2000:262 mengungkapkan bahwa persona pertama adalah sudut pandang yang bersifat internal, maka jangkauannya terbatas.
Sudut pandang campuran digunakan pengarang yang menggabungkan antara persona pertama dan ketiga, antara
“aku” dan “dia” sekaligus. Campuran “aku” dan “dia” terjadi secara bergantian, mula-mula cerita dikisahkan dari sudut “aku” terjadi
pergantian ke “dia”, namun kemudian kembali lagi ke “aku” Nurgiyantoro,
2000:268. Sudut pandang di dalam sarana cerita telah diuraikan seperti yang ada di atas, kemudian akan dibahas tentang GayaBahasa.
2.2.3.2 Gaya Bahasa
Gaya dalam istilah sastra yaitu cara pengarang untuk menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta
mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intertektual dan emosi pembaca Aminuddin, 2002:72. Keraf 2010:112-113 menjelaskan stile
atau gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis.
Peran bahasa dalam suatu cerita sangat penting. Bisa dikatakan pula bahwa bahan bahku sastra adalah bahasa. Semua unsur cerita dapat dipahami apabila telah
disampaikan dengan bahasa. Bahasa bukan hanya berfungsi sebagai alat penyampai maksud pengarang, melainkan juga sebagai penyampai perasaannya Suharianto
2005:26. Menurut Wijayanyo 2005:84 dijelaskan bahwa gaya bahasa adalah cara pengarang mempergunakan bahasa untuk menghasilkan karya sastra. Cara pengarang
mempergunakan bahasa dalam sastra bermacam-macam, misal dengan majas, diksi, dan tindak ujar yang tersirat dalam dialog antar tokoh, dll. Cara khas yang dilakukan
oleh pengarang semata-mata untuk membamgkitkan suasana atau menimbulkan perasaan tertentu, sehingga pembaca akan memberikan tanggapan dalam pikiran
pembacanya. Semua cara khas yang dilakukan oleh pengarang menjadi salah satu karya sastra indah dan bernilai seni.
Sejalan dengan uraian pengertian gaya tersebut, Scharbach dalam Aminuddin 1987:72 menyebutkan bahwa “gaya sebagai hiasan, sebagai sesuatu yang
suci, sebagai sesuatu yang indah dan lemah gemulai, serta segi perwujudan mansuia itu sendiri”. sementara itu menurut Aminuddin 1987:72 gaya mengandung
pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuasakan makna dan suasana
yang dapat menyentuh daya intertektuali dan emosi pembaca. Terkait dengan pendapat di atas, gaya bahasa tidak hanya menginformasikan
kepada pembaca mengenai keadaan tokoh tetapi juga mengajak pembaca untuk merasakan seperti apa yang dirasakan oleh tokoh. Pengarang akan senatiasa berusaha
mempergunakan kata-kata yang tepat. Artinya pengarang akan selektif terhadap setiap kata yang akan dipergunakan dalam menyusun kalimat sehingga menghasilkan
kalimat yang mampu mewadahi apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh pelaku cerita. Gaya bahasa adalah cara membentuk atau menciptakan bahasa sastra dengan
menggunkan ungkapan-ungkapan, dan imaji-imaji yang tepat untuk memperoleh kesan estetik. Gaya bahasa juga merupakan alat yang digunakan pengarang dalam
mencapai tujuan. Jika ingin menganalisis gaya dalam cerita rekaan berarti kita menganalisis bentuk verbal cerita rekaan tersebut , seperti bagaimana pengarang
memilih diksi, imaji, susunan kata, dan kalimatnya. Gaya bahasa termasuk pembawaan pribadi pengarang yang bersangkutan sehingga gaya pengarang yang satu
tidak akan sama dengan pengarang yang lainnya. Lebih lanjut, Keraf 2010:140 memilah dan menggolongkan gaya bahasa di
dalam sebuah karya sastra menjadi seperti berikut: 1.
Personifikasi yaitu gaya bahasa kias yang menggambarkan benda-enda mati yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.
2. Perumpamaan yaitu gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang
berlainan dianggap sama. Majas ini biasanya menggunakan kata seperti, bagaikan, laksana, bak, dan sebagainya.
3. Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme.
Biasanya mengandung acuan yang menyatakan kepahitan dan celaan yang getir. Sebagai contoh adalah “menggigit bibir karena marah”.
4. Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara
langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Misalnya: bunga bangsa, buaya darat, cindera mata, buah hati, dll.
5. Alusio adalah gaya bahasa semacam acuan yang menyugestikan atau
menghubungkan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. 6.
Hiperbola yaitu semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal.
7. Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran
dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi di yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama.
2.3 Kerangka Berpikir
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana struktur cerita misteri Alaming Lelembut yang ada di majalah Jawa Panjebar Semangat tahun 2010.
Alasan mengambil penelitian karena ingin tahu bagaimanakah struktur cerita misteri di majalah Jawa Panjebar Semangat tahun 2010
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori strukturalisme, teori ini memandang karya sastra sebagai sebuah struktur yang unsur-unsurnya atau
bagian-bagiannya saling berjalin erat, saling menentukan keseluruhan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan objektif dalam metode struktural, pendekatan
objektif adalah pendekatan yang erat kaitannya dengan teori sastra yang menggunakan konsep dasar struktur.
Kerangka berfikir pada penelitian ini akan menganalisis struktur cerita misteri Alaming Lelembut yang mempunyai unsur fakta, tema, dan sarana cerita.