Pengertian Bank Risiko Pembiayaan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Bank

Bank secara etimologi memiliki arti tempat untuk menukarkan uang. Secara lembaga keuangan, bank adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dimana kegiatannya baik hanya menghimpun dan menyalurkan dana, atau kedua-duanya, menghimpun dan menyalurkan Kasmir, 2000. Menurut UU No.7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 tahun 1998 tentang perbankan, bank diartikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk- bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari definisi bank diatas, menunjukkan bahwa kegiatan utama bank adalah menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank dan dari segi penyaluran dana, hendaknya bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya tapi juga kegiatannya harus diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat Siamat, 2004. Bank sebagai suatu badan usaha yang memberikan jasa atau pelayanan keuangan memiliki beberapa tujuan dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya. Menurut Siamat 2004, tujuan tersebut dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu, yaitu: 1. Tactical Planning Jangka pendek a. Pemenuhan likuiditas, terutama untuk memenuhi likuiditas wajib minimum yang ditetapkan oleh otoritas moneter disamping kebutuhan likuiditas untuk memenuhi penarikan dana oleh nasabah sehari-hari. b. Memberikan pelayanan kepada nasabah secara maksimum. 2. Strategic Planning Jangka Panjang a Meningkatkan nilai perusahaan. b Memperoleh laba maksimum.

2.2. Bank Syariah

2.2.1. Definisi Bank Syariah

Bank Islam adalah lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada prinsip-prinsip hukum atau syariah Islam dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Dengan kata lain, bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam Siamat, 2004. Menurut Karim 2003, dalam kegiatan operasionalnya, bank syariah melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan, memberikan pinjaman, dan memberikan pelayanan jasa dengan berlandaskan prinsip syariah. Baraba dalam Darajat 2007, menambahkan satu fungsi bank syariah, yaitu sebagai pengelola fungsi sosial seperti pengelolaan dana zakat dan penerimaan serta penyaluran dana kebajikan.

2.2.2. Falsafah Operasional Bank Syariah

Menurut Muhammad dalam Darajat 2007, hal-hal yang harus dilakukan bank syariah dalam menjalankan operasionalnya adalah dengan cara menjauhkan diri dari praktik-praktik yang memiliki unsur riba serta menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan. Unsur riba tersebut dihindari dengan cara: 1 Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan keberhasilan suatu usaha di muka secara pasti. 2 Menghindari penggunaan sistem presentasi untuk pembebanan biaya terhadap utang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis utang atau simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu. 3 Menghindari penggunaan sistem perdagangan atau penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas. 4 Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka tambahan atas utang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela. Hal lain yang membedakan bank syariah dengan bank konvesional terlihat dari beberapa aspek, yaitu aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja Antonio, 2001. a Akad dan Aspek Legalitas Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi baik duniawi maupun ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Setiap akad dalam bank syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad seperti hal- hal berikut: a. Rukun, mencakup penjual, pembeli, barang yang dipertukarkan, harga, dan akad ijab kabul. b. Syarat, seperti: 1 Barang dan jasa bersifat halal, sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah. 2 Harga barang dan jasa harus jelas. 3 Tempat penyerahan harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi. 4 Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan, tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki dan dikuasai. b Struktur Organisasi Unsur yang paling membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah adanya Dewan Pengawas 9 Syariah DPS pada bank syariah, yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya diletakkan pada posisi setingkat dewan komisaris pada setiap bank. Hal ini bertujuan untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh DPS. Oleh karena itu, biasanya penetapan anggota DPS dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota DPS tersebut mendapatkan rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional. c Bisnis dan Usaha yang Dibiayai Bank syariah tidak mungkin membiayai usaha yang terkandung didalamnya hal-hal yang diharamkan. Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya sebagai berikut: Apakah objek pembiayaan itu halal atau haram? Apakah proyek menimbulkan kerugian bagi masyarakat? Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan asusila? Antonio, 2001. d Lingkungan Kerja dan Corporate Culture Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah, antara lain sikap amanah dan shiddiq yang baik. Di samping itu, karyawan bank syariah harus memiliki skill yang baik dan profesional, dan tabhligh. Dalam reward dan dan punishment pun juga diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan prinsip syariah. Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan juga harus mengikuti syariat Islam Antonio, 2001. Tabel 3 menunjukkan perbedaan bank syariah dengan bank konvensional. Tabel 3. Perbandingan Bank Syariah dan Bank Konvesional Bank Syariah Bank Konvensional Melakukan investasi-investasi yang halal saja Investasi yang halal dan haram Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa Memakai perangkat bunga Profit dan falah oriented Profit oriented Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan Hubungan dengan nasabah adalah hubungan debitur- kreditur Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa DPS Tidak ada dewan sejenis Sumber: Antonio, 2001

2.3. Pembiayaan Bank Syariah

2.3.1. Pengertian Pembiayaan

Menurut UU No.7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 tahun 1998, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Bank Indonesia 2007, menyebutkan bahwa pembiayaan syariah mengandung beberapa nilai dasar dalam pelaksanaannya, yaitu: 1. Keadilan, pembiayaan saling menguntungkan baik pihak yang menggunakan dana maupun pihak yang menyediakan dana. 2. Kepercayaan, merupakan landasan dalam menentukan persetujuan pembiayaan baik dalam menghitung margin keuntungan maupun bagi hasil yang menyertai pembiayaan tersebut. 11

2.3.2. Jenis-Jenis Pembiayaan

Jenis-jenis pembiayaan pada bank syariah, yaitu Karim, 2003: 1. Pembiayaan Modal Kerja Syariah. Adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. 2. Pembiayaan Investasi Syariah Adalah pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan untuk: a. Pendirian proyek baru, yaitu pendirian atau pembangunan proyek atau pabrik dalam rangka usaha baru. b. Rehabilitasi, yaitu penggantian mesin atau peralatan lama yang sudah rusak dengan mesin atau peralatan baru yang lebih baik. c. Modernisasi, yaitu penggantian secara keseluruhan mesin atau peralatan lama dengan mesin atau peralatan baru dengan teknologi yang lebih baik. d. Relokasi proyek yang sudah ada, yaitu pemindahan lokasi proyek atau pabrik secara keseluruhan termasuk sarana penunjang pabrik, seperti laboratorium. 3. Pembiayaan Konsumsi Syariah Adalah pembiayaan yang bertujuan memenuhi kebutuhan nasabah baik barang maupun jasa yang tidak dipergunakan untuk tujuan usaha dan umumnya bersifat perorangan.

2.3.3. Produk Pembiayaan

Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, produk pembiayaan syariah terbagi dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu Karim, 2003: 1. Berdasarkan Prinsip Jual Beli Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayaran dan waktu penyerahan barangnya, yaitu: a. Murabahah Adalah perjanjian jual beli antara bank dan nasabah dimana bank syariah membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan dengan margin atau keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah. b. Salam Adalah perjanjian jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga terlebih dahulu. Dalam transaksi ini, kualitas, kuantitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. c. Istishna Adalah perjanjian jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual. 2. Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil a. Musyarakah Adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan. b. Mudharabah Adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana shahibul maal pihak pertama menyediakan seluruh atau 100 modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. c. Muzara’ah Adalah akad kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemiliki lahan memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu persentase dari hasil panen. d. Musaqah Adalah akad kerja sama, merupakan bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen. 3. Berdasarkan Prinsip Sewa a. Ijarah Adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Harga sewa disepakati pada awal perjanjian antara bank dengan nasabah. b. Ijarah Muntahiyyah Bittamlik Adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa. Pada akhir masa sewa, bank menjual barang yang disewakannya kepada nasabah yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan. Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank dengan nasabah. 4. Berdasarkan Prinsip Pinjaman Penyaluran dana bank syariah berdasarkan prinsip pinjaman dilakukan dengan menggunakan akad qardh yaitu penyediaan dana atau tagihan yang diberikan kepada pihak peminjam dan mewajibkannya melakukan pembayaran baik secara langsung maupun angsuran dalam jangka waktu tertentu tanpa disertai tambahan pada saat pengembaliannya. Pembiayaan ini bersifat khusus dan bersumber dari sadaqah, infak, zakat atau modal yang sengaja dialokasikan untuk tujuan sosial. Oleh karenanya, al-qardh dikenal sebagai pembiayaan dana talangan bagi nasabah atau sebagai sumber dana talangan antar bank.

2.3.4 Prinsip-Prinsip Penilaian Pembiayaan

Dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah, terdapat prinsip-prinsip penilaian pembiayaan yang harus dipenuhi oleh pemohon pembiayaan karena terdapat unsur kepercayaan dan risiko yang harus dipertaruhkan. Untuk memperkecil risiko pembiayaan yang mungkin terjadi, maka pembiayaan harus dinilai dengan memperhatikan Munawir dalam Hartati, 2005: 1. Character Penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon peminjam dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa peminjam dapat memenuhi kewajibannya. Bank melakukan beberapa pendekatan untuk mengetahui karakter nasabah, diantaranya dengan mengenal dekat nasabah, mengumpulkan keterangan mengenai aktivitas calon debitur, dan mengumpulkan keterangan serta meminta pendapat dari rekan-rekannya, pegawai, dan pesaing mengenai reputasi, kebiasaan pribadi, pergaulan sosial, dan lain-lain. 2. Capacity Penilaian terhadap kemampuan calon peminjam baik dalam manajemen maupun keahlian pada bidang usaha yang dijalani. Hal-hal yang diperhatikan dalam penilaian, yaitu angka-angka hasil produksi, angka-angka penjualan dan pembelian, perhitungan rugi laba perusahaan saat ini dan proyeksinya, data-data finansial terdahulu yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan. Sehingga dapat mengukur kemampuan nasabah untuk melaksanakan rencana kerjanya terkait dengan penggunaan pembiayaan tersebut. 3. Capital Penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon peminjam dengan cara menganalisa posisi finansial perusahaan secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh rasio finansial dan penekanan pada komposisi modalnya. Untuk itu bank melakukan analisa rasio sehingga dapat mengetahui likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas dari calon peminjam, serta analisis neraca, minimal neraca dua tahun terakhir. 4. Collateral Penilaian terhadap jaminan yang diberikan oleh calon peminjam untuk dapat meyakinkan, jika terjadi risiko kegagalan pembayaran maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya. Untuk itu bank harus meneliti kepemilikian jaminan tersebut, mengukur stabilitas nilai jaminan, memperhatikan kemampuan jaminan untuk dapat dijadikan uang dalam waktu relatif singkat tanpa terlalu mengurangi nilainya, dan memperhatikan barang jaminan adalah benar-benar menjamin kepentingan bank sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 5. Condition Penilaian terhadap kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat dan secara spesifik melihat keterkaitannya dengan jenis usaha yang dijalani oleh calon peminjam. Bank memperhatikan keadaan ekonomi yang akan mempengaruhi perkembangan dan kondisi usaha, membandingkan dengan usaha sejenis lainnya didaerah dan lokasi lingkungannya, dan prospek usaha di masa yang akan datang serta pengaruh kebijakan pemerintah terhadap prospek industri dimana usaha calon peminjam termasuk didalamnya. 16

2.4. Risiko

2.4.1. Pengertian Risiko

Risiko dalam konteks perbankan menurut Karim 2003 merupakan suatu kejadian potensial, baik anticipated dapat diperkirakan maupun unanticipated tidak dapat diperkirakan yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Menurut Djohanputro 2004, risiko terkait dengan adanya keadaan tidak pasti dan tingkat ketidakpastian terukur secara kuantitatif yang dapat menyebabkan kerugian atau kehilangan. Menurut Kountur 2004, risiko sebagai suatu keadaan tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan sehingga dapat memberikan dampak yang merugikan.

2.4.2. Jenis-Jenis Risiko

Secara umum, risiko yang terjadi pada aktivitas fungsional bank syariah diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu Karim, 2003: 1. Risiko Pembiayaan Risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan pihak lawan transaksi dalam memenuhi kewajibannya. Pada bank syariah, risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dan pembiayaan korporasi. 2. Risiko Pasar Risiko kerugian yang terjadi pada portofolio yang dimiliki bank akibat adanya pergerakan variabel pasar berupa suku bunga dan nilai tukar. Risiko pasar mencakup empat hal, yaitu: a. Risiko Tingkat Suku Bunga Adalah risiko yang terjadi sebagai akibat dari fluktuasi tingkat bunga. Meskipun bank syariah tidak menetapkan tingkat bunga baik dari sisi pendanaan maupun dari sisi pembiayaan, namun bank syariah tidak terlepas dari risiko tingkat bunga. Hal ini disebabkan pasar yang dijangkau oleh bank syariah tidak hanya untuk nasabah-nasabah yang memiliki tingkat keloyalan penuh terhadap syariah 17 sehingga terdapat kemungkinan bank syariah menghadapi beberapa kondisi, diantaranya: 1 Direct Competitor Market Rate DCMR yaitu tingkat bagi hasil dari bank-bank yang menjalankan usaha dengan prinsip syariah. 2 Indirect Copetitor Market Rate ICMR yaitu tingkat bunga pada bank-bank konvensional. 3 Expected Competitive Return for Investor, yaitu hasil investasi yang kompetitif yang diharapkan oleh investor. Dari kondisi tersebut, interest rate risk timbul jika bagi hasil pendanaan syariah lebih kecil dari tingkat bunga atau pada sisi pembiayaan, jika margin yang dikenakan lebih besar dari tingkat bunga maka nasabah dapat beralih pada bank konvensional. b. Risiko Pertukaran Mata Uang Adalah risiko yang terjadi sebagai akibat dari fluktuasi nilai tukar terhadap rugi laba bank. Hal ini karena bank syariah tidak terlepas dari adanya posisi dalam valuta asing meskipun aktivitas treasury syariah tidak terpengaruh risiko kurs secara langsung. c. Risiko Harga Adalah risiko yang terjadi sebagai akibat dari perubahan harga. Pada bank syariah, risiko harga timbul dari perubahan harga atas instrumen keuangan obligasi syariah dan reksadana syariah dan komoditas. d. Risiko Likuiditas Adalah risiko yang disebabkan oleh ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Risiko likuiditas yang dihadapi bank syariah, diantaranya: 1 Turunnya kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan syariah. 2 Turunnya kepercayaan nasabah pada bank syariah yang bersangkutan. 3 Dalam mudharabah kontrak, memungkin nasabah untuk menarik dananya kapan saja. 4 Mismatcing antara dana jangka pendek dengan pembiayaan jangka panjang. 5 Keterbatasan instrumen keuangan untuk solusi likuiditas. 3. Risiko Operasional Adalah risiko yang disebabkan oleh ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem dan adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Risiko operasional mencakup lima hal, yaitu: 1. Risiko Reputasi Adalah risiko yang disebabkan oleh adanya publikasi negatif terkait dengan kegiatan bank atau persepsi negatif terhadap bank. 2. Risiko Kepatuhan Adalah risiko yang disebabkan oleh tidak dipatuhinya ketentuan-ketentuan yang ada, baik ketentuan internal maupun eksternal. 3. Risiko Strategik Adalah risiko yang disebabkan oleh ketidaktepatan dalam hal penetapan dan pelaksanaan strategi bank, pengambilan keputusan bisnis, dan ketidakpatuhan bank dalam melaksanakan perubahan perundang-undangan atau ketentuan lain yang berlaku. 4. Risiko Transaksi Adalah risiko yang disebabkan oleh permasalahan yang yang timbul dalam pelayanan atau produk-produk yang disediakan. Diantaranya, yaitu kekeliruan dalam penetapan akad, kesempurnaan akad, dan sistem teknologi informasi dari bank tersebut. 5. Risiko Hukum Adalah risiko yang disebabkan oleh kelemahan aspek yuridis. Diantaranya, yaitu adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung dan kelemahan perjanjian sehingga tidak terpenuhinya syarat keabsahan suatu kontrak.

2.5. Risiko Pembiayaan

Risiko pembiayaan adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan pihak lawan transaksi dalam memenuhi kewajibannya. Pada bank syariah, risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dan pembiayaan korporasi, diantaranya Karim, 2003: 1. Risiko Terkait Produk a Risiko Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Contracts NCC Adalah risiko pembiayaan dari transaksi yang memiliki kepastian pendapatan baik jumlah maupun waktunya dan pihak- pihak yang bertransaksi saling menukarkan asetnya. Pembiayaan berbasis NCC, yaitu: 1 Murabahah Risiko yang timbul dari pembiayaan murabahah, diantaranya: - Default atau kelalaian diakibatkan oleh nasabah yang tidak membayar angsuran dengan sengaja. - Penundaan kewajiban pembayaran pada waktu jatuh tempo yang disebabkan oleh ketidakmampuan nasabah menimbulkan kerugian bagi bank, karena bank tidak diperbolehkan menerima tambahan pendapatan dari keterlambatan tersebut melainkan menunggu hingga nasabah mampu membayar angsurannya. - Fluktuasi harga komparatif. 20 - Penolakan nasabah terhadap barang yang dibeli karena rusak atau tidak sesuai dengan spesifikasi dari permintaan nasabah. 2 Ijarah Risiko yang timbul dari pembiayaan ijarah, diantaranya: - Dalam hal barang yang disewakan adalah milik bank, ketiadaan nasabah akan menimbulkan risiko tidak produktifnya aset ijarah. - Dalam hal barang yang disewakan adalah bukan milik bank, timbul risiko kerusakan barang diluar pemakaian normal. - Dalam hal jasa tenaga kerja yang disewakan bank kepada nasabah memungkinkan timbulnya risiko ketidaksesuaian nasabah terhadap performance pemberi jasa. 3 Salam dan Istishna Risiko yang timbul dari pembiayaan salam dan istishna, diantaranya: - Risiko gagal-serah barang. - Risiko jatuhnya harga barang. b Risiko Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Contracts NUC Adalah risiko pembiayaan dari transaksi yang belum memiliki kepastian pendapatan baik jumlah maupun waktunya dan pihak- pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya menjadi satu kesatuan untuk mendapatkan keuntungan serta risiko ditanggung bersama. Pembiayaan berbasis NUC, yaitu mudharabah dan musyarakah. Risiko yang timbul dari pembiayaan mudharabah dan musyarakah, diantaranya: - Asymmetric information problem, yaitu kecenderungan salah satu pihak lebih banyak menguasai informasi bersikap tidak jujur. - Side streaming, yaitu nasabah tidak mengelola dana sesuai dengan kontrak perjanjian. - Kelalaian dan kesalahan yang disengaja. 2. Risiko Pembiayaan Korporasi Kompleksitas dan volume pembiayaan korporasi menimbulkan risiko tambahan selain risiko terkait produk, yaitu: a Risiko Perubahan Kondisi Bisnis Nasabah Setelah Pencairan Pembiayaan Adalah risiko yang dapat timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah setelah pencairan biaya, diantaranya: 1 Over Trading Terjadi ketika nasabah mengembangkan volume bisnis yang besar dengan dukungan modal yang kecil. 2 Adverse Trading Terjadi ketika nasabah mengembangkan bisnisnya dengan kebijakan melakukan pengeluaran tetap yang besar setiap tahunnya sedangkan volume penjualannya tidak stabil. Dalam keadaan ini, posisi nasabah lemah dan berisiko tinggi. 3 Liquidity Run Terjadi ketika nasabah mengalami kesulitan likuiditas karena kehilangan sumber pendapatan dan peningkatan pengeluaran yang tidak terduga. Keadaan ini akan mempengaruhi kemampuan nasabah dalam menyelesaikan kewajibannya kepada bank. b Risiko Analisis Bank 1 Analisis Pembiayaan yang Keliru Terjadi karena kesalahan dalam pengambilan keputusan pembiayaan dari informasi yang tersedia. Kekeliruan bukan karena perubahan kondisi nasabah yang tidak terduga tetapi nasabah yang bersangkutan berisiko tinggi. 2 Creative Accounting Terjadi karena adanya kecurangan dari pihak nasabah melalui penggunaan kebijakan akuntansi perusahaan yang memberikan keterangan tidak sesuai dengan laporan keuangan yang sebenarnya. Seperti, menggambarkan keuntungan lebih besar, aset lebih bernilai, pengurangan kewajiban pada neraca keuangan. 3 Karakter Nasabah Terjadi karena adanya kesengajaan dari pihak nasabah untuk menciptakan pembiayaan macet dan bank belum secara objektif memberikan penilaian terhadap karakter nasabah.

2.6. Teknik Pengelolaan Risiko