keadaan tersebut diketahui bahwa untuk terjadinya piercing the corporate veil dipersyaratkan beberapa hal sebagai berikut:
52
1 Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak
terpenuhi; 2
Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-
mata untuk kepentingan pribadi; 3
Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau
4 Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak
cukup untuk melunasi utang perseroan.
D. Klasifikasi Saham
Klasifikasi saham diatur pada Pasal 53 UUPT. Penjelasan pasal ini, yang dimaksud dengan “klasifikasi saham: adalah pengelompokkan saham berdasar
karakteristik yang sama. Salah satu prinsip pokok klasifikasi saham, ditegaskan pada Pasal 53 Ayat 2 UUPT berupa hak yang sama equal right kepada
pemegangnya yakni setiap saham dalam klasifikasi yang sama, memberikan kepada pemegangnya hak yang sama. Undang-undang membolehkan anggaran
dasar perseroan menetapkan 1 satu atau lebih klasifikasi saham. Apabila
52
M. Yahya Harahap II, Op. Cit., hlm. 77.
klasifikasi saham lebih dari 1 satu, Anggaran dasar menetapkan salah satu diantaranya sebagai “saham biasa”.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hanya dikenal satu jenis saham yaitu saham atas nama. Hal ini diatur dalam Pasal 48
Ayat 1, yaitu: saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya dan tidak dikenal lagi adanya saham atas tunjuk sebagaimana pernah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang telah dicabut. Berdasarkan UUPT ditentukan ada beberapa klasifikasi saham,
sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat 4 yang berbunyi : Klasifikasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat 3, antara lain:
53
a. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;
b. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota direksi danatau
anggota dewan komisaris; c.
Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain;
d. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen
lebih dahulu dan pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif;
e. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih
dahulu dan pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan perseroan dalam likuidasi.
53
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab III, Pasal 53.
Selain dari jenis di atas, pada umumnya saham juga diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Saham biasa common share
Pasal 53 ayat 3 UUPT, apabila anggaran dasar menetapkan lebih dari 1 satu klasifikasi saham, harus ditetapkan salah satu di antaranya sebagai “saham
biasa”. Yang dimaksud dengan saham biasa menurut Penjelasan pasal ini adalah:
54
a. Saham yang “mempunyai hak suara” untuk mengambil keputusan dalam
RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan; b.
Mempunyai “hak untuk menerima dividen” yang dibagikan; c.
Mempunyai hak menerima sisa kekayaan hasil likuidasi. Saham biasa adalah suatu sertifikat atau piagam yang memiliki fungsi
sebagai bukti kepemilikan suatu perusahaan dengan berbagai aspek-aspek penting bagi perusahaan. Pemilik saham akan mendapatkan hak untuk menerima sebagian
pendapatan tetapdividen dari perusahaan serta kewajiban menanggung risiko kerugian yang diderita perusahaan. Saham biasa diberikan kepada setiap orang
yang memberikan pemasukan sejumlah uang kepada perseroan. Kepada orang itu diberikan beberapa lembar saham sesuai dengan uang pemasukannya. Pada setiap
saham biasa secara imperatif melekat hak-hak yang disebut di atas. Hak-hak itu, dicantumkan dalam anggaran dasar. Pengaturannya dalam anggaran dasar, boleh
melebihi hak-hak yang disebut di atas.
54
Ibid., Penjelasan Pasal 53 ayat 3.
2. Saham Preferen
Saham preferen adalah saham yang pemiliknya akan memiliki hak lebih dibanding hak pemilik saham biasa. Pemegang saham preferen akan mendapat
dividen lebih dahulu dan juga memiliki hak suara lebih dibanding pemegang saham biasa seperti hak suara dalam pemilihan direksi sehingga jajaran
manajemen akan berusaha sekuat tenaga untuk membayar ketepatan pembayaran dividen preferen agar tidak lengser.
55
Saham ini mempunyai hak lebih dahulu memperoleh bagian dividen dari pemegang saham klasifikasi lain. Misalnya,
kalau pemegang saham biasa menerima dividen 20, maka saham utama lebih dahulu menerima dividen 20 ditambah 5 sehingga menjadi 25.
56
55
Setiap orang yang dapat menjadi pendiri suatu perseroan terbatas dapat menjadi pemegang saham perseroan terbatas. Pendiri adalah mereka yang hadir di
hadapan notaries pada saat akta pendirian perseroan terbatas ditandatangani. Status hukum para pendiri ini akan berubah menjadi pemegang saham pada saat
perseroan terbatas memperoleh status sebagai badan hukum, yaitu pada saat akta pendirian perseroan terbatas tersebut memperoleh pengesahan dari Menteri
Hukum dan HAM. Dengan demikian, berarti pada saat yang bersamaan juga yaitu pada saat perseroan terbatas memperoleh status badan hukum, saham perseroan
sebagai bukti pemilikan pemegang saham dalam perseroan terbatas memperoleh kedudukan dalam hukum.
http:organisasi.orgpengertian-arti-defenisi-saham-biasa-dan-saham-preferen-ilmu- pengetahuan-dasar-investasi-ekonomi-keuangan.html
diakses pada tanggal 25 Maret 2015 pukul 21.45 WIB.
56
M. Yahya Harahap II,, Op. Cit., hlm. 266.
Kepemilikan saham dalam perseroan terbatas dapat diklasifikasikan dalam:
a. Kepemilikan melalui perusahaan kelompok
Perusahaan kelompok dikenal dengan berbagai macam istilah, ada yang menyebut holding company parent company controlling company atau
dikenal pula dengan istilah concern group company. Perusahaan kelompok adalah perusahaan yang bertujuan untuk
memiliki saham satu atau lenih perusahaan lain dan atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut. Pendapat lain menyebutnya sebagai satuan
ekonomi dimana badan-badan hukum perseroan secara organisasi terkait sedemikian rupa sehingga mereka berada di bawah satu pimpinan.
57
Struktur kepemilikan saham dalam perseroan terbatas, dimungkinkan pemilikan saham oleh induk perusahaan ke dalam lebih dari satu anak
perusahaan dan selanjutnya sehingga membentuk suatu kepemilikan Dalam
kedua pengertian tersebut di atas, pada prinsipnya memiliki poin yang sama di dalam aspek ekonomi, dimana adanya perusahaan sentral yang memimpin
anak-anak perusahaan. Perusahaan sentral tersebut disebut juga dengan induk perusahaan parent company controlling company yang kegiatan utamanya
adalah melaksanakan investasi pada anak-anak perusahaan dan selanjutnya mengontrol dan mengawasi kegiatan manajemen anak perusahaan dan juga
mengawasi kegiatan antar anak perusahaan.
57
Munir Fuady, Op. Cit., hal. 83-84.
bertingkat yang pada akhirnya bermuara pada suatu perusahaan kelompok dengan anak perusahaan, cucu perusahaan, dan seterusnya.
Sebagai suatu perusahaan, perusahaan kelompok dapat merupakan perusahaan dengan berbagai macam bentuk persekutuan perdata, firma,
persekutuan komanditer sampai dengan perseroan terbatas. Bentuk-bentuk tersebut bukanlah suatu keharusan, namun dalam praktek bisnis sehari-hari
ditemukan bahwa perusahaan kelompok selalu dibentuk dalam suatu perseroan terbatas. Dengan status hukum perseroan terbatas maka perusahaan
kelompok di Indonesia tunduk kepada UUPT. Pada perusahaan kelompok, hubungan antara induk dan anak perusahaan terjadi karena sebab antara lain,
karena penguasaan saham, karena perjanjian dan dapat juga terjadi karena fakta unipersonal personnya dimana anggota direksi perusahaan anak adalah
juga anggota direksi pada perusahaan induk, sehingga kebijakan dalam menjalankan perseroan ada pada perusahaan induk.
58
Beberapa ketentuan UUPT seharusnya diperhatikan baik oleh induk dan anak perusahaan, yaitu:
59
1 Ketentuan mengenai batas-batas kewenangan dan tangung jawab
direksi, komisaris, dan pemegang saham 2
Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi 3
Ketentuan mengenai kepemilikan saham 4
Ketentuan mengenai treasury stock 5
Ketentuan mengenai perjanjian penjaminan saham dan jual beli saham.
58
Ningrum N. Sirait, Modul Hukum Perusahaan, Program Studi Magister Ilmu Hukum Medan: USU, 2006, hlm. 32.
59
Ahmad Yani Gunawan Widjaja, Op. Cit.,hlm. 154.
b. Kepemilikan piramid oleh Perseroan
Selain kepemilikan melalui holding company seringkali dalam kepemilikan saham perseroan terjadi kepemilikan piramid. Kepemilikan
piramid ini terdiri dari piramid 2 dua tingkat dan piramid 3 tiga tingkat. Dalam piramid 2 dua tingkat, pemegang saham minoritas pengendali
memegang saham pengendali di dalam suatu perusahaan induk holding company yang selanjutnya memegang saham pengendali controlling
company di dalam perusahaan yang menjalankan operasional operating company. Di dalam 3 tiga tingkat, perusahaan induk utama primary
holding company yang selanjutnya memegang kendali atas perusahaan induk sekunder secondary holding company yang selanjutnya memegang kendali
atas perusahaan yang menjalankan operasional operating company.
60
Gunawan Widjaja menyebutkan kepemilikan piramid adalah pengendalian suatu perseroan oleh pemegang saham minoritas dalam suatu
perusahaan sekaligus yang juga merupakan pemegang saham pengendali pada pemegang saham mayoritas perusahaan tersebut. Dengan kata lain,
kepemilikan piramid adalah kepemilikan saham minoritas oleh induk perusahaan pada cucu perusahaan dimana saham mayoritasnya dimiliki oleh
anak perusahaan dari induk perusahaan tersebut. Dalam kepemilikan piramid atau disebut juga piramid holding, tidak ada hubungan kepemilikan hubungan
yang bersilang secara horizontal horizontal cross holding pada saham pengendali yang mempunyai kekuatan pengendali secara terpusat. Karenanya
60
Ibid., hlm. 155.
hak suara yang digunakan untuk mengendalikan kelompok perusahaan tetap didistribusikan ke seluruh anggota grup bukan terkonsentrasi di tangan suatu
perusahaan atau pemegang saham.
61
c. Kepemilikan oleh anak perusahaan
Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 melarang perseroan mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri atau dimiliki oleh
perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan.
62
Kepemilikan langsung atau penguasaan langsung oleh perseroan atas saham-saham miliknya sendiri dapat menciptakan kesewenang-wenangan
dalam perseroan terbatas, oleh karena perseroan terbatas tersebut menjadi tidak dapat lagi dikontrol dan diawasi.
Karena pada prinsipnya pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumuman modal karena kewajiban penyetoran saham sudah
seharusnya dibebankan kepada pihak lain.
63
Di samping itu, menyatunya pemilikan dan pengurusan perseroan di bawah satu kendali, yaitu direksi
sebagai wakil perseroan sebagai pemilik dan direksi sekaligus sebagai organ yang melaksanakan fungsi pengurusan dan perwakilan jelas sangat
bertentangan dengan prinsip Good Corporate Governance, sehingga kepemilikan jenis ini pada umumnya dilarang. Kepemilikan sendiri secara
langsung ini dapat terjadi karena:
64
61
Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham Jakarta: Forum Sahabat, 2008, hlm. 43 Selanjutnya disebut Gunawan Widjaja II.
62
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas, Bab III, Pasal 36.
63
Gunawan Widjaja II, Op. Cit., hlm. 44.
64
Ibid., hlm. 45.
1 Perseroan mengeluarkan sahamnya untuk diambil bagian dan dimiliki
sendiri 2
Perseroan membeli saham dari pemegang saham yang hendak menjual sahamnya
3 Suatu peristiwa atau perbuatan hukum, misalnya merger antara anak
perusahaan dengan cucu perusahaan. Berkaitan dengan konteks pembelian saham, terutama pembelian
kembali saham perseroan, Pasal 37 UUPT menegaskan bahwa hal tersebut masih diperbolehkan dengan ketentuan bahwa:
a Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan
bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan
b Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh
Perseroan berikut gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan atau perseroan lain yang
sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan, tidak melebihi 10 dari jumlah yang ditempatkan dalam perseroan,
kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dan
c Hanya boleh dikuasai perseroan paling lama 3 tiga tahun.
Pembelian kembali saham oleh perseroan tersebut di atas dan atau pengalihannya lebih lanjut hanya dapat dilakukan berdasarkan persetujuan
RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal, dengan ketentuan bahwa keputusan RUPS yang memuat persetujuan tersebut hanya sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan
mengenai panggilan rapat, kuorum, dan persetujuan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam undang-undang
Perseroan Terbatas dan atau anggaran dasar. RUPS dapat menyerahkan kewenangan persetujuan pembelian kembali saham oleh perseroan kepada
dewan komisaris untuk jangka waktu paling lama 1 satu tahun, dan setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. Namun demikian,
penyerahan kewenangan tersebut hanya dapat ditarik sewaktu-waktu oleh RUPS.
d. Kepemilikan silang
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tidak ada mengatur mengenai larangan kepemilikan silang. Larangan yang terdapat dalam Pasal 29 undang-
undang ini adalah larangan kepada perseroan terbatas untuk mengeluarkan saham dengan tujuan untuk dimiliki sendiri dan larangan kepemilikan saham
tersebut juga berlaku bagi anak perusahaan terhadap saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaan. Alasan larangan tersebut berpegang pada prinsip
bahwa pengeluaran saham bertujuan untuk mengumpulkan modal, karenanya kewajiban penyetoran saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain,
65
65
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Bab III, Penjelasan Pasal 29.
dan alasan mengapa anak perusahaan dilarang memiliki saham yang dikeluarkan
oleh induk perusahaan adalah karena anak dan induk perusahaan dianggap
merupakan satu kesatuan bisnis yang tidak dapat dipisahkan kepemilikan di antara mereka baik oleh indik perusahaan maupun anak perusahaan.
Berdasarkan UUPT, kepemilikan silang adalah kepemilikan yang timbul sebagai akibat pengeluaran saham baru untuk dimiliki anak
perusahaan dan atau cucu perusahaan dan seterusnya. Dengan demikian, berarti dari 3 tiga jenis kepemilikan saham perseroan terbatas oleh anak
perusahaan hanya kepemilikan saham yang timbul sebagai akibat pengeluaran saham baru saja yang dilarang dengan tegas.
Kepemilikan saham silang melanggar UUPT, yaitu pada Pasal 36 Ayat 1 yang mengatur larangan kepemilikan saham silang oleh Perseroan
baik secara langsung maupun secara tidak langsung. e.
Kepemilikan Tunggal Pasal 7 Ayat 1 UUPT menyebutkan bahwa perseroan didirikan oleh
dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia, maka diketahui bahwa pada dasarnya perseroan terbatas didirikan
berdasarkan perjanjian yang diperjelas pula dalam Pasal 1 butir 1 UUPT, dimana di dalam perjanjian tersebut minimal terdapat 2 dua orang pihak
yang eksistensinya harus tetap dipertahankan oleh perseroan tersebut selama perseroan berdiri.
Terhadap kemungkinan terjadinya kepemilikan perseroan oleh hanya 1 satu orang pihak atau terjadinya kepemilikan tunggal setelah perseroan
berdiri, jika perseroan yang berdiri belum memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM, maka selama pendiri belum memperoleh pihak
lain sebagai pasangan perjanjiannya, maka ia tidak akan pernah memperoleh pengesahan sebagai badan hukum dan otomatis ia juga dianggap sebagai
usaha perseorangan dengan tanggung jawab pribadi dari satu-satunya pendiri dan atau pihak lain yang mengambil alih seluruh penyertaan pendiri.
Apabila perseroan telah berstatus badan hukum dan pihak pemegang sahamnya menjadi satu orang saja, maka Pasal 7 Ayat 5 UUPT
mengharapkan pemegang saham tersebut dalam waktu paling lama 6 enam bulan terhitung sejak keadaan ia menjadi pemegang saham tunggal, wajib
mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain.
Undang-undang Perseroan Terbatas memungkinkan suatu perseroan yang berbadan hukum dengan satu pemegang saham untuk masa waktu
maksimal 6 enam bulan saja, tetapi ketika keadaan ini terjadi, otomatis tanggung jawab perseroan terbatas akan digantikan oleh tanggung jawab
pribadi pemegang saham terhadap berbagai bentuk kerugian perseroan dan prinsip piercing the corporate veil bagi pemegang saham perseroan berlaku
dalam hal ini, tetapi terhitung sejak lewat masa 6 enam bulan yang diizinkan oleh UUPT.
Konsekuensi lain dari kepemilikan tunggal adalah dapat menyebabkan dibubarkannya perseroan tersebut oleh pengadilan negeri atas permohonan
pihak yang berkepentingan, termasuk kejaksaan untuk kepentingan umum, kepentingan pemegang saham, direksi, dewan komisaris, karyawan perseroan,
kreditur dan atau pemangku kepentingan shareholder lainnya.
Pengecualian terhadap kepemilikan tunggal terdapat dalam ketentuan Pasal 7 Ayat 7 UUPT yang mengizinkan perseroan yang sahamnya dimiliki
oleh negara dan perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian LPP, lembaga lain
sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang pasar modal untuk didirikan oleh satu orang saja, dan tentu saja prinsip piercing the corporate
veil tidak berlaku di sini.
E. Hak Pemegang Saham Atas Saham Yang Dimilikinya Dalam Hal