Analisis Korelasi Analisis Regresi Linear Berganda

mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena ketidakpastian usaha akibat krisis keuangan global akhir tahun 2008 sehingga berdampak pada tingginya NPF yang berpengaruh terhadap pencapaian laba. Penurunan terbesar terjadi pada triwulan ketiga tahun 2009 yaitu sebesar 18,66. Hal ini didukung oleh tingginya NPF pada periode tersebut sebesar 8,86 dengan NPF net 7,32, dimana tingkat NPF tersebut merupakan persentase tertinggi selama periode 2007-2010. Pada triwulan pertama tahun 2010, laba kembali mengalami peningkatan sebesar 20,53 dan terus meningkat pada periode berikutnya sebesar 7,86 terlihat pada Gambar 12. Hal ini terjadi karena upaya remedial yang dilakukan bank dan situasi ekonomi yang mulai stabil. Gambar 12. Grafik Perkembangan Laba Periode 2007-2010 Sumber: PT BMI, Tbk data diolah

4.7. Pengaruh Pembiayaan dan Rasio NPF Terhadap Laba

4.7.1. Analisis Korelasi

Analisis kolerasi pearson product moment digunakan untuk mengetahui hubungan pembiayaan dan tingkat NPF terhadap laba PT BMI, Tbk. Hasil dari perhitungan kolerasi pearson product moment yang diolah dengan menggunakan minitab 14 Tabel 13. Nilai Kolerasi antar variabel pembiayaan, NPF, dan laba Variabel Laba Pembiayaan Pembiayaan Nilai Korelasi 0.707 p-value 0.005 NPF Nilai Kolerasi -0.197 0,344 p-valuae 0.499 0,229 76 Dari hasil analisis korelasi, terlihat bahwa variabel yang memiliki pengaruh linear paling kuat terhadap laba adalah pembiayaan dengan nilai kolerasi 0,707. Sedangkan variabel NPF terhadap laba memiliki nilai korelasi 0,197 yang berarti bahwa korelasi antara NPF dengan laba sangat rendah.

4.7.2 Analisis Regresi Linear Berganda

Untuk menganalisis pengaruh pembiayaan dan NPF terhadap laba, dilakukan analisis regresi berganda. Laba merupakan peubah tidak bebas Y yang dipengaruhi oleh jumlah pembiayaan dan NPF X 1 , X 2 sebagai peubah bebas. Persamaan yang dihasilkan sebagai berikut: Y = 59635 + 0.0257 X 1 - 2147 X 2 Keterangan: Y = Laba X 1 = Pembiayaan X 2 = NPF Dari persamaan hasil regresi linear berganda, menunjukkan bahwa pembiayaan variabel X 1 mempunyai pengaruh positif terhadap laba bank variabel Y, dimana setiap kenaikan pembiayaan akan mengakibatkan kenaikan pada laba. Sedangkan NPF variabel X 2 memiliki pengaruh negatif terhadap laba bank variabel Y, dimana kenaikan NPF akan mengakibatkan penurunan pada laba. Pada persamaan regresi terlihat bahwa kenaikan pembiayaan satu satuan akan menaikkan laba sebesar 0,0257 satuan, sedangkan kenaikan NPF satu persen akan mengakibatkan penurunan pada laba sebesar 2,147 miliar rupiah. Regresi berganda yang baik memiliki persyaratan beberapa uji klasik, yaitu uji multikolinieritas, uji normalitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Model regresi dapat diketahui layak atau tidak layak melalui keempat uji tersebut. A. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas adalah uji yang dilakukan apakah terdapat korelasi antar variabel independen yang digunakan dalam model regresi. Identifikasi adanya multikolinieritas dalam model dapat dilakukan dengan melihat variance inflation factor VIF. Iriawan dan Astuti 2006 menyatakan bahwa miltikolinieritas dapat diidentifikasi pada parameter dengan nilai VIF ≥ 5. Jika peubah VIF masing-masing peubah bebas memiliki nilai lebih besar dari 5 maka model regresi memiliki multikolinieritas sehingga menjadi tidak valid. Berdasarkan hasil perhitungan nilai VIF seperti pada Tabel 14. Peubah- peubah bebas dalam model regresi ini tidak mempunyai kendala multikolinieritas karena nilai VIF pada variabel pembiayaan dan NPF masing-masing adalah 1,1. Tabel 14. Nilai VIF peubah bebas regresi berganda Peubah Bebas Nilai NPF Pembiayaan 1,1 NPF 1,1 B. Uji Normalitas Uji normalitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui distribusi kenormalan residual. Hal ini bertujuan untuk memutuskan bahwa residual model regresi yang dibuat telah terdistribusi normal untuk memenuhi asumsi model regresi mengenai kenormalan residual model. Pengujian normalitas dilakukan menggunakan statistik kolmogorov- smirnov. Jika nilai statistik KS lebih kecil dibanding nilai tabel KS dan nilai p-value lebih besar dari α, maka asumsi kenormalan terpenuhi sehingga model regresi yang telah dibuat dapat digunakan Iriawan dan Astuti, 2006. RESI 1 P e rc e n t 100000 50000 -50000 -100000 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean 0.150 -9.35480E-11 StDev 46054 N 14 KS 0.153 P-Value Probability Plot of RESI 1 Normal Gambar 13. Uji normalitas residual pada regresi berganda Sumber : PT BMI, Tbk data diolah Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan minitab diperoleh nilai p-value 0,150 dan nilai statistik KS sebesar 0,153. Uji kolmogorov-smirnov dilakukan dengan menggunakan α sebesar 5 dengan jumlah pengamatan sebanyak 14 menghasilkan nilai KS pada tabel sebesar 0,349. Nilai statistik KS nilai tabel KS yaitu 0,153 0,349 dan p- value memiliki nilai 0,150 dimana nilai tersebut lebih besar dari α yaitu 0,05 sehingga residual model regresi yang dibuat telah memenuhi asumsi kenormalan. C. Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan gejala adanya korelasi antar variabel yang diurutkan melalui deret waktu time series. Autokorelasi mengakibatkan varian residual yang diperoleh akan lebih daripada semestinya sehingga koefisien determinasi menjadi lebih tinggi. Selain itu, autokorelasi menyebabkan pengujian hipotesis pada uji F dan uji t menjadi tidak valid dan jika diterapkan akan memberikan kesimpulan yang tidak benar pada tingkat signifikansi dan koefisien regresi yang ditaksir. Model regresi yang baik tidak terjadi autokorelasi. Gambar 14. Hasil Run Test Terhadap Residual Model Sumber: PT BMI, Tbk data diolah Uji autokorelasi menggunakan perangkat lunak minitab melalui uji run test residual. Jika p-value lebih besar daripada α, menunjukkan tidak adanya korelasi. Hasil run test ditunjukkan pada gambar bahwa p-value sebesar 0,291 sehingga p-value 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada residual sehingga asumsi kebebasan terpenuhi. D. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat varian dari variabel independen apakah memiliki nilai yang sama homoskedastisitas atau berbeda. Model regresi yang memiliki heteroskedastisitas akan menyebabkan penaksiran koefisien- koefisien regresi menjadi tidak efisien. Untuk melihat apakah pada model regresi terdapat heteroskedastisitas dilihat dari sebaran titik-titik yang tersebar pada output perhitungan. Sebaran titik-titik yang tidak membentuk pola tertentu namun tersebar di atas dan di bawah nol menunjukkan bahwa pada model regresi tidak mengalami masalah heteroskedastisitas. Pada gambar terlihat bahwa titik-titik tidak membentuk pola tertentu, melainkan menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian pada model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas. Runs test for RESI1 Runs above and below K = -9.32232E-11 The observed number of runs = 6 The expected number of runs = 7.85714 6 observations above K, 8 below N is small, so the following approximation may be invalid. P-value = 0.291 Fit t ed Value R e s id u a l 400000 350000 300000 250000 200000 100000 50000 -50000 Residuals Versus the Fitted Values response is Laba Gambar 15. Ouput Uji Heteroskedastisitas pada Regresi Sumber: PT BMI, Tbk data diolah

4.7.3. Dampak Perubahan Secara Keseluruhan Uji F