Suci : “Sebegitu orang masuk ke rumah itu, terasa resapan keramahan dan kesejahteraan. Kini setelah duduk, baru beberapa menit berkenalan dan melihat keterbukaan hati, wanita itu, aku merasa kerasan.” TOL PDH. 36. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Nenek Waskito sangat peka dan terbuka terhadap Ibu Suci sehingga membuatnya merasa kerasan, dimana manusia tidak terlepas dari pengaruh masyarakat lainnya begitupun dengan Nenek Waskito sebagai mahluk sosial.

C. Analisis Nilai Pendidikan Beberapa Tokoh

Dalam sub bab ini penulis akan menganalisis data dari pembahasan temuan nilai-nilai pendidikan di atas untuk menguatkan atas apa yang telah di analisis sebelumnya. Dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini bisa dilihat bahwa nilai moral lebih dominan di dalamnya, sekalipun masih ada nilai-nilai pendidikan lainnya seperti nilai religi, nilai budaya, dan nilai sosial. 75 Adapun perilaku sosial dari tokoh-tokoh dalam novel ini yang sesuai dengan nilai-nilai pendidikan yang ada, diantaranya: 1 Ibu Suci : bisa dilihat dari didikan dan tanggung jawabnya terhadap murid-murid di sekolah barunya, dengan menanamkan berbagai macam pelajaran yang sangat berharga tentang lika liku kehidupan sebagai seorang ibu dan seorang guru. Selain itu, Ibu Suci memberikan pandangan baik terhadap murid-muridnya bahwa tidak ada anak nakal yang ada anak jahat. 2 Waskito: bisa dilihat dari setiap kejadian dan peristiwa yang diperbuatnya dalam novel Pertemuan Dua Hati bahwa semua berawal dari apa yang dialaminya sehari-hari, dari rasa iri terhadap teman- temannya dan dampak dari kurangnya perhatian dari kedua orang tuanya. 3 Nenek Waskito: bisa dilihat dari semua ucapannya bahwa dia betul- betul menyayanginya, dan apa yang diajarkannya semata-mata untuk membuat cucu sulungnya belajar disiplin dan teratur dalam hidupnya. 76

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan analisis yang telah peneliti lakukan tentang nilai-nilai pendidikan dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan yang meliputi nilai pendidikan religi, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan budaya, dan nilai pendidikan sosial. Nilai-nilai yang terdapat pada novel Pertemuan Dua hati karya Nh. Dini terdapat 134 kutipan yang meliputi 14 kutipan nilai pendidikan religi, 61 kutipan nilai pendidikan moral, 4 kutipan nilai pendidikan budaya, dan 53 kutipan nilai pendidikan sosial. Simpulan dari data di atas bahwa empat nilai-nilai pendidikan yang paling dominan dalam Novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini ini, adalah nilai moral di dalamnya dibanding nilai-nilai pendidikan lainnya, yaitu nilai sosial, nilai religi , dan nilai budaya. Sekalipun nilai-nilai moral yang terdapat pada Novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini ada positif negatifnya, bukan berarti kita harus mencontoh moral negatifnya justru kita dapat mengambil hikmah dari nilai-nilai moral positif yang ada baik dari Bu Suci maupun dari Waskito. Novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini ini layak dijadikan bahan pengajaran sastra yang mencakup kesahihan validity, tingkat kepentingan significance, kebermanfaatan utility, layak dipelajari learnability, dan menarik hati interest. Khususnya dalam bidang pendidikan moral.