Dari segi karakter pemberitaan, Suara Pembaruan mencoba untuk tetap bersifat faktual dan tidak berpihak kepada siapapun. Hal tersebut disampaikan
oleh Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan sebagai berikut : “Yang pasti kita karakternya faktual ya kita tidak tendensis, kita tidak
tendensisme seseorang, kita harus berdasarkan fakta apalagi memicu persoalan umum, dan yang lagi kita harus positif. Posisi kita mesti memberi
solusi. Apa yang mesti dihidupkan kembali dalam hal yang positif, membikin sebuah fakta begitu. Dan ada juga persoalan yang lain itu ada juga suatu
harapan dibalik sebuah persoalan yang mesti kita dorong.”
4
B. Diagnose Causes Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika
Republika melihat bahwa penyebab permasalahan atas permasalahan mengenai pro kontra asas pancasila adalah ormas-ormas Islam yang tidak setuju
terhadap adanya asas pancasila sebagai asas dari RUU Ormas sehingga Republika merasa perlu untuk memberitahukan kepada khalayak bahwa Islam dan Pancasila
bukanlah dua hal yang bertentangan. Republika melihat awal penyebab permasalahan ini karena adanya ketakutan
dari para ormas bahwa asas Pancasila akan membangkitkan rezim orde baru, dimana pada saat itu pemerintahan di Indonesia sangat membatasi kebebasan
berserikat dan berorganisasi para ormas sehingga ada rasa trauma akan terulang kembali sejarah kelam asas Pancasila.
Adanya asas Pancasila sebagai asas tunggal dalam RUU Ormas menjadi salah satu penyebab banyaknya aksi protes dari Ormas-ormas yang ada di Indonesia
termasuk Muhammadiyah. Suara Pembaruan melihat Muhammadiyah sebagai
4
Hasil Wawancara dengan Aditya L. Djono selaku Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan. Jakarta 10 Desember 2013
salah satu Ormas Islam terbesar di Indonesia dapat menerima asas Pancasila sebagai asas ormas karena tidak ingin adanya pertentangan antara Islam dan
Pancasila. Suara Pembaruan menuangkan hal tersebut pada hasil kutipan wawancara dengan Din Syamsudin, pada paragraf kedua:
“Karena kita meyakini antara Islam dan Pancasila itu tidak ada pertentangan, maka ketika UU No. 8 Tahun 1985, Muhammadiyah
mencantumkan asas Pancasila, walaupun kemudian pada era Reformasi Muhammadiyah kembali mencantumkan asas Islam seperti yang sudah
dilakukannya sejak kelahirannya dulu. Atau jauh setelah kelahirannya. Sekarang kalau ada UU baru mengharuskan seperti itu bolak-balik kan
sebuah kontraproduktif. Janganlah itu dipertentangkan karena kami berada di garda terdepan untuk memberikan argumentasi bahwa tidak ada pertentangan
antara Islam dan Pancasila.” Dari kutipan wawancara tersebut, Suara Pembaruan melihat bahwa
Muhammadiyah sebagai pihak yang awalnya banyak diberitakan tidak setuju dengan asas Pancasila, namun ternyata Muhammadiyah dapat menerima asas
tersebut dengan alasan bahwa Islam dan Pancasila merupakan satu kesatuan. Muhammadiyah juga meminta untuk tidak ada lagi kontroversi mengenai asas
Pancasila dengan asas Islam. Sedangkan penyebab dari permasalahan pro kontra terkait pasal tranparansi
pendanaan menururt Republika adalah ormas-ormas dan LSM yang menolak adanya pasal tersebut. Sehingga, ormas-ormas yang menolak pasal tersebut
mencoba untuk melakukan rekayasa dan berusaha untuk membelokkan isu mengenai RUU Ormas yang dinilai akan menjadi aturan represif dan mengancam
demokrasi. Pasal transparansi pendanaan dinilai pemerintah akan membantu untuk mencegah praktik ormas yang menjadi spionase. Hal tersebut bisa dilihat pada
paragraf ketiga dan ketujuh, dimana Republika mengutip pendapat Budi Prasetyo selaku Direktur Seni Budaya Agama dan Kemasyarakatan:
“Menurut Budi, aturan RUU Ormas yang memuat semangat transparansi seharusnya tidak menjadi kekuatan bila ormas menjalankan kegiatannya
secara benar. Namun, dia memahami adanya sejumlah ormas yang takut dengan disahkannya karena sumber dananya tidak jelas.”
“Ia menambahkan negara Indonesia bukan ruang hampa. Ada nilai hidup dimasyarakat yang harus dipatuhi ormas. Yang dibatasi RUU Ormas adalah
kejahatan yang berkedok dan dibungkus ormas.”
Suara Pembaruan menilai penyebab masalah utama dari permasalahan transparansi pendanaan adalah Ormas serta LSM asing tidak sukarela melaporkan
mengenai pendanaan mereka kepada pemerintah, inilah yang menyebabkan timbul kontroversi dalam RUU Ormas. Hal ini dijelaskan Suara Pembaruan pada paragraf
keenam: “Syarif yang juga pengamat sosial ini mengatakan, upaya proaktif
pemerintah diperlukan karena ormas, baik lokal maupun asing tidak akan dengan sukarela melaporkan aliran dana yang diterimanya dengan jujur. Dia
meminta pemerintah tegas terhadap organisasi asing yang terbukti melakukan pelanggaran aturan.”
C .
Make Moral Judgement Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika
Nilai moral yang ingin disampaikan oleh Republika pada pemberitaannya mengenai Pancasila sesungguhnya merupakan hasil ekstraksi dari berbagai
macam nilai-nilai sosial serta kebudayaan di Indonesia yang heterogen termasuk agama-agama yang ada di Indonesia. Hal ini Republika paparkan pada kutipan
wawancara dengan Bahtiar, Kepala Subdirektorat Ormas Kemendagri, sebagai berikut :
“Ia menyatakan, nilai-nilai Pancasila merupakan hasil abstraksi dari nilai hidup dalam masyarakat Indonesia, baik nilai hukum, sosial, budaya
maupun agama. Dengan demikian, setiap ormas islam dapat mencamtumkan asas Pancasila sebagai asas umum sekaligus asas Islam sebagai asas ciri
ormas Islam. Jadi, tidak benar jika asas Islam dilarang dengan adanya RUU Ormas.”
Dalam kutipan wawancara tersebut, Republika mencoba untuk mengarahkan pemberitaan bahwa asas Islam sebagai ciri ormas Islam tidak akan dilarang dalam
penggunaannya, walaupun asas dasar dari RUU Ormas adalah asas Pancasila. Jelas disini Republika ingin menginformasikan bahwa asas Pancasila bukanlah
suatu masalah besar dari adanya RUU Ormas, sebab Pancasila sendiri sifatnya bisa disesuaikan dengan asas ciri tiap ormas.
Menurut Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan, Aditya L. Djono mengatakan bahwa apabila melihat dari historis Pancasila merupakan salah satu
alasan kenapa Negara Kesatuan Republik Indonesia bisa menjaga keutuhannya sampai saat ini. Jadi, alangkah baiknya apabila asas Pancasila dalam RUU Ormas
tidak dijadikan masalah karena Hal tersebut disampaikan oleh Aditya L. Djono pada hasil wawancara berikut ini :
“Kita sih tidak ingin terjebak pada istilah asas tunggal atau apa ya, kalau ini adalah kesepakatan historis, kesepakatan sejarah yang terbukti, proven.
Bisa menjaga NKRI sampai sekarang adalah pancasila, itu aja. Orang boleh mempunyai, apa ya, kaitannya dengan sebuah keyakinan, keyakinan apapun
juga, tapi dengan segala perbedaan tersebut pada akhirnya kita mesti, saya mesti melihat bahwa sejarah membuktikan semua bisa di atasi dengan
pancasila. Jadi menurut saya, marilah kita menjaga pancasila ini dan alangkah baiknya ini menjadi fondasi pola pikir, pola tindak dan pola
kebijakan dari semuanya, baik individu maupun organiasi tanpa kita harus mengorbankan dan mananggalkan atau mengurangi keyakinan kita terhadap
sebuah ideologi keagamaan maupun ideologi politik tertentu itu bisa tetep menjalankan itu. Ayo soal pancasila ini kita jaga sama-sama ayo jangan
sampai kita menonjolkan ideologi keagamaan kita, ideologi kesukuan kita ataupun ideologi politik kita berkampanye, saya kira itu tidak benar itu. Dan
saya kira semangat pancasila tetap seperti itu .”
5
Dari hasil kutipan wawancara seperti diatas, penulis bisa menyimpulkan Suara Pembaruan tidak ingin melihat asas Pancasila dalam RUU Ormas sebagai
5
Hasil Wawancara dengan Aditya L. DJono selaku Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan, Jakarta, 3 Desember 2013
suatu hal yang besar sehingga bisa memecah kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Republika mencoba menggiring pemberitaan kasus mengenai penolakan pasal transparansi dana ormas sebagai salah satu sikap yang sangat tidak
menjunjung demokrasi di Indonesia. Republika menuangkan pernyataan tersebut dengan mengutip kutipan tidak langsung pendapat dari Kemendagri, seperti pada
paragraf kedua : “Kemendagri menyatakan bahwa sikap menentang transparansi terhadap
kegiatan ormas justru merupakan bentuk kepanikan. Ormas yang menolak RUU Ormas dipandang tidak menjunjung demokrasi.”
Apabila Republika melihat nilai moral dari permasalahan diatas adalah karena para ormas tidak menjunjung nilai-nilai demokrasi, sementara Suara
Pembaruan tidak menjelaskan secara langsung nilai moral yang dilanggar akibat kasus tersebut, tetapi Suara Pembaruan melihat adanya transparansi pendanaan
berguna untuk mengurangi praktik mata-mata yang dilakukan ormas untuk kepentingan asing, tentu saja hal ini bisa mengganggu stabilitas Negara Kesatuan
Republik Indonesia NKRI, hal tersebut Suara Pembaruan utarakan pada paragraf terakhir :
“Mereka juga diharamkan melakukan kegiatan spionase, politik praktis, melakukan kegiatan yang mengganggu hubungan diplomatik, menggunakan
fasilitas pemerintah, dan menggalang dana dari pemerintah maupun masyarakat
Indonesia.”
D. Treatment Recommendation Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika
Pada kasus terkait pro kontra asas Pancasila, republika melihat aspek penyelesaian masalah adalah tidak boleh ada pemaksaan terhadap ormas-ormas
Islam yang ingin menggunakan asas Islamnya atau ormas yang memilki asas Kristen untuk menggunakan asas Kristennya sehingga ormas-ormas merasa
pilihan mereka dihargai dan dapat menerima dicantumkannya asas Pancasila
sebagai asas ormas.
Republika juga memaparkan dalam pemberitaannya, bahwa ciri ormas tetap harus disesusaikan dengan nilai-nilai dan prinsip yang terkandung dalam
Pancasila sehingga ormas bisa memakai apapun asas ciri mereka namun tetap sesuai dan seiring dengan asas Pancasila.
Sementara Suara Pembaruan merekomendasikan bahwa asas pancasila dengan asas Islam tidak perlu diperdebatkan karena hanya akan mengulang
kembali sejarah kelam mengenai perdebatan antara asas Pancasila dengan asas Islam. Hal tersebut dikutip oleh Suara Pembaruan berdasarkan hasil wawancara
dengan ketua Muhammadiyah, Din Syamsudin : “Kalau ada asas yang bertentangan dengan asas Pancasila dimana
menekankan pada Ketuhanan YME artinya harus ber-Tuhan. Paham ateisme bertentangan dengan sila pertama Pancasila itu yang tidak diperbolehkan
tetapi kalau asas Islam yang tidak bertentangan dengan asas Pancasila ya diperbolehkan, kecuali Islam bertentangan dengan Pancasila maka dilarang.
Bagi Muhammadiyah ini tidak persoalan, tapi bagi yang lain kami menasehati untuk tidak buka luka lama yang jadi kontraproduktif.”
Suara Pembaruan juga melihat penyelesaian masalah mengenai asas Pancasila tidak hanya dari sisi Muhammadiyah saja, tetapi Suara Pembaruan juga
membidik permasalahan pada Partai Keadilan Sosial PKS, dimana PKS tidak
ingin adanya pemaksaan asas tunggal Pancasila terhadap ormas. Hal berikut Suara Pembaruan tuangkan pada paragraf kelima:
“Sebelumnya, ketua DPP PKS Indra menyatakan asas tunggal Pancasila tidak boleh dipaksakan kepada ormas dengan alasan tidak sesuai dengan
konstitusi yang menjamin kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat serta tidak sejalan dengan semangat reformasi.”
Republika dalam pemberitaannya mengenai pro kontra transparansi pendanaan merekomendasikan untuk para ormas agar tetap transparan dalam
setiap pendanaan yang mereka dapatkan, untuk apa dana itu dipakai agar semua kegiatan ormas di Indonesia dapat terkontrol dengan baik. Hal ini bertujuan agar
ormas-ormas di Indonesia tidak menyalahgunakan pendanaan yang mereka terima untuk hal-hal diluar semestinya.
Suara Pembaruan melihat perlu adanya sanksi yang berlaku bagi para ormas yang tidak mau melaporkan mengenai pendanaan mereka terhadap pemerintah.
Pernyataan tersebut dapat dilihat pada paragraf keempat : “Rahardi juga mengungkapkan, dalam UU Ormas nanti, pemerintah dan
DPR tetap akan memegang prinsip keterbukaan dan kehati-hatian. Ketentuan itu diharapkan akan membuat seluruh aliran dana yang masuk ke ormas bisa
diketahui. Menurutnya, harus ada sanksi tegas bagi ormas yang merongrong keamanan mau pun stabilitas negara.
” Dari Suara Pembaruan dan Republika bisa terlihat perbedaan dalam hal
penyelesaiaan masalah terkait adanya pro kontra RUU Ormas perihal pasal transparansi pendanaan. Suara Pembaruan melihat dan memberitakan bahwa jalan
keluar dari permasalahan ormas-ormas yang tetap menolak transparansi pendanaan dengan memberikan sanksi penghentian sementara bahkan sampai
pembubaran ormas. Sedangkan, Republika tidak melihat dari sisi hukum tetapi dari sisi moralitas para ormas yang dianggap tidak memiliki kredibilitas dalam
menggunakan dana bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah.
E. Analisis Perbandingan Framing Republika dengan Suara Pembaruan