dapat mencapai panjang 90 cm dan umumnya memiliki panjang 50-70 cm Gambar 2.
Sumber : Balai Riset Perikanan Laut 2004.
Gambar 2 Ikan tenggiri Scomberomorus commerson Tubuh ikan tenggiri bagian atas berwarna abu-abu kebiruan dan bagian
bawah putih-keperakan. Pada bagian atas sampai dengan pertengahan badan terdapat beberapa strip berupa garis-garis putus berwarna hitam sepanjang
badan. Sirip-siripnya berwarna kuning kemerahan kecuali strip punggungnya dimana jari-jari kerasnya berwarna putih keabuan Kottelat et al.1993.
Menurut Kottelat et al. 1993 dan Murniyati 2004, habitat ikan tenggiri adalah di perairan pantai, lepas pantai seluruh Indonesia, Teluk Benggala dan
Teluk Siam. Hasil penelitian FAO, ukuran ikan tenggiri pada saat pertama kali matang gonad mencapai 65-70 cm FAO 1983. Beberapa hasil penelitian di
Australia, India dan Afrika menunjukkan bahwa ukuran ikan tenggiri pada saat pertama kali matang gonad adalah 55-80 cm.
2.3 Sistem Bisnis Perikanan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan bahwa semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan
pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran dilaksanakan dalam suatu
bisnis perikanan. Sistem bisnis perikanan terdiri atas sub-sub sistem yang saling terkait untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Istilah bisnis perikanan
merupakan acuan dari kegiatan sistem agribisnis yang banyak diaplikasikan untuk kegiatan-kegiatan di sektor pertanian.
Definisi agribisnis menurut Ditjen Perikanan 1994 adalah semua aktivitas di bidang perikanan yang mencakup konsep dan prinsip menajemen
agribisnis dari segi penyelenggaraan sarana produksi, produksi hingga 3
pemasaran produk yang dihasilkan. Menurut Ditjen Perikanan 1994, secara konseptual sistem agribisnis perikanan terdiri atas beberapa sub sistem, yaitu :
1
Sub sistem penyediaan sarana dan prasarana produksi, teknologi dan pengembangan sumberdaya.
2
Sub sistem usaha perikanan usaha penangkapan ikan.
3
Sub sistem pengolahan. 4 Sub sistem pemasaran.
5 Sub sistem prasarana pelabuhan.
6
Sub sistem pembinaan kelembagaan. Menurut Ditjen Perikanan 1994, sub sistem pengadaan dan penyaluran
sarana produksi mencakup kegiatan perencanaan, pengelolaan ataupun pengadaan sarana produksi teknologi dan sumberdaya perikanan.
Kebijaksanaan yang mengupayakan agar sarana produksi dapat tersedia dengan tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat kualitas dan sesuai dengan
daya beli pembudidaya ikan, disertai dengan pengembangan dan penerapan paket ilmu pengetahuan dan teknologi continue merupakan kebijaksanaan utama
yang menjadi ciri keberadaan sub sistem ini. Sub sistem produksi atau usaha perikanan mencakup kegiatan
pembinaan dan pengembangan usaha perikanan dalam rangka peningkatan produksi primer perikanan. Ruang lingkup kegiatan sub sistem ini diantaranya
perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi dan pola usaha perikanan dalam rangka meningkatkan produksi perikanan.
Sub sistem pengolahan hasil perikanan tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana ditingkat pembudidaya atau nelayan, tetapi mencakup keseluruhan
kegiatan dimulai dari penanganan pasca panen produk perikanan sampai pada tingkat pengolahan lanjut selama bentuk, susunan dan cita rasa komoditas
tersebut belum berubah.
2.4 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Teknologi
2.4.1
Pengelolaan sumberdaya perikanan 2.4.1.1 Pengkajian stok sumberdaya ikan
Sumberdaya ikan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui tetapi terbatas. Sumberdaya tersebut dapat mengalami penipisan
bahkan kemusnahan jika dibiarkan dalam keadaan nirkelola Widodo 2002. 4
Pengkajian biomassa stok ditujukan untuk membuat prediksi kuantitatif tentang reaksi dari populasi ikan yang bersifat dinamis terhadap sejumlah
alternatif pengelolaan dengan menggunakan sejumlah metode dan penghitungan statistik serta matematik. Prediksi kuantitatif misalnya terhadap batas produksi
yang diperbolehkan, resiko yang dapat ditimbulkan oleh penangkapan yang berlebihan overfishing atas sejumlah populasi yang tengah memijah spawning
dan perlunya memberikan kesempatan ikan untuk tumbuh mencapai ukuran tertentu yang diinginkan sebelum dieksploitasi Widodo 2002.
Pendugaan biomassa ikan dipermudah menggunakan suatu model yang dikenal dengan model surplus produksi. Model ini diperkenalkan oleh Graham
tahun 1935, tetapi lebih sering disebut sebagai model Schaefer Sparre and Venema 1999. Tujuan penggunaan model ini adalah untuk menentukan tingkat
upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil
tangkapan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi produktivitas biomassa secara jangka panjang, dan biasa disebut hasil tangkapan maksimum lestari
maximum sustainable yield. Model Schaefer lebih sederhana, karena hanya memerlukan data yang
sedikit, sehingga sering digunakan dalam estimasi biomassa ikan di perairan tropis. Model Schaefer dapat diterapkan apabila tersedia data hasil tangkapan
total berdasarkaan spesies dan catch per unit effort CPUE per spesies serta CPUE berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun
Sparre and Venema 1999. Pertambahan biomassa ikan dalam waktu tertentu di suatu wilayah
perairan merupakan parameter populasi yang disebut produksi. Biomassa yang diproduksi diharapkan dapat menggantikan biomassa yang hilang akibat
kematian, penangkapan maupun faktor alami. Apabila kuantitas biomassa yang diambil sama dengan yang diproduksi, maka perikanan tersebut berada
dalam keadaan seimbang equilibrium Azis 1989. Menurut Schaefer 1954 diacu dalam Fauzi 2006, laju pertumbuhan
populasi merupakan fungsi dari pertumbuhan biomassa yang dipengaruhi oleh ukuran kelimpahan stok x, daya dukung alam k dan laju pertumbuhan
intrinsik r. Laju pertumbuhan alami biomassa ikan yang tidak dieksploitasi atau disebut sebagai fungsi pertumbuhan density dependent growth dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut : 5