diduga ukuran kerang di Teluk Lada memang tergolong kecil-kecil atau dikarenakan mortalitas alami dan penangkapan yang intensif.
Ketersediaan makanan dapat mempengaruhi pertumbuhan jaringan, penyimpanan dan penggunaan makanan serta dapat merubah rasio berat badan
terhadap panjang cangkang. Pertumbuhan somatik pada bivalvia selain dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, juga dipengaruhi siklus tahunan, suhu,
umur, ukuran cangkang, cahaya, struktur populasi dan faktor-faktor lainnya Bourgett and Frechette 2001 dalam Richard et al. 2004.
3. Kepadatan Kerang A. granosa
a. Berdasarkan Zona Jika dilihat secara spasial, rata-rata kepadatan berdasarkan zona selama
penelitian dari bulan Juli – Desember 2010 menunjukkan kepadatan rata-rata dari yang tertinggi sampai terendah berturut turut yaitu pada Zona V Suladengan
yaitu sebanyak 3,0 ind m
2
, zona I PLTU, yaitu 2,67 indm
2
, zona IV Panimbang 1,33 indm
2
, Zona III Cibungur yaitu 1 indm
2
, dan terendah yaitu zona II Tegal Papak sebanyak 1 indm
2
. Sedangkan gambaran kepadatan total pada tiap zona dan tiap bulan terlihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Kepadatan total kerang A. granosa pada tiap zona
b. Berdasarkan Stasiun dari Seluruh Zona Kepadatan kerang dari seluruh stasiun dari seluruh bulan pengamatan
diperoleh hasil yang tertinggi sampai terendah yaitu : stasiun 1,2,3 Zona V, stasiun 1,2,3 Zona I, stasiun 3,1,2 zona IV dan stasiun 1,2,3 Zona III dan
zona II. Stasiun 1,2,3 dari zona I sampai zana V selanjutnya diurutkan menjadi stasiun1, 2,3 untuk zona I; 4,5,6 untuk zona II; 7,8,9 untuk zona III;
10,11,12 untuk zona IV dan 13,14,15 untuk zona V dan selanjutnya gambaran kepadatan kerang total tiap stasiun terlihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Kepadatan total kerang A. granosa tiap stasiun pada seluruh zona
Secara spasial tingginya kepadatan pada zona V diduga berkaitan erat dengan kondisi lingkungan, antara lain faktor ketersediaan makanan serta
substrat. Lokasi tempat kegiatan tambak ini diduga mengalami penyuburan karena banyaknya bahan organik yang berasal dari hewan atau organisme lain
melalui proses dekomposisi akan mengendap dalam dasar perairan dan bercampur dengan substrat. Bahan organik yang mengendap tersebut merupakan
bahan makanan bagi makrozoobenthos. Sedimen yang kaya akan bahan organik sering ditandai oleh melimpahnya organisme.
Selain bahan organik banyaknya detritus juga menjadi sumber makanan bernutrisi tinggi untuk kerang dan berbagai jenis organisme perairan khususnya
detritifor, bahan organik dan hasil mineralisasi oleh dekomposer tersebut selanjutnya akan dimanfaatkan oleh organisme kerang dan biota perairan tingkat
tinggi dalam rantai makanan untuk memicu pertumbuhan. Menurut Koesoebiono 1985 bahwa perairan dengan kandungan bahan organik diatas 26 mgl tergolong
subur. Kisaran TOM di perairan Teluk Lada tergolong subur karena nilai TOM dari seluruh zona berkisar antara 38,85 ±38,94 mgl sampai 78,44±86,43 mgl.
Data kepadatan kerang A. granosa berdasarkan waktu pengamatan dari seluruh stasiun pada setiap zona ditunjukkan pada Lampiran 19, sedangkan kriteria
kepadatan kerang A. granosa ada tiap stasiun dari kelima zona zona penelitian terlihat pada Gambar 21.
Lanscape
Gambar 21. Sebaran kepadatan A. granosa pada tiap stasiun pengamatan masing masing zona
Walaupun dari hasil PCA Gambar 16 menunjukkan bahwa variabel TSS merupakan salah satu penciri utama yang mempengaruhi kepadatan kerang
A. granosa, namun tampaknya yang sangat mempengaruhi kepadatan kerang di zona V adalah parameter lain yaitu kekeruhan, kelembaban dan kecepatan arus
serta TDS disamping bahan organik dan substrat. Hasil analisis memperlihatkan kekeruhan pada zona V paling rendah
dibanding zona lainnya, hal ini diduga sangat mendukung untuk kehidupan kerang, karena kekeruhan yang tinggi dapat menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan organisme kematian karena terganggunya proses respirasi Hutagalung et al. 1997. Demikian juga dengan kelembaban yang cukup tinggi,
serta pH yang berada pada kisaran optimum untuk kehidupan makrozoobenthos. Kecepatan arus di Teluk Lada tergolong kedalam perairan berarus sedang
sehingga menyebabkan hewan bentos dapat tetap menetap, tumbuh dan bergerak bebas serta pengadukan substrat relative kecil.
Selain faktor makanan, substrat pada zona V dengan tipe pasir berdebu dan lempung berdebu diduga diduga cocok untuk kehidupan A. granosa. Menurut
Broom 1985 A granosa dapat hidup pada substrat pasir namun kelimpahan tertinggi ditemukan pada substrat berlumpur. Selain di zona V, pada zona I juga
mempunyai kepadatan kerang yang tinggi. Hal ini diduga karena lokasi zona I merupakan tempat yang cukup terlindungi oleh Pulau Popule dan PLTU. Selain
itu posisi yang lebih menjorok memungkinkan banyak bahan organik yang terjebak di zona ini. Tipe substrat berlumpur juga merupakan substrat yang ideal
untuk kehidupan A. granosa. Pada Zona IV kepadatan kerang juga relative tinggi walaupun masih lebih
rendah jika dibandingkan dengan zona V dan zona I. Zona IV merupakan zona dengan aktifitas manusia yang cukup tinggi dan dekat dengan beberapa aliran
sungai sehingga banyak masukan bahan organik kedalam perairan di lokasi ini. Selain itu dengan tipe substrat antara pasir dan pasir berdebu cukup mendukung
kehidupan A. granosa sebagai habitat alaminya. Rendahnya kepadatan pada zona II dan III diduga karena lokasi ini relatif
jauh dari muara sungai dan lebih dekat kearah laut terbuka, selain itu dikarenakan beberapa faktor lingkungan yang kurang mendukung antara lain pada zona II yang
relatif lebih dalam dibandingkan dengan zona lainnya serta substrat yang didominasi pasir mempengaruhi kepadatan A. granosa tersebut.
Kepadatan dari ke 15 stasiun dari 5 zona selama pengamatan diperoleh kriteria kepadatan tinggi yaitu pada stasiun 13,14,15 zona V , stasiun 1,2,3
Zona 1 dan kepadatan sedang pada stasiun 10, 11 Zona IV sedangkan kepadatan rendah pada stasiun 4,5, 6 zona II stasiun 7,8,9 Zona III dan
stasiun 12 zona IV. Kepadatan kerang pada seluruh stasiun terlihat pada Gambar 13. Walaupun terdapat perbedaan jumlah kepadatan namun dari hasil uji
Kruskal Wallis diperoleh nilai H= 6,36 dan χ
2
tabel = 9,48 H χ
2
tabel, yang menunjukkan bahwa perbedaan kepadatan kerang tiap stasiun dalam setiap zona
tidak berbeda nyata. Menurut Nybakken 1992 kelimpahan atau kepadatan dipengaruhi oleh
pertumbuhan populasi, interaksi antar species dan pengaturan populasi secara alami. Dalam suatu komunitas populasi suatu species dibatasi oleh interaksi
dengan species lainnya. Dua bentuk interaksi yang penting adalah kompetisi dan predasi. Kedua bentuk interaksi ini dapat terjadi pada stadia siklus hidup dan
dapat menyebabkan musnahnya suatu bentuk populasi, Dalam komunitas alami A granosa hidup dengan komunitas biota lainnya,
semua biota tersebut akan berkompetisi dalam hal ruang dan yang utama adalah makanan. A. granosa sebagai deposit feeder, beberapa organisme bentik lain
bersifat suspension feeder, filter feeder bahkan sebagai scavenger, mereka yang makanannya tidak sama akan berkompetisi dalam hal ruang.
Predator utama dari A. granosa adalah gastropoda Natica maculosa, dan Thais carinifera. Walaupun kedua organisme ini tidak terlalu melimpah di lautan
namun mempunyai peranan penting dan berdampak terhadap populasi A. granosa Broom 1985. Hasil penelitian makrozoobenthos didominasi oleh kelas
gastropod. Spesies Natica sp mempunyai kelimpahan cukup tinggi, juga jenis Nassarius sp yang mendominasi makrozoobentos, sehingga kedua spesies
gastropoda ini diduga mempengaruhi kepadatan dari A. granosa. Selain gastropoda kepiting dari spesies Pangurus longicarpus juga merupakan predator
kerang selain ular bakau, namun spesies ini tidak ditemukan selama penelitian.
c. Berdasarkan Waktu Pengamatan Kepadatan kerang berdasarkan waktu pengamatan dari seluruh
zona zona I sampai zona V menunjukkan bahwa jumlah individu tertinggi sampai terendah berturut-turut diperoleh pada bulan Agustus 6,00 indm
2
, September 5,33 indm
2
. Oktober 4,29 indm
2
, Juli 4,06 Indm
2
, November 2,80 indm
2
dan terendah Desember 2,42 indm
2
. Hasil uji Kruskal Wallis terhadap kepadatan antar zona menunjukkan
perbandingan kepadatan antar zona tidak berbeda nyata H=0,674 dan X
2
hitung =0,788. Kepadatan antar zona berkisar antara 1 indm
2
sampai 3,0 Ind m
2
. Zona dengan kepadatan dari yang tertinggi sampai terendah berturut-turut yaitu
terdapat pada
.
Zona V Suladengan yaitu 3,0 ind m
2
, zona I PLTU, yaitu 2,67 indm
2
, zona IV Panimbang 1,33 indm
2
, Zona III Cibungur yaitu 1 indm
2
, dan terendah zona II Tegal Papak sebanyak 1 indm
2
, Data kepadatan berdasarkan waktu pengamatan pada tiap zona terlihat pada
Lampiran 20 sedangkan raata-rata kepadatan rata-rata kerang A. granosa pada tiap zona pada Lampiran 21. Gambaran kepadatan total berdasarkan waktu
pengamatan pada setiap zona terlihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Kepadatan total A. granosa berasarkan waktu pengamatan Tingginya kepadatan pada bulan Agustus, September dan Oktober diduga
karena bulan Agustus dan September termasuk musim timur dan Oktober
memasuki musim peralihan. Pada saat tersebut cuaca sangat baik , sedangkan pada bulan November dan Desember curah hujan dan gelombng sangat tinggi
sehingga mempengaruhi beberapa kualitas perairan seperti salinitas, suhu, substrat, kecepatan arus sehingga kerang banyak yang mati.
Salinitas pada musim timur, relatif stabil, sedangkan ketika memasuki musim barat terjadi penurunan salinitas, hal ini diduga karena adanya pengenceran
air laut dikarenakan curah hujan yang cukup tinggi. Demikian juga dengan suhu terjadi fluktuasi setiap bulan walaupun variasinya relatif kecil, namun perubahan
suhu diduga mempengaruhi proses metabolisme dari organism kerang. Pada bulan Oktober dan Desember terjadi gelombang yang sangat besar, yang
menyebabkan teraduknya substrat sebagai habitat kerang, sehingga keberadaan kerangpun menjadi terganggu.
Menurut Baron 1992 variasi salinitas dan suhu akan mempengaruhi siklus reproduksi pada moluska. Terdapat hubungan antara kelimpahan larva dan
kerang dengan penurunan salinitas, Lamanya musim penghujan menyebabkan terjadinya penurunan suhu di daerah intertidal yang berlumpur. Selain karena
curah hujan yang tinggi dan rendahnya salinitas, kematian kerang A. granosa umumnya disebabkan oleh predator gastropoda Natica maculosa dan Thais
Carinifera Broom 1982. Makrozoobenthos dari klas gastropoda cukup melimpah pada bulan November dan Desember khususnya pada zona II dan III.
4. Hubungan Lebar dan Berat