diikuti oleh pelunasan pembayaran pokok atau angsuran sebagaimana yang telah dipersyaratkan dalam perjanjian sehingga
ada kemungkinan potensial loss. Persentase dari total rata-rata pembiayaan kurang lancar, diragukan, dan macet yaitu masing-
masing sebesar 2,46, 0,77, dan 1,93. Kolektibilitas kurang lancar dimana keterlambatan pembayaran kurang dari 180 hari
paling tinggi terjadi pada periode September 2009 yaitu sebesar Rp 617.000.000.000 sedangkan paling rendah terjadi pada periode
Desember 2009 yaitu sebesar Rp 41.849.000.000. Kolektibilitas diragukan dimana keterlambatan pembayaran kurang dari 270 hari
paling tinggi terjadi pada periode Desember 2009 yaitu sebesar Rp 401.297.000.000 sedangkan paling rendah terjadi pada periode
Maret 2007 yaitu sebesar Rp 18.755.000.000. Kolektibilitas macet dimana keterlambatan pembayaran lebih dari 270 hari paling tinggi
terjadi pada
periode September
2009 yaitu
sebesar Rp 326.684.000.000 sedangkan paling rendah terjadi pada periode
Desember 2009 yaitu sebesar Rp 95.308.000.000.
4.5.3. Pengukuran Tingkat Risiko Pembiayaan
Setiap pembiayaan yang disalurkan memiliki potensi risiko. Besarnya risiko pembiayaan ditunjukkan oleh Non Performing
Finance NPF yaitu pembiayaan yang tidak diikuti oleh pelunasan pembayaran pokok atau angsuran sebagaimana yang telah
dipersyaratkan dalam perjanjian sehingga ada kemungkinan potensial loss. Kolektibilitas kurang lancar, diragukan, dan macet
termasuk ke dalam NPF. Rasio NPF diperoleh dari pembagian antara NPF dengan total pembiayaan yang disalurkan. Semakin
besar rasio NPF, semakin tinggi pula risiko yang ditanggung oleh bank. Tingginya NPF menunjukkan kegagalan bank dalam
mengelola dana yang ada. Nilai NPF akan mempengaruhi laba yang diperoleh dan menentukan posisi bank tersebut dinyatakan
sehat atau tidak. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bank wajib memiliki NPF neto di bawah 5 persen. Bank dengan nilai
NPF neto di atas 5 persen akan masuk dalam program pengawasan intensif BI.
Tabel 11. Persentase Non Performing Finance pembiayaan
periode 2007-2010 dalam jutaan rupiah
Tahun NPF
Pembiayaan NPF
Gross PPAP
NPF net
Mar-07 253.096
6.400.578 3,67
141.126 2,70 Jun
375.229 7.302.083
5,14 174.617 3,93
Sept 541.241
8.209.610 6,59
218.113 4,96 Des
249.477 8.579.572
2,91 232.778 1,33
Mar-08 282.941
8.743.740 3,24
242.793 1,61 Jun
463.602 9.654.529
4,82 209.519 3,72
Sept 513.175
10.408.969 4,93
218.990 3,88 Des
455.025 10.479.749
4,34 165.685 3,80
Mar-09 682.745
10.655.895 6,41
180.509 5,99 Jun
440.355 11.135.534
3,95 210.517 3,23
Sept 998.920
11.275.560 8,86
308.363 7,32 Des
538.454 11.391.076
4,73 207.474 4,11
Mar-10 785.075
11.939.200 6,58
230.308 5,83 Jun
602.724 12.769.968
4,72 259.760 3,93
Sumber: PT BMI, Tbk data diolah Tabel 11 menunjukkan bahwa NPF pada BMI mengalami
fluktuasi setiap tahunnya. NPF gross terendah terjadi pada triwulan terakhir 2007 yaitu sebesar 2,91 dengan NPF net 1,33 dan
tertinggi pada triwulan ke tiga 2009 yaitu sebesar 8,86 dengan NPF net 7,32. Pada tahun 2009 terdapat dua periode dimana
tingkat NPF di atas 5, yaitu pada triwulan pertama sebesar 6,41 dan triwulan ke tiga sebesar 8,86. Hal ini terjadi karena situasi
ekonomi pada awal tahun 2009 masih diliputi ketidakpastian setelah krisis keuangan global akhir tahun 2008. Pada akhir 2009,
BMI mampu menurunkan posisi NPF ke level yang lebih rendah yaitu sebesar 4,73 melalui rencana kerja perbaikan dan
mengarahkan pembiayaan ke sektor yang relatif aman dan berisiko rendah. Meski demikian, tingkat NPF masih mengalami fluktuasi
yaitu pada triwulan pertama 2010, NPF meningkat mencapai 6,58 dan turun kembali pada triwulan berikutnya yaitu sebesar
4,72. Pergerakan NPF gross dapat dilihat pada Gambar 11. 69
Gambar 11. Grafik Perkembangan Rasio NPF Gross periode 2007-2010
Sumber: PT BMI, Tbk data diolah
4.5.4. Pengendalian dan Pengelolaan Risiko Pembiayaan