Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar: studi kasus Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI

UBI JALAR

(Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor)

SKRIPSI

SANI DEWI NURMALA H34086084

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

SANI DEWI NURMALA. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar Di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di Bawah Bimbingan RATNA WINANDI)

Indonesia merupakan negara agraris yang dicirikan dengan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusinya dalam pembentukan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional yang meningkat setiap tahunnya. Sektor pertanian merupakan sektor terbesar kedua dalam total PDB setelah industri pengolahan, dengan memberikan kontribusi sebesar 14,4 persen dari total PDB nasional dan laju pertumbuhannya meningkat sebesar 0,7 persen dari tahun 2007 ke 2008. Tanaman pangan merupakan sub sektor pertanian yang dibutuhkan dalam mencapai swasembada pangan melalui program diversifikasi pangan dengan mengubah pola konsumsi masyarakat dengan lebih banyak jenis pangan yang dapat dikonsumsi. Sasaran pembangunan pangan adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga. Pengembangan ketahanan pangan dilakukan antara lain berdasarkan pada keragaman sumber daya pangan, kelembagaan dan potensi lokal. Salah satu sumber pangan yang strategis adalah tanaman padi dan palawija. Salah satu tanaman palawija yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia adalah ubi jalar.

Ubi jalar menjadi salah satu dari 20 jenis pangan yang berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Ubi jalar bisa menjadi salah satu alternatif untuk mendampingi beras menuju ketahanan pangan. Pengembangan potensi ubi jalar tersebar di beberapa Kabupaten di Jawa Barat. Salah satu sentra produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Dramaga. Rata-rata produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor hanya mencapai 15,25 ton per hektar, sedangkan produktivitas optimal ubi jalar seharusnya dapat mencapai 20-40 ton per hektar. Hal ini dapat dilihat bahwa terdapat selisih sebesar 4,75-24,75 ton per hektar antara produktivitas optimal dengan produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian ini antara lain, (1) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar pada Kelompok Tani Hurip di Desa Cikarawang dan (2) Menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang

Lokasi dan waktu penelitian dilakukan di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga dengan menggunakan metode purposive sampling yang dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010, dikarenakan pada bulan tersebut sedang musim panen ubi jalar. Metode pengambilan sampel dilakukan secara sensus sebanyak 35 petani responden yang merupakan petani aktif di Kelompok Tani Hurip. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan petani responden dengan bantuan kuesioner. Data yang telah diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fenomena yang ada di lapangan. Analisis data secara kuantitatif antara lain analisis fungsi Cobb-Douglas untuk menganalisis fungsi produksi dan analisis pendapatan usahatani, penerimaan usahatani dan R/C


(3)

rasio. Data yang dianalisis secara kuantitatif akan diolah dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab14.0, kemudian disajikan secara tabulasi dan diinterpretasikan serta diuraikan secara deskriptif..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang menguntungkan dilihat dari pendapatan dan nilai R/C rasio yang lebih dari satu. Pendapatan atas biaya tunai rata-rata petani responden per periode tanam dari rata-rata luasan lahan yang dimiliki petani responden (0,24 hektar) sebesar Rp 1.446.746,01 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 760.349,44. Sedangkan pendapatan tunai dan total setelah dikonversi ke dalam satu hektar sebesar Rp 6.028.108,34 dan Rp 3.168.122,65. Hasil analisis R/C rasio pada kegiatan usahatani ubi jalar menunjukkan hasil penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan. Nilai R/C rasio atas biaya tunai diperoleh 2,96 dan nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,51.

Model fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk logaritmik, sedangkan metode penduga yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Variabel bebas yang digunakan dalam model penduga fungsi produksi adalah bibit, urea, KCL, TSP, pupuk kandang dan tenaga kerja. Variabel lahan tidak dimasukan dalam faktor penduga dikarenakan mempunyai nilai multikolinieritas. Begitupun dengan variabel pestisida tidak dimasukan ke dalam factor penduga dikarenakan pada umumnya para petani responden kurang menggunakan pestisida sebagai input produksi dan mengakibatkan multikolinieritas dalam fungsi produksi. Faktor-faktor produksi yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar yaitu pupuk kandang, tenaga kerja dan KCL. Adapun faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata yaitu bibit, urea dan TSP.

Upaya untuk meningkatkan pendapatan usahatani ubi jalar dapat dilakukan salah satunya dengan cara memperhatikan penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Variabel yang memiliki nilai koefisien regresi positif dan berpengaruh nyata seperti pupuk kandang, tenaga kerja, urea dan KCL penggunaannya masih dapat ditambahkan. Hal ini dikarenakan setiap penambahan dari penggunaan pupuk kandang, tenaga kerja dan KCL dapat meningkatkan produksi ubi jalar. Disamping itu, penggunaan bibit, urea dan TSP hendaknya penggunaannya tidak ditambah lagi, karena variabel yang memiliki nilai koefisien regresi yang negatif apabila dilakukan penambahan akan mengurangi jumlah produksi ubi jalar.


(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI

UBI JALAR

(Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor)

SANI DEWI NURMALA H34086084

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011


(6)

Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor)

Nama : Sani Dewi Nurmala

NIM : H34086084

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS. NIP. 19530718 197803 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen,

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar dan menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar di Kelompok Tani Hurip.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini, sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2011


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 10 Januari 1987. Penulis adalah anak pertama (dari dua bersaudara) pasangan Bapak Saepudin dan Ibu Nani Kurniasih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Karsanegara Kota Tasikmalaya pada tahun 1999. Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri 2 Tasikmalaya. Pendidikan menengah atas diselesaikan penulis pada tahun 2005 di SMA Negeri 2 Tasikmalaya.

Penulis diterima di Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada tahun 2005 pada program Diploma III Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti pendidikan di UNSOED, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Agribisnis Pertanian (HIMAGRITA) sebagai Kepala Bidang Pengembangan Keilmuan dan Penalaran Agribisnis pada periode 2006-2007, Bina Wirausaha Mahasiswa (BIWARA) sebagai Kepala Direksi Pengembangan Sumber Daya Anggota (PSDA) pada periode 2007-2008, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM-AGRICA) sebagai Staff Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) pada periode 2007-2008, Propesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (POPMASEPI) dan Keluarga Besar Mahasiswa Islam Pertanian (GAMAIS). Selain aktif dalam kelembagaan kampus, penulis juga terlibat dalam berbagai kepanitian kegiatan kampus. Penulis mendapatkan beasiswa dari yayasan SUPERSEMAR pada tahun 2006-2008.

Penulis melanjutkan studi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif dalam kelembagaan kampus, yaitu Kajian Muslim Ekstensi (KAMUS) dan kegiatan kepanitian lainnya.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Sebagai bentuk rasa syukur tersebut, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan serta saran dengan penuh kesabaran selama penulisan skripsi.

2. Ir. Netty Tinaprilla, MM sebagai dosen evaluator kolokium, sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik terimakasih atas pengarahannya selama proses belajar penulis.

3. Dr. Ir. Anna Feriyanti, MS dan Ir. Yuniar Atmakusuma, MS sebagai dosen penguji utama dan penguji dari wakil komisi pendidikan pada ujian sidang yang telah memberikan masukan dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Kedua orang tua tercinta, Drs. Saepudin dan Nani Kurniasih S.Pd atas kepercayaan, segala perhatian, kasih sayang dan do’a restunya yang telah diberikan selama ini.

5. Adikku Fajar Sandi Nugraha, Enin Tin Kartini dan keluarga besar yang penulis sayangi terimakasih atas do’a serta dukungannya.

6. Eka Sandri Saputra, SP yang penulis sayangi, terimakasih atas doa, dukungan, serta pembelajarannya selama ini.

7. Titi dwi hapsari sebagai pembahas seminar hasil penelitian penulis dengan memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam perbaikan skripsi ini. 8. Keluarga besar Kelompok Tani Hurip, Ahmad Bastari sebagai ketua dan

seluruh petani responden yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih telah memberikan arahan dan informasi yang membantu penulis dalam penyelesaian penelitian.

9. Keluarga besar M-14 (Alfera Yusiana, Meli Yuliawati, Mahdalena, Lani Yulinda, Femi, Dede Permana dan Adi Akhmadi) atas kebersamaan dan pembelajarannya selama ini.

10.Sahabat tercinta Suci Lestari, Deviyanita, Vidya Iswara, Yumanita Np S, Inggun Sulasih, Indira, Fadli A F, Taufik Joko Budiman dan Alm Aldila Danu Sigit Perdana atas doa, motivasi dan semangat juangnya. I Love You All.


(10)

11.Teman-teman satu bimbingan Titi Dwi Hapsari, Afriyanto, Wastin, Boyle atas perjuangan bersama kita dalam menempuh penyelesaian skripsi ini.

12.Seluruh staf dosen dan sekretariat Program Penyelenggaraan Khusus Sarjana Agribisnis IPB yang telah memberikan banyak bantuan dan kerjasamanya selama mengikuti proses belajar.

13.Rekan-rekan seperjuangan agribisnis angkatan 5 dan keluarga besar Ekstensi Agribisnis yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu. Suatu kebanggaan tersendiri bagi penulis dapat menjadi bagian dari keluarga besar Agribisnis.

Agribussines…Growing the Future..!

14.Rekan-rekan HIMAGRITA, BIWARA, LPM-AGRICA, POPMASEPI, GAMAIS dan KAMUS yang telah berproses bersama untuk terus belajar dan belajar.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah bersedia memberikan bantuan baik moril maupun spiritual. Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2011


(11)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang dicirikan dengan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusinya dalam pembentukan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2010 terdapat tiga besar sektor utama yang memberikan kontribusi terhadap PDB nasional menurut lapangan usaha, yaitu: sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor pertanian merupakan sektor terbesar kedua dalam total PDB setelah industri pengolahan, dengan memberikan kontribusi sebesar 16 persen dari total PDB nasional dan laju pertumbuhannya meningkat sebesar 0,4 persen dari tahun 2009 ke 2010 (BPS, 2010).

Sektor pertanian terdiri dari sub sektor tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan dan produk turunannya, kehutanan dan perikanan. Tanaman pangan merupakan sub sektor pertanian yang paling besar memberikan kontribusi terhadap PDB, yaitu sebesar 6,78 persen dan mengalami pertumbuhan sebesar 0,36 persen (2007). Peningkatan Kontribusi sub sektor pertanian terhadap PDB dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi PDB Sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2004-2007 (Persen)

No Nama Subsektor Tahun

2004 2005 2006 2007

1 Tanaman Pangan 7,21 6,54 6,42 6,78

2 Tanaman Perkebunan 2,16 2,03 1,90 2,13

3 Peternakan dan Produk Turunannya 1,77 1,59 1,53 1,57

4 Kehutanan 0,88 0,81 0,90 0,90

5 Perikanan 2,31 2,15 2,23 2,45

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009 (diolah).

Peran komoditas pangan dibutuhkan dalam mencapai swasembada pangan melalui program diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan bukan berarti


(12)

2 menggantikan beras, tetapi mengubah pola konsumsi masyarakat dengan lebih banyak jenis pangan yang dapat dikonsumsi. Diversifikasi pangan menjadi salah

satu pilar dalam ketahanan pangan. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan,

mengartikan ketahanan pangan sebagai usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu.1 Sesuai dengan UU No. 22 tahun 1999 pembangunan subsektor tanaman pangan harus dapat memperkuat posisi petani, pelaku agribisnis lainnya serta aparatur pertanian dengan memanfaatkan keunggulan agroekosistem masing-masing daerah kabupaten atau kota.2

Sasaran pembangunan pangan adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga. Pengembangan ketahanan pangan dilakukan antara lain berdasarkan pada keragaman sumber daya pangan, kelembagaan dan potensi lokal. Salah satu sumber pangan yang strategis adalah tanaman padi dan palawija. Tanaman ini sebagai sumber karbohidrat utama dalam pemenuhan gizi masyarakat. Pemenuhan kebutuhan tanaman padi dan palawija harus dijaga ketersediaannya dan terjangkau oleh masyarakat. Ketersediaan tanaman padi dan palawija yaitu melalui produksi domestik dan impor.

Tanaman pangan yang berpotensi sebagai sumber pangan antara lain padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang-kacangan, kedelai dan lain-lain. Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang memberikan sumbangan terhadap PDB yang cukup signifikan dan terus meningkat dalam beberapa tahun terahir. Disamping itu juga komoditi ini telah memberikan sumbangan terhadap devisa negara melalui ekspor dalam bentuk tepung. Net ekspor-impor ubi jalar adalah satu-satunya komoditas tanaman pangan yang selalu positif. Ubi jalar menjadi salah satu dari 20 jenis pangan yang berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Ubi jalar bisa menjadi salah satu alternatif untuk mendampingi beras menuju ketahanan pangan.3 Ubi jalar sebagai penghasil bahan pangan menjadi

1

Krisnamurthi, Bayu. 2003. Penganekaragaman Pangan: Pengalaman 40 Tahun dan Tantangan Kedepan Artikel Th II No.7. www.ekonomirakyat.org [6 Juni 2010].

2

Produksi Tanaman Padi dan Palawija Jawa Barat, 2000-2005 [10 Juni 2010]. 3

Rima K. 2008. Analisis Teknologi Ekonomi Pendirian Usaha Pasta padat dari Ubi Jalar. http:/www.lampung.ac.id/journal [5 Juni 2010].


(13)

3 makanan pokok bagi penduduk Indonesia bagian Timur terutama Papua. Ubi jalar sebagai tanaman umbi-umbian penting kedua setelah ubi kayu mempunyai manfaat beragam. Ubi jalar tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai pakan ternak, bahan baku industri maupun komoditas ekspor.

Ubi jalar potensial sebagai komoditas ekspor non migas. Negara produsen utama ubi jalar dunia antara lain Cina, Uganda, Nigeria, Indonesia, Vietnam, Jepang, India, dan lainnya. Ekspor ubi jalar pada umumnya ditujukan ke Malaysia, Singapura, Jepang, Saint Helena, Malta, AS, Arab Saudi, Taiwan dan beberapa Negara Afrika seperti Nigeria dan Etiopia (FAO). Negara pengimpor ubi jalar Indonesia antara lain: Singapura, Belanda, Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, Taiwan, Cina, Korea. Di luar negeri, khususnya di negara-negara maju, ubi jalar dijadikan makanan mewah dan bahan baku aneka industri, seperti industri fermentasi, tekstil, lem, kosmetika, farmasi, dan sirup. Di Jepang ubi jalar dijadikan makanan tradisional yang publisitasnya setaraf dengan pizza atau hamburger, sehingga aneka makanan olahan ubi jalar banyak dijual di toko-toko sampai restoran-restoran bertaraf internasional. Di Amerika Serikat, ubi jalar dijadikan bahan pengganti (substitusi) kentang dan 60-70 persen diantaranya digunakan sebagai bahan makanan (Rahmat, 1997).

Permintaan ubi jalar sebagian besar (85 persen) untuk memenuhi kebutuhan konsumsi manusia, sekitar 2 persen untuk pakan ternak, 2,5 persen untuk bahan baku industry dan 10,5 persen hilang karena proses panen dan pasca panen. Keunggulan dari ubi jalar antara lain: tingkat produksi tinggi, dapat bertahan hidup dalam kondisi iklim yang kurang baik, gizinya tinggi (Tabel 2), harganya murah, produk lokal dan dikenal secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia dan dari segi rasa banyak disukai masyarakat Indonesia dengan teksturnya yang beragam, sehingga dapat dipilih yang paling sesuai dengan selera konsumen.Potensi penggunaan ubi jalar pun cukup luas dan cocok untuk program diversifikasi pangan yang dapat diolah menjadi beberapa produk turunan seperti: tepung ubi jalar yang dapat mengurangi impor gandum dan tepung terigu, mie, es krim, nasi ubi, kentang dan lain-lainnya. Ubi jalar merupakan bahan makanan


(14)

4 tambahan yang telah mendapat perhatian masyarakat dan menjadi produk tanaman pangan dunia yang menduduki urutan ke tujuh.4

Tabel 2. Kandungan Gizi dan Kalori Beras, Jagung, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar Bahan Kalori

(kal) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g) Vit. A (SI) Vit. C (mg) Ca (mg)

Beras 360 78.9 6.8 0.7 0 0 6

Jagung 361 72.4 8.7 4.5 350 0 9

Ubi Kayu 146 34.7 1.2 0.3 0 30 33

Ubi Jalar 123 27.9 1.2 0.7 7000 22 30

Sumber : Harnowo et al., 1994 5

Ubi jalar mempunyai kandungan gizi yang lebih lengkap dibandingkan bahan pangan lainnya. Ubi jalar mengandung vitamin A yang jauh lebih tinggi sebesar 7000 SI, sedangkan beras dan ubi kayu tidak mengandung vitamin A dan jagung hanya 350 SI. Kandungan kalori per 100 gram cukup tinggi, yaitu 123 kalori dan dapat memberikan rasa kenyang. Disamping itu, ubi jalar yang direbus merupakan sumber gizi yang cukup baik, yaitu mengandung thiamin (0,09 mg), riboflavin (0,06 mg), niacin (0,6 mg), K (243 mg), P (47 mg), Fe (0,7 mg), dan Ca (32 mg) dibandingkan gizi yang terkandung dalam nasi.6

Pada saat ini budidaya ubi jalar sangatlah mudah dilakukan oleh para petani, dapat ditanam di sawah maupun kebun. Total luas panen ubi jalar di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 183.442 hektar dengan tingkat produksi sebesar 2.044.054 ton dan produktivitasnya berkisar pada 11,14 ton per hektarnya. Propinsi sentra produksi (penghasil utama) ubi jalar di Indonesia Tahun 2009 berturut-turut adalah Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Bali, Lampung, Banten dan Bengkulu. Sentra produksi ubi jalar yang paling banyak di Indonesia adalah Jawa Barat yaitu sebesar 468.763 ton (BPS, 2009).

Pengembangan potensi ubi jalar pun tersebar di beberapa Kabupaten di Jawa Barat. Kabupaten Bogor merupakan daerah penghasil ubi jalar terbesar

4

http://sutikno.blog.uns.ac.id/2009/04/17/transpormasi-ubi-jalar-ipomea-batatas-gen-pinii-dan-cp-spfmv/#more-266

5

Dina Permatasari. 2009. Diversifikasi Pangan Ubi Jalar.http://trias.blog.unair.ac.id/2009 /05/15/pangan-alternatif-alih-jalur-umum/gizi kesehatan masyarakat. [10 Mei 2010]

6


(15)

5 ketiga di Jawa Barat setelah Kabupaten Kuningan dan Garut, sehingga prospektif untuk dikembangkan. Pada umumnya produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2005 Kabupaten Bogor memproduksi 50.811 ton dan terus mengalami peningkatan sampai tahun 2008 sebesar 58.309 ton (BPS, 2008). Potensi ubi jalar di beberapa Kabupaten di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 3.

Table 3. Potensi Ubi Jalar di Beberapa Kabupaten di Jawa Barat Tahun 2008 No Kabupaten Luas Tanam

(Ha)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ku/Ha)

1 Kuningan 5.552 5.936 110.428 186,03

2 Garut 5.117 5.534 68.363 123,53

3 Bogor 4.023 3.955 58.309 147,43

4 Bandung 2.781 2.217 24.547 110,72

5 Cianjur 1.884 1.582 18.006 113,82

6 Sukabumi 1.499 1.402 21.047 150,12

7 Sumedang 1.334 1.176 15.474 131,58

8 Purwakarta 1.088 1.133 16.742 147,77

9 Tasikmalaya 1.956 2.101 17.914 85,26

10 Majalengka 924 734 10.554 143,79

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 (diolah).

Salah satu sentra produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Dramaga. Hal ini didukung dengan lokasi IPB sebagai lembaga akademisi yang berada di Dramaga, sehingga bisa memberikan kontribusinya kepada petani ubi jalar di daerah sekitarnya melalui pembinaan kelompok tani. Kelompok Tani Hurip merupakan salah satu dari kelompok tani yang dekat dengan lokasi kampus IPB dan sedang mengembangkan usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Kondisi iklim, tenaga kerja pertanian yang banyak menjadi faktor pendukung usahatani.

Produksi ubi jalar mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke tahun 2008 sebesar 2.040 ton per hektar menjadi 2.720 ton per hektar, tetapi produktivitasnya menurun dari 14,57 ke 14,32. Padahal rata-rata produksi di Kabupaten Bogor


(16)

6 mengalami peningkatan dari 14 ton per hektar menjadi 14,2 ton per hektar (Tabel 5). Produksi ubi jalar di beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Ubi Jalar di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor 2007-2008

No Kecamatan

2007 2008

Produksi Luas Panen

Produk-tivitas Produksi

Luas Panen

Produk-tivitas Ton Ha Ton/Ha Ton Ha Ton/Ha 1 Tenjolaya 8.857 291 14,59 8.732 603 14,48 2 Cibungbulang 244 655 14,35 8.822 601 14,68 3 Ciampea 2.540 122 14,61 8.576 586 14,63 4 Megamendung 2.604 152 13,71 3.644 269 13,55

5 Dramaga 2.040 135 14,57 2.720 190 14,32

6 Tamansari 2.466 131 14,59 2.478 174 14,24 7 Cijeruk 1.641 117 14,27 2.416 173 13,97 8 Bojonggede 415 100 13,39 2.023 150 13,49 9 Pamijahan 9.341 417 14,73 1.990 136 14,63 10 Rancabungur 3.452 95 14,69 1.945 135 14,41 Sumber : Kebupaten Bogor dalam Angka 2009 (diolah).

BPS Kabupaten Bogor (2009)

Usahatani ubi jalar di kelompok tani Hurip Desa Cikarawang ini penting untuk dikembangkan selain padi, karena menyumbang terhadap total pendapatan petani. Pendapatan dipengaruhi oleh produksi, harga output dan input serta faktor-faktor produksi. Dengan demikian, penelitian mengenai analisis usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar menjadi bahan kajian yang penting untuk diteliti.

1.2 Perumusan Masalah

Rata-rata produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor hanya mencapai 15,25 ton per hektar (Tabel 5), sedangkan produktivitas optimal ubi jalar seharusnya dapat mencapai 20-40 ton per hektar.7 Hal ini dapat dilihat bahwa

7

Zuraida. Usahatani Ubi Jalar sebagai Bahan Pangan Alternatif dan Diversifikasi Sumber Karbohidrat. http://anekaplanta. Wordpress.com/2008/03/02. [15 Juni 2010].


(17)

7 terdapat selisih sebesar 4,75-24,75 ton per hektar antara produktivitas optimal dengan produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor. Hal ini disebabkan oleh beberapa kendala yang dihadapi petani dalam pengembangan usahatani ubi jalar. Kesenjangan (gap) ini dapat berimplikasi terhadap pendapatan yang diperoleh petani.

Tabel 5. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar Di Kabupaten Bogor Tahun 2003-2008

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2009 (diolah).

Kesejahteraan petani dapat diukur dari pendapatan yang diterimanya. Produktivitas yang tinggi menghasilkan pendapatan yang tinggi pula, berarti akses petani terhadap pangan pun akan meningkat. Pada umumnya masyarakat tani tersebut kurang berkembang kesejahteraannya, karena terkendala oleh kondisi sosial ekonomi yang relatif rendah. Sebagian besar petani mempunyai lahan yang relatif sempit (skala terbatas) dan masih banyak petani penggarap, modal yang terbatas, harga input tinggi dan harga output ubi jalar rendah. Penguasaan teknologi usahatani ubi jalar oleh petani perlu ditingkatkan, sehingga antara faktor iklim dengan teknologi budidaya tanaman dapat sinergis dalam meningkatkan produktivitas ubi jalar.

Peningkatan produktivitas ubi jalar dapat dilakukan dengan meningkatkan produksinya. Peningkatan produksi ubi jalar dapat ditempuh dengan usaha penanaman varietas unggul, penerapan kultur teknik budidaya secara intensif, dan penanganan pascapanen yang memadai, disertai penelitian pasar di dalam dan luar negeri (Rahmat, 1997).

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

2003 3.882 67.159 17,30

2004 3.656 56.213 15,40

2005 3.662 52.762 14,40

2006 3.752 60.832 16,20

2007 3.916 54.528 14,00

2008 4.041 57.311 14,20


(18)

8 Desa Cikarawang merupakan salah satu desa di kabupaten bogor yang berpotensi untuk usahatani ubi jalar dengan adanya kelompok tani dan didukung oleh IPB sebagai desa binaan di lingkungan kampus. Mayoritas penduduk Desa Cikarawang berprofesi sebagai petani dan buruh tani yang berpengalaman menghasilkan bahan pangan. Sebagian besar petani di daerah ini menjadikan tanaman ubi jalar sebagai komoditas utama untuk dibudidayakan, termasuk kelompok tani Hurip yang merupakan salah satu kelompok tani aktif yang berada di Desa Cikarawang. Kelompok tani Hurip tergabung dalam Gapoktan Jaya Makmur dengan jumlah anggota lebih banyak dibandingnkan dengan empat kelompok tani lainnya (Kelompok Tani Setia, Kelompok Tani Subur Jaya, Kelompok Tani Mekar), yaitu sebenyak 35 orang dari total petani aktif 110 orang. Disamping itu, petani yang tergabung ke dalam kelompok tani Hurip mayoritas petani yang mengusahakan ubi jalar, dibandingkan kelompok tani lainnya.

Harga ubi jalar yang diterima petani berkisar antara Rp 800 - Rp 1.500 per kilogram, sedangkan harga yang dibayarkan konsumen akhir yaitu Rp 3.000 - Rp 4.000 per kilogram. Penerimaan tinggi yang diharapkan petani, maka harga yang diterima petani pun harus tinggi. Harga yang dikalikan dengan hasil produksi menghasilkan penerimaan, dimana produksi yang tinggi pun akan meningkatkan penerimaan. Pendapatan petani merupakan hasil dari penerimaan dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama proses usahatani berlangsung. Dengan demikian, petani perlu menghitung kembali usahatani ubi jalar yang dijalankan.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dijelaskan diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, antara lain:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar pada kelompok tani Hurip di Desa Cikarawang?

2. Apakah usahatani ubi jalar pada kelompok tani Hurip Desa Cikarawang menguntungkan?


(19)

9 1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar pada kelompok tani Hurip di Desa Cikarawang, Kecatamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar pada kelompok tani Hurip di Desa Cikarawang, Kecatamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi peneliti

Penelitian berguna untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diterima di perkuliahan terhadap permasalahan yang ada secara nyata. 2. Bagi kelompok tani Hurip

Penelitian ini dapat berguna sebagai bahan informasi dan evaluasi bagi kelompok tani Hurip dalam meningkatkan pendapatan pada pengembangan usahatani ubi jalar sebagai potensi Desa Cikarawang. 3. Bagi kalangan akademis

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan literatur untuk penelitian selanjutnya.

4. Bagi masyarakat

Penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan bagi masyarakat akan pentingnya kerjasama antara masyarakat dan perusahaan serta partisipasi aktif masyarakat dalam peningkatan kualitas hidup mereka melalui pengembangan masyarakat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada petani ubi jalar di Desa Cikarawang yang difokuskan pada satu kelompok tani dari empat kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan yaitu kelompok Tani Hurip. Keragaan subsistem usahatani ubi jalar dianalisis secara kualitatif berdasarkan fakta yang diperoleh di tempat penelitian. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar melalui analisis fungsi produksi Cobb-Douglas dan analisis usahatani melalui analisis pendapatan dan R/C rasio dianalisis secara kuantitatif.


(20)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tinjauan Penelitian Mengenai Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai daya adaptasi luas, sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di seluruh nusantara. Di Indonesia, nama lokal tanaman ini sangat bervariasi, di Jawa Barat bernama Boled, di Jawa Tengah dan Jawa Timur bernama Tela Rambat. Di Jepang ubi jalar dikenal dengan nama Shoyu dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Sweet Potatoes. Penelitian terbaru menunjukan bahwa, ubi jalar terutama yang berwarna oranye tua termasuk salah satu makanan tersehat dan mempunyai banyak khasiat (Suismono dalam Hafsah, 2004).

Menurut data sekunder dari Direktorat Gizi Depkes RI, Ubi jalar merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai kandungan gizi tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan. Komponen kandungan gizi dari ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Daun dan Ubi Jalar Segar

No Kandungan Gizi Banyaknya dalam:

Ubi Putih Ubi Merah Ubi Kuning *) Daun 1 Kalori (kal) 123,00 123,00 136,00 47,00 2 Protein (g) 1,80 1,80 1,10 2,80 3 Lemak (g) 0,70 0,70 0,40 0,40 4 Karbohidrat (g) 27,90 27,90 32,30 10,40 5 Kalsium (mg) 30,00 30,00 57,00 79,00 6 Fosfor (mg) 49,00 49,,00 52,00 66,00 7 Zat besi (mg) 0,70 0,70 0,70 10,00 8 Natrium (mg) - - 5,00 - 9 Kalium (mg) - - 393,00 - 10 Niacin (mg) - - 0,60 - 11 Vitamin A (SI) 60,00 7.700,00 900,00 6.105,00 12 Vitamin B1 (mg) 0,90 0,90 0,10 0,12

13 Vitamin B2 (mg) - - 0,04 -

14 Vitamin C (mg) 22,00 22,00 35,00 22,00 15 Air (g) 68,50 68,50 - 84,70 16 Bagian yang dapat

dimakan (%)

86,00 86,00 - 73,00

Keterangan: *) Food and nutrition Research Center Hanbook I, Manila.

-) Tidak ada data.


(21)

11 Aji (2008) melakukan penelitian mengenai peramalan produksi dan konsumsi ubi jalar nasional dalam rangka rencana program diversifikasi pangan pokok. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa peramalan sampai 10 tahun kedepan (tahun 2018) menunjukkan bahwa produksi (1.671.280 ton) dan konsumsi (1.653.014 ton) ubi jalar tidak bisa memenuhi target yang diharapkan, sedangkan berdasarkan hasil persamaan regresi konsumsi ubi jalar menunjukkan adanya hubungan yang positif antara konsumsi ubi jalar dan konsumsi beras. Hal ini dikarenakan kedua komoditi tersebut memiliki sifat saling komplementer bukan substitusi.

Alternatif strategi yang bisa dilakukan antara lain melakukan rekayasa sosial terhadap pola konsumsi masyarakat melalui kerjasama dengan industri pangan; diversifikasi produk ubi jalar dengan pendirian industri tepung dan pasta ubi jalar; promosi, kampanye dan sosialisasi tentang manfaat ubi jalar secara komprehensif dan kontinyu; pemberian insentif untuk konsumsi pangan non beras serta penghargaan ketahanan pangan bagi masyarakat.

Hasil penelitian Juarsa (2007) menunjukkan bahwa pengusahaan ubi jalar memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif (daya saing) dilihat dari nilai PCR dan DRC yang kurang dari satu. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kuningan dinilai mempunyai daya saing. Hal ini terlihat dari nilai PCR kurang dari satu, yaitu sebesar 0,49 untuk varietas Bogor; 0,41 untuk varietas AC, dan 0,45 untuk keseluruhan varietas. Serta nilai DRC juga kurang dari satu sebesar 0,24 untuk varietas Bogor; 0,25 Untuk varietas AC, dan 0,24 untuk keseluruhan varietas.

Potensi ubi jalar terbukti dengan adanya penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Juarsa (2007) mengenai daya saing ubi jalar dan sifat komplementer ubi jalar dengan beras oleh Aji (2008) menjadi potensi untuk dikembangkan, dengan demikian penelitian yang dilakukan oleh Widayanti (2008) dapat mendukung penelitian sebelumnya. Penelitian Widayanti (2008) yaitu mengenai analisis pendapatan usahatani dan pemasaran ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Penelitian ini memiliki dua tujuan utama, yaitu pertama untuk menganalisis keuntungan usahatani ubi jalar dilihat dari tingkat pendapatan petani ubi jalar di


(22)

12 Desa Bandorasa Kulon, dan tujuan kedua adalah menganalisis sistem pemasaran, saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar, sebaran marjin pemasaran ubi jalar dari petani sampai konsumen akhir dari farmer’s share.

Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penerimaan petani responden dalam melakukan usahatani ubi jalar adalah Rp 11.406.061, sedangkan biaya total untuk usahatani ubi jalar adalah Rp 8.256.764, sehingga pendapatan petani atas biaya tunai adalah Rp 6.151.154 dan pendapatan petani atas biaya total adalah Rp 3.149.297. Nilai R/C atas biaya tunai adalah sebesar 2,17 dan nilai R/C atas biaya total adalah sebesar 1,38. Berdasarkan kenyataan tersebut, usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini bisa menjadi bahan kajian yang bermanfaat bagi petani ubi jalar di daerah lainnya.

Pengolahan ubi jalar pun sangat potensial untuk dikembangkan sebagai hasil diversifikasi pangan, salah satunya yaitu pembuatan tepung ubi jalar. Menurut hasil penelitian Yenni (2007), perumusan strategi pemasaran tepung ubi jalar produksi usaha kecil (studi kasus: Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang) didapatkan nilai pada matriks IFE 3,233 dengan kekuatan paling besar ditunjukkan oleh faktor adanya keinginan dan motivasi yang kuat dari anggota kelompok untuk mendirikan usaha tepung ubi jalar (0,459), serta kelemahan terbesar pada faktor tingkat pengetahuan anggota yang rendah (0,257). Nilai pada matriks EFE 3,076 peluang utama ialah faktor perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin modern (0,394) dan ancaman terbesar ialah faktor tepung ubi jalar belum dikenal oleh masyarakat luas (0,210). Pada matriks IE, posisi pengusahaan terletak pada sel 1 yang berarti sebaiknya menggunakan strategi grow dan build. Berdasarkan matiks QSP, nilai Total Atractive Score (TAS) tertinggi terletak pada strategi promosi yang intensif dan efisien (7,023).

2.2Tinjauan Penelitian Mengenai Analisis Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi

Penelitian-penelitian terdahulu memberikan pengamatan yang berbeda-beda pada pola pengambilan data, metode analisis, dan hasil yang dicapai. Penelitian terkait analisis usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi telah dilakukan oleh Isnurdiansyah (2010), Devy (2010), Yulistia (2009), Zalukhu (2009) dan Silalahi (2009).


(23)

13 Isnurdiansyah (2010) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan propinsi jawa Timur. Tujuan penelitiannya yaitu menganalisis keragaan dan pendapatan usahatani gandum lokal, serta menganalisis keterkaitan usahatani gandum lokal dengan sub sistem agribisnis gandum lokal. Metode analisis yang digunakan antara lain metode kasus, analisis pendapatan, R/C rasio, analisis imbangan penerimaan dan biaya, serta anggaran parsial.

Nilai pendapatan usahatani diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya usahatani. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan total. R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total petani responden sebesar 1,83 dan 0,99, yaitu petani responden mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,83 dan Rp 0,99 dari setiap satu rupiah yang telah dikeluarkan. Petani responden mengalami keuntungan jika dilihat berdasarkan R/C rasio atas biaya tunai dan petani responden mengalami kerugian jika dilihat berdasarkan R/C rasio atas biaya total.

Analisis usahatani tidak hanya dilakukan dengan menganalisis pendapatan saja. Berdasarkan hasil penelitian Yulistia (2009), analisis pendapatan usahatani Belimbing Dewa dapat disimpulkan bahwa pengaruh hadirnya Primatani di Kota Depok belum memberikan dampak yang terlalu besar terhadap tingkat pendapatan petani peserta Primatani. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan atas biaya tunai dan total pada petani non Primatani lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani Primatani. Variabel faktor produksi yang digunakan antara lain pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk gandasil, pestisida, petrogenol dan tenaga kerja.

Berbeda halnya dengan Zalukhu (2009) yang melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul nasional (Kasus: Varietas Bondoyudo pada Gapoktan Tani Bersatu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Penelitian yang bertujuan menganalisis keragaan usahatani, pendapatan usahatani, faktor-faktor produksi serta efisiensi tataniaga beras di Kecamatan Cibungbulang melakukan pengambilan responden secara acak (simple random sampling) sedangkan penentuan responden untuk analisis tataniaga adalah secara snow ball sampling. Hasil penelitian Zulukhu (2009) tidak hanya menganalisis pendapatan, R/C rasio, tetapi juga analisis regresi linier berganda


(24)

14 untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi padi dan analisis marjin, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga.

Hasil penelitian meghasilkan pendapatan atas biaya tunai pada usahatani Bondoyudo adalah Rp 6.311.564, artinya pendapatan petani tanpa memperhitungkan biaya diperhitungkan sebesar Rp 6.311.564 per hektar per musim tanam, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah Rp 3.303.928. Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,66. Artinya setiap pengeluaran biaya tunai satu satuan biaya total menghasilkan penerimaan sebesar 2,66 satuan penerimaan. R/C rasio atas biaya total adalah 1,50 artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total menghasilkan penerimaan 1,50 satuan penerimaan.

Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi padi adalah luas lahan (X1), benih (X2), urea (X3), NPK (X4), TSP (X5), pupuk organik (X6), furadan (X7), pestisida (X8) dan tenaga kerja (X9). Faktor-faktor tersebut dapat dipakai dalam penelitian yang akan dilaksanakan penulis. Berdasarkan pendugaan model linier berganda diperoleh koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 93,6 persen.

Nilai F-hitung sebesar 48,82 lebih besar dari nilai F-tabel pada selang kepercayaan 90 persen yaitu 3,17. Hasil dari uji-t menunjukkan bahwa secara parsial, faktor produksi luas lahan (X1), benih (X2) dan pestisida (X3) berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 90 persen, sedangkan faktor produksi TSP (X5) dan tenaga kerja (X9) berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 85 persen. Dengan demikian sebaiknya petani meningkatkan penggunaan luas lahan, benih dan tenaga kerja dan sebaliknya mengurangi produksi padi Bondoyudo. Hal ini membuktikan bahwa Bondiyudo tidak perlu menggunakan pestisida.

Penelitian mengenai analisis pendapatan dan pemasaran pun dilakukan oleh Silalahi (2009). Silalahi (2009) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan pemasaran talas di Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor yanng merupakan sentra talas di Kota Bogor. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis pendapatan usahatani talas, (2) menganalisis saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran talas di kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pengambilan responden dilakukan secara sensus sebanyak 24 petani yang membudidayakan talas.


(25)

15 Berdasarkan hasil analisis, maka untuk tiap hektar lahan, pertanian talas mampu menghasilkan rata-rata 18.000 kilogram umbi, dengan harga rata-rata Rp 1.586 per umbi untuk petani lahan disewa, Rp 1.635 per umbi untuk petani lahan sendiri dan Rp 1.621 per umbi untuk petani lahan keseluruhan. Rata-rata pendapatan atas biaya total usahatani lahan disewa dan lahan milik sendiri masing-masing sebesar Rp 11.524.717,92 dan Rp 11.326.827,54, sedangkan pendapatan usahatani lahan keseluruhan adalah Rp 11.476.748,81. Nilai R/C rasio atas biaya total pada usahatani lahan disewa, lahan milik sendiri dan lahan keseluruhan masing-masing adalah 1,61; 1,56 dan 1,58. hal ini menunjukkan bahwa usahatani talas terhadap lahan sendiri maupun lahan sewa sama-sama mengungtungkan.

Penelitian mengenai tanaman palawija tidak hanya dilakukan pada tanaman talas saja, tetapi juga dilakukan pada tanaman ganyong yang diteliti oleh Devy (2010) mengenai “Peran Kelembagaan Kelompok Tani terhadap Produksi dan Pendapatan Petani Ganyong di Desa Sindanglaya Kecamatan Sukamantri

Kabupaten Ciamis Jawa Barat”. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu selain

menganalisis pendapatan usahatani ganyong juga menganalisis pengaruh peran kelompok tani terhadap produktivitas dan pendapatan petani ganyong. Alat analisis yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglass dan analisis pendapatan R/C rasio.

2.3 Evaluasi Penelitian Terdahulu

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dengan penelitian terdahulu secara umum memiliki persamaan dan perbedaan yang mendasar. Persamaannya terletak pada jenis analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis pendapatan usahatani komoditas pertanian. Dimana dapat menjawab salah satu tujuan dari penelitian yang sama. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian-penelitian terdahulu terdapat pada fokus komoditas pertaniannya, tujuan, lokasi dan metode analisis yang digunakan untuk setiap kasus penelitian.

Penulis melakukan analisis pendapatan usahatani ubi jalar yang telah diteliti sebelumnya oleh Widayanti (2008), namun terdapat perbedaan lokasi penelitian, dimana Widayanti (2008) meneliti di Kabupaten Kuningan, sedangkan


(26)

16 penulis meneliti di Kabupaten Bogor. Penulis pun mengembangkan penelitian komoditas ubi jalar yang telah dilakukan sebelumnya oleh Aji (2008) dan Juarsa (2007).

Penulis melengkapi penelitian yang dilakukan oleh Yenni (2007) mengenai strategi pemasaran tepung ubi jalar dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Hal ini dilakukan untuk menunjang pendapatan yang diterima petani, dimana tepung ubi jalar merupakan produk olahan dari ubi jalar. Kesamaan penelitian yang dilakukan penulis dengan Yenni (2007) adalah sama-sama meneliti ubi jalar di kelompok tani Hurip, Desa Cikarawang.

Ubi jalar sebagai salah satu tanaman palawija yang potensial untuk dikembangkan layak untuk diteliti. Penelitian mengenai tanaman ubi jalar ditunjang oleh penelitian-penelitian terdahulu mengenai tanaman pangan dan palawija antara lain: ubi jalar (Widayanti, 2008), talas (Silalahi, 2009), ganyong (Devy, 2010), padi varietas unggul nasional yang telah diteliti oleh Zalukhu (2009) dan gandum (Isnurdiansyah, 2010). Penelitian terdahulu mengenai tanaman pangan dan palawija menghasilkan pendapatan yang positif, artinya usahatani yang dijalankan menguntungkan. R/C rasio yang dihasilkan oleh ubi jalar sebesar 1,38; sedangkan talas dan ganyong memiliki nilai R/C rasio lebih besar dari ubi jalar yaitu 1,56 dan 1,41. Padi dan gandum mempunyai R/C rasio masing-masing sebesar 1,5 dan 0,99.

Metode analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi yang digunakan peneliti ada kesamaan dengan Yulistia (2009) mengenai efisiensi produksi usahatani belimbing dewa yaitu dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Ubi jalar sebagai produk diversifikasi dari beras dapat dilihat dari perbandingan faktor-faktor yang mempengaruhi produksinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi (Zulukhu, 2009) antara lain lahan, benih, urea, NPK, TSP, pupuk organik, furadan, pestisida dan tenaga kerja. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi ubi jalar antara lain lahan, bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida dan tenaga kerja.

Usahatani ubi jalar di Kabupaten Bogor dapat memperkuat dan melengkapi usahatani yang dijalankan di tempat lain, bahwa usahatani tersebut


(27)

17 menguntungkan dibandingkan gandum dengan syarat memeperhatikan faktor-faktor produksi yang memepengaruhinya. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya dijadikan sebagai referensi terhadap perbandingan hasil penelitian ini.


(28)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini mencakup teori produksi, teori biaya dan teori pendapatan.

3.1.1 Konsep Usahatani

Usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal, sehingga memberikan manfaat sebaik-baiknya (Suratiyah, 2009). Menurut Rahim (2007) menyatakan bahwa usahatani merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif, efisien dan berkelanjutan untuk dapat menghasilkan produksi yang tinggi, sehingga pendapatannya dapat meningkat. Dikatakan efisien bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki dengan sebaik-baiknya dan dikatakan efektif bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output).

Pada umumnya ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit, modal relatif kecil, pengetahuan petani terbatas dan kurang dinamis sehingga berakibat pada rendahnya pendapatan petani (Soekartawi, 1986). Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya yang ada seperti lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan (manajemen) yang terbatas ketersediaannya untuk mencapai tujuannya (Soekartawi, 1995).

Menurut Suratiyah (2009) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang bekerja dalam usahatani baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: 1. Alam

Alam merupakan faktor yang sangat menentukan usahatani. Faktor alam dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya.


(29)

19 Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburan. Faktor alam sekitar yakni iklim yang berkaitan dengan ketersediaan air, suhu dan lain sebagainya.

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas dan kualitas produk. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dan tenaga luar, antara lain: komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan kerja (prestasi kerja). Kegiatan kerja tenaga luar sangat dipengaruhi sistem upah, lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan dan umur tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja dapat diketahui dengan cara menghitung setiap kegiatan masing-masing komoditas yang diusahakan, kemudian dijumlahkan untuk seluruh usahatani.

Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja adalah man days atau HOK (hari orang kerja) dan JKO (jam kerja orang). Pemakaian HOK ada kelemahannya karena masing-masing daerah berlainan (satu HOK di daerah B belum tentu sama dengan satu HOK di daerah A) bila dihitung jam kerjanya. Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengusahakan satu jenis komoditas per satuan luas dinamakan Intensitas Tenaga Kerja. Intensitas Tenaga Kerja tergantung pada tingkat teknologi yang digunakan, tujuan dan sifat usahataninya, topografi dan tanah, serta jenis komoditas yang diusahakan. 3. Modal

Modal adalah syarat mutlak berlangsungnya sebuah usaha, demikian pula dengan usahatani. Penggolongan modal dalam usahatani keluarga cenderung memisahkan faktor tanah dari alat-alat produksi yang lain. Hal ini dikarenakan belum ada pemisahan yang jelas antara modal usaha dan modal pribadi. Dalam arti ekonomi perusahaan, modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk memproduksi kembali atau modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan.


(30)

20 4. Pengelolaan atau Manajemen

Faktor produksi usahatani pada dasarnya adalah tanah dan alam sekitarnya, tenaga kerja, modal serta peralatan. Namun, beberapa pendapat memasukkan manajemen sebagai faktor produksi keempat walaupun tidak langsung.

3.1.2 Teori Produksi

Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan input yang ada untuk menghasilkan barang atau jasa (output). Produksi terkait erat dengan jumlah penggunaan berbagai kombinasi input dengan jumlah dan kualitas output yang dihasilkan. Hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan dinamakan fungsi produksi (Sukirno, 2002). Faktor-faktor produksi dapat dibedakan ke dalam empat golongan, yaitu tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawanan. Sedangkan menurut Soekartawi (1990) fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi dikenal dengan istilah fungsi produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan itu disebut analisis fungsi produksi. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Y = f (X1, X 2, X3, ...Xn) Keterangan:

Y = Output

X1, X 2, X3, ...Xn = Input-input yang digunakan dalam proses produksi Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang (law of diminishing returns).Tiap tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut (Soekartawi, 1986). Sedangkan menurut Sukirno (2002) menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) dan terus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi apabila sudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang, dan akhirnya akan mencapai nilai yang negatif. Sifat pertambahan


(31)

21 produksi yang seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan pada akhirnya mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun.

Soekartawi (1986), menjelaskan bahwa pemilihan fungsi produksi sebenarnya merupakan pendugaan subjektif. Adapun beberapa pedoman yang perlu diperhatikan dalam memperoleh fungsi produksi yang baik dan benar. Pedoman tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bentuk aljabar fungsi produksi itu dapat dipertanggungjawabkan.

2. Bentuk aljabar fungsi produksi itu mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomi.

3. Mudah dianalisis.

4. Mempunyai implikasi ekonomi.

Salah satu model fungsi produksi yang digunakan dalam analisis usahatani adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Menurut Soekartawi (2002) fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Variabel yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut variabel independen (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Tiga alasan pokok memilih menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas antara lain (Soekartawi, 1990):

a. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah diubah ke dalam bentuk linier.

b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas.

c. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukan return to scale. Hal ini perlu diketahui untuk menentukan keadaan dari suatu produksi, apakah mengikuti kaidah decreasing, constant atau increasing return to scale.

a. Decreasing returns to scale, bila (b1 + b2) < 1. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan masukan-produksi melebihi proporsi penambahan produksi.


(32)

22 b. Constant returns to scale, bila (b1 + b2) = 1. Dalam keadaan demikian penambahan masukan-produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh.

c. Increasing returns to scale, bila (b1 + b2) > 1. Ini artinya bahwa proporsi penambahan masukan-produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

Kesulitan yang umum dijumpai dalam penggunaan fungsi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut:

a. Spesifikasi variabel yang keliru. b. Kesalahan pengukuran variabel. c. Bias terhadap variabel manajemen.

d. Masalah multikolinieritas yang sulit dihindarkan.

Persamaan matematis dari fungsi produksi Cobb-Douglas secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y = b0 X1 b1 X2 b2 X3 b3 . . . Xi bi eu Dimana:

Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan b0, b1 = Besaran yang akan diduga u = Unsur sisa (galat)

e = Logaritma natural (e = 2,718)

Fungsi Cobb-Douglas akan lebih mudah dalam pendugaan terhadap persamaan diatas dengan mengubah ke dalam bentuk linier berganda yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 . . . + bi ln Xi + u

Pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai b1 dan b2 adalah tetap walaupun variabel yang terlibat telah dilogaritmakan. Hal ini dapat dimengerti karena b1 dan b2 pada fungsi Cobb-Douglas adalah sekaligus menunjukkan elastisitas X terhadap Y. Elastisitas produksi (Ep) adalah presentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input (Rahim, 2008). Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:


(33)

23 % 100 % 100 x Y X x X Y Ep      X X Y Y Ep    Y X x X Y Ep    PR x PM

Ep  1

PR PM Ep

Dimana: Ep = Elastisitas produksi

ΔY = Perubahan hasil produksi komoditas pertanian ΔX = Perubahan penggunaan faktor produksi

Y = Hasil produksi komoditas pertanian X = Jumlah produksi

Hubungan antar faktor produksi (X) dengan jumlah produksi (Y) dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas tiga daerah, yaitu:

1) Daerah produksi I dengan Ep lebih dari satu (Ep > 1), merupakan produksi yang tidak rasional karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini belum tercapai pendapatan yang maksimum, karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikan.

2) Daerah produksi II dengan Ep antara 1 dan 0 (0 < Ep < 1), artinya penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu akan mencapai keuntungan maksimum. Daerah produksi ini disebut daerah rasional.


(34)

24 3) Daerah III dengan Ep kurang dari nol (Ep < 0), artinya setiap penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan jumlah produksi total. Daerah produksi ini disebut daerah produksi yang tidak rasional (irrasional).

Ep>1 1>Ep>0 Ep>0

Keterangan:

TP = Total produksi PM = Produk marginal PR = Produk rata-rata Y = Produksi

X = Faktor produksi

Gambar 1. Kurva Produk Total, Marginal dan Rata-rata (Sumber: Lipsey et al, 1995)

III II

I

0 PM/PR

X3

X2

X1 PM

PR TP

X Y


(35)

25 3.1.3 Teori Biaya

Wesley (1994) mengklasifikasikan biaya usahatani ke dalam biaya tunai (eksplisit) dan diperhitungkan (implisit). Biaya tunai adalah biaya yang diperoleh dari input keseluruhan, seperti halnya sewa lahan, pestisida. Sedangkan biaya diperhitungkan adalah nilai satuan input yang diperoleh dari perusahaan atau bisnis keluarga yang berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Total Fixed Cost (TFC) adalah biaya yang tidak berubah terhadap perubahan output. Biaya ini termasuk ke dalam biaya tunai dan biaya diperhitungkan dari input yang berada dalam jangka pendek. Adapun yang terma suk dalam biaya tunai adalah pajak, gaji upah pekerja kontrak dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya diperhitungkan, seperti penerimaan yang diinvestasikan pemilik dalam perusahaan, penyusutan lahan, penyusutan peralatan dan biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga. TVC (Total Variabel Cost) adalah biaya input yang dapat mempengaruhi output. Jika tidak ada variabel input yang digunakan maka TVC adalah nol, artinya tidak ada output yang dihasilkan. TVC yang termasuk ke dalam biaya tunai dari input seperti penggunaan pupuk kimia, penanggulangan hama dan penyakit tanaman (pestisida), pengeringan, bahan bakar. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya diperhitungkan seperti sewa lahan)

Sama halnya dengan Wesley, Lipsey (1995) mendefinisikan biaya total (TC) adalah biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap total (Total Fixed Costs = TFC) dan biaya variabel total (Total Variabel Costs = TVC). Biaya tetap (TFC) adalah biaya yang tidak berubah meskipun output berubah. Sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatkanya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi, disebut biaya variabel cost (TVC). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

TC = TFC + TVC Keterangan:

TFC = Biaya tetap TVC = Biaya variabel


(36)

26 Hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi disebut dengan fungsi biaya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.

TC, TVC, TFC

TC

TVC

TFC

0 Y

Gambar 2. Kurva Biaya Total

(Sumber: Lipsey 1995)

Berdasarkan Gambar 1, kurva TFC bentuknya adalah horizontal karena nilainya tidak berubah walau berapapun banyaknya barang yang diproduksikan. Sedangkan TVC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa ketika tidak ada produksi TVC = 0, dan semakin besar produksi maka semakin besar nilai biaya berubah total (TVC). Kurva TC adalah hasil dari penjumlahan kurva TFC dan TVC. Oleh karena itu kurva TC bermula dari pangkal TFC dan apabila ditarik garis tegak di antara TVC dan TC panjang garis itu adalah sama dengan jarak diantara TFC dengan sumbu datar.

3.1.4 Teori Pendapatan

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan semua biaya (Rahim, 2008). Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, sedangkan menurut Soekartawi (1986) Penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu


(37)

27 tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan terbagi menjadi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai (diperhitungkan). Penerimaan tunai didefinisikan sebagai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen ubi jalar yang dikonsumsi dan digunakan untuk bibit (input). Biaya usahatani (pengeluaran usahatani) merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatklan hasil yang maksimal Rahim (2008). Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai. Pengeluaran tunai yaitu jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi industri. Pengeluaran tidak tunai yaitu nilai semua input yang digunakan, namun tidak dalam bentuk uang.

Soekartawi (1986) mengemukakan pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan total usahatani dengan pengeluaran usahatani. Pendapatan total usahatani (pendapatan bersih) adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam proses produksi, dimana semua input milik keluarga diperhitungkan sebagai biaya produksi.

Menurut Sukirno (2002) Total Revenue (TR) adalah jumlah produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga produksi dan pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan total biaya. Secara matematis dapat dijelaskan sebagai berikut:

Л = TR – TC

Keterangan: Л = Pendapatan (Rp/musim tanam)

TR = Total penerimaan (Rp/musim tanam) TC = Total biaya (Rp/musim tanam)


(38)

28 Grafik yang menggambarkan biaya total dan hasil penjualan total dapat dilihat pada Gambar 3.

Nilai (Rp)

TR

TC

BEP Y Gambar 3. Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total

(Sumber: Lipsey 1995)

Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kurva TR di asumsikan berada di atas kurva TC. Hal ini menggambarkan bahwa usaha tersebut mengalami keuntungan. Perpotongan antara titik TR dan titik TC pada tingkat produksi suatu usahatani merupakan titik impas atau Break Even Point (BEP), dimana produksi tidak mengalami keuntungan atau kerugian. Bila TR > TC (output yang dihasilkan lebih besar dari BEP) maka usahatani menguntungkan dan bila TR < TC maka usahatani rugi.

Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak dapat pula diukur dengan nilai efisiensinya. Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur nilai efisiensi pendapatan tersebut yaitu penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau imbangan penerimaan dan biaya atau Revenue and Cost Ratio (R/C ratio). Analisis R/C rasio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif dari suatu cabang usaha dengan cabang usaha yang lainnya berdasarkan keuntungan finansial. Sama halnya dengan yang diutarakan oleh Rahim (2008) analisis return cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Analisis R/C rasio dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, antara lain:

R/C > 1 : usahatani menguntungkan R/C = 1 : usahatani impas


(39)

29 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Ubi jalar merupakan salah satu tanaman palawija yang potensial untuk diversifikasi pangan selain beras. Kabupaten Bogor memiliki potensi untuk pengembangan usahatani ubi jalar yaitu Desa Cikarawang yang berada di Kecamatan Darmaga, dimana dekat dengan lokasi kampus IPB dan merupakan salah satu desa binaannya melalui kelompok tani Hurip.

Produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor masih dibawah produktivitas optimal yaitu hanya 15,25 ton per hektar, padahal ubi jalar mampu berproduksi hingga 20-40 ton per hektar. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan produktivitas melalui penggunaan input yang sesuai untuk menghasilkan pendapatan yang lebih menguntungkan.

Penelitian ini melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Analisis ini diawali dengan mengidentifikasi karakteristik petani, seperti: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, pengalaman berusahatani. Setelah itu, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar dengan fungsi produksi Cobb_Douglas dan dilanjutkan dengan analisis pendapatan usahatani ubi jalar. Hasil analisis usahatani dijadikan dasar untuk mengetahui prospek pengembangan ubi jalar dalam kondisi riil di lokasi penelitian.

Petani menggunakan beberapa faktor produksi dalam memproduksi atau membudidayakan tanaman ubi jalar. Faktor produksi yang diduga berpengaruh pada produksi ubi jalar antara lain jumlah bibit, pupuk kandang, Urea, TSP, KCL dan tenaga kerja. Faktor-faktor produksi tersebut membutuhkan biaya yang dikeluarkan petani, sedangkan dari hasil produksi ubi jalar yang telah dihasilkan akan diperoleh penerimaan. Pendapatan usahatani ubi jalar diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya. Selanjutnya analisis pendapatan akan menghasilkan tingkat pendapatan dan R/C rasio yang diperoleh petani ubi jalar. Hasil tersebut dapat disimpulkan bagaimana kondisi usahatani ubi jalar yang diusahakan oleh petani pada kelompok tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner kepada petani ubi jalar pada kelompok tani Hurip. Secara umum kerangka pemikirian operasional dapat dilihat pada Gambar 4.


(40)

30 Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Faktor -faktor yang Mempengaruhi

Produksi Ubi Jalar.

 Kelompok Tani Hurip merupakan sentra produksi ubi jalar di Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga

 Produktivitas usahatani ubi jalar masih rendah

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar pada kelompok tani Hurip di Desa Cikarawang?

2. Apakah usahatani ubi jalar pada kelompok tani Hurip Desa Cikarawang menguntungkan?

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar: 1. Bibit

2. Urea 3. KCL 4. TSP

5. Pupuk Kandang 6. Tenaga Kerja 7.

Analisis Pendapatan Usahatani

 Penerimaan

 Total Biaya

 Pendapatan

 Analisis R/C Rasio

Hasil dan Rekomendasi untuk Meningkatkan Pendapatan

Usahatani Ubi Jalar Analisis Fungsi Produksi


(41)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara sengaja (purposive) dengan beberapa pertimbangan, antara lain: 1. Kabupaten Bogor merupakan sentra produksi ubi jalar ketiga di Jawa Barat. 2. Desa Cikarawang merupakan daerah penghasil ubi jalar dengan produknya

yang melimpah dan sebagai sentra pengembangan usahatani ubi jalar di Kabupaten Bogor.

3. Penduduk Desa Cikarawang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani ubi jalar dan menjadi anggota kelompok tani.

4. Kelompok Tani Hurip merupakan kelompok tani aktif yang tergabung dalam Gapoktan Jaya Makmur dengan jumlah anggota lebih banyak dan total lahan yang diusahakan petani relatif luas dibandingkan kelompok tani lainnya. 5. Kelompok Tani Hurip merupakan salah satu kelompok tani binaan IPB

dengan produk utamanya adalah ubi jalar.

Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan Juli sampai September 2010 Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September dikarenakan di lokasi penelitian pada bulan-bulan tersebut sedang musim panen ubi jalar, sedangkan masa panen ubi jalar berkisar selama empat bulan.

4.2 Metode Pengambilan Sampel

Metoda yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu secara sensus, karena semua populasi dijadikan responden. Responden yaitu semua anggota aktif kelompok tani Hurip yang merupakan petani ubi jalar sebanyak 35 orang. Informasi petani dapat diperoleh dari kelompok tani Hurip.

4.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari sumber atau objek yang sedang diteliti melalui observasi, pengisian


(42)

32 kuesioner dan wawancara di lapangan dengan petani responden, ketua kelompok tani Hurip dan pihak lain yang terkait. Data primer terdiri dari data input dan output usahatani ubi jalar, harga input, harga output dan data lain yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur-literatur terkait yang diperoleh dari Kantor Kabupaten Bogor, Kantor Desa Cikarawang, Kelompok Tani Hurip, Gapoktan Jaya Makmur, BPS (Biro Pusat Statistik) Kabupaten Bogor, BPS Pusat, artikel, internet, buku literatur serta sumber-sumber lain yang menunjang peneliti.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan melalui metode wawancara langsung dengan petani responden dengan bantuan kuesioner. Kuisioner yang digunakan berisi pertanyaan mengenai jumlah pemakaian input, harga input, lama pemakaian, upah tenaga kerja, jumlah output, harga jual output dan pertanyaan lain yang berhubungan dengan analisis usahatani ubi jalar. Pada dasarnya metode survei merupakan metode penelitian yang digunakan untuk memeperoleh fakta-fakta dari kondisi yang ada dan mencari informasi secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi maupun politik dari suatu kelompok atau daerah (Nazir, 1983).

Informasi yang diperoleh dari observasi juga diperlukan untuk memperoleh data dan informasi secara langsung berhubungan dengan pendapatan yang diperoleh petani guna melakukan analisis terhadap pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Data dari artikel, buku, literatur, dan penelitian terdahulu diperlukan sebagai kelengkapan penunjang penelitian ini. 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Menurut Nazir (1983) kegiatan menganalisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah. Hal ini karena dengan adanya analisis data, maka data tersebut akan makna dan arti yang bermanfaat dalam memberikan informasi maupun dukungan lainnya dalam mencari dan memberikan alternative penyelesaian masalah yang akan dibahas dalam penelitian termasuk dalam menguji hipotesis.


(1)

7.2Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar

Nilai koefisien regresi dalam model fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan nilai elastisitas produksi dari variabel-variabel produksi tersebut. Penjumlahan nilai-nilai elastisitas dapat digunakan untuk menduga keadaan skala usaha. Model produksi yang diduga menunjukkan bahwa jumlah nilai-nilai parameter penjelas adalah 1,097. Angka ini merupakan hasil dari penjumlahan koefisien regresi faktor produksi yang dalam hal ini dianggap sebagai elastisitas dari faktor tersebut. Jumlah nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu, maka dapat disimpulkan bahwa usahatani ubi jalar berada pada skala kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale). Nilai ini mengandung arti bahwa penambahan satu persen dari masing-masing produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi sebesar 1,097 persen.

a. Bibit (X1)

Penggunaan bibit ubi jalar merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan dalam kegiatan usahatani ubi jalar. Jumlah bibit yang digunakan akan mempengaruhi hasil produksi ubi jalar. Nilai koefisien regresi penggunaan bibit bernilai negatif sebesar -0,0479, artinya jika terjadi penambahan bibit sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi ubi jalar sebesar 0,0479 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang negatif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah irrasional (Daerah III). Berdasarkan nilai P-value yang lebih besar dari α lima persen yaitu mempunyai nilai 0,855 (85,5%) artinya bahwa bibit tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar, sehingga pengurangan atau penambahan bibit sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi ubi jalar dengan faktor lain dianggap tetap.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara, pengaruh bibit ubi jalar menjadi negatif dikarenakan penggunaan bibit berlebih dan banyak bibit yang tidak termanfaatkan. Apabila penggunaan bibit ditambah terus akan menurunkan produksi. Penggunaan bibit yang berlebih dapat terjadi kompetisi antar sesama tanaman, karena jarak tanaman terlalu rapat. Persaingan dapat terjadi dalam pemenuhan unsur hara, kebutuhan air dan sinar matahari, sehingga


(2)

digunakan petani responden sebanyak 8.461,657 setek (35.780 setek per hektar), sedangkan standar penggunaan bibit menurut Rahmat (1997) sebanyak 32.000 setek per hektar dengan jarak tanam yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bibit yang digunakan petani responden berlebih.

Bibit dalam usahatani ubi jalar ini merupakan hasil setek batang tanaman ubi jalar, sehingga bibit mudah didapatkan tanpa membeli. Bibit yang diperoleh petani berupa setek pucuk hasil pengipukan maupun hasil panen periode sebelumnya, baik milik sendiri atau disediakan oleh kelompok tani. Penggunaan bibit oleh petani responden berdasarkan satuan karung dan rata-rata menggunakan empat karung per 1000 m2. Kebutuhan bibit ini pun dipengaruhi oleh jarak tanam. Sebagian besar petani responden menggunakan jarak tanam 100 x 25 centimeter dan beberapa petani lainnya ada yang tidak menggunakan jarak tanam. Disamping jarak tanam, ukuran bibit yang digunakan petani responden berbeda-beda dengan rata-rata berukuran panjang 25-30 centimeter.

b.Urea (X2)

Nilai koefisien regresi penggunaan bibit sebesar 0,1237, artinya jika terjadi penambahan urea sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,1237 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah rasional (Daerah II). Namun berdasarkan nilai P-value yang lebih besar dari α lima persen yaitu mempunyai nilai 0,478 (47,8%) artinya bahwa urea tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar, sehingga pengurangan atau penambahan benih sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi ubi jalar dengan faktor lain dianggap tetap.

Penggunaan pupuk urea dilakukan dalam upaya menambah unsur nitrogen tanah. Kondisi di lokasi penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea oleh petani responden sudah mendekati standar dosis yang ditetapkan. Rata-rata penggunaan urea per 0,24 hektar yang digunakan petani responden sebanyak 35,97 kg (152,1 kg per hektar), sedangkan standar penggunaan urea menurut Rahmat (1997) sebanyak 100-200 kg per hektar. Dengan demikian, penggunaan pupuk urea masih dapat ditambah untuk meningkatkan produksi ubi jalar.


(3)

c. KCL (X3)

Pupuk KCL merupakan salah satu komponen yang digunakan dalam kegiatan usahatani ubi jalar. Nilai koefisien regresi penggunaan KCL sebesar 0,2984 dan berpengaruh nyata pada taraf α 7,2 persen, artinya jika terjadi penambahan KCL sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,2984 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang positif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah rasional (Daerah II). Selain itu berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb_Douglas, KCL ini mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi ubi jalar, sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan input akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap produksi ubi jalar.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani responden bahwa penggunaan pupuk KCL ini cukup penting karena dibutuhkan sebagai zat yang mempengaruhi warna dan rasa pada tanaman ubi jalar. Rata-rata penggunaan pupuk KCL tiap periode tanam oleh petani responden yaitu sebanyak 13,11 kilogram (55,45 kg per hektar), sedangkan standar penggunaan KCL menurut Rahmat (1997) sebanyak 100 kg per hektar. Dengan demikian, penggunaan pupuk KCL masih dapat ditambah untuk meningkatkan produksi ubi jalar. Pupuk kimia yang dibutuhkan oleh petani responden mudah diperoleh, baik disediakan oleh kelompok tani maupun membeli langsung ke toko saprotan terdekat.

d.TSP (X4)

Penggunaan pupuk TSP merupakan salah satu input yang digunakan dalam produksi ubi jalar. Pupuk TSP bermanfaat untuk pertumbuhan batang dan buah. Nilai koefisien regresi penggunaan TSP sebesar -0,0560, artinya jika terjadi penambahan TSP sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi ubi jalar sebesar -0,0560 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang negatif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah irrasional (Daerah III). Berdasarkan nilai P-value yang lebih besar dari α lima persen dengan nilai 0,748 (74,8%) mempunyai arti bahwa TSP tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar, sehingga pengurangan atau penambahan benih sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan


(4)

Hasil pengamatan dari wawancara di lokasi penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petani menggunakan pupuk TSP melebihi dosis, sehingga apabila penggunaan pupuk TSP ditambah akan menurunkan produksi. Rata-rata penggunaan pupuk TSP per musim tanam oleh petani responden sebesar 31,97 kilogram (135,19 kilogram per hektar), sedangkan standar penggunaan TSP menurut Rahmat (1997) sebanyak 50 kg per hektar. Para petani responden menganggap bahwa walaupun penggunaan TSP tidak sesuai dengan dosis, tetapi tetap dapat menjaga produksi ubi jalar.

e. Pupuk kandang (X5)

Pupuk kandang digunakan dalam kegiatan usahatani ubi jalar sebagai sarana input yang dapat menambah dan memperbaiki unsur hara tanah baik secara fisik maupun kimiawi tanah. Nilai koefisien regresi penggunaan pupuk kandang sebesar 0,3116, mempunyai nilai positif. Nilai koefisien regresi ini menunjukkan bahwa input pupuk kandang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar, artinya jika terjadi penambahan input pupuk kandang sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,3116 persen, dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang positif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah rasional (Daerah II). Selain itu pupuk kandang berdasarkan hasil analisis produksi mempunyai pengaruh nyata pada taraf α 2,4 persen, sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan input akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap produksi ubi jalar.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani bahwa pupuk kandang mempunyai peranan yang cukup penting untuk kesuburan tanah yang akan mempengaruhi pada pertumbuhan tanaman ubi jalar. Penggunaan pupuk kandang oleh petani responden bervariasi dan sudah mendekati dosis yang seharusnya. Penggunaan pupuk disesuaikan dengan kondisi tanah. Apabila kondisi tanah sudah jenuh maka penggunaan pupuk kandang ini diperbanyak, sementara jika kondisi tanah masih bagus maka pupuk kandang digunakan sesuai dengan dosis. Rata-rata petani responden menggunakan pupuk kandang tiap periode tanam sebanyak 579,42 kilogram (2450,26 kilogram per hektar), sedangkan menurut Rahmat (1997) penggunaan pupuk kandang sebesar 2000 kilogram per hektar.


(5)

Kondisi tanah yang mendukung menyebabkan penggunaan dosis pupuk kandang yang selama ini digunakan oleh petani sudah cukup.

f. Tenaga Kerja (X6)

Penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan usahatani ubi jalar memiliki peranan yang penting, karena tenaga kerja ini merupakan pelaku dari kegiatan usahatani. Nilai koefisien regresi dari penggunaan tenaga kerja mencapai 0,4677 dan berpengaruh nyata pada taraf α 4,3 persen. Nilai koefisien regresi ini menunjukkan bahwa input tenaga kerja mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar, artinya jika terjadi penambahan input tenaga kerja sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,4677 persen, dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang positif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah rasional (Daerah II).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani responden, bahwa tenaga kerja menjadi salah satu komponen dengan biaya yang relatif lebih tinggi daripada komponen lainnya. Peranan tenaga kerja dibutuhkan dalam setiap aktivitas usahatani ubi jalar mulai dari persiapan lahan sampai pada kegiatan panen yang akan menjaga dan meningkatkan produksi ubi jalar. Kegiatan persiapan lahan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dan mempunyai keterampilan khusus. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh nyata dari penggunaan variabel tenaga kerja.


(6)

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor produksi yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar yaitu pupuk kandang, tenaga kerja dan KCL, adapun faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata yaitu bibit, urea dan TSP.

2. Pada usahatani ubi jalar yang diusahakan petani menghasilkan pendapatan atas biaya tunai per periode tanam per rata-rata luas lahan petani responden (0,24 hektar) sebesar Rp 1.446.746,01, dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 760.349,4365. Sedangkan pendapatan tunai dan total setelah dikonversi ke dalam satu hektar sebesar Rp 6.028.108,34 dan Rp 3.168.122,65. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani ubi jalar dari sejumlah petani responden di Kelompok Tani Hurip dikatakan menguntungkan. Hal ini dapat dilihat pada nilai R/C rasio lebih dari satu. Nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total, yaitu masing-masing sebesar 2,96 dan 1,51.

8.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan serta kesimpulan, maka disarankan: 1. Upaya untuk meningkatkan pendapatan usahatani ubi jalar dapat dilakukan

salah satunya dengan cara memperhatikan penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi ubi jalar. Variabel yang memiliki nilai koefisien regresi positif dan berpengaruh nyata seperti pupuk kandang, tenaga kerja, urea dan KCL penggunaannya masih dapat ditambahkan. Hal ini dikarenakan setiap penambahan dari penggunaan pupuk kandang, tenaga kerja dan KCL dapat meningkatkan produksi ubi jalar.

2. Penggunaan bibit, urea dan TSP hendaknya penggunaannya tidak ditambah lagi, karena variabel yang memiliki nilai koefisien regresi yang negatif apabila dilakukan penambahan akan mengurangi jumlah produksi ubi jalar.