Perbuatan melawan hukum dianggap terjadi dengan melihat adanya perbuatan dari pelaku yang diperkirakan memang melanggar undang-undang,
bertentangan dengan hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, atau bertentangan
dengan kepatutan dalam masyarakat baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Namun demikian, suatu perbuatan yang dianggap sebagai perbuatan melawan
hukum ini tetap harus dapat dipertanggungjawabkan apakah mengadung unsur kesalahan atau tidak.
Pasal 1365 KUHPerdata tidak membedakan kesalahan dalam bentuk kesengajaan opzet- dolus dan kesalahan dalam bentuk kurang hati-hati culpa,
dengan demikian hakim harus dapat menilai dan mempertimbangkan berat ringannya kesalahan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan
perbuatan melawan hukum ini, sehingga dapat ditentukan ganti kerugian yang seadil-adilnya.
106
B. Perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan atas perbuatan
melawan hukum dalam pengalihan saham melalui perjanjian jual beli saham
Pasal 1365 KUHPerdata menegaskan, dalam hal seseorang melakukan suatu perbuatan melawan hukum maka dia berkewajiban membayar ganti
kerugian akan perbuatannya tersebut. Dalam tuntutan perbuatan melawan hukum tidak ada pengaturan yang jelas mengenai ganti kerugian tersebut namun
106
Subekti II, Op. Cit., hlm. 56.
sebagaimana diatur dalam Pasal 1371 Ayat 2 KUHPerdata tersirat pedoman yang isinya:
“Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan”.
Pedoman selanjutnya mengenai ganti kerugian dalam PMH kita bisa lihat dalam Pasal 1372 Ayat 2 KUHPerdata yang isinya:
“Dalam menilai suatu dan lain, Hakim harus memperhatikan berat ringannya penghinaan, begitu pula pangkat, kedudukan dan kemampuan
kedua belah pihak, dan pada keadaan”. Rosa Agustina dalam bukunya “Perbuatan Melawan Hukum”
menerangkan bahwa kerugian akibat perbuatan melawan hukum sebagai “scade” rugi saja, beliau juga menerangkan bahwa kerugian dalam perbuatan melawan
hukum menurut KUHPerdata, pihak yang merasa dirugikan dapat meminta kepada si pelaku untuk mengganti kerugian yang nyata telah dideritanya
Materiil maupun keuntungan yang akan diperoleh di kemudian hari Immateriil.
107
Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa kerugian materiil maupun kerugian immateriil. Kerugian materiil dapat terdiri dari
kerugian nyata yang diderita maupun keuntungan yang diharapkan. Berdasarkan yurisprudensi, ketentuan ganti kerugian karena wanprestasi sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 1243 sampai Pasal 1248 KUHPerdata diterapkan secara analogis terhadap ganti kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan
107
http:m.hukumonline.comklinikdetailIt4da27259c45b9di-mana-pengaturan- kerugian-konsekuensial-dalam-hukum-indonesia
? Diakses pada tanggal 7 Maret 2015
hukum. Kerugian immateriil adalah kerugian berupa pengurangan kenyamanan hidup seseorang, misalnya karena penghinaan, cacat badan, dan sebagainya,
namun seseorang yang melakukan perbuatan melawan hukum tidak selalu harus memberikan ganti kerugian atas kerugian immateriil tersebut. Untuk dapat
menuntut ganti kerugian terhadap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum, selain harus adanya kesalahan, Pasal 1365 KUHPerdata juga
mensyaratkan adanya hubungan sebab akibatkausal antara perbuatan melawan hukum, kesalahan dan kerugian yang ada, dengan demikian kerugian yang dapat
dituntut penggantiannya hanyalah kerugian yang memang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum tersebut.
Pentingnya adanya perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan dalam pengalihan saham melalui perjanjian jual beli saham ini tidak terlepas
dengan dianutnya asas kebebasan berkontrak di Indonesia. Asas kebebasan berkontrak memberikan kepada setiap orang hak untuk dapat mengadakan
berbagai kesepakatan sesuai dengan kehendak dan persyaratan yang disepakati oleh kedua belah pihak, dengan syarat-syarat subjektif dan objektif tentang sahnya
suatu perjanjian tetap dipenuhi Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan sistem terbuka, setiap orang dapat mengadakan sembarang perjanjian, bahkan dengan bentuk-
bentuk perjanjian lain dari apa yang termuat dalam KUHPerdata. Keadaan ini kemudian diimbuhi pula dengan catatan bahwa hukum perjanjian itu merupakan
hukum pelengkap, jadi setiap orang dapat saja mengadakan persetujuan dalam bentuk-bentuk lain dari yang disediakan oleh KUHPerdata, sehingga tidak mentup
kemungkinan berbagai penyimpangan yang menjadi unsur terjadinya perbuatan
yang melawan hukum dapat terjadi khususnya mengenai kerugian yang dialami oleh salah satu pihak yang mengikat diri dalam sebuah hukum perjanjian tersebut.
Perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata ini dapat pula digunakan sebagai dasar untuk mengajukan ganti
kerugian atas perbuatan yang dianggap melawan hukum dalam proses pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham oleh pihak yang merasa
dirugikan atas perjanjian jual beli saham tersebut, baik dilakukan penyelesaian sengketa secara litigasi atau melalui pengadilan dengan mengajukan gugatan
maupun penyelesaian sengketa secara non litigasi atau di luar jalur pengadilan, misalnya dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau arbitrase.
Penentuan cara dalam menyelesaikan sengketa terhadap pihak yang merasa dirugikan atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku
dalam proses pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham, tergantung kesepakatan para pihak yang bersengketa, dan biasanya telah
dicantumkan pada perjanjian sebagai klausula tertentu apabila terjadi sengketa dalam proses perjanjian tersebut dikemudian hari. Apabila dalam perjanjian jual
beli semula belum ada kesepakatan mengenai cara penyelesaian sengketanya, maka para pihak tetap harus sepakat memilih salah satu cara penyelesaian
sengketa yang terjadi, apakah secara litigasi atau secara non litigasi. Apabila penyelesaian sengketa yang dipilih adalah secara litigasi, maka
harus diperhatikan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku. Di Indonesia, sesuai dengan ketentuan hukum acara perdatanya, maka suatu perbuatan melawan
hukum harus dibuktikan melalui proses pemeriksaan di lembaga peradilan mulai
dari tingkat pertama Pengadilan Negeri sampai tingkat akhir Pengadilan Tinggi atau mungkin Mahkamah Agung dengan syarat adanya putusan hakim yang telah
memiliki kekuatan hukum yang tetap dan pasti inkracht van gewijsde.
108
Penyelesaian sengketa atas perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham dapat pula
dilakukan secara non litigasi, antara lain: Gugatan yang diajukan didasari dengan ketentuan hukum perdata yaitu
Pasal 1365 KUHPerdata. Selanjutnya dalam proses pembuktian, harus dapat dibuktikan dengan unsur-unsur yang menunjukkan adanya perbuatan melawan
hukum tersebut melalui alat-alat bukti yang diakui dalam Pasal 164 HIR Het Herziene Indonesisch Reglement, baik bukti secara tertulis missal bukti otentik
ataupun dokumen-dokumen yang berhubungan dengan perjanjian jual beli saham yang disepakati tersebut, saksi-saksi termasuk saksi ahli seperti notaris sebagai
pembuat akta pemindahan hak atas saham perseroan dan sebagainya sebagaimana diatur dalam Pasal 153 HIR, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Dengan
demikian hakim akan mendapatkan keyakinan mengenai perbuatan melawan hukum yang terjadi.
109
1. Proses adaptasi atas kesepakatan antara pihak sebagaimana dituangkan dalam
perjanjian jual beli tersebut. Maksud adaptasi ini adalah para pihak dapat secara sepakat dan bersama-sama merubah isi perjanjian yang telah dibuat,
sehingga perbuatan salah satu pihak yang semula dianggap sebagai perbuatan
108
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oerip, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek Bandung: Alumni, 2000, hlm. 156.
109
Maria Kaban, Materi Perkuliahan Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa Medan: USU, 2014, hlm. 7.
melawan hukum pada akhirnya tidak lagi menjadi perbuatan melawan hukum;
2. Negosiasi, yang dapat dilakukan oleh para pihak yang bersengketa , baik para
pihak secara langsung maupun melalui perwakilan dari masing-masing pihak; 3.
Mediasi, merupakan salah satu cara menyelesaikan sengketa di luar pengadilan, dengan perantara pihak ketiga sebagai mediator yang berfungsi
sebagai fasilitator, tanpa turut campur terhadap putusan yang diambil oleh kedua belah pihak yang bersengketa;
4. Konsiliasi, pihak penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan
kesepakatan para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima; 5.
Arbitrase, adalah cara penyelesaian sengketa secara non litigasi, dengan bantuan arbiter yang ditunjuk oleh para pihak sesuai bidangnya. Di Indonesia
sendiri telah ada lembaga khusus arbitrase yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI. Putusan arbitrase memiliki kekuatan hukum yang sama
dengan putusan hakim di pengadilan, dan atas putusan arbitrase ini tidak dapat dilakukan upaya hukum baik banding maupun kasasi karena putusan
arbitrase tersebut bersifat final and binding akhir dan mengikat. Oleh karena itu, perbuatan melawan hukum yang timbul dalam pengalihan
saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham dapat diselesaikan baik secara litigasi ataupun secara non litigasi, sesuai dengan kesepakatan para pihak.
C. Bentuk-bentuk perbuatan melawan hukum dalam pengalihan saham