Proses pelelangan ikan di PPP dilaksanakan sekali dalam sehari yaitu jam 04.00-05.30 WIB dipimpin oleh seorang juru lelang yang dibantu oleh
seorang juru tulis karcis lelang. Biasanya kegiatan pelelangan berlangsung kurang dari 1 jam. Setelah jam 05.30 tidak dilakukan pelelangan lagi karena
frekuensi pendaratan ikan relatif sedikit dan nelayan lebih memilih untuk menjual ikannya langsung di pasar ikan yang terdekat atau langsung kepada
pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. 2 Pasar ikan fish market
Pasar Ikan atau disebut juga pasar senggol pelabuhan memiliki luas 1.800 m² dan dalam kondisi bangunan masih baik. Pasar ikan digunakan
untuk penjualan produksi hasil perikanan dilengkapi dengan kantor. Kegiatan yang dilakukan di pasar ini relatif sama dengan kegiatan pasar ikan pada
umumnya. Ikan yang dijual di pasar ini seluruhnya berasal dari para nelayan yang menambatkan kapalnya di dermaga PPP Sungailiat. Sebagian besar
penjual yang berada di pasar ini merupakan pedagang pengecer yang berada di PPP Sungailiat.
3 Gedung pabrik es Gedung pabrik es memiliki luas 360 m
2
dengan kapasitas 20 ton per hari dan dalam kondisi baik. Gedung pabrik es beroperasi 10 jam per hari
dengan produksi mencapai 6 ton per hari. Mesin digerakkan oleh kompresor merk hitachi dengan kapasitas 149,4 KCl per jam dan sumber listrik diperoleh
dari generator set deutz 187,5 KVA bergantian dengan generator set deutz 155 KVA. Kondisi gedung ini dalam kondisi baik selain itu juga gedung
dilengkapi oleh cool room dengan kapasitas 100 ton dengan mesin pendingin 15 PK dan generator 20 KW dengan suhu ruangan +10
C. 4 Solar Packed Dealer Nelayan SPDN
SPDN atau lebih dikenal sebagai SPBU memiliki kondisi yang baik dan mempunyai luas bangunan 9 m
2
dengan kapasitas 100 ton dengan tingkat pemakaiannya hingga 11.194 kiloliter. Saat ini SPDN hanya
mempunyai pompa untuk pengisian solar kapal. Kegiatan yang dilakukan pada SPDN ini pada umumnya sama dengan SPDN yang berasal dari PPP
lainnya, yaitu pembagian bahan bakar sesuai dengan jatah yang diperoleh dari nelayan yaitu sekitar 10 liter per hari. Berdasarkan hasil pengamatan
langsung di lapangan, kendala yang dihadapi pada umumnya yaitu masih 96
banyak kebutuhan akan solar digunakan oleh para nelayan yang memiliki usaha sampingan di TI apung.
5 Instalasi air tawar Air tawar diperoleh dari kolong kolam bekas galian timah yang
dialirkan dengan pompa listrik berkekuatan 16 PK melalui pipa dengan diameter 3,5 inch sepanjang 1.600 m
2
ke tangki air dengan luas bangunan 125 m
2
dalam kondisi yang masih baik. Instalasi air tawar setiap hari dipergunakan untuk perbekalan dengan mengambil dari tangki dengan
kapasitas 100 ton dengan debit air 10 liter per menit dengan kondisi air yang bagus walau pun memiliki kandungan timah yang tinggi.
6 Instalasi listrik Penerangan listrik di lingkungan PPP Sungailiat menggunakan
sumber listrik PLN dengan kapasitas 4.800 W, dimanfaatkan untuk fasilitas- fasilitas yang berada di pelabuhan dengan kondisi yang masih baik. Daya
yang dihasilkan tersebut dinilai kurang cukup untuk mendukung aktivitas usaha perikanan di lingkungan PPP Sungailiat.
7 Bengkel Bangunan bengkel memiliki luas 230 m
2
dengan kondisi yang masih baik, terdiri atas 150 m
2
ruangan tertutup dan 80 m
2
teras meja. Peralatan penunjang operasional bengkel terdiri atas mesin bubut, gerinda, las, bor,
gergaji besi dan mesin lainnya yang digerakkan dengan genset berkapasitas 12 KW. Tempat pemeliharaanbengkel yang disediakan oleh
pelabuhan selain berfungsi untuk memperbaiki alat yang rusak juga untuk menyimpan suku cadang dan peralatan penangkapan. Tingkat kegiatan
operasional bengkel masih perlu ditingkatkan mengingat kebanyakan dari jenis kegiatan masih terbatas pada perbaikan dan pekerjaan ringan seperti
bor, las, bubut dan pembuatan peralatan kapal. Sebagian besar orderan yang diterima oleh bengkel yang dikelola PPP Sungailiat tidak hanya
berasal dari nelayan, tetapi juga berasal dari masyarakat di sekitar PPP Sungailiat.
8 Gedung pengemasan dan penyimpanan ikan Gedung pengepakan dan penyimpanan ikan seluas 200 m
2
yang terdiri atas 5 ruang tertutup masing-masing berukuran 3,3 m x 3 m dan
ruang terbuka seluas 155 m
2
masih dalam kondisi cukup baik. Gedung pengepakan dan penyimpanan ikan ini berfungsi sebagai tempat
pengepakan dan penyimpanan ikan yang digunakan oleh para pedagang ikan.
5.2 Pembahasan
Pengembangan usaha perikanan tenggiri di Kabupaten Bangka diarahkan pada peningkatan faktor-faktor baik secara biologi, teknik, ekonomi dalam sub
sistem potensi sumberdaya ikan, sub sistem teknologi, sub sistem mutu, sub sistem pemasaran dan sub sistem kelayakan usaha dan sub sistem
infrastruktrur. Hal tersebut dimaksud agar sistem usaha perikanan yang ada dapat menguntungkan bagi para pelaku usaha dan berkelanjutan. Peningkatan
yang diharapkan yaitu dapat meningkatkan produksi dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya yang ada, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
nelayan serta para pelaku yang terlibat dalam sistem usaha tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan
tenggiri secara sustainable dapat dilakukan dengan mengetahui rejim pengelolaan sumberdaya ikan tenggiri secara optimal dimana secara biologi
pemanfaatan aktual dari tahun 2001-2005 sudah di atas nilai produksi lestari dengan rata-rata effort sebesar 798 trip. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi
pemanfaatan sumberdaya ikan tenggiri sebagian besar telah melampaui batas maksimum lestari, sehingga secara biologi dapat dikatakan bahwa di Perairan
Kabupaten Bangka telah terjadi biological overfishing. Produksi aktual sebesar 17,41 lebih besar dibandingkan pengelolaan
sumberdaya ikan tenggiri secara optimal sebesar 12,71-12,42. Secara ekonomi pemanfaatan sumberdaya ikan tenggiri di Perairan Kabupaten Bangka
khususnya diduga telah terjadi economic overfishing pada kondisi aktual sebanyak 798 trip per bulan lebih besar dibandingkan dengan effort pada
pengelolaan sumberdya perikanan tenggiri secara optimal sebesar 362-383 trip. Pada tingkat discount rate sebesar 10 per tahun produksi optimal untuk
sumberdaya perikanan tenggiri sebanyak 12,71 ton per bulan dengan effort sebesar 378 trip. Jika jumlah effort dikonversi ke dalam jumlah aktual, maka
jumlah unit alat tangkap yang optimal sebanyak 168 unit Tabel 31 dan Lampiran 24.
Tabel 31 Rejim pengelolaan sumberdaya tenggiri secara optimal
Parameter Aktual
Rejim pengelolaan secara optimal Model optimal dinamik
i=10 i=12
i=15 I=18
i=20 h ton
17,41 12,71 12,71
12,71 12,72
12,72 E trip
798 382 382 382 383
383 hE
0,02 0,03
0,03 0,03
0,03 0,03
halat 0,05
0,08 0,08
0,08 0,08
0,08 ∑ alat
320 168
168 168
168 167
Π juta 180,47
22.869,55 19.073,66
15.277,73 12.747,08
11.481,74 Π E
0,23 59,90 49,93 39,96 33,31 29,99
Π∑ alat 0,56 136,13 113,53 90,94 75,88
68,75 Sumber : Hasil analisis 2007.
Pada tingkat discount rate sebesar 20 produksi optimal untuk sumberdaya perikanan tenggiri sebanyak 12,72 ton per bulan, dengan effort
sebesar 379 trip. Jika jumlah effort optimal dikonversi kembali ke dalam jumlah aktual, maka jumlah unit alat tangkap yang optimal adalah 167 unit.
Jika dibandingkan dengan kondisi aktual, maka jumlah alat tangkap tenggiri jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah alat tangkap pada kondisi aktual
yaitu sebanyak 320 unit. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pemanfaatan sumberdaya ikan tenggiri secara optimal yang akan memberikan nilai manfaat
optimal dalam jangka panjang, maka perlu adanya pengurangan jumlah alat yang ada.
Apabila regulasi mengenai pengaturan alat tangkap tidak diiringi dengan adanya upaya restocking terhadap perairan yang ada akan
menyebabkan terjadinya degredasi lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamdan et al. 2006, bahwa pengaturan alat tangkap tidak diiringi
dengan adanya upaya restocking terhadap perairan yang ada akan menyebabkan terjadinya degredasi lingkungan yang berakibat buruk kepada
produksi perikanan. Pengelolaan sumberdaya ikan tenggiri secara optimal dimana secara
teknologi diharapkan tidak lagi menambah unit alat tangkap lagi. Bahkan ke depan untuk alat tangkap ikan tenggiri dapat dilakukan upaya secara bertahap
untuk pengurangan dan pembatasan jumlah alat tersebut, guna memperoleh nilai tangkapan yang optimal dengan rente yang diperoleh juga optimal. Jika
tidak adanya pengendalian dan pengaturan pemanfatan sumberdaya perikanan tenggiri, maka diduga akan menghancurkan sumberdaya yang ada dan
menimbulkan dampak terhadap kelestarian sumberdaya dalam bentuk terjadinya overfishing baik secara biologi maupun secara ekonomi. Hal ini
sesuai dengan pendapat Darmawan 2001, bahwa pembatasan dan pengaturan dilakukan agar tidak menghancurkan sumberdaya yang ada dan
merupakan instrumen yang diperlukan dalam upaya pengelolaan sumberdaya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pemerintah dan otoritas lainnya
memerlukan suatu pedoman dalam pemanfaatan maupun pengelolaannya yaitu Tata Laksana untuk Perikanan yang Bertanggungjawab Code of Conduct for
Responsible Fisheries untuk memberi kelengkapan yang dibutuhkan, secara nasional dalam rangka menjamin pengusahaan sumberdaya hayati perairan
secara lestari yang selaras dan serasi dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rasdani 2004 dan Dirjen Perikanan Tangkap 2002,
bahwa pemerintah atau otoritas lainnya melaksanakan pengelolaan sumberdaya ikan secara terpadu dan terarah, sehingga sumberdaya ikan akan dimanfaatkan
secara berdaya guna dan berhasil guna, dengan cara melakukan pengelolaan secara terpadu yang melibatkan berbagai pihak terkait stakeholders demi
kelestarian sumberdaya ikan beserta lingkungannya. Inti dari CCRF bidang perikanan tangkap akan menjamin sumberdaya
ikan dan lingkungannya secara lestari dengan mengikuti sistem MonitoringPemantauan, ControllingPengendalian, SurveillancePengawasan
MCSE dan Law EnforcementPenegakan Hukum yaitu suatu sistem yang harus ditegakkan dan dijalankan dalam rangka memelihara dan menjaga
kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya di Perairan Indonesia pada umumnya dan Perairan Kabupaten Bangka pada khususnya.
Diharapkan kepada pemerintah daerah melalui dinas terkait, dapat membuat suatu kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
perikanan tenggiri di Kabupaten Bangka secara optimal. Kebijakan yang diambil adalah tidak lagi memberi izin terhadap penambahan dan
pengoperasian alat tangkap yang sudah melebihi kondisi optimal.
Penambahan alat atau armada tangkap dapat dialokasikan untuk
pemanfaatan fishing ground lepas pantai dengan memperluas daerah penangkapan sampai ke luar dari Perairan Kabupaten Bangka, yaitu mencapai
Laut Cina Selatan, Selat Gelasa sampai dengan Perairan Belitung yang merupakan daerah potensial ikan tenggiri. Daerah potensial ini sesuai dengan
yang dilaporkan Martosubroto et al. 1991 dan Balai Riset Perikanan Laut 2004 bahwa wilayah yang memiliki potensi ikan tenggiri di Kawasan Indonesia Barat