peristiwanya dilukiskan secara tidak beruntun. Alur balik dapat menggunakan teknik gerak balik backtracking, sorot balik flashback, atau campuran.
Berdasarkan kriteria jumlah, alur dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda, alur tunggal hanya mengikuti perjalanan hidup seorang tokoh utama
protagonis yang berupa super hero. Alur ganda terdapat lebih dari seorang tokoh yang dikisahkan perjalanan hidup, permasalahan, dan konfliknya. Setelah diuraikan
mengenai plot atau alur tersebut di atas, maka selanjutnya akan dibahas mengenai setting latar.
2.2.1.3 Setting Latar
Latar merupakan tempat, saat, dan keadaan sosial yang menjadi wadah tempat tokoh melakukan dan dikenai sesuatu kejadian. Latar bersifat memberikan
“aturan” permainan terhadap tokoh. Latar akan mempengaruhi tingkah laku dan cara berfikir tokoh, dan karenanya akan mempengaruhi pemilihan tema Nurgiyantoro
2000:75. Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005, menyatakan arti latar adalah
keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan di karya sastra. Suharianto 2005:22 menyatakan hal yang sama bahwa latar adalah tempat atau
waktu terjadinya cerita. Suatu cerita hakikatnya tidak lain adalah gambaran peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa oran tokoh pada
suatu waktu di suatu tempat. Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan Abrams dalam Nurgiyantoro 2000:216. Stanton 2007:35 mengartikan latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah
peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.
Stanton dalam Nurgiyantoro 2000:216 mengelompokkan latar, bersama dengan tokoh dan plot, ke dalam fakta cerita sebab ketiga hal inilah yang akan
dihadapi, dan diimajinasikan oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita fiksi. Atau, ketiga hal inilah yang secara konkret dan langsung membentuk cerita: tokoh
cerita adalah pelaku dan penderita kejadian-kejadian yang bersebab akibat, dan itu perlu pijakan, di mana dan kapan.
Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu
yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca yang demikian, merasa dipermudah untuk “mengoperasikan” daya imajinasinya, di samping dimungkingkan
untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar Nurgiyantoro 2000:217.
Latar tempat, berhubung secara jelas menyaran pada lokasi tertentu, dapat disebut sebagai latar fisik pshysical setting. Latar yang berhubungan dengan waktu,
walau orang mungkin keberatan, tampaknya juga dapat dikategorikan sebagai latar fisik sebab ia juga dapat menyaran pada saat tertentu secara jelas
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat diselaraskan arti setting atau latar yaitu waktu ataupun tempat yang terjadi dalm sebuah cerita yang merupakan
lukisan peristiwa yang menimpa tokoh. Menurut Nurgiyantoro 2000:227-236 mengenai pembagian Latar. Unsur
latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan
dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
1. Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin
berupatempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas.
Penggunaan latar
tempat dengan
nama-nama tertentu
haruslah mencerminkan, atau paling tidak tak bertentangan dengan sifat dan keadaan
geografis tempat yang bersangkutan. Untuk dapat mendeskripsikan suatu tempat secara meyakinkan, pengarang
perlu menguasai medan. Pengarang haruslah menguasai situasi geografis lokasi yang bersangkutan lengkap dengan karakteristik dan sifat khasnya. Tempat-tempat
yang berupa desa, kota, jalan, sungai, laut, gubug reot, rumah, hotel, dan lain-lain tentu memiliki ciri-ciri khas yang menandainya.
2. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Maslah “kapan” tersebut
biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap
waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk mencoba masuk ke dalam suasana cerita.
Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang diketahuinya yang berasal dari luar cerita yang bersangkutan. Adanya
persamaan perkembangan dan atau kesejalanan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani pembaca seolah-olah cerita itu sebagai sungguh-sungguh ada dan
terjadi. Latar waktu dalam fiksi dapat menjadi dominan dan fungsional jika digarap
secara teliti, terutama jika dihubungkan dengan waktu sejarah. Namun, hal itu membawa juga sebuah konsekuensi, sesuatu yang diceritakan harus sesuai dengan
perkembangan sejarah. 3.
Latar Sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial menyaran di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup
yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual seperti dikemukakan sebelumnya. Di samping itu, latar
sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dapat disimpulkan bahwa latar sosial bersangkutan dengan kehidupan masyarakat yang diceritakan yang berhubungan
denagn status sosial tokoh yang dimana suasana kedaerahan tentang kehidupan sosial masyarakat terlihat dalam sebuah cerita.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat diketahui bahwa setting atau latar merupakan keterangan yang menunjukkan suatu tempat, waktu dan suasana yang
terjadi dalam sebuah cerita yang meliputi fakta di atas, kemudian akan dijelaskan mengenai tema.
2.2.2 Tema
Tema dalam sebuah karya sastra sastra, fiksi, hanyalah merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun cerita yang lain, yang secara bersama membentuk
sebuah kemenyeluruhan. Bahkan sebenarnya, eksistensi tema itu sendiri amat bergantung dari berbagai unsur yang lain. Hal itu disebabkan tema yang notabene
“hanya” berupa makna atau gagasan dasar umum suatu cerita, tak mungkin hadir tanpa unsur bentuk yang menampungnya. Tema sebuah cerita tidak mungkin
disampaikan secara langsung, mel ainkan “hanya” secara implisit melalui cerita
Nurgiyantoro, 2000:74.