Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

Pendahuluan merupakan kajian pertama dalam penelitian. Pada pendahuluan memuat tentang latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Pembahasan lebih mendalam mengenai bab pendahuluan akan diuraikan dalam penjelasan dibawah ini.

1.1 Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 20 Pasal 3 Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 berisi tentang tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Pasal 3 Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 yaitu supaya potensi peserta didik berkembang menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab SPN 2003: 68. Potensi peserta didik dapat berkembang melalui tahap perubahan berkesinambungan yang membutuhkan proses dalam jangka waktu tertentu. Hurlock E.B. dalam Soeparwoto 2007: 3 menyatakan bahwa “Perkembangan dapat didefinisikan sebagai deretan progresif dari perubahan yang teratur dan koheren”. Progresif menandai bahwa perubahannya terarah, membimbing mereka maju, dan bukan mundur. Teratur dan koheren menunjukan hubungan yang nyata antara perubahan yang terjadi dan yang telah mendahului atau mengikutinya. 2 Pendapat di atas mengungkap adanya hubungan antara perkembangan dengan proses yang dialami seseorang ketika melakukan kegiatan belajar. Hubungan perkembangan dengan proses belajar dapat dilihat dari isi yaitu tentang apa yang akan berkembang berkaitan dengan perbuatan belajar. Perkembangan dalam perbuatan belajar mengandung proses perubahan yang membimbing dan bersifat maju. Keterkaitan di atas diperkuat dengan definisi belajar menurut Morgan Suprijono 2011: 3 yang menyatakan “Learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of past expeience Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman”. Perubahan perilaku di atas terjadi dalam proses belajar. Proses belajar merupakan proses berkembangnya potensi peserta didik yang berlangsung dalam satuan pendidikan formal untuk pendidikan dasar yaitu Sekolah Dasar SD. SD merupakan tempat berlangsungnya transfer ilmu dari guru kepada peserta didik. Ilmu yang peserta didik dapatkan harus mampu tersampaikan dengan benar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam hal ini, ilmu merupakan materi-materi yang terkandung dalam mata pelajaran yang ada di SD. Mata pelajaran yang ada di SD terdiri dari Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam IPA, Ilmu Pengetahuan Sosial IPS, Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan PKN, Bahasa Daerah, Seni Budaya dan Keterampilan SBK. Ketujuh mata pelajaran di atas, terdapat salah satu mata pelajaran yang hingga kini dikenal sulit, yaitu Matematika. Pembelajaran matematika di SD banyak bergantung pada model dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru terlebih untuk menanamkan pemahaman sebuah konsep kepada peserta didik. Salah satu materi yang membutuhkan pemahaman mendalam dari peserta didik yaitu materi mengenai goemetri 3 khususnya sifat dan jaring-jaring kubus dan balok di kelas V semester 2. Pemahaman mengenai materi tersebut memerlukan keterlibatan benda konkret yang bertujuan untuk memudahkan peserta didik dalam menunjukkan mana yang merupakan sifat dan jaring-jaring kubus dan balok dan mana yang bukan. Berdasarkan pengamatan dan wawancara peneliti dengan guru kelas V SD Negeri 1 Purbalingga Kidul, ibu Indri Wahyuni, S. Pd. SD, dalam pembelajaran sifat dan jaring-jaring kubus dan balok belum pernah menggunakan model dan media pembelajaran yang bervariasi. Pembelajaran yang dilaksanakan menggunakan model konvensional. pembelajaran masih terpusat pada guru teacher centered instruction. Guru mendominasi proses pembelajaran, guru disini bertindak sebagai satu satunya sumber belajar, guru menyajikan pelajaran dengan menerapkan model konvensional termasuk menerapkan metode ceramah yang monoton, kurang bervariasi, memberikan latihan soal, memberikan pekerjaan rumah PR, suasana belajar yang terkesan kaku dan tidak mengadakan variasi suasana ruangan belajar. Pembelajaran dengan model di atas, dapat ditingkatkan kembali dengan mencari model yang lebih tepat untuk mempelajari materi tersebut. Penggunaan model pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Salah satu karakteristik dari peserta didik usia SD yaitu senang bermain. Model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik senang bermain mengarahkan peneliti pada model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Menurut Suprijono 2011: 94 model make a match merupakan model yang terdiri dari kartu yang berisi pertanyaan-pertanyaan sedangkan kartu lainnya berisi jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Kartu-kartu inilah yang menjadi media dalam model make a match. Kartu-kartu tersebut akan dimodifikasi 4 sehingga akan memuat benda konkret sesuai dengan materi sifat dan jaring-jaring kubus dan balok. Peserta didik akan mencocokan kartu yang berisi gambar benda konkret sifat dan jaring-jaring kubus dan balok dalam kartu pertanyaan ke kartu jawaban yang sesuai. Peserta yang membawa kartu pertanyaan dan kartu jawaban yang sesuai berpasangan dan mempresentasikan hasil diskusi mereka mengenai kartu yang mereka dapatkan. Pembelajaran model make a match melibatkan peserta didik sepenuhnya karena guru di sini berlaku sebagai pembimbing jalannya diskusi dalam mencocokkan jawaban peserta didik. Salah satu dari keunggulan model make a match adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan Isjoni 2011: 112. Keterlibatan peserta didik jelas terlihat dari bagaimana usaha peserta didik dalam mencari jawaban yang sesuai dengan pertanyaan. Keterlibatan peserta didik inilah yang menjadikan peserta didik medapatkan pemahaman lebih dari pada sekedar guru berceramah. Keterlibatan peserta didik dalam model make a match juga dapat dikatakan sebagai pengalaman belajar peserta didik itu sendiri. Pengalaman belajar merupakan salah satu upaya peserta didik untuk terus berkembang dan memperluas pengetahuan peserta didik. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran make a match pada mata pelajaran matematika materi sifat dan jaring-jaring kubus dan balok dengan judul “Keefektifan Penerapan Model Make A Match pada Pembelajaran Matematika Kelas V Materi Geometri di Sekolah Dasar Negeri 1 Purbalingga Kidul Kabupaten Purbalingga”. 5

1.2 Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran kooperatif metode make A match terhadap pemahaman konsep matematika siswa

4 18 201

Efektivitas pembelajaran kooperatif model make a match dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS: penelitian tindakan kelas di SMP Islam Al-Syukro Ciputat

0 21 119

KEEFEKTIFAN MODEL WORD SQUARE DALAM PEMBELAJARAN IPS MATERI UANG TEMA PERMAINAN PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 1 PEPEDAN PURBALINGGA

2 24 268

KEEFEKTIFAN MODEL MAKE A MATCH DALAM PEMBELAJARAN PEMAHAMAN PANTUN PADA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI 2 KARANGJATI KABUPATEN BAJARNEGARA

3 36 288

KEEFEKTIFAN PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MATERI PESAN MELALUI TELEPON DI KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI 1 PURBALINGGA KIDUL

0 26 352

PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPS MATERI PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI MANGKUKUSUMAN

11 133 334

KEEFEKTIFAN MODEL PICTORIAL RIDDLE DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 1 KARANGMANYAR KABUPATEN PURBALINGGA

8 59 222

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPS Pada Siswa Kelas V SD Negeri Kalibanteng Kidul 01 Kota Semarang

0 32 299

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE-A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR.

0 2 5

MAKE A MATCH DALAM PEMBELAJARAN WRITING DI KELAS V SEKOLAH DASAR

0 1 12