Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
4
hanya sekedar penyampaian rumus-rumus dan tidak mengaitkan materi dengan pengalaman atau kehidupan keseharian siswa. Maka ketika siswa
dihadapkan dengan permasalahan yang sedikit berbeda dari contoh soal yang telah diberikan, siswa menjadi bingung dalam memahami maksud
permasalahan diberikan. Selain itu, dengan langsung diberikannya rumus, siswa tidak diberikan kesempatan untuk mencoba menemukan suatu pola atau
penyelesaian masalah dari permasalahan yang diberikan. Dengan demikian, diperlukan adanya perubahan dalam pembelajaran
matematika. Siswa yang berkualitas adalah siswa yang mampu berpikir kritis, kreatif, logis, dan berinisiatif dalam menghadapi berbagai macam masalah
dengan menganalisisnya terlebih dahulu. Salah satu ciri yang menunjukan proses berpikir logis dan berinisiatif dalam berbagai masalah dengan
menganalisisnya terlebih dahulu termasuk mengambil keputusan yang menunjukan suatu kemampuan penalaran, yaitu kemampuan penalaran
induktif. Dengan demikian, untuk memperoleh siswa unggul dan berkualitas dalam menghadapi era global adalah dengan mengembangkan kemampuan
penalaran siswa. Namun pada kenyataannya yang terjadi, menurut Ahmad Nizar
mengatakan bahwa penalaran matematika sering kali diabaikan dengan anggapan tidak banyak memberikan dampak secara langsung bagi setiap
siswa.
4
Anggapan ini tidak terlalu mengherankan mengingat selama ini yang menjadi tolak ukur keberhasilan siswa adalah nilai yang diperoleh siswa
daripada kemampuan siswa dalam memberikan alasan yang rasional terhadap permasalahan matematika yang dimunculkan. Fenomena pendidikan tersebut,
terjadi pada proses pembelajaran matematika. Hal ini terlihat dari pendapat Ashari seorang wakil Himpunan Matematikawan Indonesia HMI yang
menyatakan bahwa : “karakteristik pembelajaran matematika saat ini lebih mengacu pada
tujuan jangka pendek lulus ujian sekolah atau nasional, materi kurang membumi, lebih fokus pada kemampuan prosedural, komunikasi satu
4
Nizar, Ahmad., Kontribusi matematika dalam membangun daya nalar dan komunikasi siswa. Pada jurnal pendidikan inovatif volume 2 nomor 2. LIPI, 2007, Tidak diterbitkan
5
arah, pengaturan ruang kelas monoton, low order thinking skill, bergantung kepada buku paket, lebih dominan soal rutin dan
pertanyaan tingkat rendah”.
5
Sesuai sengan pengamatan yang dilakukan peneiliti di sekolah, masalah tersebut disebabkan karena proses pembelajaran yang dilakukan
sebagian masih bersifat tradisional yang menggunakan metode konvensional. Akibatnya kemampuan siswa rendah dan tidak berkembang secara optimal. Ini
menunjukan bahwa pembelajaran matematika belum terfokus pada pengembangan penalaran matematika siswa. Adapun pembelajara tradisional
yang diterapkan beberapa sekolah memiliki karakteristik sebagai berikut : menyandarkan kepada hapalan, pemilihan informasi ditentukan oleh guru,
cenderung terhadap salah satu bidang disiplin tertentu, memberikan tumpukan informasi kepada siswa pada sampai saatnya diperlukan, dan penilaian hasil
belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujianulangan. PISA merupakan suatu program penilaian skala internasional yang
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa menerapkan pengetahuan yang sudah mereka pelajari di sekolah. PISA fokus dalam mengukur kemampuan
siswa dalam bidang membaca, matematika, dan sains. PISA mengacu pada filosofi matematika bukanlah suatu ilmu yang terisolasi dari kehidupan
manusia, melainkan matematika justru dari dan kehidupan sehari hari kita. Dari hasil PISA matematika 2009,
6
diperoleh hasil bahwa hampir setengah dari siswa Indonesia yaitu 43,5 tidak mampu menyelesaikan soal PISA
paling sederhana the most basic PISA task. Sekitar sepertiga siswa Indonesia yaitu 33,1 hanya bisa mengerjakan soal jika pertanyaan dari soal
konstektual diberikan secara eksplisit serta semua data yang dibutuhkan untuk mengerjakan soal diberikan secara tepat. Hanya 0,1 siswa Indonesia yang
mampu mengembangkan dan mengerjakan pemodelan matematika yang menuntut keterampilan berpikir dan penalaran.
5
Fadjhar Shadiq, “Inovasi pembelajaran matematika dalam rangka menyongsong sertifikasi guru dan persaingan global”, dalam seminar dan Lokakarya pembelajaran Matematika
, Yogyakarta, 2007, hlm. 2.
6
Ariyadi Wijaya, “Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan
Pembelajaran Matematika”, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2011, hlm.1
6
Hal tersebut menunjukan masih kurangnya kemampuan matematika siswa. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk menumbuhkan pembelajaran
matematika menggunakan strategi pembelajaran aktif. Sesuai yang diungkapkan oleh lembaga pendidikan internasional UNESCO mengenai
empat pilar pendidikan yakni : belajar mengetahui learning to know, belajar berbuat learning to do, belajar menjadi learning to be, belajar bersama
learning how to live together. Diharapakan pengembangan pembelajaran yang berlangsung akan lebih bermakna.
Salah satu upaya yang perlu dikembangkan oleh sekolah adalah pembelajaran berbasis kelompok. Suatu kelompok siswa dikatakan belajar
secara aktif bila ada mobilitas, misalnya nampak dari interaksi yang terjadi antara guru dan siswa dan antara siswa sendiri, komunikasi yang terjadi tidak
hanya satu arah dari guru siswa tetapi banyak arah. Dalam belajar matematika tidak hanya mendengarkan guru didepan kelas saja, tetapi memerlukan banyak
latihan-latihan, berani mengemukakan ide dan berani bertanya. Berdasakan konstruktivisme pembelajaran merupakan proses konstruksi pengetahuan,
bukan duplikasi pengetahuan. Pengetahuan dikonstruksi pada latar kenyataanya, bukan seharusnya. Pembelajaran kooperatif sebagai proses
belajar untuk memahami, belajar berbuat atau melaksanakan, belajar untuk menjadi diri sendiri, dan belajar hidup dalam kebersamaan untuk mendorong
terciptanya kebermaknaan belajar bagi siswa. Untuk mengembangkan kemampuan penalaran induktif pada siswa
diperlukan pembelajaran yang menekankan pada aktivitas berpikir siswa. Agar siswa dapat mengembangkan ide-ide baru yang kreatif atas jawaban yang
ditanyakan oleh guru. Guru pun harus memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menantang untuk para siswanya. Oleh karena itu, proses aktivitas
berpikir siswa dapat terungkap dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang menantang.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat mengungkapkan ide- ide dan penarikan kesimpulan yang merupakan proses penalaran induktif
adalah pembelajaran dengan pendekatan investigasi. Menurut Rachmadi,
7
pendekatan investigasi ini menyiapkan siswa dengan ruang lingkup studi yang luas dengan berbagai pengalaman belajar untuk memberikan tekanan pada
aktivitas positif para siswa.
7
Lebih lanjut Rachmadi menjelaskan empat karakteristik dalam pendekatan ini, diantaranya : Pertama, kelas dibagi
kedalam sejumlah kelompok. Kedua, kelompok siswa dihadapkan pada topik dengan berbagai aspek untuk meningkatkan daya curriosity keingintahuan
dan saling ketergantungan yang positif diantara mereka. Ketiga, didalam kelompoknya siswa terlibat dalam komunikasi aktif untuk meningkatkan
keterampilan cara belajar. Keempat, guru bertindak sebagai sumber belajar dan pimpinan tidak langsung, memberikan arah dan klarifikasi hanya jika
diperlukan, dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Adapun jenis kegiatan yang dapat menyebabkan siswa untuk dapat terlibat secara langsung
yaitu mengidentifikasi topik dan mengorganisasi siswa dalam kelompok peneliti, merencanakan tugas-tugas yang harus dipelajari, melaksanakan
investigasi, menyiapkan laporan, mempersentasikan hasil laporannya, dan mengevaluasi atau memperbaiki proses dan hasilnya.
Sesuai dengan apa yang telah penulis jelaskan diatas, jenis pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan penalaran
matematik siswa adalah pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa student centered learning. Para guru juga diharapkan mampu menggunakan dan
memilih metode pembelajaran yang tepat dan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Salah satunya adalah dengan
mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation. Dalam menerapkan model pembelajaran ini, guru harus melakukan
usaha untuk mengajak, memotivasi, melibatkan peran serta siswa seoptimal mungkin dalam pembelajaran yang dapat meciptakan suasana yang
menyenangkan bagi siswanya. Guru merancang lingkungan pembelajarannya dan siswa harus merancang proses belajarnya sendiri. Guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung secara aktif dengan
7
Widdiharto, Rachmadi. 2004. Model-model pembelajaran matematika SMP. Yogyakarta. PPPG Matematika. h. 16
8
mengobservasi, menyelidiki, menarik kesimpulan dari data yang didapat untuk membentuk suatu hipotesis dugaan sementara.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis
berinisiatif untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul, “Peningkatan Kemampuan Penalaran Induktif Matematik Siswa melalui Model
Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation
”, Penelitian Tindakan Kelas di SMK N 13 Jakarta