Deskripsi Hasil Analisis Nilai Moral pada Novel Pertemuan Dua

53 seperlunya guna pembentukan watak, di kemudian hari menjadi manusia bersifat kokoh. Tidak sering berobah pendapat.” TOLPDH. 12. Terlihat pada kutipan di atas menunjukkan pesan baik terhadap orang lain atau semua orang tua, dimana memang seharusnya pendidikan SD ini ajaran yang benar-benar perlu diterima semua murid untuk pembentukkan karakternya. “Ketika mencari rumah, suamiku memikirkan jarak yang harus kami tempah setiap hari.” TOL PDH. 12. Kutipan di atas mencerminkan nilai moral. Hal tersebut bisa terlihat pada kutipan di atas suami Ibu Suci masih memikirkan jarak yang akan ditempuh oleh anak istrinya sehari-hari, dan ini menunjukkan nilai moral terhadap orang lain. “Aku mengetahui bahwa seorang guru mendapat kecelakaan. Karena menderita gegar otak, barangkali lama baru akan masuk.” TOL PDH. 18. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa kabar yang Ibu Suci dengar merupakan rasa atau ungkapan iba atau moral terhadap orang lain walaupun memang dia senang akan dampak dari berita tersebut “Aku berfikir kepada anakku. Mudah-mudahan dia segera sehat kembali. Sejak kami pindah, seringkali dia rewel, menangis tanpa sebab yang nyata kelihatan. Kalau ditanya, katanya kepalanya pusing. Lain dari kebiasaannya, dia c epat sekali tersinggung.” TOL PDH.19. Ibu Suci berharap anaknya segera sehat kembali, karena semenjak kepindahannya anaknya selalu menangis tanpa sebab yang jelas dan nilai moral disini nilai moral terhadap orang lain sekalipun anaknya sendiri. “Aku turut prihatin”. TOL PDH. 21. Jelas terlihat kutipan di atas Ibu Suci merasa prihatin kepada anaknya yang sedang demam dan mendapatkan perawatan sementara dari 54 dokter berupa obat penenang dan vitamin, disinipun nilai moral terhadap orang lain. Kepala Se kolah : “Tunjukkan kepada Bu Suci bahwa kalian anak-anak kota besar juga sepatuh anak-anak kota kecil Purwodadi di mana Bu Suci sudah mengajar sepuluh tahun lamanya.” TOL PDH. 24. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa perbuatan baik bapak Kepala Sekolah menunjukkan pesan agar murid-murid di sekolah baru tempat Ibu Suci bekerja yaitu dii sekolahnya bisa menunjukkan apa yang biasa Ibu Suci dapatkan di kota kecilnya Purwodadi. “Aku menyadari bahwa bekerja kembali menyebabkan hatiku merasa lebih lapang.”TDS PDH. 25. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas Ibu Suci merasa pekerjaan yang dia jalani sekarang membuat hatinya merasa lebih lapang, walaupun belum lama dia menjalaninya. “Aku ingin menanamkan kesadaran yang sama, betapa bahagia serta beruntung kami mempunyai sekolah bagus dan kokoh. Guru bersama murid dapat menunaikan tugas masing-masing tanpa rasa ketakutan.” TDS PDH. 25. Hal tersebut terlihat pada bahwa perbuatan yang Ibu Suci lakukan merupakan perbuatan baik, dimana menanamkan kesadaran dan berfikir kepada murid-muridnya betapa beruntung mereka semua dapat belajar tanpa rasa ketakutan akan hujan deras ataupun kecelakaan. “Tidak ada anak-anak yang jahat,” cepat aku menyambung berusaha melembutkan keheranan yang baru kuperlihatkan secara terang- terangan.” Kalian masih tergolong tingkatan umur yang dapat dididik. Memang kalian bukan kanak-kanak lagi Tetapi kalian sudah bisa diajar teratur, ditunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk.. Jadi, Bu Suci beritahu sejelas-jelasnya: tidak ada anak yg jahat. Kalaupun seandainya terjadi kenakalan yang keterlaluan, anak itu mempunyai kelainan. Tapi dia nakal. Bukan jahat” TOL PDH. 28. 55 Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci meyakinkan murid-muridnya akan siapa Waskito sebenarnya, dan memberikan penjelasan secara terang-terangan bahwa muridnya tidak ada yang jahat melainkan nakal. Dan itu perbuatan yang baik memberikan penjelasan kepada anak didiknya. “Maka dia tumbuh menjadi anak yang bersifat pemarah dan pemberontak. Dia selalu mengganggu adiknya. Selalu membantah dan menyanggah nasehat. Jika disuruh mengerjakan sesuatu, selain tidak melaksanakannya, dia juga menyahut dengan kata-kata tidak sopan. Apalagi kalau berhadapan dengan ibunya Waskito menjadi anak yang kurang ajar. Kelakuan dan permainannya membahayakan adik-adik di rumah maupun teman- teman di sekolah.” TOL PDH. 32. Pada kutipan di atas terlihat bahwa Nenek Waskiro coba menjelaskan bagaimana watak dan sikap cucu tercintanya kepada Ibu Suci, semua dikarenakan kurangnya perhatian kedua orang tuanya dimana menjadi pribadi yang pemarah dan pemberontak, selalu mengganggu adiknya, selalu membantah dan menyanggah nasehat. “Aku ingin menunjukan turut berprihatin mengenai cucu sulungnya.” TOL PDH. 33. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci menunjukkan rasa prihatin kepada neneknya akan susu sulungnya atas semua kelakuan dan sifat buruk yang selalu cucunya lakukan. “Rasa ingin tahu bercampur rasa wajib demikian kuat mendorongku untuk “kehilangan waktu dengan sia-sia.” TDS PDH.33. Terlihat jelas pada kutipan di atas Ibu Suci merasa ingin tahu dan merasa wajib mengetahui bagaimana perkembangan murid sukarnya Waskito. “Bagaimanapun juga, aku tetap pada maksudku mengunjungi nenek Waskito. Apa pun yang akan terjadi, aku merasa harus mencoba mengerjakan sesuatu untuk menolong anak itu.” TOL PDH. 33. 56 Jelas terlihat pada kutipan di atas Ibu Suci melakukan perbuatan baik yaitu mengunjungi nenek Waskito, guna membantuku mendapatkan semua informasi akan cucu sulungnya. “Di sana, pada umunya yang disebut sukar lebih disebabkan karena sifat pendiam, atau anak yang kurang bisa berkomunikasi. Perasaan yang terpendam membuat anak memberontak pada saat- saat kepenuhan. Ada pula anak pelamun; atau cengeng, sedikit- sedikit merengek dan menangis jika diganggu kawan- kawannnya.” TOL PDH. 34. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa menurut Ibu Suci di kota kecilnya anak yang sukar lebih condong ke anak yang pendiam bukan dikarenakan anak yang kurang perhatian, atau kurang bisa berkomunikasi. Namun, di sekolah barunya sukar itu memiliki arti yang berbeda. “Sebegitu orang masuk ke rumah itu, terasa resapan keramahan dan kesejahteraan. Kini setelah duduk, baru beberapa menit berkenalan dan melihat keterbukaan hati, wanita itu, aku merasa kerasan.” TOL PDH. 36. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa sikap dan perbuatan si nenek merupakan moral terhadap orang lain, sehingga suasana rumah dan keterbukaan hatinya membuat Ibu Waskito kerasan. Adapun kutipan berikutnya yang bisa dilihat: “Konon Waskito dihajar habis-habisan. Mukanya dipukul, badannya dicambuk dengan ikat pinggang.” TOL PDH. 37. Nilai moral disini moral terhadap orang lain, dimana perbuatan dalam kutipan di atas merupakan perbuatan buruk atau negatif orang tua Waskito. Nenek Waskito : “Saya hanya ingin mendidik anak bersikap rapi dan teratur, Jeng.” TOL PDH. 37. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas moral terhadap orang lain, dimana seorang nenek ingin mendidik cucu sulungnya bersikap rapi dan teratur dengan semua peraturannya. 57 Nenek Waskito : “Anak-anak harus diajar berdisiplin atau keteraturan dalam hidup sehari-hari. Ini akan memberi pengaruh besar dalam cara berpikirnya kelak pada umur dewasa.” TOL PDH. 38. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas merupakan moral terhadap orang lain, dimana memang anak-anak harus diajarkan keteraturan dalam kehidupan sehari-harinya karena semua akan berdampak pada saat dia dewasa kelak. “Aku datang buat mencari latar belakang selengkap mungkin guna menimbulkan pengertianku terhadap anak didikku. Kalau memang dia masih dapat diarahkan ke perbaikan, inilah kewajiban utamaku. Demi itulah maka aku berhak berbuat untuk menemukan latar belakang tersebut.” TOL PDH. 40. Jelas terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci masih mencari latar belakang Waskito untuk memberikan pengertian dan pengarahan ke arah yang lebih baik, dimana Ibu Suci merasa ini kewajiban utamanya. Nenek Waskito : “Dia harus disadarkan, bahwa hidup tidak selamanya demikian mudah, apalagi berlangsung seperti kehendaknya Jadi, uang merupakan keperluan utama.” TOLPDH. 41. Terlihat jelas pada kutipan di atas bahwa nilai moral disini perbuatan baik terhadap orang lain, dimana nenek Waskito ingin merubah cucu sulungnya menjadi lebih baik bahwa hidup itu tidak selalu seperti apa maunya, walaupun uang tetap menjadi keperluan utama. Nenek Waskito : “Dia anak yang baik, Jeng. Walaupun pemberian itu belum saya terima, saya sudah sangat bahagia rasanya Ketika dia mengatakan maksud pemberian tersebut, langsung saya peluk dan saya ciumi.” TOL PDH. 43. Jelas terlihat pada kutipan di atas bahwa Nenek Waskito merasakan perbuatan baik Waskito terhadap dirinya walaupun belum dia terima pemberian tersebut, dimana perbuatan disini nilai moral terhadap orang lain yaitu dari Waskito terhadap Neneknya. “Leherku terasa tercekik oleh keterharuan. Hatiku kubujuk jangan sampai menangis. Pelapukan mataku terasa panas. 58 Bukannya aku malu menitikkan air mata di depan wanita yang telah menjadi nenek ini. Tidak. Aku hanya ingin menunjukkan bahwa aku kuat menahan perasaanku.” TDS PDH. 43. Jelas terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci merasakan haru atas semua cerita Nenek Waskito yang membuat dia merasakan pelupuk mata yang terasa panas karena menahan perasaan yang ada. “Hatiku tidak tenang.” TDS PDH. 45. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci merasa tidak tenang, karena setibanya di rumah suaminya menyampaikan sampul dari dokter perusahaan. Namun bukan karena hasil kondisi badan kami yang membuat tidak tenang, tapi karena keadaan anak kami. “Sepintas lalu, tentu saja aku mementingkan anakku daripada muridku. Tetapi benarkah sikap itu? Benarkah pilihan ini didiktekan oleh suara hatiku yang sesungguhnya dan setulus- tulusnya? Aku menyukai pekerjaanku sebagai guru.” TDS PDH. 46. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci merasa bimbang akan sikapnya, apakah harus mementingkan anaknya daripada murid sukarnya. “Tarikan Waskito sedemikian besar bagiku, karena jauh di lubuk hati, aku menyadari bahwa aku harus mencoba menolong anak itu. Demi menyelamatkan seorang calon anggota masyarakat, tetapi barangkali juga demi kepuasan pribadiku.” TDS PDH. 46. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci merasakan daya pikat Waskito sangat besar bagiku, sehingga membuat Ibu Suci merasa harus terus menolong dan menyelamatkannya. Terlepas demi calon anggota masyarakat dan demi kepuasan pribadiku. Ibu Suci : “Kucoba membuka hati anak-anak didikku agar rela menerima Waskito jika dia kembali ke sekolah.” TOL PDH. 51. Kutipan mencerminkan nilai moral. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci mencoba memberikan pengarahan atau pesan 59 baik terhadap anak-anak didiknya, agar mereka mau menerima Waskito kembali apabila kembali ke sekolah. Ibu Suci : “Demikianlah bersama-sama kami meneliti dan melembari setiap kejadian dan setiap kalimat yang dikatakan Waskito. Lalu kami menemukannya. Dan naluriku untuk kesekian kalinya memastikan bahwa itulah yang menyebabkan Waskito selalu geram terhadap anak-anak tertentu di kelasku. Di antara berpuluh anak didikku, hanya merekalah yang diantar oleh ayah mereka Bahkan juga kadang-kadang dijemput ketika pulang.” TOL PDH.52. Jelas terlihat pada kutipan di atas bahwa nilai moral terhadap orang lain, yaitu perbuatan iri Waskito terhadap teman-temannya karena mereka selalu diantar oleh ayah mereka sedangkan Waskito tidak. “Jenis anak-anak lain tidak akan memandang hal itu sebagai satu masalah. Namun bagi Waskito, yang sedari kecil merasa ditolak, tidak diperhatikan, hal itu merupakan beban yang mengganjal di hatinya. Dia sedih, dia merana.” TOL PDH.52. Jelas terlihat pada kutipan di atas bahwa Waskito merasakan beban di hatinya, karena masalah penolakan dari sewaktu dia kecil oleh kedua orang tuanya. “Alangkah besar penderitaan batin Waskito.” TOL PDH. 52. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci merasakan betapa besarnya beban atau penderitaan batin Waskito semasa hidupnya, dan ini moral terhadap orang lain yaitu Ibu Suci terhadap Waskito. “Pesanku yang selalu kuulang ialah jangan sekali-kali menunjukkan rasa tidak suka kepada Waskito atau takut kepadanya.” TOL PDH. 53. Terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci selaku guru memberikan pesan kepada murid-muridnya agar tidak menunjukkan rasa tidak suka kepada Waskito dan itu merupakan perbuatan baik agar Waskito tidak merasa dijauhi oleh teman-temannya pula. 60 “Aku berharap menguji ketenangan batinku sendiri di saat menghadapi murid sukar pertama dalam karirku di kota ini. Selama aku sibuk dengan urusan anakku.” TDS PDH. 53. Pada kutipan di atas terlihat jelas bahwa apa yang Ibu Suci hadapi di sekolah barunya menghadapi murid sukarnya merupakan ujian ketenangan batinnya sendiri, inipun merupakan moral terhadap diri sendiri. Kepala Sekolah : Katanya, “aku diberi keleluasan mondar-mandir demi kebaikkan anakku, asal tetap mau mengajar di sekolahnya.” TOL PDH. 53. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Kepala Sekolah memberikan keleluasaan terhadap Ibu Suci, disini bisa dinilai merupakan nilai moral terhadap orang lain. Dimana maksud Kepala Sekolah pun demi kebaikan anak Ibu Suci, dan agar Ibu Suci tetap mau mengajar di sekolahnya. Ibu Suci : “Aku ingin mempunyai murid yang kelak menjadi manusia yang berdiri sendiri.” TDS PDH. 54. Kutipan mencerminkan nilai moral. Pada kutipan di atas terlihat perbuatan baik pada diri Ibu Suci yang mengharapkan memiliki murid yang kelak menjadi manusia yang dapat berdiri sendiri, dan ini moral terhadap diri Ibu Suci sendiri. Waskito : “Dia membantah: “Tidak, Bu Saya di sini saja” TOL PDH. 54. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Waskito membantah dan menolak rujukan atau pilihan bangku untuknya yang dipilhkan oleh Ibu Suci, dan itu nilai moral merupakan perbuatan buruk terhadap orang lain apalagi terhadap gurunya sendiri. Ibu Suci : “Tiba-tiba kulihat Waskito masuk, menuju ke tempatku. Tanpa berkata sesuatu pun, dia meletakkan timbunan buku tugas di depanku. Aku terpesona. Heran bercampur bingung, masih bisa mengucapkan: “Terima kasih Nanti akan saya periksa.” TOL PDH. 55. 61 Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci merasa terpesona dan heran bercampur bingung akan sikap yang Waskito lakukan hari itu yang sedikit berbeda dari biasanya. Ibu Suci : “Kadang-kadang ada keinginan padaku untuk merengkuhnya dengan lenganku, lalu berkata sehalus mungkin kepadanya bahwa aku ingin sekali menolongnya. Aku memang betul-betul ingin memberinya perhatian yang selama ini tidak didapatkannya dari orang tuanya.” TDS PDH. 56. Pada kutipan di atas jelas terlihat moral terhadap diri sendiri yaitu terhadap diri Ibu Suci pribadi yang kadang-kadang merasa ingin memeluk dengan lengannya dan berkata “aku ingin menolongnya” apabila melihat murid sukarnya itu, yang tidak dia dapatkan dari orang tuanya. Ibu Suci : “Ketabahan itu berkat kelegaan pertama karena telah selesainya seruntunan test bagi anakku.” TDS PDH. 58. Hal terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci merasa ketabahan yang dia lakukan karena selesainya seruntunan test buat anaknya, dan Ibu Suci pun tidak henti-hentinya bersyukur. Ibu Suci : “Hatiku mulai agak tenang. Meskipun ketenangan itu juga kesiagaan untuk menghadapi sesuatu kej utan.” TDS PDH. 58. Nilai moral disini terhadap diri Ibu Suci sendiri, dimana hatinya sudah mulai agak tenang walaupun kesiagaan masih ada untuk menghadapi sesuatu kejutan. Kejutan disini, baik dari pihak murid sukarnya atau dari anaknya. Ibu Suci : “Aku ingat ketika masih kecil, pada hari itulah guru menyuruh kami sekelas meletakkan tangan di meja bangku dengan telapak mengarah ke bawah. Dari depan ke belakang, dari belakang ke muka, guru memeriksaa kuku murid seorang demi seorang. Kalau dia menemukan kuku yang kotor atau panjang, langsung belahan bambu atau rotan yang dipegangnya dipukulkan ke tangan si anak. Dan tidak hanya tangan yang diperiksa Dia juga meneliti kuping anak-anak Kalau bersih, dia meneruskan melihat anak yang lain. Tetapi bila telinga itu berdaki, jari tengan dan jempol tangan kanannya membentukkan 62 bulatan, kemudian “tak” Dia menyelentik kuping yang dekil itu” TOL PDH. 60. Hal tersebut terlihat moral yang terdapat pada kutipan di atas bahwa moral terhadap orang lain, dimana Ibu Suci mengingat dimasa sekolahnya ibu guru selalu memeriksa kuku-kuku dan telinga semua murid-muridnya. Hal itu merupakan perbuatan baik yang diberikan seorang guru kepada muridnya agar selalu menjaga kebersihan hanya mungkin dengan cara yang buruk yaitu dengan memukul tangan dan menyelentik kuping yang kotor. Ibu Suci : “Pemeriksaan kebersihan semacam itu kuteruskan terhadap anak-anak didikku. Tetapi aku tidak memukul atau menyelentik keras. Cukup sebagai syarat untuk memperlihatkan kepada murid lain, sehingga yang bersangkutan merasa malu. Dengan begitu kuharapkan pada hari-hari selanjutnya dia berobah menjadi lebih bersih.” TOL PDH. 61. Kutipan mencerminkan nilai moral. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa perbuatan baik seorang guru kepada muridnya, begitu pula yang dilakukan Ibu Suci yang dilakukan di sekolah barunya. Namun, disini Ibu Suci benar-benar menanamkan nilai kebersihan kepada murid-muridnya. Ibu Suci : “Karena ternyata murid-muridku yang tahu akan kuselentik sedikit kebanyakan laki-laki, selalu menelengkan kepala untuk menghindari sentuhan jari-jariku, atau umpamanya tangannya yang kotor dan berkuku panjang, sebelum aku sempat menggelitikkan batang rotan ke atas tangan tersebut, murid itu sudah berani menarik tangan dan menyembunyikannya di bawah meja bangku.” TOL PDH. 61. Kutipan mencerminkan nilai moral. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa setelah pemeriksaan semacam itu kuteruskan, murid- muridku sudah berani menarik tangan dengan menyembunyikannya di bawah meja bangku dan itu menggambarkan perbuatan buruk murid- murid Ibu Suci. Teman Waskito : “Wah, saya iri melihat perlengekapannya buat mengerjakan kayu sedemikian tipis dan rapuh.”TOL PDH. 66. 63 Kutipan mencerminkan nilai moral. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Teman Waskito merasa iri dengan apa yang Waskito miliki di dalam kamarnya. Dimana nilai moral yang ada perbuatan buruk sekalipun hanya iri dengan apa yang orang lain miliki. Teman Waskito : “Bu Suci Waskito kambuh, Bu Dia mengamuk Di a mau membakar kelas” TOL PDH. 67. Kutipan mencerminkan nilai moral. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa nilai moral yang ada merupakan nilai moral perbuatan buruk Waskito, dimana Waskito mengamuk dan mau membakar kelasnya. Ibu Suci : “Aku desak kerumunan murid yang menonton di pintu. Kulihat Kepala Sekolah maju sambil membentak dan menghardik para penonton. Waskito berdiri di muka kelas, membelakangiku deretan bangku-bangku. Memang dia memegang gunting, tetapi tidak terbuka. Suara Kepala Sekolah menggelegar.” TOL PDH. 68. Kutipan mencerminkan nilai moral. Pada kutipan di atas terlihat nilai moral terhadap orang lain, baik Ibu Suci terhadap kerumunan murid, baik bentakan Kepala Sekolah terhadap para penonton dengan suara yang menggelegar. Ibu Suci : “Satu bulan, Pak Saya mohon diberi satu bulan lagi” TOL PDH. 69. Kutipan mencerminkan nilai moral. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci meminta perpanjangan waktu lagi kepada Kepala Sekolah untuk menolong dan lebih mengenal murid sukarnya, dan itu merupakan perbuatan baik terhadap orang lain. Ibu Suci : “Kutarik nafas dalam-dalam, mataku memandangi anak- anak didikku, mengedar ke semuanya.” TDS PDH. 71. Kutipan mencerminkan nilai moral. Nilai moral disini terhadap diri Ibu Suci sendiri, dimana Ibu Suci masih merasa guru pendatang di sekolah yang baru, dan masih dalam masa percobaan sehingga 64 membuatnya menarik nafas sambil melihat sekelilingnya. Yaitu anak- anak didiknya. Ibu Suci : “Saya berani berjanji kepada guru-guru lain bahwa selama sebulan akan dicoba lagi kemampuan saya, apakah dapat memiliki murid- murid yang berdisiplin, berbudi dan berprestasi.” TOL PDH. 71. Kutipan mencerminkan nilai moral. hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci berjanji terhadap guru-guru yang ada di sekolah barunya, bahwa dia bisa memiliki murid-murid berdisiplin, berbudi dan berprestasi. Dan janji itu merupakan perbuatan baik yang ingin dicapai oleh Ibu Suci. Ibu Suci : “Malamnya aku gelisah. Tidurku sangat terganggu. Dugaanku bermacam-macam. Barangkali Waskito tidak masuk esok pagi Atau masuk, membawa pisau, atau golok, atau senjata lain yang lebih mengerikan guna membalas dendam terhadapku” TDS PDH. 71. Kutipan mencerminkan nilai moral. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci merasa gelisah akan kericuhan yang terjadi di sekolah, dan sangat mengganggu tidurnya. Sehingga membuat Ibu Suci memikirkan dugaan-dugaan yang bermacam-macam apabila Waskito esok masuk. Ibu Suci : “Buku-buku tugas harus dibungkus sampul yang sama. Waskito Tolong ambilkan gulungan kertas yang ada di meja Bu Suci di kantor” TOL PDH. 72. Kutipan mencerminkan nilai moral. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa apa yang diinginkan Ibu Suci merupakan perbuatan baik terhadap murid-muridnya agar bersikap kebersamaan, dengan meminta anak didiknya menyampul buku dengan sampul yang sama. Ibu Suci : “Dalam hati aku meragukan jawaban mengenai uang itu. Tetapi aku tidak mendesak lagi. Seandainya dia berbohong, itu buka n urusanku. Yang penting dia tidak mencuri di kelas.” TDS PDH. 76. 65 Kutipan mencerminkan nilai moral. Nilai moral disini terhadap diri Ibu Suci sendiri dimana dalam hatinya meragukan apa yang diucapkan anak didiknya waskito soal apa yang Ibu Suci tanyakan. Ibu Suci : “Tetapi itu cukup membikinku terlonjak karena terkejut. Apalagi ini jantungku berdebar keras.” TDS PDH. 80. Kutipan mencerminkan nilai moral. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci merasakan kembali terkejut akan apa yang murid sukarnya lakukan kali ini, yaitu dengan merusak tanaman percobaan teman-temannya. Disini nilai moral yang terlihat yaitu pada diri Ibu Suci sendiri akan apa yang dilakukan Waskito, yaitu tegang dan terkejut. Ibu Suci : “Suasana kelas tenang, tetapi tegang. Aku merasa anak- anak khawatir.” TOL PDH. 81. Kutipan mencerminkan nilai moral. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci merasa semua anak didiknya merasa khawatir akan apa yang sedang terjadi. Ibu Suci : “Kamu membanting dan menginjak-injak tanaman yang tidak berdosa Bayi- bayi tanaman itulah yang kamu bunuh.” TOL PDH. 82. Kutipan mencerminkan nilai moral. Nilai moral yang terlihat pada kutipan di atas merupakan perbuatan buruk Waskito terhadap lingkungan di sekitarnya. Disini Ibu Suci mencoba memberikan arahan apa yang Waskito lakukan merupakan perbuatan buruk yang tidak seharusnya dia lakukan. Waskito : “Mereka mengejek saya, akhirnya itulah yang keluar dari bibirnya.” TDS PDH.83. Kutipan mencerminkan nilai moral. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa nilai moral di atas menggambarkan apa yang sesungguhnya Waskito pendam dan alami sesungguhnya, yang akhirnya dia mengungkapkan kepedihan hatinya karena kawan- 66 kawannya mengejek tanamannya yang kurang subur, kalah dari tunas- tunas lainnya.

3. Deskripsi Hasil Analisis Nilai Budaya pada Novel Pertemuan Dua

Hati Dalam analisis nilai budaya disini semua kutipan mencerminkan kebiasaan-kebiasaan yang selalu terjadi di kehidupan sehari-hari. Pada kutipan di bawah ini terlihat adanya nilai budaya, diantaranya: Ibu Suci : “Tiga anak lebih mudah dididik dan dibesarkan daripada empat, lima, atau enam. Biaya hidup semakin tinggi. Filsafat orang-orang tua yang mengatakan bahwa setiap anak lahir dengan bawaan rezeki masing-masing sangat sukar diterapkan di zaman sekarang.” PDH. 14. Kutipan mencerminkan nilai budaya. Hal tersebut terlihat dari kutipan di atas bahwa “setiap anak lahir dengan membawa rezeki masing- masing” itu benar, dimana kata-kata itu sering terdengar dari orangtua terdahulu. Ibu Suci : “Memenuhi tatacara, aku memperkenalkan diri ke Rukun Tetangga. Aku bertemu dengan isteri RT, sebab suaminya sedang mengurus keperluan di tempat lain. Ramah dan sopan dia menyambutku. Setelah basa-basi, pembicaraan sampai perihal anak- anak dan pekerjaan. Lalu dia menceritakan kesibukannya.” PDH. 14. Kutipan mencerminkan nilai budaya. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa adanya adat istiadat dan budaya dimanapun kita tinggal kita harus memperkenalkan diri kepada Rukun Tetangga setempat setidaknya bersosialisasi bahwa kita adalah warga yang baik. Ibu Suci : “Dan ketika anakku demam, aku memutuskan sendiri untuk memeriksakannya ke dokter mana saja. Dari dokter ini anakku menerima obat guna menanggulangi flu. Belum selesai menghabiskan semua obat, kulitnya ditumbuhi bintik-bintik merah. rasa Gatal membikin dia semakin rewel. Uwak ku menumbuk kunyit, ditambah air masak, gula merah dan beberapa tetes air kapur. Anakku disuruh menghadap ke arah Timur dan minum jamu itu sebanya k lima atau tujuh tegukan.” PDH. 20. 67 Kutipan mencerminkan nilai budaya. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa nilai budaya yang terlihat adalah ketika si Uwak menumbuk kunyit, ditambah air masak, gula merah dan beberapa tetes air kapur. Anak Ibu Suci disuruh menghadap ke arah Timur dan minum jamu itu sebanyak lima atau tujuh tegukan. “Tetapi dalam kebudayaan Jawa, apakah pendapat seorang anak, apalagi di bawah umur belasan tahun, pernah diacuhkan? Bukankah orang-orang tua selalu berkata, bahwa umur seberapa pun seorang anak tetap anak dalam sebuah keluarga? Dia tetap dianggap berkedudukan di bawah derajat orang tua sehingga dalam waktu-waktu atau suasana tertentu tetap dikalahkan. Kuakui bahwa hal-hal ini ada baiknya. Itu melestarikan rasa hormat, keseganan, kesopanan dan segala tata huku m tradisi ke- Jawa-an. Itu baik asal komunikaasi tetap terbuka, asal hubungan dekat hati ke hati terjalin secara kekeluargaan yang wajar.” PDH. 44. Kutipan di atas mencerminkan nilai budaya. Hal tersebut jelas terlihat dalam kutipan di atas bahwa dalam kebudayaan Jawa bahwa seorang anak tetap dianggap berkedudukan di bawah derajat orang tua demi melestarikan rasa hormat, keseganan, kehormatan dan segala tata hukum tradisi ke-Jawa-an.

4. Deskripsi Hasil Analisis Nilai Sosial pada Novel Pertemuan Dua

Hati Nilai sosial dalam cerita fiksi merupakan pesan atau saran yang berkenaan dengan masyarakat atau kepentingan umum. Dimana nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berfikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu. Oleh karena itu, manusia dikatakan sebagai mahluk sosial, yaitu makhluk yang di dalam kehidupannya tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan interaksi dengan orang lain. Ada kebutuhan untuk 68 hidup berkelompok dengan manusia lain, seperti kebutuhan atau sikap tolong menolong, kasih sayang, kepedulian sosial, kepekaan terhadap sesama. Ibu Suci : “Hampir sepuluh tahun aku menjadi guru di sana. Pekerjaan ini bukan pilihanku sendiri.” PDH.9 Kutipan mencerminkan nilai sosial. Dimana Ibu Suci sudah sangat lama menekuni pekerjaannya, walaupun itu bukan pilihannya. Namun, Ibu Suci sadar sebagai manusia ada dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain khususnya dengan murid-murid di sekolahnya. Ibu Suci : “Untuk pertama kalinya aku berada jauh dari orang tua, sehingga mempunyai kebebasan mengambil beberapa prakarsa sendiri. Untuk pertama kalinya pula aku keluar dari lingkungan yang kuanggap mulai menjadi sempit.” PDH. 10. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa Ibu Suci memang sudah terbiasa ada di dalam lingkungan besarnya, hanya untuk pertama kalinya dia berada jauh dari orang tua dan memiliki kebebasan cara berfikir untuk hidupnya. Ibu Suci : Kata Bapak, “kini aku sudah bisa mencari nafkah. Adikku tiga orang. Lebih baik aku bekerja untuk menambah pemasukan uang.” PDH. 10. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa orang tua Ibu Suci menyarankan untuk mencari nafkah untuk menambah pemasukan, setidaknya bisa terlihat dengan bekerja Ibu Suci pun berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain. Ibu Suci : “Setiap hari aku berhadapan dengan anak-anak yang berlainan watak dan geraknya. Murid kelas-kelas rendahan memberi pengalaman yang berlainan dari anak-anak kelas empat hingga kelas enam. Hari yang satu berbeda dari yang sekarang maupun yang bakal datang kemudian.” PDH. 10. Kutipan mencerminkan nilai sosial. Hal tersebut terlihat pada kutipan di atas bahwa murid kelas-kelas rendahan memberi pengalaman kepada murid lainnya. Makanya manusia disebut dengan mahluk