Kontestasi Etnik Perkotaan LETAK DAN LOKASI PENELITIAN

secara langsung face to face terhadap keberadaan radio konvensional. Radio konvensional yang pada umumnya mengejar rating peringkat dan pemasukan secara ekonomis justru tidak dapat berjalan dalam menyampaikan pesan kebudayaan layaknya siaran streaming etnik karena telah membagi konten siaran sesuai dengan bentuk persaingan media. Kehadiran radio streaming berbasis etnik Tionghoa – 95,9 FM City Radio - Medan dan Karo – Sikamoni membuka suatu peluang penguatan identitas yang berseberangan terhadap kepentingan persaingan media yang selama ini ramai dibicarakan bahkan turut berperan dalam pembentukan konten siaran. Fungsi propaganda yang dihadirkan oleh siaran radio menjadi kekuatan sesungguhnya dari keberadaan siaran radio streaming berbasis etnik, dimana fungsi manifetasi propaganda dipergunakan untuk menyampaikan pesan kebudayaan yang selama ini mendapat porsi sedikit pada siaran radio konvensional. Radio streaming berbasis etnik menghadirkan suatu kenyataan yang faktual dimana konten kebudayaan yang pada umumnya termarjinalkan oleh keadaan persaingan media dan juga dianggap tidak memberikan keuntungan ekonomis yang signifikan justru mendapat tempat pada siaran radio streaming berbasis etnik, dimana sisi penguatan identitas berjalan seiring dengan keuntungan ekonomis yang diperoleh melalui siaran radio streaming etnik.

4.4 Kontestasi Etnik Perkotaan

Konstetasi etnik di Kota Medan pada masa ini berlangsung cukup positif. Sebab perbedaan dianggap menjadi alasan untuk bersatu. Menurut Saifuddin Universitas Sumatera Utara 2011: 208 kontestasi adalah sebuah kata biasa saja dalam bahasa, seperti kata- kata yang lain. Diterjemahkan dari kata constestation dalam bahasa Inggris. Secara harafiah artinya “perlombaan”, akan tetapi ketika digunakan dalam konteks politik, maka maknanya menjadi “pertarungan”. Ada nuansa trik-trik yang lebih keras pada pertarungan daripada perlombaan. Biasanya kita menggunakan kata kontestasi itu untuk keperluan yang lebih populer, yakni “kontes” seperti pada kontes berpakaian, kontes kecantikan, dan kontes-kontes lainnya. Kata kontes dan kontestasi belum banyak menjadi sarosan perhatian selain dari tujuan lomba dan perlombaan itu. Buku Nathan Glazer yang berjudul Beyond Melting Pot 1978 yang membahas hubungan antar etnik di Amerika Serikat, yang merupakan reaksi kritis terhadap keyakinan ilmuan sosial Amerika Serikat bahwa melting pot adalah proses dapat diwujudkan bagi tujuan pembauran masyarakat Amerika Serikat yang majemuk. Pada dasarnya ungkapan untuk menggambarkan masyarakat baru Amerika Serikat pada masa depan. Secara sederhana percampuran itu ibarat mencampur beberapa jenis buah-buahan menjadi jus yang rasanya tidak mirip lagi dengan salah satu jenis buah yang membentuknya. Cara berpikir seperti ini diwujudkan pula dalam kebijakan-kebijakan pemerintah Amerika Serikat, misalnya program asimilasi. Pada tahun 1970-an disadari bahwa program pembauran seperti itu tidak memberikan hasil yang memuaskan. Sosial dan budaya diantara berbagai etnik di Amerika Serikat tetap kuat dan sukar dikomunikasikan. Universitas Sumatera Utara Sementara itu di Kota Medan konsep melting pot tersebut relatif lebih berhasil dari negara pencipta konsep tersebut. Kota Medan menjadi tempat dimana semua kebudayaan melebur menjadi satu. Namun, tetap tidak menghilangkan ciri khas kebudayaan aslinya. Penelitian memperlihatkan siaran radio streaming etnik ini merupakan perwujudan dari konsep melting pot yang berhasil. Persatuan antar etnik tidak harus meleburkan semua etnik yang ada menjadi satu, sebab penonjolan etnik juga merupakan capaian keberhasilan dalam multikulturalisme dan juga fungsi radio streaming etnik yang didapat dari penelitian ini adalah fungsinya sebagai alat penghubung keserasian sosial diantara masyarakat. Mengutip Nathan Glazer 1978 yang mengatakan bahwa tidak melihat bahwa peran dari pemerintah dalam mengusahakan asimilasi bukanlah jalan yang bisa diterima semua etnik. Pencampuran etnik sebaiknya dilakukan sendiri oleh masyarakatnya tersebut dengan mengembangkan rasa penarosan akan pengetahuan mengenai etnis lain di luar kelompoknya. Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Medan pengetahuan akan bahasa etnis lain dapat mendatangkan keuntungan tersendiri dalam kegiatan sehari-hari. Kita ambil contoh ketika dalam kegiatan ekonomi yakni transaksi jual beli.apabila si penjual adalah seorang yang berasal dari etnis Tionghoa maka pembeli yang berasal dari masyarakat pribumi biasanya memanggil penjual Tionghoa tersebut dengan sebutan : Acik, Koko = untuk penjual laki-laki dewasa Cici = untuk penjual permbuan dewasa Universitas Sumatera Utara Hal tersebut dilakukan untuk menimbulkan kesan nyaman pada saat transaksi. Bahkan dalam kasus orang Batak Toba malah sampai penjual memberikan potongan harga karena adanya kedekatan emosional dan cultural seperti satu marga ataupun satu suku. Strategi ini pun sudah dijelaskan oleh Stuart Platner dalam bukunya yang berjudul “Economic Anthropology”, 1989 dalam konsep sliding price nya. Karakter kebudayaan yang berorientasi pada pemujaan kelompok sendiri masih subur di Indonesia. Hingga hari ini kita belum sepenuhnya mampu menumbuh kembangkan nilai-nilai multikultural, yakni nilai-nilai saling menghormati dan menghargai perbedaan. Keanekaragaman yang menjadi ciri dominan bangsa Indonesia rentan konflik. Perlu kita sadari bahwa pluralisme masih menjadi pikiran dominan bangsa kita, dan hal ini barangkali alamiah mengingat ralitas bahwa bangsa kita adalah salah satu yang paling majemuk di dunia. Masyarakat Tionghoa biasanya mendiami hampir seluruh wilayah bisnis di Kota Medan. Banyaknya masyarakat Tionghoa yang mendiami wilayah bisnis perkotaan membuat mereka lekat dengan etnis dengan kemampuan berbisnis yang tinggi, ini yang sering menimbulkan kecemburuan sosial. Wilayah ini pula lah yang biasanya paling sering menjadi pendengar radio Mandarin. Dengan penduduk daerah perkotaan yang sudah didominasi oleh etnis Tionghoa dan ditambah lagi banyak diantara mereka yang mendengarkan radio bernuansa etnik menambah kesan “pecinan” yang luar biasa. Hal tersebut tentu memperkuat identitas mereka sebagai masyarakat Tionghoa. Universitas Sumatera Utara

4.5 Permasalahan yang ada pada Radio Streaming Etnik