aktual dan yang paling terkini yang harus dimuat kan, tetapi kalau zaman sekarang kita sudah punya online dan banyak media lain sudah punya media
online jadi kita lebih selektif kita sekarang lebih memilih substansi daripada sensasi. Jadi berita-berita yang diberitakan di koran adalah berita-berita yang
kami anggap berguna bagi masyarakat, memang masyarakat perlu tahu walaupun itu kadang dengan sangat terpaksa itu tidak begitu menarik buat
mereka tetapi apabila kami merasa itu sangat penting untuk dietahui, itu sangat layak untuk diperjuangkan, kami merasa itu punya manfaat bagi masyarakat itu
yang kami tayangkan. Itu tadi kalau di koran, beda dengan di online begitu juga dengan republika online tentu mereka akan mengejar berita yang paling aktual,
berita yang bombastis, berita yang sensasional, berita-berita dengan prinsip jurnalisme lama lah. Kalau kami di koran kami lebih mengejar kedalaman, lebih
mengejar substansi, dan lebih mengejar esensi atau isi dari pemberitaan itu sendiri.
4. Bagaimana Republika dalam memilih dan menentukan narasumber untuk
setiap pemberitaannya?
Tergantung beritanya. Misalkan lingkaran pertama untuk berita peristiwa mengenai sesuatu, biasanya kita cari orang yang paling dekat dengan peristiwa
itu yang paling penting kalo ga ada kita cari ke lingkaran kedua. Berbeda lagi kalau berita politik, politik itu biasanya kan perlu analisis nah selain orang-
orang yang berada dilingkaran pertama, lingkaran kedua kita juga perlu seorang pakar. Pakarnya tentu aja yang berkecimpung soal bidang tersebut, dengan
rentang waktu tertentu, berasal dari institusi yang kredibel, kemudian pandangan-pandangan dia kita anggap katakanlah layak dipercaya.
5. Menurut Republika apakah perlu adanya RUU Ormas yang baru untuk
menggantikan UU Ormas yang lama?
Soal pro kontra RUU Ormas itu posisi Republika benar-benar berada di tengah- tengah. Di RUU Ormas kita lihat ada dua kubu, Kementrian Dalam Negeri
Kemendagri, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama NU, Dewan Perwailan Rakyat DPR ditengah-tengah kadang dia kesana kadang dia kesini. Kalau
Republika tepat ditengah-tengah posisinya karena argument kedua kubu tersebut sama-sama kuat. Pertama, Kemendagri melihat keberadaan ormas perlu
check and balance, perlu transparansi, perlu ijin, perlu regulasi segala macem ya kami pikir begitu ga mungkin kita ada di negara demokrasi ada lembaga
yang bisa jalan begitu aja tanpa diperiksa itu gila itu konyol, sangat ga masuk akal. Tapi disisi lain Muhammadiyah berpendapat RUU Ormas ini berpotensi
membuat negara kembali lagi menjadi otoriter gak salah pandangan tersebut, karena kebetulan memang ada pasal-pasal dalam RUU Ormas yang
melimpahkan kewenangan, pembekukan kepada daerah misalnya itu berada di tangan yang salah, formula itu akan sangat berbahaya sekali. Tetapi, pada saat
akhir-akhir pembahasan Kemendagri sudah melakukan revisi, sudah melakukan akomodasi tetapi mereka tetap bersikeras bahwa gakmau kita gakmau diatur
tetep gakmau kita jadi curiga dong lah elo kenapa gakmau diatur? Dapet dana dari siapa lo? Nah dari situ kita mulai lebih sedikit menyuarakan keberatan dari
kaum Muhammadiyah. Oke kita anggaplah kita Muhammadiyah dan NU itu