23 1. Fasilitas pendirian PKS terpadu dengan refinery skala 5-10 ton TBSjam di
areal yang belum terkait dengan unit pengolahan dan pendirian pabrik Minyak Goreng Sawit MGS skala kecil di sentra produksi CPO yangbelum ada pabrik
MGS. 2. Pengembangan industri hilir kelapa sawit di sentra-sentra produksi.
3. Peningkatan kerjasama dibidang promosi, penelitian, dan pengembangan serta pengembangan SDM dengan Negara penghasil CPO.
4. Fasilitas pengembangan biodiesel. 5. Pengembangan market riset dan market intelijen untuk memperkuat daya saing.
2.6. Kebijakan Tingkat Suku Bunga di Indonesia
Perkembangan tingkat bunga uang yang tidak wajar akan secara langsung menyebabkan terganggunya lembaga keuangan bank. Dengan suku bunga uang
yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk menyimpan dananya di bank sehingga bank memiliki dana yang sangat besar sehingga kemampuan bank
menyalurkan kredit juga besar. Bersamaan dengan kondisi tersebut, suku bunga kredit juga akan meningkat sehingga hasrat masyarakat untuk meminjam kredit di
bank menjadi menurun karena bunga kredit yang tinggi dalam suatu investasi. Tingkat suku bunga yang tinggi, investasi menurun menyebabkan jumlah
produksi menurun Sudirman, 2011. Tingkat suku bunga kredit bank umum di Indonesia berfluktuatif. Laju
perubahan yang cukup tinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 15.01 persen. Beberapa kalangan menilai, khususnya dunia usaha dan pemerintah bahwa
perbankan menerapkan suku bunga tinggi untuk mempertahankan tingkat
24 keuntungan.Perkembangan tingkat suku bunga umum bank Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 14.
Tebel 14. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit pada Bank Umum di Indonesia Periode Triwulan 2006.I – Triwulan 2010.I.
Tahun Triwulan Tingkat
Suku Bunga Kredit
Pertumbuhan 2006
I 16.34
3.55 II
16.23 -0.67
III 16.00
-1.42 IV
15.35 -4.06
2007 I
14.70 -4.23
II 14.08
-4.22 III
13.56 -3.69
IV 13.11
-3.32 2008
I 12.94
-1.30 II
12.95 0.08
III 13.50
4.25 IV
15.01 11.19
2009 I
15.10 0.60
II 14.67
-2.85 III
14.31 -2.45
IV 13.91
-2.80 2010
I 13.66
-1.80 694.69
-72.87 Rata-rata
16.16 -1.69
Sumber : Laporan Statistik Ekonomi dan Keuangan Bank BI diolah dalam Sofia 2011
2.7. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai kelapa sawit sudah banyak dilakukan, baik mengenai dampak kebijakan, industri hilir, ataupun industri hulunya. Novindra 2011,
meneliti dengan judul dampak kebijakan domestik dan perubahan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen minyak sawit di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan minyak sawit di pasar domestik dan dunia,
mengevaluasi dampak kebijakan domestik dan perubahan faktor eksternal terhadap kesejahteraan pelaku industri minyak sawit Indonesia dan penerimaan
devisa tahun 2003-2007, dan meramalkan dampak kebijakan domestik terhadap
25 kesejahteraan pelaku industri minyak sawit Indonesia dan penerimaan devisa
tahun 2012-2016. Model penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia yang dibangun
dalam penelitian ini merupakan sistem persamaan simultan, yang terdiri dari 3 blok yaitu blok perkebunan kelapa sawit, blok minyak sawit, dan blok minyak
goreng sawit. Model yang telah dirumuskan terdiri dari 39 persamaan atau 39 variabel endogen G, dan 46 predetermined variable terdiri dari 28 variabel
eksogen dan 18 lag endogenous veriable, sehingga total variabel endogen dalam model K adalah 85 variabel. Kemudian diketahui bahwa jumlah variabel
endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan tertentu dalam model M adalah maksimum 8 variabel. Berdasarkan criteria order condition
disimpulkan setiap persamaan struktural yang ada dalam model adalah over identified
. Selanjutnya, metode estimasi model yang digunakan adalah 2SLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga minyak sawit domestik lebih
responsif terhadap perubahan jumlah permintaan minyak sawit domestik daripada permintaan ekspor minyak sawit, maka pengembangan industri hilir minyak sawit
domestik seperti industri minyak goreng sawit, oleokimia, sabun, margarin, dan biodiesel akan meningkatkan jumlah permintaan minyak sawit sehingga dapat
meningkatkan harga yang diterima produsen minyak sawit domestik; kebijakan domestik berupa pembatasan ekspor minyak sawit dengan penetapan pajak ekspor
minyak sawit sebesar 20 persen dapat meningkatkan kesejahteraan netto yang lebih besar dibandingkan dengan kebijakan kuota domestik peningkatan
penawaran minyak sawit domestik dan kebijakan kuota ekspor; dan peningkatan kuota domestik peningkatan penawaran minyak sawit domestik memberikan
26 dampak negatif bagi kesejahteraan netto. Hal ini dikarenakan peningkatan
penawaran minyak sawit domestik belum didukung dengan perkembangan industri hilir minyak sawit selain industri minyak sawit terlebih dahulu. Hal
tersebut menyebabkan peningkatan penawaran minyak sawit domestik hanya akan mengakibatkan harga minyak sawit dan harga minyak goreng sawit domestik
mengalami penurunan. Suharyono 1996, melakukan analisis dampak kebijakan ekonomi pada
komoditas minyak sawit dan hasil industri yang menggunakan bahan baku minyak sawit di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap perubahan keragaan ekonomi komoditas minyak sawit, minyak goreng sawit, margarin, dan sabun, serta besarnya pengaruh
perubahan faktor-faktor itu. Kemudian menganalisis dampak kebijakan ekonomi deregulasi perdagangan minyak sawit, devaluasi nilai tukar rupiah, penurunan
tingkat bunga, peningkatan harga pupuk, peningkatan upah tenaga kerja, Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dalam
runtun waktu time series, periode 1969-1993. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika persamaan simultan yang diduga
dengan metode pangkat dua terkecil tiga tahap Linier Three Stages Least Squares LTSLS. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa selama kurun waktu 1969-
1993 telah terjadi perkembangan yang cukup berarti dalam industri minyak sawit Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan luas areal produktif, produksi,
dan permintaan minyak sawit domestik, yang masing-masing mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun 11.52 persen, 13.27 persen, dan 18.90 persen.
Sementara itu pada kurun waktu yang sama volume ekspor minyak sawit