I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Krisis energi mengharuskan manusia untuk mencari alternatif pengadaan energi. Indonesia termasuk negara dengan potensi energi alternatif yang sangat
besar, diantaranya ialah matahari, energi angin, gelombang samudera, bioenergi, dan biomassa. Sejauh ini, matahari, energi angin, dan gelombang samudera yang
sebenarnya melimpah justru paling sedikit dimanfaatkan. Sebagian besar energi yang dipakai mengandalkan bahan-bahan biomassa.
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan terhadap sumber energi juga semakin meningkat. Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Di daerah pedesaan dan perkotaan di Indonesia, sebagian besar bahan bakar yang digunakan
untuk keperluan rumah tangga adalah minyak tanah dan biomassa terutama kayu bakar. Kondisi perminyakan Indonesia telah menunjukkan bahwa produksi
minyak mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Sementara itu, permintaan bahan bakar minyak terus meningkat Tabel 1.
Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia ribu barrel
Tahun Kondisi Perminyakan
Indonesia 2000 2001 2002 2003 2004
Produksi minyak 1272.5 1214.2 1125.4 1139.6 1094.4
Konsumsi Minyak 996.4 1026.0 1075.4 1112.9 1143.7
Impor minyak
mentah 219.1 326.0 327.7 306.7 330.1
Ekspor minyak
mentah 622.5 599.2 639.9 433.0 412.7
Kapasitas pengilangan
1057.0 1057.0 1057.0 1057.0 1055.5 Output pengilangan
968.2 1006.1 1002.4 944.4 1011.6 Cadangan minyak
5123.0 5095.0 4722.0 4320.0 4301.0
Sumber : Dartanto 2005, diacu dalam Rahmadini 2007
Ketidakseimbangan antara jumlah produksi dan konsumsi perminyakan nasional dapat berdampak pada peningkatan harga Bahan Bakar Minyak BBM
2 nasional. Sementara itu, kondisi terkini dari kebijakan pemerintah yang terus
berusaha menurunkan harga BBM, seolah-olah menggambarkan kondisi perminyakan dalam negeri yang mulai stabil. Namun, kondisi tersebut tetap tidak
didukung oleh distribusi BBM secara merata. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh para pengecer BBM yang berpeluang mengambil keuntungan sehingga ditempat-
tempat tertentu harga BBM kembali meningkat.
Tabel 2. Harga Bahan Bakar Minyak
Harga Jual Keekonomian BBM Pertamina Termasuk Pajak PPN 10 , PBBKB 5 = Rpkl
Jenis BBM 15 November
2008 15 Desember
2008 15 Januari
2009 15 Februari
2009
Premium 6.600.080 5.800.025 4.348.045
4.913.500 Minyak
Tanah 7.409.820 6.400.020 4.998.551 5.681.800
Minyak Solar 6.951.405 6.212.530 4.677.698
4.383.000 Minyak
Diesel 6.473.720 5.670.940 4.600.614 4.292.000
Minyak Bakar 4.022.590
3.582.590 3.269.058 3.578.400
Sumber : Pertamina
1
2009
Fakta ketidakstabilan harga bahan bakar minyak serta menipisnya cadangan minyak mentah nasional mulai diantisipasi dengan hadirnya program
konversi minyak tanah menjadi gas. Akan tetapi, kenyataan di lapang menunjukkan bahwa persiapan dan pelaksanaan program tersebut belum matang.
Buktinya ialah keluhan masyarakat terhadap lambatnya distribusi gas dan langkanya minyak tanah di berbagai tempat
2
. Selain itu, sosialisasi penggunaan kompor gas kepada masyarakat masih sangat minim sehingga masih banyak
masyarakat yang belum bisa menggunakan kompor gas.
1 Pertamina. 2009. Harga BBM Nasional. http:www.pertamina.com. [17 Februari 2009] 2 Antara. 2008. Warga Sentul Bogor Demo Tuntut Minyak Tanah. http:www.antara.com.
[28 April 2009]
3 Kelemahan lain dalam program konversi minyak tanah ke gas ialah
kekeliruan pemerintah dalam menetapkan target pasar dari program tersebut, sebab kebijakan konversi tersebut lebih didasarkan kepada kemampuan mayarakat
menengah ke atas bukan menengah ke bawah padahal jumlah penduduk yang menempati kelas menengah ke bawah sampai dengan kelas miskin dan fakir
miskin jauh lebih banyak dibandingkan dengan kelas menengah ke atas
3
. Realitas kemampuan ekonomi atau daya beli masyarakat itulah yang tidak
dipertimbangkan secara maksimal. Akhirnya, sebagian besar masyarakat terutama masyarakat pedesaan kembali menggunakan kayu bakar sebagai bahan
bakar. Padahal penggunaan kayu bakar dapat berdampak buruk terutama terhadap degradasi lingkungan.
Ketidakstabilan harga BBM termasuk minyak tanah, belum efektifnya program konversi gas pemerintah, serta dampak buruk penggunaan kayu bakar
terhadap degradasi lingkungan, mendorong timbulnya kebutuhan untuk mencari bahan bakar alternatif yang lebih murah dan mudah didapat. Salah satu bahan
bakar alternatif yang dapat digunakan ialah sekam atau kulit terluar dari hasil penggilingan gabah.
Sekam padi sebagian besar terdiri dari serat kasar, berguna untuk menutupi kariopsis. Serat kasar ini terdiri dari dua bagian yang disebut lemma dan palea
yang saling bertautan satu dengan lainnya. Sekam mencapai 20-30 persen dari berat gabah. Limbah sekam ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara
lain untuk pencampuran pakan ternak dan sumber energi. Sebagian besar sekam terdiri dari selulosa sehingga dapat digunakan untuk bahan bakar yang merata dan
stabil Beagle 1979, diacu dalam Fitriana 2005. Sekam merupakan salah satu hasil sampingan dari penggilingan gabah.
Sekam atau kulit terluar dari gabah masih dianggap sampah dan belum dimanfaatkan secara optimal. Di setiap penggilingan padi huler, sering terlihat
bertumpuk hingga membukit. Sampai saat ini pemanfaatan terbesar sekam adalah sebagai pengisi dan pembakar bata merah yang merupakan industri rakyat di
pedesaan pada saat musim paceklik atau kemarau panjang.
3 Alfaruqi Jabir. 2007. Konversi Gas yang Kontraproduktif. http:www.gp-ansor.org [28 April 2009]
4 Industri pengilingan padi yang ada di Indonesia mampu mengolah lebih
dari 40 juta ton gabah menjadi beras giling dengan rendemen 66 – 80 persen. Bila kondisi ini berjalan sesuai dengan kapasitasnya, terdapat sekam yang dapat
mengganggu lingkungan sebesar 8 juta ton. Angka ramalan Aram II tahun 2004 BPS memperkirakan jumlah produksi Gabah Kering Giling GKG sebanyak 53,7
juta ton atau setara dengan 33,92 juta ton beras dan sekitar 10,7 juta ton sekam Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2006, diacu dalam Chaerunnisa
2007. Jawa barat sebagai salah satu provinsi di Indonesia memiliki kontribusi
yang besar dalam penyediaan sekam. Hal ini dikarenakan kombinasi lahan pertanian masih didominasi oleh lahan sawah untuk menanam padi. Kabupaten
Bogor merupakan salah satu daerah di provinsi Jawa Barat dengan potensi lahan pertanian yang masih besar, yaitu seluas 149.748 hektar dari luas wilayah
keseluruhan adalah 317.102 hektar Deptan 2005, diacu dalam Chaerunnisa 2007. Areal persawahan tersebut tersebar di seluruh desa atau kelurahan yang ada di
Kabupaten Bogor. Perbandingan luas panen, produktivitas, dan produksi padi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di
Kabupaten Bogor 2002-2005 Tahun Luas
Panen ha
Produktivitas kwha
Produksi ton
2000 80.553 50,12
403.696 2001 81.124
52,40 425.093
2002 87.702 52,78
462.540 2003 72.075
51,81 373.420
2004 84.975 52,48
445.958 2005 76.801
53,66 412.084
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan 2005
Sebenarnya masih terdapat beberapa energi alternatif lain seperti produk rekayasa biomassa tanaman yang berpati, bergula dan berselulosa atau sering
disebut bioetanol. Sumber-sumber bahan baku yang dapat dijadikan bioetanol
5 sangat beragam, diantaranya ialah jagung, ubi kayu, molases, ubi jalar, sorgum,
dan kentang. Keberadaan bahan-baku bioetanol masih sering digunakan untuk
kebutuhan pangan, sehingga muncul dualisme dalam pemanfaatannya. Dari segi ekonomi, pengolahan bioetanol membutuhkan investasi besar terutama untuk
pengadaan mesin-mesin pengolah bahan baku. Kondisi yang sama juga dimiliki oleh sumber energi alternatif lainnya, yaitu biogas. Energi alternatif ini berasal
dari berbagai macam limbah organik seperti sampah, kotoran manusia, dan kotoran hewan. Upaya untuk memberdayakan biogas belum didukung oleh
teknologi penyimpanan energi yang optimal. Jika dibandingkan dengan sekam, maka alternatif energi yang paling murah dan mudah didapat ialah sekam.
Kondisi melimpahnya sekam sebagai hasil sampingan penggilingan gabah baik di daerah Bogor maupun Jawa Barat secara keseluruhan, mendapat respon
positif dari para peneliti di Institut Pertanian Bogor IPB. Secara ilmiah para peneliti mampu menghasilkan kompor tungku berbahan bakar sekam padi atau
lebih dikenal sebagai tungku sekam. Tungku ini bebentuk kerucut dari bahan seng dengan 15 lubang di sekelilingnya. Kerucut ini dipasang terbalik, yang lebar
di atas sedangkan ujungnya di bawah dan ditopang dengan tanah liat yang berbentuk tabung atau bisa juga dengan kaleng bekas cat. Di dalamnya terdapat
selongsong kecil yang juga terbuat dari seng yang fungsinya untuk meletakkan bara hasil pembakaran sekam Irzaman, et al. 2008.
Kelebihan tungku sekam selain memanfaatkan sekam yang tidak terpakai, harganya juga terjangkau. Untuk ukuran skala rumah tangga seharga Rp
80.000,00; ukuran sedang Rp 150.000,00; dan ukuran besar untuk skala industri seharga Rp 900.000,00;. Tim peneliti IPB yang diketuai oleh Kepala Departemen
Fisika IPB, Dr. Ir Irzaman, M.Si merekomendasikan tungku tersebut untuk masyarakat pedesaan yang sekam padinya berlimpah. Warga desa melalui
kelompok tani atau Koperasi Unit Desa KUD dapat menjadikan tungku sekam sebagai unit usaha.
Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor merupakan salah satu desa yang memperoleh bantuan tungku sekam dari IPB. Hal ini sesuai
dengan potensi alam di desa tersebut yang masih banyak ditanamani padi. Luas
6 desa ini adalah 225,56 hektar, sedangkan lahan yang digunakan untuk sawah dan
ladang adalah 194,572 hektar. Desa Cikarawang memiliki tiga dusun, yaitu Dusun I,II,dan III dan dua usaha penggilingan gabah milik perorangan yang
terletak di Dusun I dan Dusun III. Sekam padi hasil penggilingan gabah di Desa Cikarawang belum dimanfaatkan secara optimal baik oleh para petani maupun
warga sekitar. Para petani di Desa Cikarawang tergabung dalam beberapa kelompok tani diantaranya ialah Kelompok Tani Hurip KTH. Selama ini KTH
telah menjalankan beberapa unit usaha seperti penanaman ubi jalar untuk bahan baku saos dan pembuatan kue dari tepung ubi jalar serta unit simpan pinjam.
Salah satu unit usaha yang baru akan dikembangkan ialah usaha tungku sekam. Unit usaha tungku sekam membutuhkan biaya investasi untuk penyediaan
komponen-komponen seperti tabung penampung bekas bakaran sekam dari gerabah atau kalengdrum, kerucut penampung sekam dari seng, behel dudukan
wadah memasak besi, dan pipa dari seng serta lahan dan bangunan untuk menjadi tempat produksi. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian
terhadap kelayakan usaha dari tungku sekam. Penelitian menggunakan analisis finansial melalui berbagai kriteria kelayakan usaha, yaitu Net Present Value
NPV, Net Benefit Cost Ratio Net BC, Internal Rate of Return IRR, Pay Back Periode PBP. Kriteria tambahan lainnya seperti Break Event Point BEP dan
Harga Pokok Produksi HPP. Selain itu dikaji pula mengenai tingkat sensitivitas Switching Value apabila terjadi perubahan-perubahan yang terkait dengan biaya
operasional serta volume produksi. Melalui penelitian tungku sekam, aspek-aspek dalam menilai kelayakan dapat diketahui sehingga dapat menjadi sumber
informasi bagi para investor yang ingin berminat menanamkan modalnya ke KTH untuk pengembangan usaha tungku sekam.
1.2. Perumusan Masalah