BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Cerita diciptakan oleh pengarang dengan menggunakan unsur-unsur atau struktur. Unsur-unsur pembangun sebuah cerita yang kemudian secara bersama
membentuk sebuah kesatuan. Secara garis besar berbagai macam unsur tersebut secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, walaupun pembagian ini
tidak benar-benar pilah. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang sering dibicarakan maupun dibahas dalam rangka
mengkaji atau membicarakan cerita misteri atau karya sastra pada umumnya. Pengkajian struktur dalam sebuah cerita dimaksudkan agar para pembaca
lebih mudah memahami maksud atau pesan dari pengarang, karena pengarang menulis suatu cerita jelas bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang lain.
Unsur intrinsik intrinsic adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya
sastra, unsur-unsur secara nyata akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah cerita adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta
membangun cerita. Keterpaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat cerita berwujud atau hidup.
Segi intrinsik karya fiksi itu sendiri mencakup berbagai unsur, yang antara satu dengan yang lain saling berjalin secara koherensif dan mesra sehingga
1
membentuk satu kesatuan yang harmonis. Sebuah karya sastra yang jadi adalah sebuah totalitas, sebuah kesatupaduan yang jauh lebih bermakna daripada unsur-
unsur pembentuknya secara sendiri dan terpisah. Unsur ekstrinsik extrinsic adalah unsur-unsur yang berada di luar karya
sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih khusus unsur ekstrinsik dapat dikatakan sebagai
unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap kesatuan
bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik sebuah cerita haruslah tetap dipandang sebagai suatu yang penting.
Cerita dituliskan oleh pengarang menggunakan unsur-unsur cerita baik itu tema, tokoh dan penokohan, plot, latar, sudut pandang, maupun pesan sehingga
menjadi suatu karangan yang indah dan menarik untuk dibaca. Setelah dicoba dijelaskan bagaimana fungsi-fungsi masing-masing unsur itu
dalam menunjang makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antar unsur itu sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu,
misalnya bagaimana hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lain, kaitannya dengan pemplotan yang tak selalu kronologis, kaitannya dengan tokoh dan
penokohan, dengan latar dan sebagainya. Karya sastra merupakan suatu rekaan pada hakikatnya adalah suatu struktur.
Pengertian struktur berarti, bahwa karya sastra menjadi suatu keseluruhan sebuah unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra itu sendiri. Teeuw 1984:38
menegaskan bahwa kesatuan struktural mencakup setiap bagian dan sebaliknya bahwa setiap bagian menunjukan kepada keseluruhan dan bukan yang lain. Struktur
karya sastra itu dibangun oleh unsur-unsur yang membangun karya sastra sehingga merupakan satu kesatuan, di mana unsur-unsur tersebut terbagi menjadi tiga yaitu,
fakta cerita, tema, dan sarana cerita. Fakta cerita meliputi tokoh penokohan, alur, dan setting atau tempat, sedangkan sarana cerita meliputi adanya sudut pandang dan gaya
bahasa. Karya sastra bersifat dulce et utile yang mempunyai arti menyenangkan dan
bermanfaat. Didalam karya sastra harus menarik dan merangsang rasa keingin tahuan. Pembaca bukan hanya ingin tahu kelanjutan cerita, tetapi mungkin juga ingin tahu
sarana yang digunakan pengarang untuk membuat cerita menjadi hidup dan bermanfaat. Sarana itu sendiri dapat ditemukan didalam setiap cerita jika kita ingin
membaca karya sastra dengan cermat dan teliti. Dengan memperhatikan siapa tokoh yang terdapat dalam cerita, apa saja peristiwa yang dialaminya, dimana peristiwa itu
terjadi, bagaimana terjadinya peristiwa tersebut, dan sebagainya. Penulis membaca sambil mengkaji dan menganalisis cerita, melalui analisis. Penulis menjadi tahu dan
paham tentang permasalahan dalam cerita tersebut, tentu saja cerita misteri tersebut tidak cukup dibaca satu kali melainkan harus berulang-ulang. Pengkajian cerita juga
membantu pembaca memahami bagaimana cara pengarang mengungkapkan batinnya secara kreatif, sebaliknya pengkajian juga membantu pengarang mengembangkan
kreatifitas mengarang.
Dalam konteks khasanah kesusastraan Jawa tedapat sebuah jenis cerita yang umunnya berupa cerita misteri,
“Alaming Lelembut” sebagai karya fiksi, maka cerita tersebut bisa dilihat dari berbagai aspek atau unsurnya. Selain menempatkan cerita ini
sebagai karya fiksi cerita misteri juga merupakan salah satu bentuk karya sastra yang berupa rekaan, yang berasal dari imajinasi pengarangnya yang kemudian dituangkan
dalam bentuk cerita-cerita. Seorang pengarang menulis dengan tujuan agar tulisannya itu dibaca oleh orang lain, yang kemudian dari pembaca tersebut dapat mengetahui
dan memahami isi pesan yang disampaikan oleh pengarang. Selain itu juga dapat menambah pengetahuaannya tentang struktur dalam suatu cerita, dan juga tentang
pola kehidupan suatu masyarakat yang disampaikan pengarang melalui cerita. Di antara majalah berbahasa Jawa yang hingga sekarang masih terbit adalah
majalah Panjebar Semangat. Majalah Panjebar Semangat terbit mingguan di Surabaya, Jawa Timur. Terbit setiap satu minggu sekali, yaitu khusus hari sabtu.
Panjebar Semangat diterbitkan pertama kali tahun 1933 oleh dr. Soetomo, pendiri Boedi Oetomo. Cerita misteri Alaming Lelembut merupakan salah satu rubrik di
majalah Panjebar Semangat. Rubrik ini berupa tulisan yang menceritakan kisah-kisah yang misterius atau
biasa disebut dengan kisah yang menyeramkan. Cerita misteri lebih mengarah pada kejadian-kejadian gaib yang terjadi di suatu tempat. Biasanya di dalam cerita misteri
muncul keanehan, setan, hal gaib atau makhluk halus lainnya. Alaming Lelembut “khas”, berada antara fiksi dan nonfiksi. Sering benar-benar terjaga atau nyata. Di
majalah lain, ada rubrik seperti Alaming Lelembut yaitu pada majalah Djaka Lodang
yang disebut dengan Jagading Lelembut dan pada majalah Jaya Baya yang disebut dengan Cerita Misteri.
Penulis memilih sebelas cerita misteri Alaming Lelembut pada majalah Panjebar Semangat, sebagai bahan penelitian didasari atas beberapa alasan, yaitu:
cerita yang terkumpul dari majalah Jawa Panjebar Semangat menggunakan bahasa Jawa yang bahasanya mudah dipahami, khususnya oleh para pecinta cerita-cerita
misteri, jika dilihat dari struktur ceritanya, cerita misteri Alaming Lelembut sangat kompleks dan beragam, secara umum bahasa yang digunakan oleh pengarang adalah
bahasa Jawa ngoko, terdapat nilai-nilai atau amanat dalam setiap cerita yang dapat diambil hikmahnya dan dapat ditiru dalam kehidupan sehari-hari, cerita yang
terkumpul pengarangnya berbeda-beda, sehingga dapat mengetahui perbedaan dalam penggunaan struktur cerita dari masing-masing pengarang. Dengan mengangkat cerita
misteri Alaming Lelembut yang termuat pada majalah Panjebar Semangat sebagai bahan penelitian diharapkan para pembaca nantinya dapat menggunakan sebagai
bahan renungan dalam mengambil sikap jika mendapati kejadian sebagaimana yang dipaparkan dalam cerita misteri Alaming Lelembut yang termuat pada majalah
Panjebar Semangat . Berdasarkan uraian di atas, penulis mengambil judul “Struktur
Dalam Cerita Misteri Alaming Lelembut pada Majalah Panjebar Semangat”.
1.2 Rumusan Masalah