Kemampuan Penalaran Matematik Kajian Teori

14 Berkait dengan peningkatan kemampuan bernalar, NCTM menyatakan bahwa program pembelajaran dari TK sampai kelas 12 hendaknya memungkinkan siswa untuk 12 : 1. Mengenali penalaran dan pembuktian sebagai aspek yang sangat mendasar pada matematika recognize reasoning and proff as fundamental aspects of mathematics 2. Melakukan dan menginvestigasi dugaan-dugaan matematik make and investigate mathrmatical conjucteres 3. Mengembangkan dan mengevaluasi argument dan bukti matematik develop and evaluate mathematical argument and proff 4. Memilih dan menggunakan berbagai tipe penalaran dan berbagai metode pembuktian select and use various types of reasoning and methods of proff Peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa juga dapat dilakukan melalui pengembangan ide, mengeksplorasi fenomena, menjustifikasi hasil-hasil, dan memanfaatkan dugaan-dugaan matematis di dalam semua area muatan dengan harapan-harapan yang berbeda dari tiap tingkatan kelas. 13 Misalnya, tuntutan terhadap pemahaman dan penalaran pada siswa SD dan sebagian besar SLTP masih terbatas pada produk atau proses matematika pada dunia nyata. Namun pada siswa akhir SLTP dan SMU, pengenalan, pemahaman, dan penalaran siswa dapat dimulai dari bentuk konkrit meningkat ke bentuk formal. Hal ini sesuai dengan teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget. Berikut adalah tabel yang menunjukkan tahap perkembangan kognitif pada anak: 14 12 Fajhar Shadiq, Kemahiran Matematika, Yogyakarta: Departeman Pendidikan nasional, 2009 hlm. 9 13 Wahyudin, Pembelajaran ....., hlm. 32 14 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif berorientasi Konstruktivitik, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007 , Cet I, hlm. 15 15 Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget Tahap Perkiraan Usia Kemampuan-Kemampuan Utama Sensorimotor Lahir – 2 tahun Terbentuknya kosep “Kepermanenan Obyek” dan kemajuan gradual dari perilaku refleksif ke perilaku yang mengarah pada tujuan Pra operasional 2 sampai 7 tahun Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan obyek-obyek dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentrasi. Operasi Konkret 7 sampai 11 tahun Perbaikan dalam kemampuan untuk berfikir logis, Kemampuan-kemampuan baru termasuk penggunaan operasi- operasi yang dapat balik. Pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan Operasi Formal 11 tahun sampai dewasa Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis. Berdasar Tabel 2.1 tingkat perkembangan kognitif Piaget diatas, terlihat bahwa pada usia peserta didik dari 11 tahun sampai dewasa telah dapat memasuki tahap operasi formal. Pada usia tersebut, terjadi transisi dari penggunaan operasi konkret ke penerapan operasi formal dalam bernalar. Operasi formal pada tahap ini tidak berhubungan dengan ada atau tidaknya benda-benda konkrit, tetapi berhubungan dengan tipe berfikir. Tahap Operasi formal ini merupakan tahap tertinggi dalam empat tahap perkembangan kognitif siswa. Teori perkembangan kognitif Piaget menaruh perhatian pada proses asimilasi dan akomodasi informasi dalam skema mental manusia. Asimilasi adalah suatu proses menempatkan informasi dan pengalaman baru dalam struktur kognitif siswa, sedangkan akomodasi adalah hasil penstrukturan 16 kembali dalam skema kognitif. 15 Namun, terkadang penyesuaian atau adaptasi tidak mudah dilakukan. Hal ini terjadi apabila siswa tidak dapat membaca asimilasi data baru dalam struktur mental yang ada, maka siswa membangun skema-skema atau hubungan-hubungan agar dapat mengakomodasi pengetahuan dalam benaknya. Sesuai dengan pendapat Russfendi dalam Utu yaitu masih terdapat peserta didik yang telah lulus dijenjang menengah bahkan di perguruan tinggi yang tidak pernah mencapai tahap operasi formal. 16 Selanjutnya Piaget dalam Trianto menyatakan bahwa pengunaan operasi formal ternyata juga bergantung pada keakraban siswa dengan subyek tertentu. 17 Apabila siswa akrab dengan subyek tertentu maka besar kemungkinan siswa dapat menggunakan operasi formal. Keakraban yang dapat dilakukan misalnya dengan terlibat aktifnya siswa dalam menemukan kembali pengetahuan yang dipelajarinya. Dengan kata lain, kemampuan penalaran formal pada seseorang harus dilatih, agar dapat berkembang sebagaimana semestinya. Maka, dapat disimpulkan bahwa usia anak terhadap perkembangan kognitif tersebut sangat fleksibel bergantung pada pengaruh atau kejadian yang ada dilingkungan anak. Atau, bernalar secara matematis merupakan kebiasaan pikiran, dan mesti dibangun melalui penggunaan yang terus menerus dalam berbagai konteks. Barody dalam Gelar menyatakan bahwa terdapat beberapa keuntungan apabila siswa diperkenalkan dengan penalaran yaitu: 18 1. Jika siswa diberikan kesempatan untuk menggunakan keterampilan bernalarnya dalam melakukan pendugaan-pendugaan berdasarkan pengalamannya sendiri maka siswa akan lebih mudah memahaminya. Misalnya siswa diberikan permasalahan dengan menggunakan benda- 15 Rochmad, Penggunaan pola pikir....., hlm. 4-5. 16 Utu Rahim Hasnawati, “Perbandingan Hasil Tes Keterampilan Penalaran Formal Mahasiswa sebelum dan sesudah perkuliahan pengantar dasar Matematika” dalam Majalah Ilmiah Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan , No 1, Vol 6, Februari 2007, hlm. 12 17 Trianto, Model-Model ...., hlm 16 18 Gelar Dwirahayu, “Pengaruh Pendekatan Analogi terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP”, dalam Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, Vol 1, No.1, Juni 2006, hlm. 57-58 17 benda nyata, siswa diminta untuk melihat pola, memformulasikan dugaan tentang pola yang sudah diketahui dan mengevaluasinya sehingga hasil yang diperolehnya bersifat lebih informatif 2. Jika siswa dituntut untuk menggunakan kemampuan bernalarnya, maka akan mendorong siswa untuk melakukan guessing atau dugaan-dugaan. Hal ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan menghilangkan rasa takut ketika siswa diminta untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. 3. Membantu siswa untuk memahami nilai balikan yang negatif dalam memutuskan suatu jawaban. Artinya bahwa siswa perlu memahami bahwa tebakan yang salah dapat menghilangkan kemungkinan yang pasti dengan melihat berbagai pertimbangan dan dapat melihat informasi yang sangat bernilai. 4. Secara khusus dalam matematika anak harus memahami bahwa penalaran intuisi, penalaran deduktif dan penalaran induktif memainkan peranan yang penting. Siswa juga harus menyadari atau dibuat sadar bahwa intuisi merupakan dasar untuk kemampuan tingkat tinggi dalam matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Berdasarkan beberapa keterangan mengenai kemampuan penalaran diatas, maka penggunaan kemampuan penalaran matematik dapat dilakukan dengan mengumpulkan bukti-bukti, membuat dugaan-dugaan atau conjecture, menetapkan generalisasi, membuat argument, dan menentukan kesimpulan logis berdasarkan ide-ide atau hubungan-hubungannya. Sesuai dengan beberapa indikator yang dibuat oleh Dirjen Dikdasmen Nomor 506CKepPP2004 tanggal 11 November 2004 yaitu menyatakan bahwa indikator siswa yang memiliki kemampuan penalaran adalah siswa mampu: 19 1. Mengajukan dugaan atau conjecture 2. Melakukan manipulasi matematika 3. Menyusun bukti, memberikan alasan, atau bukti terhadap kebenaran solusi 4. Menarik kesimpulan dari suatu pernyataan 5. Memeriksa kesahihan suatu argument 19 Sri Wardhani, Analisis....., hlm.14 18 6. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

2. Kemampuan Penalaran Induktif

Penalaran induktif adalah suatu proses berfikir berupa penarikan kesimpulan yang bersifat umum berlaku untuk semuabanyak atas dasar pengetahuan tentang hal-hal khusus fakta. Artinya, dari fakta-fakta yang diperoleh kemudian ditarik sebuah kesimpulan. Dalam pelaksanaannya, Penalaran induktif dapat dilakukan secara sederhana dengan mencoba-coba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nahrowi Adjie yang menyatakan bahwa penalaran induktif dimulai dari percobaan – percobaan atau contoh-contoh dan dari contoh – contoh tersebut dicari pola atau ciri kesamaanya untuk dapat disusun menjadi suatu kesimpulan yang berupa rumus atau teorema dugaan. 20 Pada prinsipnya kemampuan penalaran induktif dalam menyelesaikan masalah atau persoalan matematika tanpa memakai rumus atau dalil, melainkan dengan memperhatikan data soal. Dari datasoal tersebut diproses sehingga berbentuk kerangka atau pola dasar tertentu yang sedemikian sehingga dapat ditarik kesimpulan. Proses tersebut digambarkan sebagai berikut. 21 Generalisasi Konsep Data Gambar 2.1 Proses Penalaran Induktif 20 Nahrowie Adjie Deti Rostika, Konsep Dasar Matematika, Bandung: UPI PRESS, 2009, hlm. 11 21 Nahrowie Adjie Deti Rostika, Konsep....., hlm.3 19 Berdasarkan gambar 1 diketahui bahwa kesimpulan umum dari suatu proses penalaran induktif disebut Generalisasi pengumuman. Generalisasi berdasarkan pengamatan bahwa beberapa atau banyak kejadian berakhir dengan hasil yang sama, sehingga dapat terlihat memiliki suatu pola atau aturan yang melandasinya. Sebagai contoh generalisasi induktif, misalnya penjumlahan dua buah bilangan ganjil akan menghasilkan sebuah bilangan genap yang ditemukan melalui beberapa pengamatan contoh khusus. Dan kesimpulan yang ditarik dari beberapa contoh khusus tersebut adalah kesimpulan umum yaitu hasil dari penjumlahan sembarang dua bilangan ganjil adalah genap. Akan tetapi, kesimpulan umum yang diperoleh dari penalaran induktif dan berasal dari beberapa contoh kasus khusus bersifat benar, belum tentu berlaku benar untuk semua kasus dan masih berupa harapan. Dengan kata lain, tidak selalu dapat dibuktikan secara deduktif dan juga bersifat probabilistik yaitu mungkin bernilai benar atau salah. Maka, hasil yang diperoleh dari penalaran induktif dapat berupa aturan ataupun suatu prediksi yang didasarkan pada aturan itu. Kesimpulan yang demikian dinamakan conjecture atau dugaan. Conjecture adalah suatu tebakan, penyimpulan, teori, atau dugaan berdasarkan fakta tak tertentu atau tak lengkap. Misalnya, pada saat menentukan suku selanjutnya dari suatu barisan bilangan atau gambar. Aturannya dapat dilihat dari pola penyusunan barisan, yaitu pola berulang atau pola tumbuh. Dengan melihat suatu pola, dapat dikatakan dalam penalaran induktif juga melibatkan persepsi tentang keteraturan. Keteraturan itu terlihat misalnya dalam menarik kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat khusus kemudian menemukan polaaturan yang melandasinya atau dalam mendapatkan kesamaan atau keserupaan dari contoh-contoh yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Musser dan Bulger dalam laporan penelitian Mardiah dan Amibiyar yang menyatakan bahwa penalaran Induktif merupakan tipe penalaran yang digunakan untuk menggambarkan kesimpulan atau prediksi tentang suatu pola atau sekumpulan besar objek-objek atau angka-angka 20 berdasarkan kumpulan bagian kecil yang representative. 22 Sebagai contoh dalam menemukan satuan dari bilangan yang ke 6 dari barisan bilangan 1, 2, 4, 7, … . Dengan melanjutkan urutan sebuah pola dari barisan bilangan siswa dapat mengamati bahwa barisan tersebut memiliki pola tumbuh. Dengan demikian dapat diketahui satuan bilangan yang ke 6 adalah 16. Selain dari pola atau keteraturan suatu barisan, conjecture juga dapat diperoleh dari kegiatan menebak suatu mesin fungsi sebagai proses kerja dalam menarik suatu kesimpulan. Mesin fungsi terdiri dari masukan, proses dan hasil. Fungsi merupakan suatu alatmesin yang memproses suatu masukan hingga menghasilkan sesuatu yang baruhasil. Anggota domain dimasukkan ke dalam fungsi mesin kemudian diproses dan fungsi memberi hasil berupa nilai baru yang merupakan peta anggota domain tersebut. Hal ini dapat dilakukan dalam suatu barisan bilangan, karena barisan merupakan suatu fungsi dari bilangan asli atau fungsi yang domainnya bilangan asli. Dan barisan juga dapat didefinisikan sebagai himpunan yang anggota-anggotanya merupakan peta dari bilangan asli. 23 Definisi tersebut, dapat dilihat dengan kalimat matematika dan gambar 2 sebagai berikut: input: n fungsi f Output: fn Gambar 2.2 Mesin Fungsi 22 Mardiyah Harun dan Ambiyar, “Pengembangan Model Strategi Pembelajaran CTL dan Penilaiannya untuk Mengajar Matematika Di sekolah Dasar Kecamatan Padang Utara ”, Laporan Penelitian Universitas Negeri Padang, Jakarta : Perpustakaan LIPI, 2007, hlm. 20, t.d 23 Wilson Simangungsong Fredrik, Matematika PKS Kelas 1 SMA tahun kedua, Jakarta: Gematama, 2002, hlm.133 21 Contohnya, apabila dimasukkan 1 keluar bilangan 2, jika dimasukkan 2 keluar 4 dan seandainya dimasukkan 3 dalam mesin fungsi tersebut, maka diperoleh 8, dan seterusnya. Selanjutnya siswa akan menebak suatu hasil apabila diberikan bilangan tertentu atau sebaliknya, yaitu diberikan suatu hasil tertentu, dari proses mesin, kemudian siswa diminta menentukkan masukannya. Melalui mesin fungsi dapat dikenali aturan pengerjaan sehingga setiap masukan dapat diketahui hasil atau keluarannya. Aturan pengerjaan itu merupakan proses yang diandaikan terjadi dalam mesin. Penalaran induktif terdiri dari tiga jenis diantaranya yaitu generalisasi, analogi, dan hubungan kausal sebab akibat. Sementara itu, menurut Utari beberapa kegiatan yang tergolong dalam penalaran induktif diantaranya adalah: 24 1. Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada yang kasus khusus lainnya. 2. Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses 3. Generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati. 4. Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan: interpolasi dan ekstrapolasi 5. Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola 6. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun konjektur. Berdasarkan pendapat diatas, maka dalam penelitian ini penulis membatasi pada kemampuan penalaran induktif pada kegiatan generalisasi dan analogi. Generalisasi adalah kegiatan penalaran induktif yang menghasikan kesimpulan berdasarkan data-data empiris. Sedangkan penalaran analogi merupakan kegiatan dan proses menyimpulkan berdasarkan kesamaan data atau fakta. Kesimpulan umum yang ditarik dari jenis induktif generalisasi dan 24 Utari Soemarmo, “Berfikir dan disposisi matematik : Apa, Mengapa dan Bagaimana dikembangkan pada peserta didik, FPMIPA UPI : Januari, 2010 hlm.6

Dokumen yang terkait

Penerapan pembelajaran kooperatif model group investigation untuk meningkatkan hasil belajar sosiologi SMA SIT Fajar Hidayah Kotawisata-Cibubur: penelitian tindakan di SMA Fajar Hidayah pada kelas X

0 6 75

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (Gi) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Sdit Bina Insani ( Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Sdit Bina Insani Kelas V Semester Ii Serang-Banten )

0 3 184

IMPLEMENTASI METODE KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

0 6 183

Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

0 7 205

Pengaruh Model Experiential Learning Terhadap Kemampuan Penalaran Induktif Matematik Siswa

1 18 1

Pengaruh Model Pembela jaran Creative Problem Solving (CPS) Terhadap Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa

1 27 309

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Group Investigation(GI) (PTK Pembelajaran Matematika Kelas XI Tata Busana (TB

0 2 19

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE FORMULATE-SHARE-LISTEN-CREATE (FSLC) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIK SISWA SMP.

7 43 33

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MTS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOLABORATIF TIPE GROUP INVESTIGATION.

5 10 46

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MTs

0 0 9