32
terdiri atas hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan suami dengan istri, hubungan manusia dengan
tuhan. Nilai moral yang dominan digambarkan pengarang ialah hubungan manusia dengan manusia lain, yaitu
hubungan kasih sayang orang tua dengan anak dan keegoisan dalam hubungan suami dan istri.
33
BAB III PROFIL NH. DINI
A. Biografi Nh. Dini
Nh. Dini nama lengkapnya Nurhayati Sri Hardini lahir tanggal 29 Februari 1936 di Semarang, Jawa Tengah. Dia adalah putri bungsu dari
pasangan Salyowijoyo, seorang pegawai perusahaan kereta api, dan Kusaminah. Nh. Dini berkakak empat orang, yaitu 1 Heratih, 2
Mohamad Nugroho, 3 Siti Maryam, dan 4 Teguh Asmar. Dari keempat saudaranya itu yang paling akrab dengan Dini adalah Teguh Asmar karena
keduanya sama-sama seniman. Nh. Dini juga dekat dengan ayahnya yang telah membimbingnya dalam mencintai seni. Sebelum meninggal, ayahnya
berpesan agar Dini belajar menari dan memukul gamelan yang tujuannya untuk mendidiknya supaya memahami kelembutan dalam kehidupan.
Itulah sebabnya, mengapa tokoh utama wanita dalam novelnya Pada Sebuah Kapal sangat menonjol kelembutannya. Nh. Dini juga berdarah
Bugis, selain Jawa.
1
Tahun 1960 Nh. Dini dipersunting seorang diplomat Prancis bernama Yves Coffin yang pada saat itu sedang bertugas di Indonesia
selama empat tahun. Setelah menikah, mereka pindah ke Jepang. Setahun kemudian, yaitu tahun 1961 lahir anak pertamanya yang diberi nama
Marie Glaire Lintang. Dari Jepang mereka pindah ke Kamboja tahun 1967 lahir pula anak kedua laki-
laki bernama Louis Padang di L‟Hay- „les Roses, Prancis. Akhirnya, mereka menetap di Prancis. Akan tetapi,
rumah tangga pasangan Nh. Dini dan Yves Coffin ini akhirnya setelah
1
Perpustakaan Nasional RI, Dewan Direksi, Ensiklopedi Sastra Indonesia,Bandung: Titian Ilmu;2004, h. 190.
34
mereka jalani selama kurang lebih dua puluh tahun. Setelah menyelesaikan urusan perceraiannya, tahun 1980 Nh. Dini kembali ke
tanah air dalam keadaan sakit kanker. Akan tetapi, kini kesehatannya telah pulih kembali dan aktif menulis sambil memupuk bakat menulis
kepada anak-anak bersama pondok bacanya di desa Kedung Pani, beberapa kilometer arah barat laut kota Semarang. Pondok baca yang
semula berada di Semarang itu pindah ke Yogyakarta mengikuti kepindahan Nh. Dini yang kini tinggal di Graha Wredha Mulya 1-A
2003. Selain itu, ada pula pondok baca cabang Jakarta, dan Kupang Timur.
Dalam hal keyakinan, Nh. Dini tidak tegas memeluk salah satu agama, hanya diakuinya bahwa dia pernah mendapat pendidikan agama
Islam Jawa. Kepada anaknya dia juga tidak memaksakan agama apa yang harus mereka anut walaupun dia mengirim anak-anaknya ke gereja ketika
mereka masih kecil. Dini memberikan kebebasan memilih agama kepada anak-anaknya, hanya pendidikan tentang budaya yang harus dianut anak-
anaknya dia berikan. Mereka diberi kesempatan untuk mendengarkan Indonesia, seperti gamelan Jawa, Bali, Sunda, di samping menari.
Dini tidak sempat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi karena ketika usianya tiga belas tahun, ayahnya meninggal dunia. Akan
tetapi, dia sangat haus akan ilmu. Oleh karena itu, setiap ada kesempatan, dia menyempatkan diri mengikuti pendidikan, seperti mengikuti
pendidikan untuk menjadi pegawai GIA. Di samping itu, dengan kelincahannya dia juga mengikuti Kursus BI Sejarah dan bahasa asing
pada tahun 1957. Nh. Dini pernah bekerja sebagai penyiar RRI Semarang. Setelah
lulus pendidikan di GIA, dia bekerja sebagai pramugari di Jakarta 1957- 1960. Akan tetapi, setelah bersuami pada tahun 1960, Dini berhenti dari
pekerjaannya karena mengikuti suami.
35
Sebagai sastrawan, Nh. Dini menulis berbagai genre sastra, yaitu puisi, drama, cerita pendek, dan novel. Akan tetapi, dia sangat terkenal
sebagai novelis. Bakat kepengarangannya terbina sejak kecil, terutama karena dorongan ayahnya yang selalu menyediakan bacaan bagi putri
bungsunya ini. Dia baru menyadari bahwa bakat menulisnya muncul ketika gurunya di sekolah mengatakan bahwa tulisannya merupakan yang
terbaik di antara tulisan kawan-kawannya dan tulisannya dijadikan sebagai contoh tulisan yang baik. Dia memupuk bakatnya dengan selalu
mengisi majalah dinding di sekolahnya. Dia juga menulis esai dan puisi secara teratur dalam buku hariannya. Tahun 1952 puisi Nh. Dini dimuat
dalam majalah Budaja dan Gadjah Mada di Yogyakarta dan juga dibacakan pada acara “Kuntjup Mekar” di Radio Jakarta. Cerpennya
dimuat di dalam majalah Kisah dan Mimbar Indonesia, seperti “Kelahiran” 1956, “Persinggahan” 1957, dan “Hati yang Damai”
1960. Di dalam lembar kebudayaan majalah Siasat dimuat cerita pendek yang berjudul “Penungguan” 1955, “Pagi Hudjan” 1957,
“Pengenalan” 1959, “Sebuah Teluk” 1959, “ Hati yang Damai” 1959. Dan “Seorang Paman” 1960.
Bakat kesenimanannya tidak terbatas pada karya sastra. Bersama kakaknya, Teguh Asmar, Nh. Dini mendirikan perkumpulan seni
“Kuntjup Seri” yang kegiatannya berlatih karawitan atau gamelan, bermain
sandiwara, dan menyanyi, baik lagu-lagu Jawa maupun lagu Indonesia. Di samping aktif dalam kegiatan itu, Nh. Dini juga masih sempat bekerja
sebagai anggota redaks i ruangan “Kebudayaan” dalam majalah pelajar
kota Semarang, Gelora Muda. Kariernya sebagai sastrawan diawali dengan menulis puisi dalam
buku harian. Selanjutnya, dia aktif menulis drama yang disajikan di RRI Semarang. Dalam acara lomba drama, cerita pendek juga merupakan
kegiatan lain yang digarapnya. Cerita-cerita pendek itu kemudian dimuat