20 yaitu dari jumlah produksi 214.40 000 Kg menjadi 23.30 000 Kg, kemudian
pada tahun 2009 terjadi peningkatan produksi lagi sebesar 275.80 000 Kg. Penurunan produksi margarin di Indonesia dari tahun 2003 hingga 2010, tidak
diikuti oleh penurunan harga jual margarin tersebut yang terbukti nilainya dari tahun ke tahun semakin besar, sehingga pengembangan margarin masih menjadi
peluang yang besar. Penggunaan margarin di Indonesia semakin meluas. Menurut hasil
penelitian INDOCOMMERCIAL, No.417-16 Mei 2010, selain industri roti, industri biskuit serta industri snack, margarin juga dikonsumsi oleh sektor industri
lainnya seperti industri cokelat, perhotelan, jasa catering, restoran, rumah tangga, industri makanan jajanan seperti martabak dan lain-lain Anita, 2011. Dari data
BPS dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan konsumsi yang cukup tinggi pada tahun 2005 dan 2006 yaitu sebesar 25 252.38 000 Kg dan 25 580.31 000 Kg.
Perkembangan konsumsi margarin di Indonesia sejak tahun 2003 – 2010 dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Perkembangan Konsumsi Margarin di Indonesia Tahun 2003-2010
Tahun Konsumsi Margarin 000 Kg
2003 10 250.42
2004 15 579.48
2005 25 252.38
2006 25 580.31
2007 19 431.78
2008 13 120.08
2009 11 070.37
2010 13 683.25
Sumber : BPS diolah 2012
Konsumsi dan produksi margarin yang cukup tinggi di Indonesia membuka peluang yang sangat besar untuk pengembangan industri hilir atau
produk turunan minyak sawit. Tingginya konsumsi margarin menambah peluang produksi margarin di Indonesia.
21
2.4.3. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Sabun di Indonesia
Sabun merupakan salah satu produk turunan dari minyak sawit yang produksi dan konsumsinya cukup besar di Indonesia. Dengan gaya hidup
masyarakat yang berkembangan dari waktu ke waktu, kebutuhan akan sabun mandi juga semakin meningkat, karena masyarakat saat ini sudah mulai peduli
terhadap kebersihan. Data tahun 1991-1996 dapat diketahui bahwa sabun merupakan produk
turunan terbesar ke empat setelah produk oleokimia. Produk hilir minyak sawit terbagi menjadi produk pangan 90 persen dan produk non pangan sebesar 10
persen berupa produk sabundan oleokimia. Penggunaan terbesar minyak sawit adalah untuk minyak goreng yaitu sekitar 71 persen sedangkan bila digabung
dengan margarin menjadi 75 persen. Sisanya sekitar 25 persen digunakan dalam bentuk sabun, oleokimia, dan bentuk lainnya Affudin, 2007. Pangsa bentuk
konsumsi minyak sawit Indonesia tahun 1991 – 1996 dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Pangsa Konsumsi Minyak Sawit Indonesia Tahun 1991 – 1996
Tahun Pangsa Bentuk Konsumsi
Minyak Goreng
Margarin Sabun
Oleokimia Lainnya
1991 72.5 4.3
6.5 16.0
0.7 1992
71.0 3.5
5.4 13.7
6.4 1993 72.2
4.0 5.8
15.5 2.5
1994 70.5
3.8 5.3
16.5 3.9
1995 70.2 3.6
5.0 16.6
4.6 1996
70.0 3.5
4.7 16.6
5.2
Rata – rata
70.9 3.8 5.4
15.8 4.1
Sumber : Saragih 1998 dalam Affudin 2007
Industri sabun di Indonesia berpusat di pulau Jawa, mencapai 33 industri berkapasitas total sebesar 335 848 ton, terdiri dari 21 industri sabun mandi
berkapasitas 278 230 ton dan 12 industri sabun cuci berkapasitas sebesar 57 618 ton. Di Sumatera Utara sebanyak 8 industri terdiri dari 2 industri sabun mandi dan
22 6 industri sabun cuci, masing-masing kapasitas produksi sebesar 11 400 dan 39
200 ton Affudin, 2007. Sabun mandi yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia baik
diperkotaan maupun di pedesaan adalah sabun mandi batang. Produksi sabun mandi batang di Indonesia juga sangat berkembang. Perkembangan produksi dan
harga sabun batang di Indonesia tahun 2003-2010 dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Produksi dan Harga Sabun Mandi Batang Indonesia Tahun 2003 – 2010
Tahun Produksi Sabun Batang
000 Buah Harga Sabun Batang
Rpbuah 2003
614.3 1281
2004 2469.9 1206
2005 3174.1
972 2006 2756.9
880 2007
2931.3 992
2008 6148.4 1055
2009 4963.9
1052 2010 3779.4
1039 Sumber : BPS diolah 2012
Berdasarkan Tabel 13 bahwa perkembangan produksi sabun batang di Indonesia berfluktuatif dari tahun 2003 hingga tahun 2010. Produksi terbesar yang
dapat dilihat pada Tabel 13 yaitu tahun 2008 sebesar 6148.4 buah, walaupun produksinya cukup tinggi namun harga sabun batang tersebut tetap tinggi yaitu
1055 Rpbuah. Hal ini menunjukkan bahwa sabun mandi batang memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan di Indonesia.
2.5. Kebijakan Industri Hilir dan Peningkatan Nilai Tambah Kelapa Sawit
Kebijakan ini dimaksudkan agar ekspor kelapa sawit Indonesia tidak lagi
berupa bahan mentah CPO, tapi dalam bentuk hasil olahan, sehingga nilai tambah dinikmati di dalam negeri, dan penciptaan lapangan kerja baru. Penerapan
kebijakan pengembangan industri hilir ini ditempuh antara lain melalui :