pembaca melihat fakta sebagaimana yang dilihat pengarang dan merasakan pengalaman seperti yang dirasakan pengarang Nurgiyantoro 2000:25.
Penelitian ini akan digunakan sarana cerita yang mengangkut sudut pandang, gayabahasa seperti apa yang akan diuraikan di bawah ini.
2.2.3.1 Sudut Pandang
Sudut pandang atau pusat pengisahan dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan, atau dari posisi mana siapa peristiwa dan tindakan itu
dilihat. Demikian pemilihan bentuk persona yang dipergunakan, disamping perkembangan cerita dan masalah yang diceritakan, juga kebebasan dan keterbatasan,
ketajaman, ketelitian, dan keobjektifan terhadap hal-hal yang diceritakan Nurgiyantoro, 2000:146. Menurut Aminudin 1987:90, sudut pandang adalah cara
pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkan. Sudut pandang diartikan posisi pengarang dalam suatu cerita, atau cara pengarang memandang suatu
cerita Hayati 1990:12. Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000:248 menyatakan bahwa sudut pandang
menyaran pada sebuah cerita yang dikisahkan. Merupakan cara dan pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan
berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat yang secara
langsung dipilih oleh pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
Menurut Suharianto 2005:25 suatu cerita hakikatnya adalah lukisan perikehidupan manusia yang ditampilkan melalui tokoh-tokoh tertentu. Untuk
menampilkan cerita tentang perikehidupan tokoh itu, pengarang akan menentukan siapa orangnya dan berkedudukan sebagai apa pengarang dalam cerita tersebut. Siapa
yang bercerita itulah yang disebut pusat pengisahan atau sudut pandang. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat diselaraskan bahwa sudut
pandang merupakan suatu cara pengarang untuk menyampaikan atau menyajikan tokoh. Melalui sudut pandang pengarang menyampaikan makna karya artistiknya
agar selalu berhubungan dengan pembacanya. Ada beberapa jenis sudut pandang atau pusat pengisahan, Suharianto 2005:
25-26 membagi pusat pengisahan menjadi empat, yaitu sebagai berikut: 1.
Pengarang sebagai pelaku utama cerita, dalam cerita dengan jenis pusat pengisahan ini, tokoh akan menyebutkan dirinya sebagai “aku”. Seakan-akan
cerita tersebut merupakan kisah atau pengalaman diri pengarang. 2.
Pengarang ikut bermain tetapi bukan sebagai pelaku utama. Dapat dikatakan sebenarnya cerita tersebut merupakan kisah orang lain tetapi pengarang
terlibat di dalamnya. 3.
Pengarang serba hadir. Terkait hal itu, dalam cerita dengan pusat pengisahan jenis ini pengarang tidak berperan apa-apa pelaku utama cerita tersebut
orang lain, dapat “dia” atau kadang-kadang disebut namanya, tetapi pengarang serba tahu apa yang akan dilakukan atau bahkan apa yang ada
dalam pikiran pelaku cerita.
4. Pengarang peninjau. Pusat pengisahan jenis ini hampir sama dengan jenis
pengarang serba tahu. Bedanya pad cerita dengan pusat pengisahan jenis ini, pengarang seakan-akan tidak tahu apa yang akan dilakukan pelaku cerita
atau apa yang ada dalam pikirannya. Pengarang sepenuhnya hanya mengatakan atau menceritakan apa yang dilihat saja.
Sudut pandang atau point of view dalam praktiknya, sering dijumpai karya fiksi yang menggunakan lebih dari sebuah sudut pandang campuran, bahkan ada pula
yang menggunakan lebih dari sebuah sudut pandang. Terkait dengan hal tersebut, sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, ataupun siasat yang
sengaja dipilih oleh pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Nurgiyantoro 2000:256, mengemukakan pembedaan sudut pandang
berdasarkan pembeda umum yang dilakukan orang, yaitu persona tokoh cerita, persona orang ketiga
“dia” dan persona orang pertama “aku”. Pengisahan cerita yang menggunakan persona orang ketiga “dia”, narator adalah seseorang yang berada
di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka.
Pengisahan cerita yang mempergunakan sudaut pandang persona pertama “aku”, pengarang ikut terlibat dalam cerita Nurgiyantoro, 2000:262. Tokoh “aku”
tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadarannya diri sendiri, mengisahkan peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami dan dirasakan, serta sikapnya
terhadap tokoh lain kepada pembaca. Meredith dan Fitzgerald dalam Nurgiyantoro
2000:262 mengungkapkan bahwa persona pertama adalah sudut pandang yang bersifat internal, maka jangkauannya terbatas.
Sudut pandang campuran digunakan pengarang yang menggabungkan antara persona pertama dan ketiga, antara
“aku” dan “dia” sekaligus. Campuran “aku” dan “dia” terjadi secara bergantian, mula-mula cerita dikisahkan dari sudut “aku” terjadi
pergantian ke “dia”, namun kemudian kembali lagi ke “aku” Nurgiyantoro,
2000:268. Sudut pandang di dalam sarana cerita telah diuraikan seperti yang ada di atas, kemudian akan dibahas tentang GayaBahasa.