4.5.1. Identifikasi Risiko Pembiayaan
Proses pengidentifikasian risiko dilakukan oleh BMI dengan sistem yang terintegrasi dan terkomputerisasi. Hal ini menunjukkan
perhatian dan kesadaran bank terhadap pentingnya penggunaan teknologi informasi dalam pelaksanaan manajemen risiko, termasuk
identifikasi risiko. Pengidentifikasian dilakukan pada akhir bulan oleh analis pembiayaan. Semua data terkait angsuran dan sisa
pinjaman masuk ke dalam database sehingga dapat terlihat besarnya pembiayaan bermasalah yang terjadi. Proses pengidentifikasian ini
sangat penting untuk tahap selanjutnya.
4.5.2. Pengelompokan Risiko Pembiayaan
Setelah melalui tahap pengidentifikasian, selanjutnya dilakukan pengelompokan pembiayaan yang mengalami keterlambatan
pembayaran. Proses pengelompokan sesuai dengan peraturan Bank Indonesia No. 31147KEPDIR tanggal 12 november 1999 tentang
kualitas aktiva produktif yaitu pembiayaan dikelompokkan dalam 5 jenis kolektibilitas berdasarkan tingkat kelancaran pembayaran
kewajiban peminjam yang diukur dari jumlah hari tunggakan. Kelima jenis kolektibilitas itu antara lain kolektibilitas lancar, dalam
perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Pembiayaan dengan kualitas lancar dan dalam perhatian khusus digolongkan ke
dalam pembiayaan tidak bermasalah, sedangkan pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet digolongkan
dalam pembiayaan bermasalah. Besar masing-masing kolektibilitas pada tahun 2007-2010 terlihat pada Gambar 10 dan Tabel 10.
Gambar 10.Komposisi
Kolektibilitas Pembiayaan
periode 2007-2010
Sumber: PT BMI, Tbk data diolah 66
Tabel 10. Jumlah Kolektibilitas Pembiayaan Periode 2007-2010
dalam jutaan rupiah
Tahun Pembiayaan
Lancar Pembiayaan
Dalam Perhatian
Khusus Pembiayaan
Kurang Lancar
Pembiayaan diragukan
Pembiayaaan macet
Mar-07 5,854,865
310,617 91,772
18,755 124,569
Jun 6,541,362
385,492 166,589
64,451 144,189
Sept 7,381,220
287,149 225,136
117,585 198,520
Des 8,168,357
161,738 61,257
26,085 162,135
Mar-08 8,107,216
353,583 87,498
37,844 157,599
Jun 8,779,607
372,766 248,932
62,948 151,722
Sept 9,531,499
364,295 285,892
69,823 157,460
Des 9,658,805
365,739 290,389
28,895 135,741
Mar-09 9,254,621
718,529 391,753
59,801 231,191
Jun 9,836,709
858,470 181,713
57,315 201,327
Sept 9,317,690
958,950 617,000
55,236 326,684
Des 9,995,758
856,864 41,849
401,297 95,308
Mar-10 9,887, 240
1,266,885 470,396
32,783 281,896
Jun 10,484,572
1,682,672 256,803
39,585 306,336
Rata-rata 8,771,394
638,839 244,070
76,600 191,048
Persentase 88,40
6,44 2,46
0,77 1,93
Sumber: PT BMI, Tbk data diolah Dari Tabel 10, dapat dilihat bahwa rata-rata pembiayaan lancar
memiliki persentase yang paling besar diantara kolektibilitas lainnya yaitu sebesar 88,40 terhadap total rata-rata kolektibilitas.
Selama tiga tahun terakhir, kolektibilitas lancar paling rendah terjadi
pada periode
Maret 2007
yaitu sebesar
Rp 5.854.865.000.000 dan paling tinggi pada periode Juni 2010 yaitu sebesar Rp 10.484.572.000.000.
Pembiayaan dalam perhatian khusus merupakan kolektibilitas yang kedua dimana keterlambatan pembayaran kurang dari 90 hari,
dengan persentase rata-rata 6,44 terhadap total kolektibilitas. Jumlah pembiayaan dalam perhatian khusus paling tinggi terjadi
pada periode Juni 2010 yaitu sebesar Rp 1.682.672.000.000. Sedangkan paling rendah terjadi pada periode Desember 2007
yaitu sebesar Rp 161.738.000.000. Pembiayaan pada kolektibilitas kurang lancar, diragukan, dan
macet dikatakan bermasalah dan termasuk kedalam Non Performing Finance NPF. NPF adalah pembiayaan yang tidak
diikuti oleh pelunasan pembayaran pokok atau angsuran sebagaimana yang telah dipersyaratkan dalam perjanjian sehingga
ada kemungkinan potensial loss. Persentase dari total rata-rata pembiayaan kurang lancar, diragukan, dan macet yaitu masing-
masing sebesar 2,46, 0,77, dan 1,93. Kolektibilitas kurang lancar dimana keterlambatan pembayaran kurang dari 180 hari
paling tinggi terjadi pada periode September 2009 yaitu sebesar Rp 617.000.000.000 sedangkan paling rendah terjadi pada periode
Desember 2009 yaitu sebesar Rp 41.849.000.000. Kolektibilitas diragukan dimana keterlambatan pembayaran kurang dari 270 hari
paling tinggi terjadi pada periode Desember 2009 yaitu sebesar Rp 401.297.000.000 sedangkan paling rendah terjadi pada periode
Maret 2007 yaitu sebesar Rp 18.755.000.000. Kolektibilitas macet dimana keterlambatan pembayaran lebih dari 270 hari paling tinggi
terjadi pada
periode September
2009 yaitu
sebesar Rp 326.684.000.000 sedangkan paling rendah terjadi pada periode
Desember 2009 yaitu sebesar Rp 95.308.000.000.
4.5.3. Pengukuran Tingkat Risiko Pembiayaan