Define Problems Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika

kecenderungan sudut pandang Republika dan Suara Pembaruan terhadap pro kontra RUU Ormas. Peneliti mengambil empat judul judul berita yang ada di pemberitaan harian umum Suara Pembaruan dan Republika periode Maret sampai April. Empat judul tersebut dipilih karena peneliti menganggap judul-judul tersebut telah mewakili pemberitaan pro kontra RUU Ormas. Empat judul berita tersebut, Pancasila Bukan Asas Tunggal, Asas Utama Pancasila Final dan Mengikat, Ormas Dinilai Takut Transparan, dan Ormas Asing Wajib Laporkan Sumber Dana.

A. Define Problems Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika

Suara Pembaruan dan Republika melihat dan mengidentifikasi kasus pro kontra RUU Ormas dengan sudut pandang yang berbeda. Republika dan Suara Pembaruan mengidentifikasi masalah pro kontra RUU Ormas karena adanya pasal-pasal yang dianggap oleh sebagian ormas represif salah satunya adalah pembahasan mengenai asas Pancasila sebagai asas tunggal. Tentu saja, dalam mengemas pemberitaan yang ada antara Republika dan Suara Pembaruan memiliki sudut pandang yang berbeda mulai dari judul berita, pemilihan narasumber serta framing yang dibentuk oleh kedua media tersebut. Pada pemberitaan 26 Maret 2013, Republika memberitakan mengenai asas Pancasila yang menjadi kontroversi antara pemerintah dengan ormas dan LSM. Pada pemberitaan tersebut Republika ingin memaparkan bahwa adanya penolakan dari ormas Islam terhadap RUU Ormas hanya karena permasalahan pancasila sebagai asas tunggal bukanlah semestinya, karena asas islam juga sesuai dengan asas Pancasila begitupun dengan asas-asas yang menjadi landasan ormas agama lain. Framing yang ingin dibentuk Republika adalah adanya asas pancasila bukanlah suatu momok yang menakutkan bagi ormas-ormas islam atau agama lain karena setiap ormas bebas mencantumkan asas yang sesuai dengan ideologi mereka. Redaktur rubrik nasional Republika mengatakan bahwa ketakutan para ormas agak berlebihan apabila pada zaman sekarang asas Pancasila dipandang sebagai sarana dalam mengebiri kebebasan berserikat dan berorganisasi. Republika menilai apabila RUU Ormas itu disahkan pada zaman yang memang dimana semua orang, semua media bungkam mungkin RUU Ormas ini akan menjadi suatu alat untuk mengebiri kebebasan para ormas dalam berorganisasi, tetapi lain halnya apabila RUU Ormas disahkan pada saat semua orang memiliki kebebasan untuk bersuara serta dapat mengakses informasi dari manapun, “Kalaupun Undang-Undang ormas yang sekarang disahkan oleh Kemendagri dan digunakan oleh orde baru mungkin dia akan menjadi undang-undang tangan besi, tetapi saat ia dipergunakan di zaman sekarang dimana informasi membanjir dimana mana, dimana setiap orang punya mata, punya telinga, bisa punya mulut, bisa punya suara, semua ketakutan itu berlebihan. Ketakutan ormas dimana itu akan dijadikan sebagai sarana dalam mengembalikan rezim otoriter itu gila Mereka pikir kita sebagai media akan diam saja? Gak bakal lah, kita gak bakal diam. Ini konteks waktu yang berbeda, kita sekarang berada dimana zaman semua orang punya suara, semua orang bisa mengawasi.” 1 Dari wawancara diatas, terlihat jelas bahwa Republika cenderung setuju mengenai adanya asas Pancasila sebagai asas ormas. Republika melihat bahwa asas Pancasila bukanlah sebuah hal yang harus ditakuti oleh ormas-ormas di Indonesia karena adanya perbedaan zaman antara rezim orde baru dengan saat ini. Dimana saat orde baru, mungkin asas Pancasila akan membelenggu setiap kebebasan para ormas dan RUU Ormas sendiri akan menjadi sebuah undang- 1 Wawancara dengan Fitriyan Zamzami selaku redaktur rubrik Nasional Republika, Jakarta 10 Desember 2013. undang “tangan besi”, tetapi hal itu berbeda apabila asas Pancasila diterapkan pada era demokrasi saat ini dimana setiap orang memiliki ruang kebebasan untuk memiliki pendapat dan menyuarakan pendapat mereka di ruang publik. Suara Pembaruan mengidentifikasi masalah bahwa asas Pancasila dapat diterima oleh Muhammadiyah, selaku organisasi Islam terbesar di Indonesia. Dalam berita ini, frame yang dikembangkan oleh Suara Pembaruan adalah mengenai asas Pancasila yang awal mulanya ditolak oleh beberapa ormas termasuk Muhammadiyah kini mulai dapat diterima. Hal tersebut dapat dilihat dari paragraf pertama : “Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsudin Muhammadiyah tidak ada masalah sama sekali, terhadap klausul dalam RUU Ormas, yang menyatakan bahwa Pancasila, yang menjadi asas dasar organisasi kemasyara katan di Indonesia.” Apabila diperhatikan dari segi lead pada berita diatas, lead Suara pembaruan pada berita tersebut termasuk kedalam straight news lead yang dipakai untuk melaporkan kejadian yang bersifat penting bagi pembaca. Oleh sebab itu, straight news lead biasanya diawali dengan unsur what atau who. Unsur when, where, why ataupun how tidak pernah menjadi unsur paling penting dalam suatu kejadian. 2 Lead pada berita diatas juga tidak memiliki unsur-unsur lengkap berita seperti 5W+1H, di berita tersebut hanya menunjukkan unsur what yaitu apa yang sedang terjadi atau yang sedang diberitakan, disini adalah mengenai ormas Muhammadiyah yang sama sekali tidak keberatan terhadap asas Pancasila dan who yaitu siapa yang sedang diberitakan tentu saja pada berita ini adalah Muhammadiyah. 2 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru. Jakarta:Kalam Indonesia hal.55 Dilihat dari pemberitaan secara keseluruhan, antara Suara Pembaruan dengan republika memiliki persamaan dalam mengidentifkasi kasus pro kontra RUU Ormas terkait adanya asas Pancasila. Republika pada pemberitaannya fokus terhadap kontroversi asas Pancasila sementara Suara Pembaruan tidak hanya melihat dari kasus asas Pancasila tetapi juga ada anak berita yang membahas mengenai pembubaran lembaga amil zakat. Selain permasalahan asas tunggal, yang menjadi pro kontra RUU Ormas lainnya adalah mengenai adanya pasal transparansi pendanaan. Republika dalam pemberitaan tentang pasal transparansi lebih mengangkat mengenai ketakutan para ormas di Indonesia perihal adanya pasal yang mengatur transparansi pendanaan setiap ormas dalam RUU Ormas yang disusun oleh pemerintah. Hal tersebut bisa dilihat pada paragraf pertama yaitu : “RUU Ormas yang kini digodok oleh DPR dinilai menjadi tantangan berat bagi ormas yang dananya tidak jelas. Pemerintah menilai sikap menolak pengosahan RUU Ormas menandakan ketakutan sejumlah ormas akan kemungkinan terkuaknya praktik haram dibalik kegiatan ormas.” Republika cenderung mencurigai adanya ormas-ormas yang memang tidak ingin adanya pasal yang mengatur tentang pengelolaan dana ormas. Republika mencurigai adanya ormas-ormas yang memang menerima bantuan dana asing bahkan menyalahgunakan dana Bantuan Sosial Bansos sebagai lahan korupsi. Oleh sebab itu, Republika sangat menyetujui adanya pasal transparansi dana ormas yang terdapat dalam RUU ormas. Republika menganggap LSM yang didanai oleh pemerintah perlu transparan dalam penggunaan dana tersebut terhadap masyarakat hal ini berguna untuk menjaga ormas yang dikendalikan oleh kepentingan asing dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut redaktur rubrik Nasional dan Politik, Fitriyan Zamzami, republika memandang bahwa perlu adanya pengujian transparansi dalam dana ormas. 3 “Pada saat akhir-akhir pembahasan dimana kemendagri telah melakukan revisi telah melakukan akomodasi terhadap muhammadiyah tetapi kemudian mereka tetap bersikeras gak mau gakmau kita tetap gakmau diatur. Kita jadi bingung dan curiga dong, lah lo kenapa gakmau diatur? Dapet pendanaan dari siapa lo? Nah dari situ kita mulai lebih sedikit menyuarakan suara keberatan dari kaum Muhammadiyah terhadap RUU Ormas. Oke kita anggaplah kita Muhammadiyah dan NU itu kredibel, tetapi apakah seluruh LSM yang tergabung dalam Koalisi Akbar Masyarakat Sipil itu kredibel? Apakah semuanya bisa mempertanggung jawabkan pembiayaan mereka? Kemudian itu menjadi titik tolak pemikiran kami, walau NU dan Muhammadiyah organisasi Islam terbesar di Indonesia, walau Republika media Islam terbesar di Indonesia sorry to say bukan masalah sepakat atau tidak sepakat tetapi kami tidak mau membab i buta membela kepentingan Muhammadiyah dan NU.” Sementara disisi lain, Suara Pembaruan mengidentifikasi bahwa Ormas Asing yang ada di Indonesia wajib melaporkan semua pendanaannya ke pemerintah. Ormas asing juga wajib mengumumkan sumber, jumlah, dan penggunaan dana serta melaporkan hal tersebut secara berkala. Framing Suara Pembaruan juga mengarahkan pemberitaannya tidak hanya mengenai transparansi yang harus dilakukan para ormas saja, tetapi juga menggiring pembaca terhadap adanya sanksi yang dapat diterima oleh ormas apabila tidak melakukan pelaporan dana secara berkala kepada pemerintah. Sanksi yang akan ditetapkan adalah penghentian kegiatan ormas sementara. Hal tersebut dikemukakan Suara Pembaruan pada paragraf pertama : “Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Organisasi Massa Rahardi Zakaria menegaskan, DPR tetap akan mewajibkan ormas maupun lembaga swadaya masyarakat asing melaporkan sumber pendanaannya ke pemerintah. Jika dilanggar, ormas tersebut terancam dihentikan sementara operasinya dan bisa dibubarkan. 3 Hasil wawancara dengan Fitriyan Zamzami selaku redaktur rubrik Nasional Republika. Jakarta 10 Desember 2013. Dari segi karakter pemberitaan, Suara Pembaruan mencoba untuk tetap bersifat faktual dan tidak berpihak kepada siapapun. Hal tersebut disampaikan oleh Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan sebagai berikut : “Yang pasti kita karakternya faktual ya kita tidak tendensis, kita tidak tendensisme seseorang, kita harus berdasarkan fakta apalagi memicu persoalan umum, dan yang lagi kita harus positif. Posisi kita mesti memberi solusi. Apa yang mesti dihidupkan kembali dalam hal yang positif, membikin sebuah fakta begitu. Dan ada juga persoalan yang lain itu ada juga suatu harapan dibalik sebuah persoalan yang mesti kita dorong.” 4

B. Diagnose Causes Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika