167
Bab 5 Sistem Hukum dan Peradilan I nternasional
2 . Cara- cara Penyelesaian Secara Paksa atau Kekerasan
Adakalanya para pihak yang terlibat dalam suatu sengketa internasional tidak mencapai kesepakatan dalam menyelesaikan sengketa tersebut secara damai. Jika
hal tersebut terjadi, cara penyelesaian yang mungkin adalah melalui cara kekerasan, antara lain perang dan tindakan bersenjata nonperang, retorsi,
tindakan-tindakan pembalasan, blokade secara damai, dan intervensi.
a. Perang dan Tindakan Bersenjata Nonperang
Yang dimaksud dengan perang adalah pertikaian bersenjata yang memenuhi persyaratan tertentu, yakni bahwa pihak-pihak yang bertikai adalah negara dan
bahwa pertikaian bersenjata tersebut disertai pernyataan perang. Tujuan perang adalah untuk menaklukkan lawan dan menetapkan persyaratan-persyaratan yang
harus dipenuhi oleh pihak lawan.
Hukum perang bermaksud memberikan batas-batas penggunaan kekerasan untuk mengalahkan pihak lawan. Apabila hukum perang tidak diatur, ada
kemungkinan akan terjadi kekejaman dan hak-hak asasi manusia tidak akan dihargai. Hukum perang menentukan bahwa perbuatan-perbuatan kejam, seperti
pembunuhan terhadap penduduk, perlakuan buruk terhadap para tawanan, menenggelamkan kapal niaga, merupakan perbuatan yang tidak sah. Dalam
beberapa hal hukum perang memiliki kelemahan, misalnya negara-negara yang bersengketa dapat mengadakan perang tanpa adanya pernyataan terlebih dahulu.
Tanpa hukum perang kekuasaan akan merajalela.
Negara masih diakui mempunyai hak untuk berperang dalam hal-hal berikut. 1 Apabila perang itu dilakukan sebagai sarana mempertahankan diri self defence
yang dibenarkan oleh hukum internasional. 2 Apabila perang itu dilakukan sebagai tindakan kolektif dalam rangka
pelaksanaan kewajiban internasional yang berdasarkan suatu perjanjian internasional.
3 Apabila perang itu dilakukan antarnegara yang merupakan pihak dalam Traktat Paris.
4 Apabila perang itu dilakukan untuk melawan negara pihak dalam Traktat Paris yang melanggar traktat tersebut.
b. Retorsi
Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan- tindakan tidak pantas yang dilakukan oleh negara lain. Retorsi berupa perbuatan
sah yang tidak bersahabat dalam batas wewenang dari negara yang terkena perbuatan tidak pantas itu. Perbuatan retorsi itu antara lain penghapusan hak-
hak istimewa diplomatik, penurunan status hubungan diplomatik, dan penarikan kembali konsesi pajak atau tarif.
Keadaan yang memberikan penggunaan retorsi hingga kini belum dapat secara pasti ditentukan karena pelaksanaan retorsi sangat beraneka ragam. Dalam
pasal 2 paragraf 3 piagam PBB ditetapkan bahwa anggota perserikatan bangsa- bangsa harus menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai sehingga tidak
Pendidikan Kewarganegaraan SMA MA Kelas XI
168
mengganggu perdamaian dan keamanan internasional dan keadilan. Penggunaan retorsi secara sah oleh negara anggota perserikatan bangsa-bangsa terikat oleh
ketentuan piagam tersebut.
c. Tindakan-Tindakan Pembalasan Reprisal
Pembalasanreprisal adalah cara penyelesaian sengketa internasional yang digunakan oleh suatu negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari
negara lain. Reprisal berbeda dengan retorsi karena perbuatan retorsi pada hakikatnya merupakan perbuatan yang tidak melanggar hukum, sedangkan
perbuatan reprisal pada hakikatnya merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Reprisal dapat berupa pemboikotan barang, embargo, demonstrasi
angkatan laut. Praktik hukum internasional menunjukkan bahwa reprisal di masa damai hanya dapat dibenarkan apabila negara yang dikenai perbuatan reprisal
itu bersalah dalam melakukan perbuatan yang tergolong kejahatan internasional dan telah diminta sebelumnya untuk memberikan pemulihan atas perbuatannya
itu. Reprisal yang tidak seimbang dengan kesalahan yang telah dilakukan, tidak dapat dibenarkan.
Reprisal di masa perang adalah perbuatan pembalasan antara pihak yang berperang dan tujuan untuk memaksa pihak lawan menghentikan perbuatannya
yang melanggar hukum perang. Sama seperti retorsi, penggunaan reprisal oleh anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa juga dibatasi oleh piagam dan deklarasi
majelis umum. Dalam pasal 2 paragraf 4 piagam PBB ditetapkan bahwa negara anggota harus menahan diri untuk tidak mengancam atau menggunakan
kekerasan terhadap integritas teritorial atau kebebasan politik suatu negara atau dengan cara lain yang tidak sesuai dengan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Deklarasi majelis umum juga menyatakan bahwa negara berkewajiban menahan diri dari perbuatan reprisal yang menggunakan senjata.
d. Blokade Secara Damai
Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. Terkadang tindakan tersebut digolongkan sebagai suatu pembalasan.
Tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade untuk menaati permintaan ganti rugi atas kerugian yang
diderita oleh negara yang memblokade. Sekarang ini diragukan apakah blokade merupakan sarana sah untuk menyelesaikan sengketa. Blokade dianggap sebagai
sarana penyelesaian sengketa yang usang. Blokade yang dilakukan oleh suatu negara sebagai tindakan sepihak dianggap bertentangan dengan piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Piagam itu hanya membolehkan penggunaan blokade yang ditetapkan oleh Dewan Keamanan dalam rangka memelihara atau
mengembalikan perdamaian dan keamanan.
Dalam sejarah, blokade pertama kali digunakan pada tahun 1827. Pada umumnya blokade digunakan oleh negara yang kuat angkatan lautnya terhadap
negara yang lemah. Akan tetapi, banyak blokade dilakukan bersama dengan negara besar untuk tujuan kepentingan bersama misalnya mengakhiri gangguan,
menjamin pelaksanaan perjanjian internasional, atau mencegah terjadinya perang.