Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia

(1)

SATRIA NUGROHO

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia adalah karya penulis dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini penulis melimpahkan hak cipta dari karya tulis penulis kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Satria Nugroho NIM. H44100124


(4)

(5)

ABSTRAK

SATRIA NUGROHO. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia. Dibimbing oleh NOVINDRA.

Indonesia merupakan negara eksportir terbesar minyak sawit dan minyak inti sawit di dunia, namun Indonesia tidak dapat terus menerus mengekspor minyak sawit dan minyak inti sawit karena perlu adanya pengembangan hilirisasi industri kelapa sawit guna meningkatkan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, dan perbaikan lingkungan. Oleh karena itu perlu kebijakan yang tepat oleh pemerintah guna mendukung hilirisasi industri minyak sawit dan minyak inti sawit. Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis perkembangan ekspor minyak sawit Indonesia; (2) menganalisis perkembangan ekspor minyak inti sawit Indonesia; (3) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor minyak sawit Indonesia; (4) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor minyak inti sawit Indonesia. Penelitian ini menggunakan data

time series tahun 1990-2011. Model ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia dalam penelitian ini merupakan model regresi linier berganda yang diestimasi metode estimasi Ordinary Least Squares (OLS). Model ekspor terdiri dari enam persamaan tunggal, yaitu ekspor minyak sawit Indonesia dengan negara tujuan ke India, Belanda, dan Singapura serta ekspor minyak inti sawit Indonesia dengan negara tujuan ke Malaysia, Belanda, dan Cina. Hasil penelitian menunjukkan dalam jangka pendek pajak ekspor menjadi instrumen yang penting untuk membatasi ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit guna pengembangan industri hilir minyak sawit dan minyak inti sawit di Indonesia. Fasilitasi yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendukung pengembangan industri hilir minyak sawit dan minyak inti sawit diantaranya pengembangan infrastruktur, menerapkan tax holiday, serta penghapusan peraturan daerah yang menghambat pengembangan industri hilir minyak sawit dan minyak inti sawit. Kata kunci: ekspor, metode Ordinary Least Square (OLS), minyak inti sawit,


(6)

ABSTRACT

SATRIA NUGROHO. Analysis of Affecting Factors in Indonesia’s Crude Palm Oil and Palm Kernel Oil Export. Supervised by NOVINDRA.

Indonesia as the biggest crude palm oil and palm kernel oil exporter in the world, can not continuosly keep on exporting the crude palm oil and palm kernel oil. Indonesia needs to develop the downstream production of crude palm oil and palm kernel oil industry to give the added value, to employ many labors and also as the environmental recovery function. Therefore, it’s needed a right policy from the government to support the downstream production of crude palm oil and palm kernel oil industry. The purposes of this research are: (1) to analyze the development of Indonesia’s palm oil export; (2) to analyze the development of Indonesia’s palm kernel oil export; (3) to analyze the affecting factors of Indonesia’s palm oil export; (4) to analyze the affecting factors of Indonesia’s palm kernel oil export. This research is using time series data from 1990-2011. The Indonesia’s crude palm oil and palm kernel oil export model was estimated by the doubled linear regresion with Ordinary Least Square (OLS) estimation method. Export models were divided into 6 single formulations, which are Indonesia’s palm oil export with destination country to India, Netherlands, and Singapore, also another single formulations of Indonesia’s palm kernel oil export with destination country to Malaysia, Netherlands and China. The result of this research indicates in a short period the tax rate would be an important instrument in order to limit the Indonesia’s palm and palm kernel oil export on the Indonesia’s downstream production of palm and palm kernel industry development. The facilities which must be built by the government in order to support the development of the downstream industry of crude palm oil and palm kernel oil are infrastructure development, application of tax holiday, and also by deleting the local regulation which blocks the development of the downstream industry of crude palm oil and palm kernel oil.

Key words: crude palm oil, export, export tariff, palm kernel oil, Ordinary Least Square (OLS) Method


(7)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

EKSPOR MINYAK SAWIT DAN MINYAK INTI SAWIT

INDONESIA

SATRIA NUGROHO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(8)

(9)

(10)

(11)

PRAKATA

Alhamdulillahhirobbil’ aalamiin, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkah dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tuaku Bapak Sumarno dan Mama Endah Trisnowati, serta kakak tercinta Friska dan Danu, ponakanku Dafa Emery Fadillah atas segala doa, cinta dan dukungannya.

2. Bapak Novindra SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah menyediakan waktu, tenaga, perhatian dan pikirannya untuk mengarahkan dan membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini dan selama menjadi mahasiswa.

3. Dosen penguji utama Prof. Dr. Ir. Bonar M Sinaga, MA dan perwakilan dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si yang bersedia menguji dan memberi arahan serta masukan.

4. Dosen dan staf Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang telah membantu selama perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

5. Kasirotur Rohmah dan Marlina Desideria yang mau direpotkan selama perkuliahan dan penulisan skripsi atas pengajaran dan pengkoreksiannya serta komentar hangat yang selalu ditunggu saat selesai pengetikan.

6. Teman-teman satu bimbingan Anggi, Astari, Debbie, Dewi, Dian, Miranti, dan Neng atas segala semangat dan perhatiannya; serta kepada teman-teman ESL 47 atas kebersamaannya selama ini.

7. Sahabat-sahabatku: Andry, Bayu, Dhea, Fauzan, Firman, Gita, Hafil, Javid, Dimas, Rendy, Rifki, Zumar, Puteri, Reza, Sheanie, dan Yuri.

8. Semua pihak yang telah mendukung dan memotivasi penulis bahwa skripsi harus dikerjakan agar bisa menyandang gelar sarjana.

Bogor, Oktober 2014 Satria Nugroho


(12)

(13)

DAFTAR ISI

Nomor Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II.TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Profil Kelapa Sawit Indonesia ... 11

2.2. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia ... 15

2.3. Perkembangan Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ... 16

2.4. Perkembangan Kebijakan Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia ... 17

2.5. Penelitian Terdahulu ... 23

2.6. Kebaruan Penelitian ... 23

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 29

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 29

3.1.1. Teori Perdagangan Internasional ... 29

3.1.2. Teori Penawaran Ekspor ... 31

3.1.3. Model Regresi Linier Berganda ... 32

3.2. Kerangka Operasional ... 36

IV. METODE PENELITIAN ... 39

4.1. Jenis dan Sumber Data ... 39

4.2. Metode Analisis Data ... 39

4.2.1. Analisis Perkembangan Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia ... 39

4.2.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia... 40


(14)

4.2.2.2. Estimasi Model ... 44

4.2.2.3. Metode Pengujian Model Regresi Linier Berganda ... 44

V. PERKEMBANGAN EKSPOR MINYAK SAWIT DAN MINYAK INTI SAWIT INDONESIA ... 51

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MINYAK SAWIT DAN MINYAK INTI SAWIT INDONESIA ... 63

VII.SIMPULAN DAN SARAN ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 93

RIWAYAT HIDUP ... 117

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 200 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011 ... 1

2. Sub Sektor Pertanian Berdasarkan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011 ... 2

3. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2007-2011 ... 3

4. Produksi Minyak Sawit Indonesia Tahun 2007-2011 ... 4

5. Produksi Minyak Inti Sawit Indonesia Tahun 2007-2011 ... 5

6. Permintaan dan Penawaran Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Dunia Tahun 2008-2011 ... 6

7. Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 2007-2011 ... 7

8. Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 2007-2011 ... 7

9. Tarif Bea Keluar Menurut KMK Nomor 439 Tahun 1994 dan Nomor 666 Tahun 1996 ... 18

10. Tarif Bea Keluar Menurut PMK Nomor 94 Tahun 2007 ... 19

11. Tarif Bea Keluar Menurut PMK Nomor 09 Tahun 2008 ... 20

12. Tarif Pungutan Ekspor Menurut PMK Nomor 159 Tahun 2008 ... 20

13. Tarif Pungutan Ekspor Menurut PMKNomor 223 Tahun 2008, dan Nomor 67 Tahun 2010 ... 21

14. Tarif Bea Keluar Menurut PMK Nomor 128 Tahun 2011 ... 22 15. Kebijakan Tarif Bea Keluar Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit


(15)

Indonesia Tahun 1984-2011 ... 22 16. Persamaan dan Perbedaan Antara Penelitian “Analisis Faktor -

Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti

Sawit” dengan Penelitian Terdahulu.. ... 24 17. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke India Tahun

1990-2001 ... 51 18. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke Belanda Tahun

1990-2001 ... 54 19. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke Singapura

Tahun 1990-2001 ... 56 20. Perkembangan Ekspor Inti Minyak Sawit Indonesia ke Malaysia

Tahun 1990-2001 ... 58 21. Perkembangan Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke Belanda

Tahun 1990-2001 ... 60 22. Perkembangan Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke Cina Tahun

1990-2001 ... 61 23. Hasil Estimasi Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Ekspor

Minyak Sawit Indonesia ke India ... 63 24. Hasil Estimasi Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Ekspor

Minyak Sawit Indonesia ke Belanda ... 66 25. Hasil Estimasi Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Ekspor

Minyak Sawit Indonesia ke Singapura ... 69 26. Hasil Estimasi Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Ekspor

Minyak Inti Sawit Indonesia ke Malaysia ... 71 27. Hasil Estimasi Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Ekspor

Minyak Inti Sawit Indonesia ke Belanda ... 74 28. Hasil Estimasi Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Ekspor

Minyak Inti Sawit Indonesia ke Cina ... 77

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit ... 12 2. Pohon Industri Kelapa Sawit ... 14 3. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 1990-2011 .... 15 4. Perkembangan Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia Tahun

1990-2011 ... 17 5. Kurva Perdagangan Internasional ... 30


(16)

6. Kurva Penawaran ... 31 7. Kerangka Pemikiran Operasional ... 37

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data dan Sumber Data Model Ekspor Minyak Sawit dan Minyak

Inti Sawit Indonesia Tahun 1990-2011 ... 95 2. Keterangan Notasi Variabel... 98 3. Hasil Uji Statistik: uji t, uji F, uji koefisien determinasi untuk

Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke India... 99 4. Uji Normalitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke India ... 99 5. Uji Autokorelasi untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

India... 100 6. Uji Multikolinearitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

India... 100 7. Uji Heteroskedastisitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

India... 101 8. Hasil Uji Statistik: uji t, uji F, uji koefisien determinasi untuk

Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke Belanda ... 102 9. Uji Normalitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke Belanda .... 102 10. Uji Autokorelasi untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

Belanda ... 103 11. Uji Multikolinearitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

Belanda ... 103 12. Uji Heteroskedastisitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

Belanda ... 104 13. Hasil Uji Statistik: uji t, uji F, uji koefisien determinasi untuk

Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke Singapura ... 105 14. Uji Normalitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

Singapura ... 105 15. Uji Autokorelasi untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

Singapura ... 106 16. Uji Multikolinearitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

Singapura ... 106 17. Uji Heteroskedastisitas untuk Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke

Singapura ... 107 18. Hasil Uji Statistik: uji t, uji F, uji koefisien determinasi untuk


(17)

Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke Malaysia ... 108 19. Uji Normalitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke

Malaysia ... 108 20. Uji Multikolinearitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia

ke Malaysia ... 109 21. Uji Heteroskedastisitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia

ke Malaysia ... 110 22. Hasil Uji Statistik: uji t, uji F, uji koefisien determinasi untuk

Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke Belanda ... 111 23. Uji Normalitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke

Belanda ... 111 24. Uji Autokorelasi untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke

Belanda ... 112 25. Uji Multikolinearitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia

ke Belanda ... 112 26. Uji Heteroskedastisitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia

ke Belanda ... 113 27. Hasil Uji Statistik: uji t, uji F, uji koefisien determinasi untuk

Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke Cina ... 114 28. Uji Normalitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke Cina ... 114 29. Uji Autokorelasi untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke

Cina ... 115 30. Uji Multikolinearitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia

ke Cina... 115 31. Uji Heteroskedastisitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia


(18)

(19)

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang dilewati garis khatulistiwa dan berada di antara Benua Asia dan Benua Australia serta di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia dengan luas daratan 1.910.000 km2 dan jumlah penduduk sebesar 236.864.191 jiwa (World Bank 2012). Sebagai negara yang dilewati garis khatulistiwa, Indonesia memiliki iklim tropis yang merupakan keunggulan di sektor pertanian. Jumlah penduduk yang besar dan ketersediaan lahan yang luas serta dukungan iklim menjadikan mayoritas mata pencaharian penduduk Indonesia bertani, diharapkan sektor pertanian dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional dengan menyumbangkan kontribusi yang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan perolehan devisa negara.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011 (dalam Trilyun Rupiah)

Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 2011

Rata-rata Kontri

busi (%)

1. Pertanian 271,51 284,62 295,88 304,78 315,04 13,40

2.Pertambangan dan

Penggalian 171,28 172,49 180,20 187,15 190,14 8,22

3. Industri Pengolahan 538,08 557,76 570,10 597,13 633,78 26,37

4. Listrik, Gas &Air

Bersih 13,51 14,99 17,14 18,05 18,89 0,75

5. Konstruksi 121,81 131,01 140,27 150,02 159,12 6,37

6. Perdagangan, Hotel dan

Restoran 340,44 363,82 368,46 400,47 437,47 17,35

7. Pengangkutan dan

Komunikasi 142,33 165,91 192,19 217,98 241,30 8,65

8. Keuangan, Real Estate

dan Jasa Perdagangan 183,66 198,79 209,16 221,02 236,15 9,53

9. Jasa-jasa 181,71 193,05 205,43 217,84 232,66 9,36

Total 1.964,33 2.082,44 2.178,83 2.314,44 2.464,55 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

Berdasarkan Tabel 1, nilai PDB sektor pertanian atas dasar harga konstan 2000 menempati urutan ketiga setelah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran di urutan kedua dan industri pengolahan di urutan pertama. Berdasarkan Tabel 2, nilai PDB sektor pertanian terus mengalami


(20)

peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2011 dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 3,79%. Pada tahun 2007 nilai PDB sektor pertanian sebesar 271,51 trilyun rupiah mengalami kenaikan menjadi 315,04 trilyun rupiah pada tahun 2011. Peningkatan PDB sektor pertanian ini didorong oleh kinerja sub sektor-sub sektornya, diantaranya sub sektor perkebunan yang pertumbuhannya meningkat dari 43,19 trilyun rupiah pada tahun 2007 menjadi sebesar 49,26 trilyun rupiah pada tahun 2011 dengan rata-rata laju pertumbuhannya 3,40%.

Tabel 2. Sub Sektor Pertanian Berdasarkan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011 (dalam Trilyun Rupiah)

Pertanian 2007 2008 2009 2010 2011

Rata-rata Kontri

busi (%)

Rata-rata Laju Pertumbuhan

(%)

1.Tanaman Bahan Makanan

133,89 142,00 149,06 151,50 154,15 49,64 3,60

2.Tanaman

Perkebunan 43,19 44,78 45,56 47,15 49,26 15,63 3,40

3. Peternakan 34,22 35,43 36,65 38,21 40,04 12,54 4,00

4. Kehutanan 16,55 16,54 16,84 17,25 17,39 5,76 1,25

5. Perikanan 43,65 45,87 47,77 50,66 54,19 16,43 5,56

Total 271,51 284,62 295,88 304,78 315,04 100,00 3,79

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

Salah satu sub sektor perkebunan adalah kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan tanaman primadona yang menjadi andalan sub sektor perkebunan karena memproduksi minyak tertinggi dari seluruh tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Pengembangan kelapa sawit di Indonesia sebagian besar diolah menjadi minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO), selain diolah menjadi other palm oil, minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO), dan other palm kernel oil (Badan Pusat Statistik 2009). Produk turunan dari minyak sawit diantaranya yaitu minyak goreng, margarin, lemak kue, vanaspati, kosmetik, detergent, pelumas, tinta cetak, obat-obatan, sabun, bahan ice cream, plasticizer, Cocoa Butter Substitute (CBS), vegetable ghee, oleokimia, fatty acid, fatty alcohol, gliserin, dan bahan bakar minyak nabati (biofuel). Minyak inti sawit mempunyai produk turunan yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan minyak sawit. Produk


(21)

turunan minyak inti sawit yaitu fatty acid, lauric acid dan myristic acid. Selain ketiga zat ini yang biasa ditemui yaitu CBS, coffe cream/whitener, ice cream, sugar confectionary, krim biskuit, filled mild, imitation cream, specialty fats, detergen, sabun, shampoo, kosmetik, dan farmasi (Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2009).

Prospek masa depan minyak sawit sangat cerah dan menjadi primadona di negara produsennya, karena dapat mensubstitusikan minyak nabati lainnya dengan lebih efisien (Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2009). Kemampuan minyak sawit untuk mensubstitusikan minyak nabati lainnya turut meningkatkan permintaan pasar sehingga mendorong produsen kelapa sawit memperluas areal perkebunannya guna meningkatkan produksi tandan buah segar sebagai bahan baku minyak sawit.

Tabel 3. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2007-2011

Tahun

Luas Areal (Ha) Laju

Pertum buhan

(%) Perkebunan

Rakyat

Perkebunan Besar Negara

Perkebunan

Besar Swasta Jumlah

2007 2.752.172 606.248 3.408.416 6.766.836 n.a

2008 2.881.898 602.963 3.878.986 7.363.847 8,82

2009 3.061.413 630.512 4.181.369 7.873.294 6,92

2010 3.387.257 631.520 4.366.617 8.385.394 6,50

2011 3.752.480 678.378 4.561.966 8.992.824 7,24

Rata-rata 3.167.044 629.924 4.079.471 7.876.439 7,37

Keterangan: n.a= not applicable

Sumber: Kementerian Pertanian (2012a)

Berdasarkan Tabel 3, perkebunan kelapa sawit di Indonesia dibagi tiga berdasarkan status pengusahaannya yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN), dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Jumlah luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia dari tahun 2007 hingga tahun 2011 terus mengalami peningkatan dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 7,37%. Pada tahun 2007 jumlah luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 6.766.836 Ha, terdiri atas PR, PBN, dan PBS yang masing-masing luasnya sebesar 2.752.172 Ha, 606.248 Ha, 3.408.416 Ha. Pada tahun 2011 jumlah luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami peningkatan menjadi 8.992.824 Ha dengan luas areal PR


(22)

sebesar 3.752.480 Ha, luas areal PBN sebesar 678.378 Ha, dan luas areal PBS sebesar 4.561.966 Ha.

Semakin meningkatnya luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia ini turut meningkatkan produksi minyak nabati yang dihasilkan kelapa sawit yaitu minyak sawit dan minyak inti sawit. Minyak sawit dihasilkan dari daging Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dengan salah satu hasil sampingannya (side product) berupa inti sawit yang selanjutnya digunakan untuk bahan baku pembuatan minyak inti sawit (Manurung 2009). Dengan demikian, minyak inti sawit merupakan produk ikutan dari produksi minyak sawit (Zulkifli dalam Lubis 2014).

Tabel 4. Produksi Minyak Sawit Indonesia Tahun 2007-2011

Tahun

Produksi 000 (Ton) Laju Pertum

buhan (%) Perkebunan

Rakyat

Perkebunan Besar Negara

Perkebunan

Besar Swasta Jumlah

2007 6.358,39 2.117,04 9.189,30 17.664,73 n.a

2008 6.923,04 1.938,13 8.678,61 17.539,79 -0,71

2009 7.517,72 2.005,88 9.800,70 19.324,29 10,17

2010 8.458,71 1.890,50 11.608,91 21.958,12 13,63

2011 8.797,92 2.045,56 12.253,06 23.096,54 5,18

Rata -rata 7.611,16 2.014,89 10.306,12 19.932,16 7,07

Keterangan: n.a= not applicable

Sumber: Kementerian Pertanian (2012a)

Berdasarkan Tabel 4, produksi minyak sawit di Indonesia cenderung mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya luas areal perkebunan kelapa sawit, hanya pada tahun 2008 mengalami penurunan yang dipengaruhi oleh penurunan luas areal PBN dan produksi minyak sawit PBN serta penurunan produksi minyak sawit PBS. Rata-rata laju pertumbuhan produksi minyak sawit dari tahun 2007 hingga tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 7,07%. Pada tahun 2007 jumlah produksi minyak sawit Indonesia sebesar 17.664,73 ribu ton terdiri dari produksi minyak sawit PR sebesar 6.358,39 ribu ton, produksi minyak sawit PBN 2.117,04 ribu ton, dan produksi minyak sawit PBS 9.189,30 ribu ton. Produksi minyak sawit pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 0,71% dibandingkan tahun 2007 dengan jumlah produksi sebesar 17.539,79 ribu ton. Pada tahun 2011 jumlah produksi minyak sawit Indonesia mencapai 23.096,54


(23)

ribu ton atau meningkat sebesar 5,18% dibandingkan tahun 2010 dengan produksi PR sebesar 8.797,92 ribu ton, produksi PBN sebesar 2.045,56 ribu ton, dan produksi PBS sebesar 12.253,06 ribu ton.

Produksi minyak inti sawit juga semakin meningkat seiring dengan peningkatan produksi minyak sawit Indonesia. Berdasarkan Tabel 5, rata-rata laju pertumbuhan produksi minyak inti sawit dari tahun 2007 hingga tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 7,07%. Pada tahun 2007 jumlah produksi minyak inti sawit Indonesia sebesar 3.532,95 ribu ton, mengalami penurunan 0,71% pada tahun 2008 dengan jumlah produksi sebesar 3.507,96 ribu ton. Penurunan produksi minyak inti sawit pada tahun 2008 disebabkan oleh penurunan luas areal perkebunan kelapa sawit PBN dan produksi minyak inti sawit PBN serta penurunan produksi minyak inti sawit PBS. Pada tahun 2011 jumlah produksi minyak inti sawit mencapai 4.619,31 ribu ton atau meningkat sebesar 5,18% dibandingkan tahun 2010 dengan produksi minyak inti sawit PR sebesar 1.759,59 ribu ton, produksi minyak inti sawit PBN sebesar 409,11 ribu ton, dan produksi minyak inti sawit PBS sebesar 2.450,61 ribu ton.

Tabel 5. Produksi Minyak Inti Sawit Indonesia Tahun 2007-2011

Tahun

Produksi 000 (Ton) Laju Pertum

buhan (%) Perkebunan

Rakyat

Perkebunan Besar Negara

Perkebunan

Besar Swasta Jumlah

2007 1.271,68 423,41 1.837,86 3.532,95 n.a

2008 1.384,61 387,63 1.735,72 3.507,96 -0,71

2009 1.503,54 401,18 1.960,14 3.807,96 10,17

2010 1.691,74 378,10 2.321,78 4.391,62 13,63

2011 1.759,59 409,11 2.450,61 4.619,31 5,18

Rata-rata 1.522,23 399,89 2.061,22 3.971,96 7,07

Keterangan: n.a= not applicable

Sumber: Kementerian Pertanian (2012a)

Tingginya tingkat produksi minyak sawit dan minyak inti sawit merupakan salah satu faktor yang mendorong Indonesia untuk meningkatkan volume ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit ke negara-negara di dunia. Faktor lainnya adalah peningkatan jumlah permintaan di dunia untuk minyak sawit dan minyak inti sawit yang cenderung semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan Tabel 6, rata-rata laju pertumbuhan permintaan minyak sawit dan minyak inti sawit di


(24)

dunia masing-masing sebesar 3,83% dan 1,43%. Pada tahun 2008 permintaan di dunia untuk minyak sawit dan minyak inti sawit masing-masing sebesar 36.016 ribu ton dan 2.937 ribu ton. Pada tahun 2011 permintaan minyak sawit dan minyak inti sawit di dunia mengalami peningkatan dengan jumlah permintaan masing-masing sebesar 40.300 ribu ton dan 3.063 ribu ton. Dilihat dari sisi penawaran, rata-rata laju pertumbuhan penawaran untuk minyak sawit dan minyak inti sawit di dunia sebesar 4,21% dan 1,08%. Jumlah minyak sawit dan minyak inti sawit yang ditawarkan pada tahun 2008 masing masing sebesar 35.635 ribu ton dan 2.950 ribu ton. Pada tahun 2011 penawaran minyak sawit dan minyak inti sawit meningkat dengan jumlah penawaran masing-masing sebesar 40.319 ribu ton dan 3.045 ribu ton.

Tabel 6. Permintaan dan Penawaran Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Dunia Tahun 2008-2011

Tahun

Volume 000 (Ton)

Laju Pertumbuhan (%)

Laju Pertumbuhan (%)

Penawaran Permintaan Penawaran Permintaan

CPO PKO CPO PKO CPO PKO CPO PKO

2008 35.635 2.950 36.016 2.937 n.a n.a n.a n.a

2009 36.630 3.054 36.597 3.038 2,79 3,53 1,61 3,44

2010 38.065 3.038 38.044 3.011 3,92 -0,52 3,95 -0,89

2011 40.319 3.045 40.300 3.063 5,92 0,23 5,93 1,73

Rata-rata 38.338 3.045 38.313 3.037 4,21 1,08 3,83 1,43

Keterangan: n.a= not applicable

Sumber: Oil World (2012)

Adanya permintaan minyak sawit dan minyak inti sawit di dunia yang cenderung mengalami peningkatan, serta produksi minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia yang besar memicu pengusaha minyak sawit dan minyak inti sawit di Indonesia untuk mengekspor minyak sawit dan minyak inti sawit. Selain faktor tersebut, faktor lain yang memicu Indonesia terus meningkatkan ekspornya adalah perkembangan industri hilir minyak sawit Indonesia yang masih berjalan lamban, setidaknya dibandingkan dengan Malaysia. Indonesia saat ini baru bisa menghasilkan 47 produk turunan minyak sawit, sedangkan Malaysia sudah mencapai 100 produk turunan minyak sawit (Kementerian Perindustrian 2012).


(25)

Ekspor minyak sawit Indonesia sejak tahun 2007 hingga tahun 2011 dapat dilihat dalam Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7, ekspor minyak sawit Indonesia berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Tiga negara tujuan ekspor utama minyak sawit Indonesia yaitu India, Belanda, dan Singapura dengan rata-rata kontribusi ekspor minyak sawit Indonesia ke masing-masing negara sebesar 48,22%, 10,04%, 7,01% dari jumlah ekspor minyak sawit Indonesia ke dunia.

Tabel 7. Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 2007-2011

Negara

Volume 000 (Ton)

Rata-rata Kontri busi (%) Rata-rata Laju pertum buhan (%)

2007 2008 2009 2010 2011

India 2.742,76 3.871,49 4.402,35 4.449,54 4.465,02 48,22 14,07

Belanda 569,87 968,21 1.057,23 948,46 601,83 10,04 8,06

Singapura 490,68 504,51 606,73 573,16 669,97 7,01 8,61

Lainnya 1.897,89 2.559,97 3.500,44 3.473,01 3.040,19 34,74 14,59

Total 5.701,29 7.904,18 9.566,75 9.444,17 8.777,01 100,00 12,83

Sumber: Badan Pusat Statistik (2012)

Kenaikan ekspor minyak sawit Indonesia juga diikuti dengan kenaikan ekspor minyak inti sawit Indonesia. Ekspor minyak inti sawit Indonesia dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia Tahun 2007-2011

Negara

Volume 000 Ton/Tons

Rata-rata Kontri busi (%) Rata-rata Laju pertum buhan (%)

2007 2008 2009 2010 2011

Malaysia 204,55 243,79 380,18 492,65 603,82 27,89 31,82

Belanda 332,80 402,83 333,73 283,13 445,40 27,30 11,51

Cina 261,09 212,42 361,53 263,79 243,75 20,29 4,23

Lainnya 309,01 281,20 391,42 296,77 347,10 24,52 6,00

Total 1.107,45 1.140,24 1.466,86 1.336,34 1.640,07 100,00 11,36

Sumber: Badan Pusat Statistik (2012)

Berdasarkan Tabel 8, tiga negara tujuan ekspor utama minyak inti sawit Indonesia sejak tahun 2007 hingga tahun 2011 adalah Malaysia, Belanda, dan


(26)

Cina dengan rata-rata kontribusi ekspor minyak inti sawit Indonesia ke masing-masing negara tersebut adalah 27,89%, 27,30%, dan 20,29% dari jumlah ekspor minyak inti sawit Indonesia ke dunia.

1.2. Perumusan Masalah

Pembangunan ekonomi pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satu tolak ukur peningkatan kesejahteraan tersebut adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak lepas dari peran ekspor. Di negara berkembang khususnya Indonesia, ekspor dapat dijadikan andalan sebagai salah satu sumber penghasil devisa negara. Salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia adalah produk turunan dari kelapa sawit yaitu minyak sawit dan minyak inti sawit.

Permintaan yang tinggi oleh negara-negara di dunia mendorong Indonesia untuk terus memproduksi minyak sawit dan minyak inti sawit lebih banyak guna meningkatkan ekspor. Peningkatan volume produksi minyak sawit dan minyak inti sawit dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan ekspor akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, Indonesia sebagai negara pengekspor minyak sawit dan minyak inti sawit tidak dapat terus menerus mengekspor minyak sawit dan minyak inti sawit yang bisa dibilang bahan mentah. Perlu dikembangkannya industri hilir dari minyak sawit dan minyak inti sawit untuk meningkatkan nilai jual sehingga minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia mempunyai nilai tambah. Disamping itu, minyak sawit dan minyak inti sawit tidak hanya dibutuhkan sebagai penghasil devisa saja tetapi merupakan salah satu bahan baku penting untuk industri dalam negeri sehingga pemerintah harus menjaga ketersediaan minyak sawit dan minyak inti sawit dalam negeri.

Berdasarkan hal tersebut, pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.011/2011 dalam rangka mendukung pelaksanaan hilirisasi industri sawit untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri serta untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan bahan baku industri dalam negeri menetapkan restrukturisasi tarif bea keluar minyak sawit, minyak inti sawit, dan produk turunannya. Tarif bea keluar untuk minyak sawit dan minyak inti sawit dikenakan tarif tertinggi sebesar 22,5%.


(27)

Dalam rangka memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah terkait dengan industri hilir sehingga perlu dikaji bagaimana perkembangan ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia ke masing-masing tiga negara tujuan utama dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia sehubungan dengan kegunaan minyak sawit dan minyak inti sawit sebagai bahan baku dalam upaya pengembangan industri hilirnya.

Untuk itu perlu dilakukan analisis untuk melihat apakah variabel tarif pajak ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit yang ditetapkan oleh pemerintah berpengaruh terhadap ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia ke masing-masing tiga negara tujuan ekspor utama serta faktor-faktor lain apa saja yang berpengaruh nyata, selain itu perlu dilihat bagaimana perkembangan ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia ke masing-masing tiga negara tujuan utama ekspor guna mengembangkan industri hilir minyak sawit dan minyak inti sawit lebih lanjut. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah perkembangan ekspor minyak sawit Indonesia ke India, Belanda, dan Singapura?

2. Bagaimanakah perkembangan ekspor minyak inti sawit Indonesia ke Malaysia, Belanda, dan Cina?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak sawit Indonesia ke India, Belanda, dan Singapura?

4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak inti sawit Indonesia ke Malaysia, Belanda, dan Cina?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dibuat, penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia ke masing-masing tiga negara tujuan ekspor utama dan melihat perkembangannya. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah:


(28)

1. Menganalisis perkembangan ekspor minyak sawit Indonesia ke India, Belanda, dan Singapura.

2. Menganalisis perkembangan ekspor minyak inti sawit Indonesia ke Malaysia, Belanda, dan Cina.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak sawit Indonesia ke India, Belanda, dan Singapura.

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak inti sawit Indonesia ke Malaysia, Belanda, dan Cina.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah khususnya dalam menetapkan kebijakan tarif bea keluar untuk minyak sawit dan minyak inti sawit guna menghasilkan kebijakan yang meliputi seluruh pihak dengan melakukan perencanaan yang baik sehingga akan diperoleh solusi yang optimal. Manfaat lainnya untuk penulis juga berbagai pihak, antara lain memperoleh gambaran yang jelas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ekpor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia ke tiga negara tujuan ekspor utama Indonesia. Serta suatu pembelajaran bagi penulis dalam hal mengamati, mengumpulkan, dan menganalisis data serta berlatih berpikir ilmiah dalam memecahkan permasalahan, serta sebagai bahan pertimbangan, rujukan, referensi, dan literatur untuk penelitian-penelitian selanjutnya bagi yang tertarik meneliti minyak sawit dan minyak inti sawit kedepannya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia ke tiga negara tujuan ekspor utama dari sisi penawaran ekspor serta melihat perkembangannya. Lingkup penelitian dibatasi pada tiga negara tujuan ekspor utama minyak sawit Indonesia yaitu India, Belanda, dan Singapura serta tiga negara tujuan ekspor utama minyak inti sawit Indonesia yaitu Malaysia, Belanda, dan Cina. Minyak sawit yang dibahas memiliki kode HS 15.11.10.00.00 dan minyak inti sawit yang dibahas memiliki kode HS 15.13.21.00.00. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dari tahun 1990 hingga tahun 2011.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Profil Kelapa Sawit Indonesia

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika dan Amerika Selatan tepatnya Brasilia, di Brasilia tanaman ini tumbuh secara liar di sepanjang tepi sungai. Kelapa sawit termasuk dalam ordo Palmales, famili Palmae, dan sub famili Cocoideae (Pahan 2008). Kelapa sawit di Indonesia berasal dari Afrika dan ditanam di Kebun Raya Bogor pada tahun 1848 sebanyak 4 pohon dipelopori oleh Adrien Hallet, yang selanjutnya pada tahun 1864 dimulai uji coba ditanam di berbagai tempat di seluruh Indonesia antara lain di Banyumas, Palembang, dan kemudian secara luas di Jawa Barat. Peluang budidayanya menjadi perkebunan terbuka dimulai sejak dikeluarkannya Agrarische Wet tahun 1870, yang membuka kesempatan bagi perusahaan asing untuk mengembangkan usaha perkebunan (Tarigan dan Sipayung 2011). Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia menjadi sangat pesat karena didukung oleh kondisi iklim dan jenis tanahnya yang memang sangat sesuai untuk tanaman kelapa sawit, dan hal ini yang menjadi salah satu keunggulan komparatif Indonesia di industri kelapa sawit (Elisabeth dan Ginting dalam Kementerian Pertanian 2012b).

Kelapa sawit di Indonesia merupakan salah satu komoditas andalan sub sektor perkebunan karena mempunyai peran cukup penting dalam perekonomian. Pada era tahun 1980-an hingga pertengahan 1990-an kelapa sawit mengalami pertumbuhan yang paling pesat dibandingkan sub sektor perkebunan lainnya, pada periode ini laju pertumbuhan luas areal mencapai 14,68% dan produksinya meningkat 12,73%. Data Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2010 dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kontribusi perkebunan kelapa sawit Indonesia mencapai 52,64% dari total PDB sub sektor perkebunan atau 1,11% dari total PDB Indonesia (Kementerian Pertanian 2012b).

Perkembangan perkebunan kelapa sawit tidak lagi hanya sebatas usaha budidaya kelapa sawit (on-farm) namun sudah jauh berkembang dan lebih modern menjadi sistem agribisnis. Menurut Tarigan dan Sipayung (2011) kelapa sawit terdiri dari empat subsistem yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda


(30)

namun merupakan suatu orkestra ekonomi. Pertama, subsistem hulu kelapa sawit merupakan penghasil barang-barang modal bagi usaha perkebunan kelapa sawit yakni benih, pupuk, pestisida dan mesin perkebunan. Kedua, subsistem usaha perkebunan kelapa sawit yang menggunakan barang modal tersebut untuk budidaya. Ketiga, subsistem hilir kelapa sawit yang mengolah minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO) menjadi produk produk setengah jadi (semi-finish) maupun produk jadi (finish product). Keempat, subsistem penyedia jasa bagi subsistem hulu hingga hilir kelapa sawit.

Industri hulu perkebunan kelapa sawit menghasilkan produk primer berupa minyak sawit dan minyak inti sawit. Minyak sawit dan minyak inti sawit dapat dilihat pada Gambar 1, pada sebelah kiri merupakan gambar minyak sawit yang berwarna kemerahan dan yang sebelah kanan merupakan gambar minyak inti sawit yang berwarna kekuningan.

Sumber: PT. Global Interinti Industry (2014)

Gambar 1. Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit

Dari produk minyak sawit dan minyak inti sawit dapat dikembangkan menjadi bermacam-macam produk industri hilir. minyak sawit dan minyak inti sawit mengandung ester asam lemak dan gliserol yang disebut trigliserida. Trigliserida minyak sawit kaya akan asam palmitat, linoeleat, stearat, dan gliserol. Sedangkan Trigliserida minyak inti sawit mengandung asam laurat, miristat, stearat, gliserol, dan sedikit palmitat. Minyak sawit dan minyak inti sawit merupakan sumber energi pangan, seperti minyak goreng, margarine, shortening,


(31)

dan vanaspati serta sumber karbon untuk industri oleokimia. Senyawa karbon asal minyak nabati lebih mudah terurai di alam dibandingkan dengan senyawa turunan minyak bumi (Pahan 2008).

Hasil dari industri hulu kelapa sawit yang diproduksi di Indonesia sebagian kecil diolah menjadi minyak sawit dan minyak inti sawit untuk dikonsumsi didalam negeri sebagai bahan mentah dalam pembuatan minyak goreng, oleokimia, sabun, margarin, dan sebagian besar lainnya diekspor dalam bentuk minyak sawit dan minyak inti sawit (Ermawati dan Saptia 2013). Hasil olahan dari minyak sawit dan minyak inti sawit dapat dilihat pada pohon industri kelapa sawit pada Gambar 2.

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2009) menyatakan bahwa produk hulu dari kelapa sawit minyak sawit dan minyak inti sawit merupakan komoditas ekspor non migas andalan dari kelompok agroindustri. Hal ini dapat dilihat dari kondisi: (1) secara komparatif terdapat ketersediaan lahan yang dapat digunakan untuk perluasan produksi, berbeda halnya dengan negara pesaing terberat Indonesia, Malaysia yang luas areal produksinya telah mencapai titik jenuh; (2) secara kompetitif pesaing Indonesia hanya sedikit; (3) kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produktivitas tertinggi dibandingkan tanaman perkebunan lainnya. Kontribusi minyak sawit terhadap ekspor nasional adalah yang tertinggi dibandingkan ekspor hasil perkebunan lainnya. Selain itu (4) minyak sawit dan minyak inti sawit dapat digunakan sebagai bahan baku industri seperti industri minyak goreng, biodiesel, shortening, kosmetika, farmasi, dan sebagainya. Berbagai manfaat minyak sawit dan minyak inti sawit inilah yang mendorong tingginya permintaan akan minyak sawit dan minyak inti sawit.

Selain untuk memenuhi kebutuhan dunia akan minyak sawit dan minyak inti sawit, Indonesia tidak dapat terus menerus mengekspor produk hulu kelapa sawit yaitu minyak sawit dan minyak inti sawit. Perlu adanya hilirisasi produk kelapa sawit dalam negeri sehingga lebih berdaya saing dan memiliki nilai jual yang tinggi. Ketersediaan minyak sawit dan minyak inti sawit dalam negeri dalam upaya mendukung hilirisasi industri kelapa sawit sangatlah penting, untuk itu pasokan minyak sawit dan minyak inti sawit dalam negeri harus senantiasa terjaga.


(32)

Sumber: Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2010)

Gambar 2. Pohon Industri Kelapa Sawit Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit

Buah Kelapa Sawit Tandan Kosong

Rayon

Mesocarp

Minyak Sawit (CPO) Inti Sawit

Minyak Inti Sawit (PKO) Pulp &

Paper

Karbon Komposit

Serat Ampas Sawit

Cangkang

Bahan Bakar Karbon

Pakan Ternak

Medium Density Fibre-board

Bahan Bakar

Produk Pangan

Produk Non Pangan / Oleokimia

Emulsifier Minyak Margarin Goreng

Shortening Susu

Kental Manis

Minyak Goreng Merah Vanaspati -Confectioneries

-Ice Cream -Yoghurt

-Asam Lemak Sawit -Fatty alkohol -Fatty Amina -Senyawa epoksi -Senyawa Hidroksi


(33)

2.2. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia

Ekspor kelapa sawit Indonesia dilakukan dalam wujud minyak sawit, minyak sawit lainnya, minyak inti sawit, dan minyak inti sawit lainnya, yang sebagian besar ekspor dilakukan dalam bentuk minyak sawit. Ekspor minyak sawit Indonesia menjangkau lima benua yakni Asia, Afrika, Australia, Amerika, dan Eropa dengan pangsa utama di Asia (Kementerian Pertanian 2012b). Gambar 3 menunjukkan perkembangan ekspor minyak sawit Indonesia sejak tahun 1990 hingga tahun 2011. Pada tahun 1990 nilai ekspor minyak sawit sebesar US.$ 164,90 juta meningkat 51 kali lipatnya menjadi US.$ 8,42 milyar pada tahun 2011. Jumlah ekspor minyak sawit cenderung mengalami peningkatan, hanya pada tahun 1998 terjadi penurunan jumlah ekspor sebesar 1.044,51 ribu ton dikarenakan pada saat itu terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan harga minyak sawit dalam negeri tidak stabil sehingga minyak sawit hanya diperuntukkan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 1990 jumlah ekspor minyak sawit sebesar 681,99 ribu ton mengalami kenaikan hingga 12 kali lipatnya pada tahun 2011 dengan jumlah ekspor sebesar 8.777,01 ribu ton. Peningkatan ekspor minyak sawit yang tinggi baik dari sisi nilai maupun jumlah disebabkan oleh kenaikan permintaan minyak sawit dunia, naiknya permintaan minyak sawit dunia secara langsung akan meningkatkan ekspor minyak sawit Indonesia.

Sumber: Badan Pusat Statistik (2012)

Gambar 3. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 1990-2011

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

V

ol

um

e

000

T

on


(34)

Sejak tahun 1999 ekspor minyak sawit Indonesia meningkat sangat pesat, hal ini disebabkan adanya kebijakan dari pemerintah untuk mendorong ekspor guna meningkatkan devisa negara. Fluktuasi ekspor minyak sawit Indonesia ke negara-negara importir minyak sawit lainnya cenderung dipengaruhi oleh isu-isu yang dibuat oleh negara penghasil produk kompetitif dari minyak sawit, menurut hasil kajian International Contact Business System (ICBS) dalam Agustian dan Hadi (2004) bahwa American Soybean Association (ASA) melakukan kebijakan unfair trade (tidak adil) dengan mengkampanyekan bahwa minyak sawit mengandung lemak jenuh (saturated fatty acid) dan kolesterol tinggi yang kurang baik bagi kesehatan. Hal ini tentunya akan membangun brand image negatif terhadap produk minyak sawit khususnya dari Indonesia. Hal ini, sesungguhnya disebabkan karena minyak kedelai yang diproduksi negara-negara Amerika lebih mahal dari minyak sawit sehingga tidak mampu bersaing dengan minyak sawit, bahkan pangsa ekspor minyak kedelai sudah mulai diambil alih oleh minyak sawit. Biaya produksi minyak sawit hanya US$ 180/ton, sedangkan minyak kedelai (soybean oil) US$ 315/ton dan rapeseed oil US$ 750/ton. Melihat kondisi ini, ASA yang dimotori oleh USA mengkampanyekan isu negatif terhadap minyak sawit dengan harapan konsumen akan kembali mengkonsumsi minyak kedelai. 2.3. Perkembangan Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia

Perkembangan ekspor minyak inti sawit Indonesia sejak tahun 1990 hingga tahun 2011 ditunjukkan pada Gambar 3. Pada tahun 1990 nilai ekspor minyak inti sawit sebesar US.$ 39,13 juta meningkat 28,14 kali lipatnya menjadi US.$ 1,10 milyar pada tahun 2011. Jumlah ekspor minyak inti sawit cenderung mengalami peningkatan, hanya pada tahun 1998 terjadi penurunan jumlah ekspor minyak inti sawit sebesar 192,10 ribu ton dikarenakan pada saat itu terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan harga minyak inti sawit dalam negeri tidak stabil sehingga minyak inti sawit hanya diperuntukkan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.Pada tahun 1990 jumlah ekspor minyak inti sawit sebesar 122,28 ribu ton mengalami kenaikan hingga 13,41 kali lipatnya pada tahun 2011 dengan jumlah ekspor sebesar 1.640,07 ribu ton. Tiga negara tujuan ekspor utama minyak inti sawit Indonesia adalah Malaysia, Belanda, dan Cina.


(35)

Sumber: Badan Pusat Statistik (2012)

Gambar 3. Perkembangan Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia Tahun 1990-2011

2.4. Perkembangan Kebijakan Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia

Pemasaran minyak sawit Indonesia pada tahun 1984 dikendalikan oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 47/KMK/011/84, tentang pengenaan pajak ekspor minyak sawit telah menetapkan persentasi tarif pajak ekspor minyak sawit sebesar 5%. Setelah dua tahun peraturan ini dibuat, pada tanggal 20 Juni 1986 pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 549/KMK.011/86 menetapkan pembebasan tarif ekspor perdagangan kelapa sawit, minyak sawit, dan turunannya. Hal ini dilakukan dalam rangka menjaga kesinambungan ekspor minyak sawit.

Pada tahun 1994 pemerintah mengeluarkan kebijakan pajak ekspor minyak sawit melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 439/KMK.017/1994, tentang penetapan pajak ekspor minyak sawit secara progresif. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi kelangkaan minyak sawit dalam negeri sebagai akibat naiknya harga minyak sawit di pasar internasional. Pada tanggal 3 Desember 1996 pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 666/KMK.017/1996 mengeluarkan penetapan tarif terhadap ekspor minyak sawit. Tarif ekspor yang dikenakan besarnya berdasarkan harga ekspor. Besarnya tarif yang dikenakan menurut KMK Nomor 439/KMK.017/1994 dan Nomor 666/KMK.017/1996 dapat dilihat dalam Tabel 9.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

V

ol

u

m

e

000

T

on


(36)

Pada tahun 1997, Menteri Keuangan melalui Surat Keputusan Nomor 300/KMK/01/1997 melakukan perubahan tarif pajak ekspor bagi minyak sawit sebesar 5%. Pada 17 Desember 1997 Pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 622/KMK.01/1997 menetapkan pajak ekspor untuk minyak sawit 30%. Pada tanggal 24 Desember 1997 pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 420/DJPDN/XII/1997 tentang larangan ekspor selama januari hingga maret tahun 1998, pada tanggal 26 Februari 1998 melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 102/MPP/Kep/2/1998 bahwa semua hasil minyak sawit hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada 17 April 1998 pemerintah membuat kesepakatan dengan IMF sehingga mencabut larangan ekspor tersebut melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 181/MPP/Kep/4/1998 yang berlaku mulai 22 April 1998.

Tabel 9. Tarif Bea Keluar Menurut KMK Nomor 439 Tahun 1994 dan Nomor 666 Tahun 1996

Tingkat Harga (US$/Ton) Tarif Bea Keluar Minyak Sawit (%)

Harga Dasar 435 0

436-470 60

471-505 56

506-540 52

541-575 48

576-610 44

Lebih dari 610 40

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia (1996)

Pemerintah kembali menetapkan pajak ekspor melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 242/KMK/01/1998 yang berisikan pengenaan pajak ekspor sebesar 40% untuk minyak sawit dan 35% untuk minyak inti sawit. Pada tanggal 7 Juli 1998 pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 334/KMK.07/1998 tentang penetapan pajak ekspor minyak sawit sebesar 60% dan untuk minyak inti sawit sebesar 50%, dalam rangka program stabilisasi perekonomian nasional.

Pada tanggal 29 Januari 1999 Menteri Keuangan melalui Surat Keputusan Nomor 30/KMK.01/1999 menetapkan tarif ekspor minyak sawit sebesar 40% dan untuk minyak inti sawit sebesar 30%. Pada 3 Juni 1999 Menteri Keuangan


(37)

merubah tarif bea keluar minyak sawit dan minyak inti sawit dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 189/KMK.017/1999 yang menetapkan pajak ekspor untuk minyak sawit sebesar 30% dan untuk minyak inti sawit sebesar 20%. Pemerintah kembali merubah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 189/KMK.017/1999 menjadi Keputusan Menteri Keuangan Nomor 360/KMK.017/1999 per tanggal 2 Juli 1999 dengan menetapkan pajak ekspor untuk minyak sawit sebesar 10 % dan minyak inti sawit 0%.

Pada tanggal 12 september 2000 pemerintah melalui Keputusan Menteri Keungan Nomor 387/KMK.017/2000 menurunkan tarif ekspor minyak sawit menjadi 5%. Pada tahun 2001 pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 66/KMK.017/2001 yang menyatakan bahwa tarif ekspor minyak sawit adalah sebesar 3%. Pada tanggal 10 oktober 2005 Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.02/2005 menetapkan pajak ekspor untuk minyak sawit sebesar 3%. Pada tanggal 23 Desember 2005 kembali Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai pengenaan bea tarif keluar melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2005 tarif ekspor minyak sawit diturunkan menjadi 1.5%. Pada tanggal 15 Juni 2007 Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.011/2007 dengan menetapkan tarif ekspor untuk minyak sawit dan minyak inti sawit sebesar 6,5%.

Pemerintah melalui Menteri Keuangan kembali mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/KMK.011/2007 pada tanggal 31 Agustus 2007 yang menetapkan tarif ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit secara progresif yang bergantung pada besarnya harga referensi. Harga referensi yang digunakan yaitu harga minyak sawit dan minyak inti sawit yang berpedoman pada harga C.I.F Rotterdam. Besarnya tarif ekspor tercantum dalam Tabel 10.

Tabel 10. Tarif Bea Keluar Menurut PMK Nomor 94 Tahun 2007

Harga Referensi (US$/Ton)

Tarif Pajak Ekspor Minyak Sawit (%)

Tarif Pajak Ekspor Minyak Inti Sawit (%)

< 550 0,00 0,00

550-650 2,50 2,50

650-750 5,00 5,00

750-850 7,50 7,50

≥ 850 10,00 10,00


(38)

Pemerintah melalui Menteri keuangan pada 4 Februari tahun 2008 mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.011/2008 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.011/2007. Penetapan dan pengenaan tarif pungutan ekspor berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.011/2008 terhadap barang ekspor berupa minyak sawit dan minyak inti sawit yang berlaku sebagaimana Tabel 11.

Tabel 11. Tarif Bea Keluar Menurut PMK Nomor 09 Tahun 2008

Harga Referensi (US$/Ton) Tarif Pajak Ekspor Minyak Sawit (%)

Tarif Pajak Ekspor Minyak Inti Sawit (%)

Hingga 550 0,00 0,00

550-650 2,50 1,50

650-750 5,00 4,00

750-850 7,50 5,50

850-1100 10,00 9,00

1100-1200 15,00 13,00

1200-1300 20,00 18,00

≥1300 25,00 23,00

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2008)

Pada tanggal 30 Oktober 2008 pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.011/2008 menetapkan tarif pungutan ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit secara progresif. Besarnya tarif yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.011/2008 dapat dilihat dalam Tabel 12.

Tabel 12. Tarif Pungutan Ekspor Menurut PMK Nomor 159 Tahun 2008

Harga Referensi (US$/Ton) Tarif Pajak Ekspor Minyak Sawit (%)

Tarif Pajak Ekspor Minyak Inti Sawit (%)

Hingga 700 0,00 0,00

701-750 1,50 0,00

751-800 3,00 1,50

801-850 4,50 3,00

851-900 6,00 4,50

901-950 7,50 6,00

951-1000 10,00 8,50

1001-1050 12,50 11,00

1051-1100 15,00 13,50

1101-1150 17,50 16,00

1051-1200 20,00 18,50

1201-1250 22,50 21,00

Lebih dari 1251 25,00 23,00


(39)

Kemudian, pada 17 Desember 2008 Pemerintah Indonesia melalui Menteri keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2008 kembali menetapkan tarif bea keluar secara progresif, pada tanggal 22 Maret 2010 Pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan tarif bea keluar. Besarnya tarif bea keluar untuk minyak sawit dan minyak inti sawit berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2008, dan Nomor 67/PMK.011/2010 tercantum dalam Tabel 13.

Tabel 13. Tarif Pungutan Ekspor Nomor 223 Tahun 2008, dan Nomor 67 Tahun 2010

Harga Referensi (US$/Ton) Tarif Pajak Ekspor Minyak Sawit (%)

Tarif Pajak Ekspor Minyak Inti Sawit (%)

Hingga 700 0,00 0,00

700-750 1,50 0,00

750-800 3,00 1,50

800-850 4,50 3,00

850-900 6,00 4,50

900-950 7,50 6,00

950-1000 10,00 8,50

1000-1050 12,50 11,00

1050-1100 15,00 13,50

1100-1150 17,50 16,00

1050-1200 20,00 18,50

1200-1250 22,50 21,00

Lebih dari 1251 25,00 23,00

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2010)

Besarnya tarif pungutan ekspor untuk minyak sawit dan minyak inti sawit pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2008, dan Nomor 67/PMK.011/2010 besarnya sama dikarenakan perubahan tarif bea keluar terjadi pada komoditas diluar kelapa sawit dan turunnya diantaranya adalah rotan, kulit, dan kayu serta biji kakao.

Pemerintah kembali mengeluarkan Kebijakan restrukturisasi tarif bea keluar pada tanggal 15 Agustus 2011 yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.011/2011 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 dalam rangka menjamin terpenuhinya kebutuhan bahan baku untuk industri minyak goreng serta menjaga stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri, besarnya tarif bea keluar yang ditetapkan secara progresif dapat dilihat pada Tabel 14.


(40)

Tabel 14. Tarif Bea Keluar Menurut PMK Nomor 128 Tahun 2011

Harga Referensi (US$/Ton) Tarif Pajak Ekspor Minyak Sawit (%)

Tarif Pajak Ekspor Minyak Inti Sawit (%)

Hingga 750 0,00 0,00

751-800 7,50 7,50

801-850 9,00 9,00

851-900 10,50 10,50

901-950 12,00 12,00

951-1000 13,50 13,50

1001-1050 15,00 15,00

1051-1100 16,50 16,50

1101-1150 18,00 18,00

1151-1200 19,50 19,50

1201-1250 21,00 21,00

Lebih dari 1250 22,50 22,50

Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2011)

Berdasarkan KMK dan PMK yang telah disebutkan, besarnya tarif bea keluar yang berlaku untuk komoditas minyak sawit dan minyak inti di Indonesia sejak tahun 1984 hingga tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Kebijakan Tarif Bea Keluar Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia Tahun 1984- 2011

Kebijakan Tanggal Penetapan Besarnya Tarif Minyak Sawit (%) Minyak Inti Sawit (%)

KMK Nomor 47/KMK.011/1984 31/01/1984 5,00 0,00

KMK Nomor 549/KMK.011/1986 20/06/1986 0,00 0,00

KMK Nomor 439/KMK.017/1994 31/08/1994 Progresif 0,00 KMK Nomor 666/KMK.017/1996 03/12/1996 Progresif 0,00

KMK Nomor 300/KMK.01/1997 01/07/1997 5,00 0,00

KMK Nomor 622/KMK.01/1997 17/12/1997 30,00 0,00

KMK Nomor 242/KMK.01/1998 28/04/1998 40,00 35,00

KMK Nomor 334/KMK.01/1998 07/07/1998 60,00 50,00

KMK Nomor 30/KMK.01/1999 29/01/1999 40,00 30,00

KMK Nomor 189/KMK.01/1999 03/06/1999 30,00 20,00

KMK Nomor 360/KMK.01/1999 02/07/1999 10,00 0,00

PMK Nomor 387/KMK.017/2000 12/09/2000 5,00 0,00

KMK Nomor 66/KMK.017/2001 09/02/2001 3,00 0,00

PMK Nomor 92/PMK.02/2005 10/10/2005 3,00 0,00

PMK Nomor 130/PMK.010/2005 23/12/2005 1,50 0,00

PMK Nomor 61/PMK.011/2007 15/06/2007 6,50 6,50

PMK Nomor 94/KMK.011/2007 31/08/2007 Progresif Progresif PMK Nomor 09/PMK.011/2008 04/02/2008 Progresif Progresif PMK Nomor 159/ PMK.011 /2008 30/10/2008 Progresif Progresif KMK Nomor 223/PMK.011/2008 17/12/2008 Progresif Progresif KMK Nomor 67/PMK.011/2010 22/03/2010 Progresif Progresif KMK Nomor 128/PMK.011/2011 15/08/2011 Progresif Progresif Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2011)


(41)

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini menggunakan berbagai literatur untuk memperkuat landasan dalam memecahkan permasalahan, diantaranya artikel, jurnal nasional maupun internasional, serta skripsi maupun tesis. Penelitian mengenai kelapa sawit, minyak sawit, minyak inti sawit, dan produk turunannya telah banyak dilakukan dan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian ini, berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya adalah penelitian Hasan Mohamad et al (2001) , Rina Oktaviani dan Eka Puspitasari (2004), Purwantoro (2008), Dwita Mega Sari (2008), Obado Joseph et al (2009), Agustian dan Hadi (2004), Dady Nurahmat (2011), Novindra (2011), Bachtiar Adella (2010), dan Murphy Denis (2014). Penelitian ini memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya yang disajikan pada Tabel 15.

2.6 Kebaruan Penelitian

Kebaruan penelitian ini yaitu melihat perkembangan ekspor minyak sawit Indonesia ke tiga negara tujuan utama yaitu India, Belanda, dan Singapura serta melihat perkembangan ekspor minyak inti sawit Indonesia ke tiga negara tujuan utama yaitu Malaysia, Belanda, dan Cina. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak sawit Indonesia ke India, Belanda, dan Singapura serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak inti sawit Indonesia ke Malaysia, Belanda, dan Cina.


(42)

Tabel 16. Persamaan dan Perbedaan Antara Penelitian “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia ke Masing-Masing Tiga Negara Tujuan Utama” dengan Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti

Terdahulu Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian 1. Hasan F Mohamad

et al (2001)

Efek Pajak Ekspor Terhadap Daya Saing: Studi Kasus Industri Minyak Sawit Indonesia

1. Menganalisis ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia

1.Menggunakan metode ekonometika dengan mode vector autoregressive (VAR).

Pajak ekspor memberi efek negatif pada daya saing industri minyak sawit Indonesia. Efek dari pajak ekspor tidak langsung muncul, baru pada bulan kedua terlihat dan mencapai puncaknya pada bulan keempat setelah pajak ekspor dikenakan. Lebih jauh, penelitian ini memberikan gambaran bagaimana pajak ekspor mempengaruhi daya saing dan kinerja ekspor serta implikasi dinamis yang relevan apabila kebijakan pajak diterapkan untuk tanaman tahunan. Pemerintah harus berhati-hati ketika mempertimbangkan implementasi atau melakukan perubahan terhadap pajak untuk komoditas ekspor.

2. Rina Oktaviani dan Eka Puspitasari (2004)

Tantangan dan Strategi Produk Pertanian Indonesia Meng-hadapi Era Globalisasi

1. Membahas produk pertanian Indonesia dalam perdagangan global .

1.Penelitian ini mengenai dampak globalisasi, tantangan di era globalisasi, dan strategi menghadapi globalisasi 2.Objek penelitian mengenai

produk pertanian secara luas

Strategi yang dapat dilakukan Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi adalah harmonisasi dan penyelarasan. Perlu pemahaman menyeluruh dan mendalam tentang perjanjian internasional yang sudah diratifikasi dan perlunya keselarasan dengan kebijakan domestik. Perlu dipersiapkan kebijakan dan langkah-langkah pembangunan pertanian tanpa merugikan kepentingan pihak yang belum mampu bersaing. Strategi kebijakan domestik yang dapat dilakukan guna menghadapi tantangan globalisasi yakni pembangunan dan perbaikan infrastruktur.


(43)

Tabel 16. Lanjutan

No. Nama Peneliti

Terdahulu Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian 3. R. Nugroho

Purwantoro (2008)

Sekilas Pandang Industri Sawit 1. Objek penelitian minyak sawit (CPO)

1. Penelitian ini melihat minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel di dunia

Sektor perkebunan telah menjadi sumber devisa utama bagi Indonesia dengan kelapa sawit sebagai ujung tombaknya. Produksi CPO Indonesia di tahun 2007 telah lebih unggul sekitar 1 juta ton dibanding Malaysia. Secara fundamental Indonesia tertinggal sangat jauh dari Malaysia akibat produktivitas yang lebih rendah. Minat untuk terus membuka kebun sawit baru, pada tahun-tahun mendatang akan sangat besar. Ini disebabkan oleh harga CPO di pasar dunia yang masih akan terus naik, mengikuti kenaikan harga minyak mentah di pasar internasional. Selain itu, minyak nabati, terutama CPO akan terus dilirik sebagai bahan biodiesel. 4. Dwita Mega Sari

(2008)

Analisis daya saing dan strategi ekspor kelapa sawit (CPO) Indonesia di pasar internasional

1. Menganalisis ekspor CPO Indonesia di perdagangan internasional dan pangsa pasarnya

2. Melihat strategi yang sebaiknya dilakukan untuk memajukan ekspor kelapa sawit Indonesia

1.Metode yang digunakan RCA (Revealed Comparative Advantages) dan analisis SWOT

2.Mengetahui kelemahan minyak sawit Indonesia, kendala umum dalam produksinya dan pemasarana ekspornya.

Pangsa pasar Indonesia terendah pada tahun 2001 dengan nilai 43 %, sedangkan tertinggi pada tahun 2000 dengan nilai 67.5 %. CPO Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi. Hal ini ditunjukkan nilai RCA yang lebih dari satu. Kendala umum dalam produksi dan pemasaran ekspor CPO Indonesia adalah rendahnya nilai dan mutu CPO Indonesia, regulasi dari pemerintah yang kurang mendukung, produktivitas perkebunan kelapa sawit yang tidak optimal, tingginya biaya ekspor CPO Indonesia, penyelundupan CPO, dan kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung.

2

9


(44)

Tabel 16. Lanjutan No. Nama Peneliti

Terdahulu Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian

5. Obado Joseph et al (2009)

Efek Kebijakan Pajak Ekspor Pada Industri Minyak Sawit Di Indonesia

1.Menganalisis kebijakan pajak ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia

1. Menggunakan metode 2SLS Kebijakan pajak ekspor memiliki dampak yang signifikan terhadap industri CPO di Indonesia. Pajak ekspor menguntungkan konsumen dalam negeri karena mengurangi harga CPO domestik. Dengan kebijakan pajak ekspor pemerintah dapat menjaga kestabilan harga minyak goreng domestik pada saat harga CPO dunia meningkat atau ketika rupiah terdepresiasi. Perlu adanya pembangunan infrastruktur guna membuat produksi CPO Indonesia lebih kompetitif, berdaya saing, dan produktivitas yang tinggi.

6. Agustian dan Hadi (2004)

Analisis Dinamika Ekspor dan Keunggulan Komparatif Minyak Kelapa Sawit di Indonesia

1. Menganalisis ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia ke negara tujuan utama

2. Menganalisis perkembangan ekspor dengan metode tabulasi

1.Menganalisis keunggulan komparatif minyak sawit Indonesia dengan metode Domestic Resources Cost Ratio (DRCR) dan Private Cost Ratio (PCR)

Selama kurun waktu 1996-2001 volume ekspor CPO Indonesia mengalami peningkatan yang pesat sebesar 19,91%. Dari segi negara tujuan ekspornya, tiga negara tujuan ekspor terbesar yaitu India, Belanda, dan Cina. Pajak ekspor CPO secara langsung mempengaruhi harga CPO lokal. Kebijakan tidak adil masih cenderung dilakukan oleh pihak luar negeri seperti ASA dengan mengkampanyekan bahwa CPO mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi yang tidak baik bagi kesehatan. Hal ini sesungguhnya agar minyak nabati dari negara pesaing masuk

2

9


(45)

Tabel 16. Lanjutan

No. Nama Peneliti

Terdahulu Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian 7. Dady Nurahmat

(2011)

Analisis faktor-faktor yang memengaruhi penawaran ekspor CPO Indonesia ke India

1. Menggunakan model ekonometrika regresi linear berganda dengan metode ordinary least square (OLS)

2. Objek penelitian yaitu CPO

1.Hanya menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke India

2.Menganalisis perkembangan ekspor CPO Indonesia ke India

Besarnya ekspor CPO Indonesia ke India dikarenakan telah terjadi pengalihan pasar CPO Indonesia dari Eropa ke Asia. Hal tersebut disebabkan pasar Eropa menginginkan CPO yang sudah diolah misal biofuel, sedangkan Indonesia belum mampu untuk memenuhi keinginan Eropa tersebut. Variabel harga ekspor CPO Indonesia ke India memiliki hubungan negative dengan jumlah ekspornya, hal tersebut disebabkan relatif rendahnya kualitas CPO Indonesia sehingga menyebabkan posisi CPO Indonesia di dunia menjadi lemah dibandingkan negara pesaingnya, seperti Malaysia.

8. Novindra (2011) Dampak Kebijakan Domestik dan Perubahan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Minyak Sawit di Indonesia

1.Objek penelitian yaitu CPO

2.Melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor CPO

1. Menggunakan model ekonometrika 2SLS 2.Menganalisis faktor-faktor

yang mempengaruhi penawaran dan permintaan minyak sawit di pasar domestik

3. Peramalan dampak kebijakan domestik terhadap kesejahteraan pelaku industri minyak sawit Indonesia dan Penerimaan devisa tahun 2012-2016

Pengembangan industri hilir meningkatkan permintaan minyak sawit dan meningkatkan harga yang diterima produsen. Kebijakan Pembatasan ekspor minyak sawit dengan penetapan pajak ekspor minyak sawit sebesar 20 % meningkatkan kesejahteraan netto dan peningkatan kuota domestik memberikan dampak negatif bagi kesejahteraan netto.

2

9


(46)

Tabel 16. Lanjutan

No. Nama Peneliti

Terdahulu Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian 9. Bachtiar Adella

(2010)

Analisis Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Ekspor Komoditas Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil) Indonesia: Kasus Indonesia- India.

1.Membahas ekspor minyak sawit Indonesia ke India

2.Menggunakan Analisis Regresi Linier dengan uji asumsi klasik

1.Menggunakan data sekunder tahun 2000 hingga tahun 2008 berupa data time series berupa data triwulanan.

Pengaruh pergerakan nilai tukar rupiah terhadap ekspor Indonesia dalam komoditi minyak sawit Indonesia-India. Faktor nilai tukar rupiah, harga minyak sawit dunia dan pertumbuhan ekonomi India berpengaruh signifikan dan positif terhadap ekspor minyak sawit Indonesia

10. Murphy J Denis (2014)

Masa depan Kelapa Sawit Sebagai Tanaman Unggulan Global: Peluang dan Tantangan.

1. Membahas Minyak Sawit yang memiliki banyak kelebihan dibandingkan minyak nabati lainnya.

1.Membahas teknis bagaimana cara meningkatkan produksi minyak sawit dengan berbagai metode seperti bibit unggul yang lebih tahan hama dan penyakit tanaman.

Industri minyak sawit akan menghadapi banyak tantangan dimasa depan. Namun, alat untuk mengatasi tantangan-tantangan ini sudah ada dan dapat merubah potensi yang lebih untuk mengubah tanaman ini menjadi sumber makanan bergizi dan produk non-pangan yang bernilai bagi penduduk dunia yang populasinya semakin meningkat. Perlu adanya peningkatan kualitas tanaman kelapa sawit yang tahan terhadap hama dan penyakit untuk membantu memfasilitasi manajemen dan pengolahan guna meningkatkan produksi memenuhi permintaan pasar.

2


(47)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan teori-teori yang digunakan dalam penelitian dan merupakan landasan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian. Kerangka teoritis dalam penelitian ini terdiri atas konsep teori perdagangan internasional, teori penawaran ekspor, dan metode regresi linier berganda.

3.1.1.Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar individu, individu dengan pemerintah, atau antar pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara, karena merupakan salah satu komponen dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Peningkatan ekspor bersih merupakan faktor utama dalam meningkatkan PDB suatu negara. Perdagangan internasional juga merupakan cikal bakal bagi penemuan wilayah baru seperti benua Australia, dan terjadinya penjajahan suatu negara atas negara lainnya (Oktaviani dan Novianti 2009).

Menurut Krugman dalam Oktaviani dan Novianti (2009) menjelaskan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional dikarenakan 2 hal. Pertama, negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale). Perdagangan internasional memungkinkan setiap negara melakukan spesifikasi produksi dan barang-barang tertentu sehingga mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dengan skala produksi yang besar. Adanya perbedaan sumberdaya yang dimiliki oleh setiap negara menyebabkan negara tersebut berusaha menghasilkan produk dengan biaya yang relatif lebih rendah. Perbedaan sumberdaya ini akan menyebabkan perbedaan harga dan akan menentukan keputusan suatu negara untuk melakukan ekspor dan impor (Rahman 2013).


(1)

Lampiran 24. Uji Autokorelasi untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke

Belanda

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.535630 Prob. F(2,16) 0.2454 Obs*R-squared 3.542909 Prob. Chi-Square(2) 0.1701

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 09/27/14 Time: 20:57 Sample: 1990 2011

Included observations: 22

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. HEXPKOIBR -0.003713 0.009327 -0.398134 0.6958 PRPKOI 0.000731 0.016820 0.043478 0.9659 PPKOEXI 715.8182 1405.102 0.509442 0.6174 C 9520.540 27571.80 0.345300 0.7344 RESID(-1) 0.228932 0.290969 0.786794 0.4429 RESID(-2) 0.336240 0.358687 0.937420 0.3625 R-squared 0.161041 Mean dependent var 1.85E-11 Adjusted R-squared -0.101133 S.D. dependent var 59351.03 S.E. of regression 62279.95 Akaike info criterion 25.14367 Sum squared resid 6.21E+10 Schwarz criterion 25.44122 Log likelihood -270.5803 Hannan-Quinn criter. 25.21376 F-statistic 0.614252 Durbin-Watson stat 1.864428 Prob(F-statistic) 0.690698

Lampiran 25. Uji Multikolinearitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit

Indonesia ke Belanda

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 102908.360 26962.693 3.817 .001

HEXPKOIBR .008 .009 .175 .840 .412 .347 2.885 PRPKOI .062 .017 .728 3.662 .002 .381 2.625 PPKOEXI -1655.004 1344.522 -.163 -1.231 .234 .860 1.163 a. Dependent Variable: EXPKOIB


(2)

Lampiran 26. Uji Heteroskedastisitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit

Indonesia ke Belanda

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 2.345393 Prob. F(9,12) 0.0850 Obs*R-squared 14.02623 Prob. Chi-Square(9) 0.1214 Scaled explained SS 11.72160 Prob. Chi-Square(9) 0.2295

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 09/27/14 Time: 20:58 Sample: 1990 2011

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2.83E+09 5.17E+09 0.547646 0.5940 HEXPKOIBR 4825.638 7126.009 0.677187 0.5111 HEXPKOIBR^2 -0.001795 0.001232 -1.456650 0.1709 HEXPKOIBR*PRPKOI 0.005599 0.001754 3.192351 0.0077 HEXPKOIBR*PPKOEXI 795.1439 1274.833 0.623724 0.5445 PRPKOI -10060.94 8561.949 -1.175076 0.2628 PRPKOI^2 -0.003270 0.001973 -1.657403 0.1233 PRPKOI*PPKOEXI 877.9835 526.0962 1.668865 0.1210 PPKOEXI -1.05E+10 9.89E+09 -1.061132 0.3095 PPKOEXI^2 1.05E+08 60307662 1.738295 0.1077 R-squared 0.637556 Mean dependent var 3.36E+09 Adjusted R-squared 0.365722 S.D. dependent var 5.44E+09 S.E. of regression 4.33E+09 Akaike info criterion 47.51894 Sum squared resid 2.25E+20 Schwarz criterion 48.01486 Log likelihood -512.7083 Hannan-Quinn criter. 47.63576 F-statistic 2.345393 Durbin-Watson stat 2.369645 Prob(F-statistic) 0.085038


(3)

Lampiran 27. Hasil Uji Statistik: uji t, uji F, uji koefisien determinasi untuk

Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke Cina

Dependent Variable: EXPKOIC Method: Least Squares Date: 09/27/14 Time: 19:35 Sample (adjusted): 1991 2011

Included observations: 21 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PRPKOI 0.074830 0.008396 8.912053 0.0000 PPKOEXI -1028.496 807.5735 -1.273563 0.2200 LHEXPKOIC 68.62318 39.12809 1.753809 0.0975 C -85053.15 16896.13 -5.033883 0.0001 R-squared 0.902435 Mean dependent var 91897.03 Adjusted R-squared 0.885218 S.D. dependent var 116815.2 S.E. of regression 39576.43 Akaike info criterion 24.17950 Sum squared resid 2.66E+10 Schwarz criterion 24.37845 Log likelihood -249.8847 Hannan-Quinn criter. 24.22268 F-statistic 52.41439 Durbin-Watson stat 1.557368 Prob(F-statistic) 0.000000

Lampiran 28. Uji Normalitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke

Cina

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

-50000 0 50000 100000

Series: Residuals Sample 1991 2011 Observations 21 Mean -5.54e-12 Median -1755.356 Maximum 96586.08 Minimum -63289.39 Std. Dev. 36487.66 Skewness 0.755280 Kurtosis 3.884826 Jarque-Bera 2.681619 Probability 0.261634


(4)

Lampiran 29. Uji Autokorelasi untuk Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke

Cina

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.140762 Prob. F(2,15) 0.8698 Obs*R-squared 0.386873 Prob. Chi-Square(2) 0.8241

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 09/27/14 Time: 19:37 Sample: 1991 2011

Included observations: 21

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PRPKOI -0.000403 0.008939 -0.045119 0.9646 PPKOEXI -48.60566 857.3527 -0.056693 0.9555 LHEXPKOIC -5.693559 45.10311 -0.126234 0.9012 C 2632.397 18821.86 0.139859 0.8906 RESID(-1) 0.134559 0.287050 0.468763 0.6460 RESID(-2) 0.080089 0.320644 0.249775 0.8061 R-squared 0.018423 Mean dependent var -5.54E-12 Adjusted R-squared -0.308770 S.D. dependent var 36487.66 S.E. of regression 41742.43 Akaike info criterion 24.35138 Sum squared resid 2.61E+10 Schwarz criterion 24.64982 Log likelihood -249.6895 Hannan-Quinn criter. 24.41615 F-statistic 0.056305 Durbin-Watson stat 1.733234 Prob(F-statistic) 0.997533

Lampiran 30. Uji Multikolinearitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit

Indonesia ke Cina

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) -85053.15 16896.132 -5.034 .000

LHEXPKOIC 68.623 39.128 .173 1.754 .097 .592 1.688 PRPKOI .075 .008 .848 8.912 .000 .633 1.579 PPKOEXI -1028.496 807.574 -.101 -1.274 .220 .915 1.093 a. Dependent Variable: EXPKOIC


(5)

Lampiran 31. Uji Heteroskedastisitas untuk Ekspor Minyak Inti Sawit

Indonesia ke Cina

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 5.721257 Prob. F(9,11) 0.0044 Obs*R-squared 17.30349 Prob. Chi-Square(9) 0.0442 Scaled explained SS 16.35621 Prob. Chi-Square(9) 0.0598

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 09/27/14 Time: 19:37 Sample: 1991 2011

Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.81E+09 1.32E+09 1.370211 0.1979 PRPKOI 494.1955 1345.132 0.367396 0.7203 PRPKOI^2 -0.001212 0.000416 -2.913679 0.0141 PRPKOI*PPKOEXI 782.2480 276.0328 2.833895 0.0163 PRPKOI*LHEXPKOIC 8.513687 2.205675 3.859902 0.0027 PPKOEXI -7.39E+08 5.90E+08 -1.252342 0.2364 PPKOEXI^2 37799782 14754121 2.561981 0.0264 PPKOEXI*LHEXPKOIC -4053285. 1118676. -3.623288 0.0040 LHEXPKOIC -11173621 3282886. -3.403597 0.0059 LHEXPKOIC^2 4640.905 5283.258 0.878417 0.3985 R-squared 0.823976 Mean dependent var 1.27E+09 Adjusted R-squared 0.679956 S.D. dependent var 2.21E+09 S.E. of regression 1.25E+09 Akaike info criterion 45.03393 Sum squared resid 1.71E+19 Schwarz criterion 45.53132 Log likelihood -462.8562 Hannan-Quinn criter. 45.14187 F-statistic 5.721257 Durbin-Watson stat 1.534786 Prob(F-statistic) 0.004384


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Satria Nugroho, lahir pada tanggal 19 Nopember 1992 di

Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Bapak

Sumarno dan Ibu Endah Trisnowati. Penulis menempuh pendidikan dasar di

Sekolah Dasar Negeri Grogol 03 Pagi. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah

Menengah Pertama Muhammadiyah 12 Grogol. Penulis menamatkan pendidikan

sekolah menengah atas pada tahun 2010 di Sekolah Menengah Atas Negeri 23

Jakarta Barat. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi

Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis diterima di

Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan

Profesi Kemahasiswaan REESA (

Resources and Environmental Economics

Student Association

) sebagai staf

Enterpreneuship

2011/2012 dan staf

Campus

Social Responsibility

2012/2013. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan

seperti

ESLDay

sebagai Kadiv. Logstran, Makrab ESL, sebagai Kadiv. Fotografi,

Desain, dan Dekorasi, Sportakuler sebagai staf divisi sponsorship dan staf divisi

pertandingan, TFGV sebagai ketua pelaksana. Penulis juga pernah menjadi

moderator dalam acara Bedah Film. Penulis juga aktif mengikuti berbagai seminar

nasional dan internasional. Penulis juga aktif mengikuti karya tulis ilmiah tingkat

mahasiswa seperti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan

(PKMK) dan Program Kreativitas Mahasiswa bidang Gagasan Tertulis

(PKM-GT). Penulis merupakan ketua dalam organisasi

Agri Fixed Gear

IPB.