Koordinasi 1. Pengertian Koordinasi Koordinasi Instansi Pemerintah dalam Pemberian Pelayanan Terhadap Mahasiswa Asing Di Universitas Sumatera Utara

14 pendidikan. Walaupun dikatakan globalisasi tersebut memberikan dampak negatif terhadap pendidikan namun globalisasi pendidikan tidak memberikan dampak yang buruk terhadap sumber daya manusia. Dampak negatif tersebut masih bisa diatasi dan diminimalisir. Globalisasi mampu memberikan banyak dampak positif terhadap pendidikan yang membuat kemampuan sumber daya manusia berkembang lebih pesat lagi. Globalisasi pendidikan dapat menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. II.2. Koordinasi II.2.1. Pengertian Koordinasi Menurut Leonard D. White dalam buku Sutarto 17 , koordinasi adalah penyesuaian diri dari bagian – bagian satu sama lain dan gerakan serta pengerjaan bagian – bagian pada saat yang tepat sehingga masing – masing dapat memberikan sumbangan yang maksimum pada hasil secara keseluruhan. Menurut Henry Fayol dalam buku Sutarto 18 , koordinasi berarti mengikat bersama, menyatukan, dan menselaraskan semua kegiatan dan usaha. Menurut George R. Terry dalam buku Sutarto 19 , koordinasi adalah sinkronisasi yang teratur dari usaha – usaha untuk menciptakan kepantasan kuantitas, waktu, dan pengarahan pelaksanaan yang menghasilkan keselarasan dan kesatuan tindakan untuk tujuan yang telah ditetapkan. 17 Sutarto. Dasar – Dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hal 126 18 Ibid, hal 127 19 Ibid, hal 129 15 Manajer yang sukses adalah manajer yang dapat melakukan “koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi KIS” dengan baik. 20 Integrasi adalah suatu usaha untuk menyatukan tindakan – tindakan berbagai badan, instansi, unit, sehingga merupakan suatu kebulatan pemikiran dan kesatuan tindakan yang terarah pada suatu sasaran yang telah ditentukan dan disepakati bersama. Sinkronisasi adalah suatu usaha untuk menyesuaikan, menyelaraskan kegiatan – kegiatan, tindakan – tindakan, unit – unit, sehingga diperoleh keserasian dalam pelaksanaan tugas atau kerja. Dari pejelasan diatas, maka peneliti berpendapat bahwa untuk koordinasi dapat dipakai satu istilah yaitu keselarasaan. Baik kesatuan tindakan, waktu, kesatuan usaha, penyesuaian antar bagian, keseimbangan antar bagian maupun sinkronisasi semua kegiatan. Atas dasar itu pula, agar tercipta koordinasi yang baik maka di dalam organisasi harus ada keselarasan aktivitas antar satuan organisasi atau keselarasan tugas antar pejabat.

II.2.2. Fungsi Koordinasi

Fungsi koordinasi 21 ialah mengsinkronisasikan dan melaraskan kegiatan semua unit departemen organisasi menuju tercapainya suatu hasil akhir yang sama. Koordinasi menyangkut semua orang, kelompok, unit organisasi, sumber daya organisasi dan semua kegiatan yang bekerja sama di dalam setiap organisasi. Tanpa koordinasi terjadi pemborosan waktu, daya upaya, dan uang yang sangat banyak untuk menccapai suatu tujuan dari suatu organisasi. 20 Hasibuan. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara, hal 86 21 Jasin. Manajemen Modern, Prinsip dan Praktek. Jakarta: PDIN – LIPI, hal 79 16 Fungsi dari koordinasi tersebut akan tercapai bila didukung oleh semua pihak dalam organisasi. Koordinasi yang baik dimulai dengan sikap pegawai – pegawai, perencanaan, saling percaya, dan integrasi kegiatan tetap dan terus – menerus dari semua anggota manajemen dan seluruh angkatan kerja, semangat kelompok yang baik dan moral yang tinggi. Hal ini tidak dapat tercapai jika pegawai yang berkoordinasi tidak merasa cocok dengan pimpinan yang mengkoordinir kegiatan tersebut. Struktur organisasi juga mempunyai pengaruh yang besar pada suatu koordinasi, karena menentukan kerangka yang mengurus semua garis komando, saluran komunikasi dan pola hubungan yang harus diintegrasikan menjadi satu hasil gabungan yang serasi. Dari penjelasan diatas, maka peneliti berpendapat bahwa fungsi koordinasi adalah untuk mengefisienkan kinerja setiap komponen dalam organisasi guna mencapai hasil yang maksimal dari tujuan organisasi tersebut.

II.2.3. Syarat – syarat Koordinasi

Suatu kegiatan dapat dikategorikan sebagai suatu kegiatan koordinasi apabila terpenuhinya syarat – syarat dari suatu kegiatan koordinasi. Adapun yang menjadi syarat – syarat koordinasi 22 yaitu: a. Sense of cooperation perasaan untuk bekerja sama, ini harus dilihat dari sudut bagian per bagian bidang pekerjaan, bukan orang per orang. b. Rivalry, dalam perusahaan – perusahaan besar sering diadakan persaingan antara bagian – bagian, agar bagian – bagian ini berlomba – lomba untuk mencapai tujuan. 22 Hasibuan. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara, hal 88 17 c. Team spirit, artinya satu sama lain pada setiap bagian harus saling menghargai. d. Espirit de corps, artinya bagian – bagian yang diikutsertakan atau dihargai, umumnya akan menambah kegiatan yang bersemangat. Dari penjelasan diatas, maka peneliti berpendapat bahwa syarat untuk melakukan koordinasi adalah adanya perasaan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain, tujuan yang sama, saling menghargai dan berpartisipasinya semua pihak untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Bila salah satu dari syarat tersebut tidak terpenuhi maka kegiatan tersebut bukanlah suatu tindakan koordinasi. II.2.4. Sifat dan Asas Koordinasi Koordinasi memiliki sifat – sifat. Adapun yang menjadi sifat – sifat dari koordinasi 23 yaitu koordinasi adalah dinamis bukan statis, koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang koordinator manajer dalam rangka mencapai sasaran, dan koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan. Asas koordinasi adalah asas skala scalar principle = hierarki artinya koordinasi itu dilakukan menurut jenjang – jenjang kekuasaan dan tanggung jawab yang berbeda – beda. Asas hierarki ini menunjukkan bahwa setiap atasan koordinator harus mengkoordinasi bawahannya langsung. Dari penjelasan diatas, maka peneliti berpendapat bahwa sifat dan asas koordinasi adalah kegiatan yang selalu berkembang, ada yang mengkoordinir, dan 23 Ibid, hal 87 18 adanya struktur organisasi yang memperjelas hubungan kerja sama di antara mereka.

II.2.5. Prinsip Koordinasi

Prinsip – prinsip yang perlu diterapkan dalam menciptakan koordinasi 24 antara lain: a. Adanya kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai dan kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan oleh masing – masing pihak termasuk target dan jadwalnya. b. Rancang pertemuan berkala guna memonitor kemajuan, saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerja sama mengenai kegiatan dan hasil termasuk pemecahan masalah – masalah yang dihadapi masing – masing pihak. c. Adanya saling menghormati terhadap wewenang fungsional masing – masing pihak sehingga tercipta semangat kerja sama untuk saling membantu guna mengefektifkan kegiatan bersama. d. Sempurnakan sistem kerja dan sederhanakan bila perlu. Dari penjelasan di atas, peneliti berpendapat bahwa prinsip terutama dari sebuah koordinasi adalah dirancangnya pertemuan berkala antar organisasi yang berkoordinasi. Dengan adanya pertemuan berkala, maka akan terjalin komunikasi diantara organisasi tersebut dalam memonitoring kegiatan satu dengan yang lain termasuk dalam pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah yang ada dalam koordinasi tersebut. 24 Sugandha. Koordinasi: Alat Pemersatu Gerak Administrasi. Jakarta: Intermedia, hal 47 19

II.2.6. Manfaat dan Tujuan Koordinasi

Adapun yang menjadi tujuan koordinasi 25 yaitu: a. Untuk mengarahkan dan menyatukan semua tindakan, keterampilan spesialis, pemanfaatan 6M, serta pemikiran ke arah tercapainya sasaran perusahaan. b. Untuk menghindari kekosongan, tumpang – tindih pekerjaan, kekacauan dan penyimpangan tugas dari sasaran dan menghindari tindakan overlapping dari sasaran perusahaan. Apabila dalam organisasi dilakukan koordinasi maka ada beberapa manfaat yang dapat dipetik daripadanya 26 , yaitu: a. Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan lepas satu sama lain antara satuan – satuan organisasi, dihindarkan pendapat bahwa satuan organisasinya atau jabatannya merupakan yang paling penting, pertentangan antar satuan organisasi atau antar pejabat, rebutan fasilitas, waktu menunggu yang memakan waktu lama, kekosongan pengerjaan dan kekembaran pengerjaan terhadap sesuatu aktivitas oleh satuan – satuan organisasi . b. Dengan koordinasi dapat ditumbuhkan kesadaran diantara para pejabat untuk saling bantu satu sama lain diantara pejabat yang ada dalam satuan organisasi yang sama, saling memberitahu masalah yang dihadapi bersama, adanya kesatuan langkah antar para pejabat, sikap antar pejabat dan kesatuan kebijaksanaan antar pejabat. Dari penjelasan diatas, peneliti berpendapat bahwa tujuan dan manfaat koordinasi adalah untuk mengefisienkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. 25 Hasibuan. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara, hal 87 - 88 26 Sutarto. Dasar – Dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press , hal 131 20

II.2.7. Cara Menjalankan Koordinasi

Organisasi tentu saja ingin menjalankan koordinasi yang efektif. Suatu koordinasi yang efektif dapat dicapai dengan berbagai cara. Menurut Reksohadiprodjo, cara menjalankan koordinasi 27 , yaitu: a. Menyederhanakan organisasi, bagian – bagian yang secara konstan berhubungan dan bekerja sama ditempatkan dalam satu sistem. b. Harus diadakan prosedur yang terang dan jelas dan setiap orang mengetahui dan mengikutinya sehingga waktu penyelesaiannya tepat; ditentukan tanggal deadline penyelesaian. c. Sedapat mungkin dipakai metode komunikasi tertulis. d. Sebaiknya diadakan rencana sedini mungkin. e. Para karyawan diminta didorong agar mengadakan koordinasi secara sukarela f. Koordinasi dilakukan secara formal melalui pemimpin, staf pembantu, panitia maupun pejabat penghubung, walaupun kontak tak formal perlu dikembangkan Sementara menurut Hasibuan 28 , cara – cara mengadakan koordiansi yaitu: a. Memberikan keterangan langsung dan secara bersahabat. b. Mengusahakan agar pengetahuan dan penerimaan tujuan yang akan dicapai oleh anggota sebagai tujuan bersama. c. Mendorong para anggota untuk bertukar pikiran, mengemukakan ide, saran – saran, dan berpartisipasi dalam tingkat perumusan dan penciptaan sasaran. d. Membina human relations yang baik antara sesama karyawan. e. Manajer sering melakukan komunikasi informal dengan para bawahan. 27 Reksohadiprodjo. Dasar – dasar Manajemen. Yogyakarta: BPFE, hal 57 28 Hasibuan. Manajemen: dasar, pengertian, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara, hal 88 21 Ringkasnya, menurut peneliti suatu koordinasi dapat dilakukan dengan adanya partisipasi, komunikasi dan dukungan dari semua pihak yang berkoordinasi dalam proses pengambilan keputusan dan kegiatan – kegiatan dalam koordinasi tersebut.

II.2.8. Mekanisme dan Tipe Koordinasi

Biasanya organisasi menciptakan mekanisme koordinasi tertentu. Menurut Litterer dalam buku Reksohadiprodjo 29 , ada 3 mekanisme koordinasi, yaitu: a. Koordinasi hierarki, dimana berbagai kegiatan dihubungkan di bawah satu kekuasaan pusat b. Koordinasi administratif, yang berhubungan dengan pekerjaan yang rutin sifatnya c. Koordinasi sukarela, dimana individu atau kelompok melihat adanya kebutuhan, menciptakan program dan menerapkannya Menurut Hasibuan 30 , tipe – tipe koordinasi yaitu: a. Koordinasi vertikal adalah kegiatan – kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit – unit, kesatuan – kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur b. Koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan – tindakan atau kegiatan – kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan – kegiatan dalam tingkat organisasi aparat yang setingkat. Koordinasi 29 Reksohadiprodjo. Dasar – dasar Manajemen. Yogyakarta: BPFE, hal 57 30 Hasibuan. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara, hal 87 – 88 22 horizontal ini relatif sulit dilakukan, karena koordinator tidak dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya setingkat. Koordinasi horizontal ini dibagi atas:  Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan – tindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun secara ekstern pada unit – unit yang sama tugasnya  Interrelated adalah koordinasi antarbadan instansi; unit – unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergantungan atau mempunyai kaitan baik cara intern maupun ekstern yang levelnya setaraf. Selain tipe koordinasi diatas, Suganda memberikan tipe koordinasi 31 lainnya yaitu: a. Menurut lingkupnya, terdapat koordinasi intern, yaitu koordinasi antar pejabat antar unit di dalam suatu organisasi dan koordinasi ekstern, yaitu koordinasi antar pejabat dari berbagai organisasi atau antar organisasi. b. Menurut arahnya, terdapat koordinasi diagonal, yaitu koordinasi antar pejabat atau unit yang berbeda fungsi dan berbeda tingkatan hierarkinya dan koordinasi fungsional yaitu koordinasi antar pejabat, antar unit atau antar organisasi yang didasarkan atas kesamaan fungsi, atau karena koordinatornya mempunyai fungsi tertentu. 31 Sugandha. Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi. Jakarta: Intermedia, hal 25 23 Dari tipe dan mekanisme koordinasi tersebut maka jenis koordinasi yang akan dijalankan oleh suatu organisasi tergantung pada jenis kegiatan yang akan dikoordinasikan dan instansi yang ikut terlibat dalam menjalankan kegiatan tersebut.

II.2.9. Tahap – Tahap Koordinasi

Tahap – tahap penting dari koordinasi 32 yaitu: 1. Komunikasi Kemampuan organisasi untuk melakukan koordinasi akan sangat tergantung pada cara bagaimana orang mempergunakan sistem komunikasi dengan baik. Pesan yang disampaikan oleh satu instansi harus bisa diterima dan dimengerti oleh instansi yang lain sehingga pelaksanaan kegiatan antar instansi tersebut akan berjalan dengan baik. 2. Penentuan waktu Penentuan waktu yang tepat dan penyusunan jadwal merupakan bagian – bagian pokok dari koordinasi. Setiap situasi memerlukan suatu analisis yang cermat dan teknik perencanaan yang baik untuk disesuaikan dengan kebutuhan koordinasi yang akan dijalankan. 3. Fleksibilitas Hampir setiap prosedur senantiasa berubah. Oleh sebab itu, manajemen harus selalu waspada terhadap kebutuhan perubahan kegiatan dan perubahan dalam koordinasi yang berkaitan dengan kegiatan itu. 32 Jasin. Manajemen Modern, Prinsip dan Praktek. Jakarta: PDIN – LIPI, hal 87 24 4. Pengendalian Koordinasi dengan sendirinya bergantung pada pengendalian efektif. Pengendalian biasanya baik, bila diciptakan suasana yang menyebabkan orang – orang bekerja sama sebagai satu tim. Tetapi, jika orang – orang tersebut tidak ingin bekerja sama, koordinasi menjadi suatu pekerjaan yang sangat sulit, sekalipun dengan adanya pengendalian yang efektif.

II.2.10. Hambatan dalam Melakukan Koordinasi

Menurut Handayaningrat 33 , yang menjadi hambatan dalam koordinasi vertikal yaitu disebabkan oleh perumusan tugas, wewenang dan tanggung jawab tiap – tiap satuan kerja kurang jelas. Di samping itu adanya hubungan dan tata kerja yang kurang dipahami oleh pihak – pihak yang bersangkutan dan terkadang timbul keraguan di antara yang mengkoordinasi dan yang dikoordinasi bahwa ada hubungan dalam susunan organisasi yang bersifat hierarki. Dan ada pula hambatan dalam koordinasi fungsional baik dalam koordinasi horizontal dan koordinasi diagonal yaitu disebabkan oleh pihak yang mengkoordinasi dan yang dikoordinir tidak terdapat hubungan hierarki garis komando. Menurut Sugandha, hambatan di atas menimbulkan beberapa kesalahan yang sering dilakukan seseorang dalam melakukan usaha pengkoordinasian 34 , yaitu kesalahan anggapan orang mengenai organisasinya sendiri, kesalahan anggapan orang mengenai instansi induknya, kesalahan pandangan mengenai arti 33 Handayaningrat. Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Gunung Agung. hal 129. 34 Sugandha. Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi. Jakarta: Intermedia, hal 24-25. 25 koordinasi sendiri, dan kesalahan pandangan mengenai kedudukan departemennya di pusat.

II.3. Pelayanan Publik