KAJIAN EKOBIOLOGI 1. EKOLOGI HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. KAJIAN EKOBIOLOGI 4.1.1. EKOLOGI

A. Kualitas Perairan

1. Parameter Fisik-Kimia

Hasil pengukuran parameter fisik kimia menunjukkan beberapa parameter masih berada dalam kisaran normal untuk mendukung kehidupan kerang, namun beberapa parameter lainnya telah melewati batas baku mutu yang disarankan Hasil pengukukuran parameter fisik dan kimia perairan terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai rata-rata kualitas air masing-masing stasiun tiap zona dari bulan Juli-Desember 2010 Parameter Satuan ZONA IPLTU IITP IIICIB IVPAN VSUL Temp air oC 28.36±2.50 28.92±1.09 29.33±1.08 28.91±1.02 28.81±1.23 Kekeruhan NTU 11.71±7.48 17.65±18.28 7.33±2.49 8.73±9.02 6.17±2.05 Kedalaman cm 3.66±0.75 5.63±4.22 3.99±0.71 4.19±0.58 4.08±0.48 Kecerahan cm 92.11±32.71 93.22±31.51 100.5±25.67 110±56.50 100.5±22.46 Kec. Arus m det 15.78±9.12 14.02±4.93 15.25±9.96 15.06±9.55 15.92±5.93 Kelembaban 75.81±7.71 73.43±8.38 74.74±8.00 75.97±5.64 81±3.11 Kec. Angin Knot 3.61±2.66 1.33±0.77 1.73±1.48 1.58±0.63 1.66±2.15 TSS mg l 80.8±185.44 21.61±5.11 18±6.62 29.34±20.53 27.82±15.24 pH 6.89±0.32 6.85±0.34 7±0 6.97±0.44 6.97±0.12 Salinitas ppt 29±1.64 29.5±1.29 28.63±1.94 28.39±1.88 28.67±3.82 O2 terlarut mg l 7.27±0.75 6.99±0.39 7.24±0.51 7.18±0.87 6.64±0.60 BOD5 mg l 4.53±0.72 4.32±0.63 4.43±0.47 4.66±0.71 4.50±0.68 TOM mg l 38.85±38.94 78.44±86.43 66.86±81.56 59.27±58.92 51.28±54.39 NO2-N mg l 0.024±0.019 0.020±0 0.020±0 0.020± 0.033±0.005 NO3-N mg l 0.435706±0.401 0.175±0.166 0.278±0.242 0.343±0.293 0.378±0.170 NH3-N mg l 0.368±0.079 0.265±0.299 0.237±0.058 0.319±0.332 0.320±0.062 PO4-P mg l 0.104±0.184 0.148±0.095 0.122±0.169 0.226±0.300 0.049±0.032 Hg ppm 0.001±0 0.001±0.006 0.001±0 0.001±0 0.001±0 Pb ppm 0.039±0.004 0.030±0.006 0.039±0.002 0.032±0.004 0.031±0.002 Cd ppm 0.036±0 0.001±0 0.001±0 0.001±0 0.001±0 Gambaran rataan beberapa parameter lingkungan dan standar deviasinya ditunjukkan pada Gambar 7. Untuk kisaran nilai kualitas perairan terlihat pada Lampiran 6. -2 0 20 40 60 80 10 0 12 0 14 0 16 0 18 0 I II III IV V N il a i P a r a m e t e r Zona Suhu Kelembaban Kekeruhan Ke cer ahan Gambar 7. Rata-rata dan standar deviasi beberapa parameter lingkungan tiap zona Parameter fisik kimia dan biologi merupakan faktor pembatas bagi distribusi dan kepadatan kerang selain faktor tingkah laku dan interaksi antar organism. Berdasarkan hasil pengukuran selama penelitian nilai parameter fisik kimia lingkungan berfluktuasi antar stasiun pada setiap pengamatan. Rataan suhu berkisar antara 28,36 ±2,50 o C – 29,33±1,09 o C dengan rataan suhu tertinggi ditemukan pada zona III dan terendah pada zona I. Walaupun Hasil uji Kruskal Wallis terhadap suhu diperoleh nilai H= 315,16 dan χ 2 tabel = 9,48 artinya terdapat perbedaan antar zona , namun kenyataannya fluktuasinya sangat kecil. Secara umum kisaran suhu tidak terlalu bervariasi, namun suhu pada Zona IV relatif lebih tinggi dibandingkan dengan zona lainnya, hal ini diduga disebabkan karena zona ini merupakan zona dengan aktifitas manusia yang cukup tinggi dan juga banyaknya tempat bermuaranya beberapa aliran sungai serta lokasi yang relatif terbuka dimana vegetasi mangrove di daerah sekitar sudah mengalami kerusakan cukup parah. Menurut Welcomme 1979 faktor yang mempengaruhi suhu di perairan adalah derajat penyinaran, aliran air bawah tanah, komposisi substrat, kekeruhan, angin dan penutupan vegetasi. Menurut Broom 1985 kerang A. granosa umumnya hidup di daerah tropis, dimana tidak ada variasi suhu sepanjang tahun. Dalam lumpur A granosa hidup pada lingkungan dengan suhu antara 26,0-37,5 o C Squires et al. 1975. Menurut Kastoro dan Sudjoko 1988 kisaran suhu normal untuk jenis kerang- kerangan yang hidup di daerah tropis yaitu 25-35 o C, dengan fluktuasi tidak lebih dari 5 o C. Sedangkan Boyd dan Licthkopper 1992 menyatakan suhu perairan yang sesuai untuk kehidupan ikan dan biota air lainnya di daerah tropis rata-rata 25-30 C. Hasil penelitian menunjukkan suhu berkisar antara 28,33±2, 50 o C sampai 29,33±1,08 o C sehingga dapat dikatakan secara umum suhu di Teluk Lada masih berada pada batas toleransi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan kerang A. granosa dan makrozoobentos pada umumnya. Kelembaban di Teluk Lada berkisar antara 73,43±8,33 -81.32±3.11. Kelembaban tertinggi pada zona V, dan terendah pada zona II. H= 23 ,36 dan χ 2 tabel = 9,48, karena H χ 2 tabel : Tolak H , Artinya terdapat perbedaan. Tingginya kelembaban pada zona V, diduga karena lokasi dengan aktifitas tambak yang tinggi, sedangkan zona II karena pada lokasi ini jauh dari aliran sungai. Kisaran nilai kekeruhan diperoleh antara 6,17±2,05 NTU-17,65±18,28 NTU. Kekeruhan tertinggi terdapat di zona II dan terendah di zona V, hasil uji Kruskal Wallis terhadap kekeruhan antar zona diperoleh nilai H= 24,58 dan χ 2 tabel = 9,48, sehingga menunjukkan adanya perbedaan. Kekeruhan dapat disebabkan oleh lumpur, partikel tanah, serpihan tanaman dan fitoplankton. Kekeruhan di Perairan Teluk Lada tergolong tinggi, Kekeruhan tinggi menyebabkan pertumbuhan organisme khususnya yang menyesuaikan diri pada air jernih menjadi terhambat bahkan dapat menyebabkan kematian karena dapat mengganggu proses respirasi Hutagalung et al. 1997. Kecerahan merupakan parameter yang sangat menentukan produktivitas fitoplankton di suatu perairan. Kecerahan di perairan Teluk Lada berkisar antara 92,11±32,71-100,5±25.67 cm dengan kecerahan tertinggi zona IV dan terendah zona II. Perbedaan nilai kecerahan air tergantung pada warna, dan kekeruhan yang sangat dipengaruhi oleh cuaca, waktu pengukuran dan padatan tersuspensi Nybakken 1992. Rendahnya kecerahan di zona II diduga berkaitan dengan kekeruhan dan lokasi yang paling dalam. Hasil uji Kruskal Wallis terhadap kecerahan tiap zona menunjukan H= 39, 23dan χ 2 tabel = 9,48 Artinya terdapat perbedaan kecerahan antar zona. Secara umum kedalaman di Teluk Lada bervariasi antar zona, berkisar antara 3,66±0,75 m sampai 5,63±422 m. Lokasi pada zona II adalah yang paling dalam diantara zona lainnya, dan yang terdangkal yaitu pada zona I. Uji Kruskal Wallis terhadap kedalaman tiap zona menunjukan H= 19,15 dan χ 2 tabel = 9,48, artinya terdapat perbedaan kedalaman antar zona. Zona I kedalamannya rendah karena lokasinya relatif dekat dengan daratan. Dari hasil pengamatan, secara umum kedalaman di Teluk Lada semakin ke arah darat kedalamannya semakin dangkal. Kedalaman ini termasuk optimum untuk kehidupan kerang A. granosa karena kerang ini banyak ditemukan pada kedalaman yang dangkal dan makin ke tengah dan ke arah laut kelimpahannya makin berkurang bahkan pada lokasi yang paling dalam yaitu di zona II kelimpahannya paling sedikit. Hasil pengukuran kecepatan arus, berkisar 14,02±4,93 cmdet– 15,92±5,93 cmdet. Uji Kruskal Wallis terhadap kecepatan arus tiap zona menunjukan H= 74,49 dan χ 2 tabel = 9,48, artinya terdapat perbedaan antar zona , kecepatan arus tertinggi pada zona V dan terendah zona II. Menurut Wood 1987 berdasarkan kriteria kecepatan arus dapat dikelompokkan menjadi perairan berarus cepat 100 cmdet, sedang 10-100 cmdet, lemah 10 cmdet dan sangat lemah 5 cmdet. Perairan Teluk Lada dapat dikategorikan perairan berarus sedang sehingga substrat relatif tidak terlalu banyak teraduk. Dengan kondisi kecepatan arus seperti ini , maka organisme bentos seperti A. granosa masih dapat tumbuh dan berkembang dengan cukup baik. Kecepatan angin berfluktuasi relatif kecil tiap zona berkisar 1,33± 0,77 knot-3,6±2,66 knot Hasil uji Kruskal Wallis terhadap kecepatan angin tiap zona menunjukkan nilai H= 6,42 dan χ 2 tabel = 9,48, artinya tidak terdapat perbedaan. Angin merupakan salah satu faktor dinamis yang terjadi di laut dan dapat mempengaruhi kecepatan arus dan juga proses upwelling. Kecepatan angin berkorelasi dengan kecepatan arus di Teluk Lada yang cukup stabil dan termasuk kriteria berarus sedang, Kecepatan angin dapat mempengaruhi kecepatan arus dan sebaran makanan, sehingga secara tidak langsung juga mempengaruhi keberadaan kerang pada setiap zona pengamatan sesuai dengan kondisi substratnya. Hasil pengukuran TSS selama penelitian berkisar 18,0±6,62 mgl – 80,8±18,54 mgl dengan konsentrasi tertinggi di Zona I dan terendah zona III. Hasil uji Kruskal Wallis terhadap TSS tiap zona menunjukkan nilai H= 486,67 dan χ 2 tabel = 9,48, artinya terdapat perbedaan. TSS atau total padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi diameter 1 µm yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter 0,45 µm. TSS terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa dalam badan air Effendi 2003. Tingginya TSS pada zona I diduga karena bersumber dari bahan-bahan organik dari aktifitas PLTU dan Pulau Popule yang ada di sekitarnya dan pertumbuhan jasad renik yang pesat dan berperan dalam proses dekomposisi. Hal ini juga mempengaruhi kepadatan kerang A. granosa sebagai deposit feeder, dan pada zona ini A. granosa menunjukkan kelimpahan yang tinggi. Menurut Wardoyo 1981 padatan tersuspensi tidak boleh melebihi 1000 mgl. Kisaran nilai TSS di perairan Teluk Lada masih berada dalam kondisi normal. Kandungan oksigen terlarut selama pengamatan di perairan Teluk Lada mengalami fluktuasi dengan nilai berkisar antara 6,64±0,60 mgl –7,27±0,75 mgl. Kandungan tertinggi terdapat pada zona I dan terendah pada zona V. Kandungan oksigen terlarut di zona I,II dan IV termasuk ke dalam perairan yang produktif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suratman 1985 bahwa kandungan oksigen terlarut dalam perairan lebih dari 7 mgl termasuk perairan yang produktif. Selanjutnya Sinambela 1994 menyatakan bahwa kehidupan makrozoobentos di air dapat bertahan walaupun oksigen terlarut sangat minim sebanyak 2 mgl. Kerang A. granosa mengandung haemoglobin sehingga mampu hidup pada kondisi oksigen minimum bahkan anoksik. Kandungan BOD di Teluk Lada tergolong rendah yaitu berkisar antara 4,32±0,75 mgl hingga 4,66±0,71 mgl, dengan nilai BOD seperti itu dapat dikatakan bahwa kondisi perairan tidak tercemar oleh bahan organik. Hal ini didukung oleh Effendi 2003 yang menyatakan bahwa perairan dengan nilai BOD melebihi 10 mgl dianggap telah mengalami pencemaran ringan. Walaupun nilai BOD termasuk rendah namun jika dilihat dari kisaran nilai bahan organik total TOM perairan Teluk Lada termasuk perairan yang subur yaitu dengan nilai TOM antara 38,85±38,94 mgl–78,44± 86,43 mgl. Menurut Koesoebiono 1979 bahwa perairan dengan kandungan bahan organik diatas 26 mgl tergolong subur. Kisaran nitrat NO 3 perairan Teluk Lada berkisar dari 0,175±0,166 mgl hingga 0,435±0,401 mgl. Kandungan nitrat di perairan Teluk Lada merupakan tipe perairan mesotrofik. Hal ini didukung oleh pendapat Wardoyo 1981 apabila suatu perairan memiliki kandungan nitrat sebesar 0,100 – 0,500 mgl termasuk tipe perairan mesotrofik. Jika dihubungkan dengan kandungan BOD maka kesuburan di Teluk Lada tergolong sedang. Nitrat adalah nutrient utama bagi pertumbuhan alga yang merupakan produsen primer di perairan. Sumber utama nitrat berasal dari erosi tanah, limpasan dari daratan termasuk pupuk di tanah dan buangan limbah. Selain itu nitrat juga berasal dari tumbuhan yang mati kemudian terdekomposisi dan teregenerasi ke massa air Effendi 2003. Kisaran nitrit NO 2 adalah 0,020±0,00 mgl–0.033±0,005 mgl. Senyawa nitrit yang terdapat dalam air laut merupakan hasil reduksi senyawa nitrat NO 3 atau oksidasi amoniak NH 3 oleh mikroorganisme. Kadar nitrit di perairan alami sekitar 0,001 mgl dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mgl Effendi 2003. Kadar nitrit di perairan Teluk Lada merupakan kadar nitrit yang optimal. Distribusi vertikal kadar nitrit di perairan semakin tinggi sejalan dengan pertambahan kedalaman laut dan semakin rendahnya kadar oksigen. Kadar nitrit semakin tinggi menuju ke arah perairan pantai atau muara sungai, dan meningkatnya kadar nitrit di laut berkaitan erat dengan masuknya bahan organik yang mudah terurai Hutagalung 1977. Senyawa amoniak NH 3 yang terdapat dalam air laut merupakan hasil reaksi senyawa nitrat NO 3 atau senyawa nitrit NO 2 oleh mikroorganisme. Nilai NH 3 berkisar antara 0,237±0,058 mgl–0,368±0,079 mgl . Kisaran kadar amoniak di perairan Teluk Lada di beberapa stasiun masih berada dalam batas optimal, tetapi dibeberapa stasiun melebihi dari kadar optimal. Menurut Effendi 2003 kadar amoniak bebas yang melebihi 0,2 mgl bersifat toksik bagi ikan- ikan tertentu. Kadar amoniak yang tinggi dapat dijadikan sebagai indikasi tentang terjadinya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan pupuk pertanian. Salah satu bentuk fosfat yang terdapat di perairan adalah ortofosfat. Dalam perairan alami kadar ortofosfat tidak boleh lebih dari 0,1 mgl kecuali perairan yang menerima berbagai macam limbah dari rumah tangga, industri dan kegiatan pertanian yang pada umumnya menggunakan pupuk ortofosfat. Fosfat akan menjadi faktor pembatas apabila kurang dari 0,02 mgl. Perairan dikatakan subur apabila kandungan fosfatnya lebih besar dari 0,05 mgl Wardoyo 1981. Kadar ortofosfat di perairan Teluk Lada berkisar antara 0,049±0,032 mgl hingga 0,226±0,300 mgl. Kadar ortofosfat di perairan Teluk Lada tidak menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan makrozoobentos khususnya untuk kerang A. granosa karena nilai ortofosfat 0,02 mgl.

2. Tipe substrat

Berdasarkan hasil analisis substrat pada setiap stasiun pengamatan di Teluk Lada menunjukkan terdapat 3 tipe substrat yaitu lempung berdebu Zona- stasiun I-1; II-1; V-1 dan V-2; pasir Zona-stasiun I-1; II-3; III-2; III-3; IV-1 dan IV-3 dan pasir berdebu Zona-stasiun I-3; II-2, III-2; IV-2 dan V-3. Tipe substrat pada beberapa stasiun penelitian seperti terlihat pada Gambar 8. Sedangkan data hasil analisis substrat ditunjukkan pada Lampiran 7. Walaupun terdapat dalam satu kawasan, namun titik pengambilan sampel berbeda, sehingga berbeda pula tekstur substratnya sehingga substrat dasar merupakan faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap komposisi, kelimpahan dan distribusi hewan makrobentos. Tekstur substrat merupakan salah satu faktor ekologi yang mempengaruhi kandungan bahan organik, distribusi benthos, morfologi dan tingkah laku. Pendistribusian sedimen biasanya sangat ditentukan oleh pasang surut, gelombang dan debit air Nybakken 1988. Data hasil pengamatan, variasi substrat ini mempengaruhi kepadatan kerang, tempat hidup yang ideal bagi hewan bentos adalah kombinasi lumpur dan pasir. Jika dihubungkan dengan kepadatan kerang di Teluk Lada, secara umum stasiun dengan tipe substrat lempung berdebu dan pasir berdebu mempunyai kepadatan kerang yang cukup tinggi dibandingkan dengan stasiun yang bersubstrat pasir. Menurut Nybakken 1988 substrat dasar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pola penyebaran hewan makrobentos. Hal ini disebabkan karena selain berperan sebagai tempat tinggal substrat juga berfungsi sebagai penimbun unsur hara, tempat berkumpulnya bahan organik serta tempat perlindungan organisme dari ancaman predator. Menurut Kuang et al. 1995 dalam Helm dan Bourne 2004 bivalvia mengubur diri pada substrat dangkal, filter feeder, kebiasaan makan dihubungkan dengan makanan di dasar dimana dia hidup, dengan komponen nutrien yang penting adalah detritus organik, fitoplankton dan algae uniseluler, serta dapat beradaptasi dengan salinitas 14-30 o oo dan temperatur optimum berkisar 20-30 o C. lanscape Gambar 8. Tipe susbtrat pada stasiun pengambilan sampel kerang A. granosa Hasil penelitian Broom 1982 yang dilakukan di Sungai Selangor dan Sungai Buloh di Malaysia, menunjukkan species A. granosa mendominasi daerah dengan kandungan air substrat 55-65 dan proporsi diameter partikel yang berukuran 53 μm di dua lokasi sebesar 80-90. Dari hasil analisis kualitas air, beberapa parameter yang melebihi batas baku mutu untuk kehidupan biota di Perairan Teluk Lada adalah NH 3 , kekeruhan dan logam berat. Perbedaan tipe substrat mempengaruhi kepadatan pada masing- masing zona. Pada zona V yang didominasi tipe lempung berdebu dan pasir berdebu mempunyai kepadatan kerang paling tinggi dibandingkan dengan zona lainnya. Hal ini diduga merupakan tipe yang paling sesuai untuk kehidupan kerang. kepadatan pada zona I yang terdiri dari stasiun yang mempuyai tipe substrat lempung berdebu, pasir berdebu dan pasir, kepadatan kerang juga tinggi. Demikian juga pada zona IV kepadatan relative tinggi khususnya pada zona dengan tipe pasir berdebu. Sedangkan pada zona III dan II walaupun dengan tipe substrat terdiri dari lempung berpasir, pasir berdebu dan pasir, namun kepadatan terlihat tinggi hanya pada stasiun dengan tipe substrat yang mempunyai unsur berdebu yaitu lempung berdebu dan pasir berdebu. Hal ini sesuai dengan pendapat Broom 1982 bahwa walaupun kerang A. granosa dapat hidup pada substrat berpasir namun kelimpahan tertinggi selalu ditemukan pada substrat dengan tipe lumpur atau pasir berlumpur.

3. Kandungan logam berat pada air, substrat dan daging kerang

A. granosa

Hasil analisis logam berat menunjukkan bahwa, logam berat raksa Hg pada tiap-tiap zona yaitu 0,001 ppm, untuk Timbal Pb berkisar 0,030±0,006 ppm sampai 0,039±0.004 ppm sedangkan Cadmium Cd berkisar dari 0,001±0 ppm sampai 0,036±0 ppm Gambar 9. Gambar 9. Kandungan logam berat Hg, Pb dan Cd pada air substrat dan daging Secara umum konsentrasi Pb dan Cd terbanyak ditemukan konsentrasinya yaitu pada substrat, kemudian daging dan paling sedikit yaitu pada air, sedangkan untuk konsentrasi Hg walaupun jumlahnya sedikit bahkan hampir tidak terdeteksi namun konsentrasi tertinggi juga terdapat pada substrat dan terendah pada air. Data rata-rata kandungan logam berat ditunjukkan pada Lampiran 8. Dari Gambar 9 terlihat bahwa kandungan logam berat bervariasi pada tiap stasiun dari tiap zona baik pada substrat, air maupun pada daging. Nilai tersebut berkisar dari nilai yang rendah sampai yang di atas nilai baku mutu. Menurut Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 bahwa baku mutu logam berat bagi biota air khususnya untuk Cd, Hg dan Pb masing-masing adalah 0,001 ppm , 0.001 ppm dan 0.008 ppm. Hasil analisis logam berat menunjukan bahwa konsentrasi tertinggi dari timbal Pb dan Cadmium Cd terdapat pada substrat, dan terendah yaitu pada air, sedangkan untuk kandungan raksa Hg walaupun konsentrasinya sangat rendah bahkan hampir tidak terdeteksi namun konsentrasi tertinggi juga terdapat pada substrat dan daging dan terendah pada air. Logam berat dapat dibagi kedalam dua jenis, yaitu pertama adalah jenis logam berat esensial, dimana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain. Jika dibandingkan antar zona penangkapan, maka substrat di seluruh zona memiliki kandungan logam berat Pb yang cukup tinggi. Kandungan logam di Teluk Lada yang ditemukan diduga berasal dari transport massa air dari beberapa sungai, aktifitas PLTU dan aktifitas kegiatan manusia di sekitarnya serta wilayah kawasan industri Cilegon Merak yang berada tidak jauh dari lokasi. Hasil analisis logam berat di air , menunjukkan bahwa untuk Hg dan Cd walaupun konsentrasinya relatif sedikit 0,05 ppm namun sudah melewati batas baku mutu yaitu seharusnya 0,001 ppm. Konsentrasi Pb di air berkisar antara 0,30-0,040 ppm telah melewati ambang baku mutu. Untuk konsentrasi logam berat pada substrat, baik Hg, Cd ataupun Pb sudah melewati baku mutu yang disarankan. Konsentrasi Hg secara keseluruhan diperoleh 0,005 ppm, sedangkan Cd berkisar antara 1,296–1,863 ppm dan Pb berkisar antara 12,769–20,345 ppm. Demikian juga untuk konsentrasi logam berat pada daging baik Cd, Hg maupun Pb sudah melewati baku mutu untuk biota air. Nilai rata-rata Hg rata-rata 0, 05 ppm; Cd berkisar antara 0,094–0,188 ppm ; Pb berkisar antara 0,901–1,499 ppm. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perairan di Teluk Lada sudah mengalami pencemaran logam berat. Sumber logam berat di Teluk Lada berasal dari limbah domestik dan industri di sekitarnya, demikian juga aktifitas masyarakat setempat seperti bahan bakar dari kapal motor nelayan yang mengandung timbal juga memberikan kontribusi yang berarti terhadap keberadaan timbal dalam air, substrat maupun daging kerang. Karena kerang darah secara kontinyu melakukan filtrasi air laut dan sebagai deposit feeder pada tempat sumber makanannya, maka kekhawatiran akumulasi logam berat di dalam jaringan tubuh kerang menjadi meningkat. Rendahnya kandungan logam berat di kolom air jika dibandingkan dengan di substrat nampaknya terkait dengan masih rendahnya proses resuspensi sedimen ke kolom air, karena saat dilakukan pengukuran yaitu saat pergerakan air minimal, yaitu pada saat musim timur dan peralihan, dan ketika memasuki musim barat pengukuan dilakukan saat kondisi surut. Akumulasi logam berat di perairan dipengaruhi oleh faktor biologis dan fisik, seperti musim, reproduksi, salinitas dan kedalaman air. Bioakumulasi logam berat tergantung pada zat kimia, peredarannya dan mekanisme masuknya logam ke bagian interseluler kompartement dan aspek homeostatis seluler logam. Zn, Cu, dan Cd pada kerang terakumulasi dengan baik, namun demikian fungsi dari Cd dan Hg secara biologis belum diketahui. Logam lain yang biasanya terakumulasi dalam jaringan kerang adalah Ag, Al, Cr, F, Mn, Ni dan Pb serta logam radionuklida Gosling 2003. Hasil penelitian Nanik 2008 tentang kandungan chromium pada sedimen dan daging kerang A. granosa di Sungai Sayung Jawa tengah, menunjukkan bahwa kandungan Chromium tertinggi terdapat dalam sedimen dan telah melebihi ambang batas yang ditentukan yaitu berkisar antara 0,1278-0,617 ppm, dan konsentrasi Chromium dikategorikan dalam sifat akumulatif tinggi. Hasil penelitian Riani et al. 2004 dan Muawanah et al. 2005 dalam Jalius 2008 bahwa di perairan Teluk Lada lautnya telah mengalami pencemaran logam berat, konsentrasi logam berat rata-rata untuk Hg 0,09 ppm; Pb 0,015 ppm dan Cu 0,075 ppm. Menurut Palar 2004 konsentrasi ion logam berat yang dapat mematikan bagi organisme kerang yaitu untuk Cd 2,2 – 35 mgl ; Hg 0,058-32 mgl dan untuk Pb 0,5-5 mgl. Dalam perairan, logam berat Pb tidak termasuk unsur yang esensial bagi mahluk hidup. Unsur ini bersifat racun bagi hewan dan manusia karena dapat terakumulasi dalam tulang dan jaringan. Keracunan Pb dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan sebagai akibat dari gangguan penyerapan kalsium. Pengaruh pencemaran merkuri Hg terhadap ekologi bersifat jangka panjang, yaitu meliputi kerusakan struktur komunitas, keturunan, jaringan makanan, tingkah laku hewan air, fisiologi, resistensi maupun pengaruhnya yang bersifat sinergisme Nicodesmus 2003. Bahan pencemar, termasuk logam berat, masuk ke tubuh organisme atau ikan melalui proses absorpsi. Absorpsi merupakan proses perpindahan racun dari tempat absorpsinya ke dalam sirkulasi darah. Absorpsi, distribusi dan ekskresi bahan pencemar tidak dapat terjadi tanpa transpor melintasi membran. Proses transportasi dapat berlangsung dengan 2 cara : transpor pasif yaitu melalui proses difusi dan transpor aktif yaitu dengan sistem transport khusus, dalam hal ini zat lazimnya terikat pada molekul pengemban Hutagalung 2001. Beberapa biota laut tertentu juga dapat mempertinggi pengaruh toksik berbagai unsur kimia tersebut karena memiliki kemampuan mengakumulasi zat tersebut di tubuhnya jauh melebihi yang terkandung di perairan sekitarnya. Faktor-faktor lainnya yang cenderung membantu meningkatkan pengaruh unsur kimia terhadap sistem kehidupan adalah magnifikasi biologis. Pada situasi ini konsentrasi bahan kimia di tubuh jasad hidup meningkat dengan adanya perubahan tingkat trofik. Dalam kenyataannya unsur-unsur kimia tersebut tidak mengalami metabolisme di tubuh makhluk hidup, sehingga jumlah yang terakumulasi pada jaringan-jaringan tubuh semakin bertambah. Apabila beberapa individu tersebut dimangsa oleh karnivora dari tingkat trofik di atasnya, maka karnivora-karnivora tersebut akan mengandung unsur kimia yang berasal dari individu-individu terdahulu, sehingga konsentrasi unsur kimia tersebut akan meningkat di tubuhnya. Kesinambungan proses ini, apabila rantai makanan panjang, dapat menyebabkan tingkat konsentrasi yang cukup membahayakan Jalius 2008 Merkuri Hg masuk ke tubuh manusia melalui dua jalur, pertama uap merkuri hasil pembakaran amalgam dapat langsung terhisap melalui jalur pernafasan, dan kedua adalah sebagian merkuri yang dibuang ke perairan akan dikonsumsi oleh manusia melalui media air atau organisme yang sudah terkontaminasi oleh merkuri Akagi et al. 1995. Kandungan logam berat dalam sedimen merupakan indikator dari kondisi lingkungan perairan. Di dalam air logam berat cenderung terakumulasi di dasar perairan dan merupakan indikator dari kondisi lingkungan perairan. Kontaminasi logam berat ini dapat berasal dari faktor alam seperti kegiatan gunung berapi dan kebakaran hutan atau faktor manusia seperti pembakaran minyak bumi, pertambangan, peleburan, proses industri, kegiatan pertanian, peternakan dan kehutanan, serta limbah buangan termasuk sampah rumah tangga. Menurut Nybakken 1988, logam berat merupakan salah satu bahan kimia beracun yang dapat memasuki ekosistem bahari. Bahan-bahan kimia ini memasuki Perairan Teluk Lada melalui rantai makanan di laut dan berpengaruh pada hewan-hewan, serta dari waktu ke waktu dapat berpindah-pindah dari sumbernya. Keadaan tersebut menyebabkan sulit sekali untuk memperkecil pengaruh bahan kimia tersebut, terutama apabila pengaruhnya terulang kembali pada tahun-tahun berikutnya. Kandungan logam berat pada setiap zona menunjukkan konsentrasi tertinggi masing-masing terdapat pada substrat sedimen. Logam berat lainnya yang mempunyai penyebaran luas di alam adalah Chromium, yang dapat masuk secara alamiah maupun non alamiah. Secara alamiah dapat terjadi karena faktor fisik maupun kimia antara lain adanya erosi, sedangkan secara alamiah dapat terjadi karena efek samping dari suatu aktifitas yang dilakukan manusia dari kegiatan pabrik seperti electroplating, penyamakan kulit, pabrik tekstil, cat dan buangan limbah rumah tangga Suprapti 2008. Adanya logam-logam berat seperti Pb, Hg, Cu, Cd, dan kemungkinan logam berat yang lainnya di wilayah pesisir Teluk Lada, perlu diwaspadai karena dapat mempengaruhi kehidupan biota dan manusia yang berinteraksi di wilayah tersebut. Pembuangan limbah industri secara terus menerus tidak hanya mencemari lingkungan perairan tetapi menyebabkan terkumpulnya logam berat dalam air, sedimen dan biota perairan. Hasil analisis PCA, beberapa parameter lingkungan berkorelasi dengan kepadatan kerang, A. granosa , seperti terlihat pada Gambar 10. a. PCA, Per stasiun b. PCA per zona c. PCA per waktu pengamatan PCA per waktu pengamatan Gambar 10. Grafik hasil analisis komponen utama kondisi lingkungan perairan pada sumbu 1 dan 2 F1XF2 berdasarkan, stasiun, zona, dan waktu pengamatan Proj ecti on of the vari ab le s o n th e factor-p l ane 1 x 2 Acti ve T e m p ai r Ke keruha n Ke dal a m an Ke cerah an Kec. Arus Kel em ba ba n Ke c. Angi n T SS T DS p H Sal i ni ta s O2 terl arut BOD5 T OM NO2-N NO3-N NH3 -N PO4-P Hg Pb Cd Kep ada tan -1.0 -0.5 0.0 0.5 1 .0 Fa ctor 1 : 21 .8 9 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 F a c to r 2 : 1 6 .9 3 Proj ection of the cases on the factor-pl ane 1 x 2 Cases with sum of cosine square = 0.00 Active 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 -8 -6 -4 -2 2 4 6 8 10 Factor 1: 21.89 -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 F a c to r 2 : 1 6 .9 3 Proj ection o f the varia ble s o n the factor-p la ne 1 x 2 Acti ve T em p a ir Kekeruha n Kedal am an Kecera han Kec. Arus Kel em bab an Kec. Ang in T SS T SS pH Sali ni tas O2 terlarut BOD5 T OM NO2 -N NO3-N NH3-N PO4-P Hg Pb Cd Kepad atan -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 Factor 1 : 4 5.63 -1 .0 -0 .5 0 .0 0 .5 1 .0 F a c to r 2 : 2 7 .8 7 Projection of the cases on the factor-plane 1 x 2 Cases wi th sum of cosi ne square = 0.00 I II III IV V -8 -6 -4 -2 2 4 6 8 Factor 1: 45.63 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 F a c to r 2 : 2 7 .8 7 Proj ecti on of the vari abl es on the factor-pl ane 1 x 2 Act T emp ai r Kekeruhan Kedal am an Kecerahan Kec. Arus Kel em baba Kec. Angi n T SS T DS pH Sali ni tas O 2 terl arut BOD5 TO M NO2-N NO3-N NH3-N PO4-P Hg Pb Cd Kepadatan -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 Factor 1 : 50.08 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 F a c to r 2 : 2 1 .1 9 Projecti on of the cases on the factor-plane 1 x 2 Cases with sum of cosi ne square = 0.00 Jul i Agustus September Oktober November November -10 -8 -6 -4 -2 2 4 6 8 Factor 1: 50.08 -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 F a c to r 2 : 2 1 .1 9 Beberapa parameter lingkungan berkorelasi dengan kepadatan kerang, A. granosa baik secara spasial berdasarkan stasiun dan zona maupun secara temporal berdasarkan waktu pengambilan sampel. Dilihat dari hasil analisis PCA secara spasial berdasarkan stasiun pengamatan, parameter lingkungan yang merupakan penciri utama yang mempengaruhi kepadatan yaitu NH 3 , TSS, Hg, NO 2 -N dan Cd. Stasiun yang mempunyai kemiripan ciri adalah stasiun 1,3 dan 4; stasiun 2,7,9,12,14 ; stasiun 5,6,8,9,11. Sedangkan stasiun 10 tidak mempunyai kemiripan ciri dengan stasiun lainnya. Zona yang mempunyai kemiripan ciri yaitu zona III dan IV, sedangkan zona I,II dan III tidak mempunyai penciri yang sama dengan zona lain. Walaupun berdasarkan analisis PCA zona III dan IV mempunyai penciri yang sama, namun setelah dilakukan analisis statistik melalui uji Anova menunjukkan bahwa antara zona III dan zona IV untuk pertumbuhan kerang adalah berbeda nyata dimana untuk zona III nilai F hitung = 1364,83 dan F tabel = 3,86 hitung F tabel. Sedangkan untuk zona IV nilai F hitung = 1508.06 dan F tabel = 3,85 hitung F tabel. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kepadatan per bulan adalah pH, salinitas, kedalaman, TDS dan Oksigen terlarut. Bulan yang mempunyai penciri yang sama yaitu Juli dengan September; Oktober dengan November sedangkan Agustus tidak mempunyai kemiripan ciri dengan bulan yang lain. Dari hasil analisis tersebut menunjukan bahwa stasiun pengamatan, zona pengamatan dan waktu pengamatan parameter lingkungan yang mempengaruhi kepadatan tidak selalu samadan pada setiap stasiun dan zona mempuyai karakteristik parameter lingkungan yang berbeda. Dalam perairan kandungan NH 3 yang tinggi dapat mempengaruhi kehidupan kerang karena bersifat toksik, sehingga dapat menyebabkan kematian organisme dan mempengaruhi kepadatan, demikian juga dengan oksigen terlarut yang mempengaruhi proses respirasi dari seluruh mahluk hidup. Logam berat dapat mempengaruhi pertumbuhan maupun reproduksi kerang. Logam berat seperti Hg, Cd dan Pb yang terdapat dalam air kebanyakan berbentuk ion. Keracunan Pb dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan sebagai akibat dari gangguan penyerapan kalsium Grosell et al. 2005. Pencemaran Cd mempengaruhi kebutuhan in Ca 2+ dan dapat terakumulasi dalam tubuh bivalvia. Dalam air laut Cd berbentuk senyawa klorida CdCl 2 san dipengaruhi oleh kadar garam sehingga terjadi suatu interaksi antara logam dan non logam, misalnya Ca dan Cd. Logam merkuri Hg yang terdapat dalam limbah perairan diubah oleh aktifitas mikroorganisme menjadi komponen methyl-merkuri Me-Hg yang memiliki sifat racun toksik dan daya ikat yang kuat disamping kelarutannya yang tinggi. Hal tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi sangat baik melalui proses bioakumulasi dalam rantai makanan food chain dalam jaringan tubuh hewan-hewan air sehingga konsentrasi Hg dapat mencapai tingkat yang berbahaya baik bagi hewan maupun yag mengkosumsinya. Hg yang terakumulasi dalam tubuh hewan akan merusak atau menstimulasi sistem enzimatik, yang menyebabkan penurunan kemampuan adaptasi bagi hewan yang bersangkutan. Toksisitas logam berat yang melukai insang dan struktur luar lainnya dapat menyebabkan kematian karena terhambatnya fungsi pernafasan, yakni sirkulasi dan eksresi dari insang. Unsur-unsur logam berat yang berpengaruh terhadap alat pernafasan adalah timah, cadmium dan merkuri Nicodesmus 2003.

2. Parameter Biologi a.

Komunitas Plankton Hasil pengamatan dan identifikasi menunjukkan bahwa plankton yang ditemukan selama penelitian terdiri dari fitoplankton 84 dan zooplankton 16 Gambar20a Plankton yang teridentifikasi sebanyak 55 genus terdiri dari 35 genus fitoplankton dan 20 genus zooplankton. Fitoplankton mencakup 4 kelas dengan komposisi dari yang tertinggi sampai terndah yaitu kelas Bacillariophyceae 90, Dinophyceae 7, Cyanophyceae 2, dan Desmidiaceae 1, sedangkan zooplankton hanya terdiri dari 1 kelas yaitu Crustacea 100 Gambar 11. Kelimpahan fitoplankton tertinggi diwakili oleh jenis Skeletonema sp dan terendah jenis Noctiluca scintilans sp. Sedangkan kelimpahan zooplankton tertinggi diwakili oleh jenis Calanus sp dan terendah diwakili oleh jenis Undinula sp ditunjukkan pada Lampiran 9. Sedangkan gambar genus-genus plankton yang terindentifikasi ditunjukkan pada Lampiran 10. Gambar 11. Komposisi plankton berdasarkan a golongan utama dan b dan Kelas fitoplankton Melimpahnya fitoplankton dibandingkan dengan zooplankton diduga terkait dengan beberapa parameter lingkungan yang berada dalam kisaran optimum untuk mendukung kehidupan fitoplankton, seperti cahaya, suhu dan zat hara yang menyebabkan pertumbuhan fitoplankton lebih cepat. Sedangkan sedikitnya zooplankton karena kecepatan tumbuhnya lebih lambat dan tergantung kepada fitoplankton sebagai makanannya Streman dan Nielsen dalam Asep 1997. Bacillariophyceae merupakan kelas fitoplankton yang paling melimpah diduga karena sifatnya yang kosmopolit di berbagai kondisi perairan, sesuai pendapat Nontji 1993 bahwa kelas Bacilariophyceae termasuk ke dalam kelompok diatom yang melimpah dan banyak ditemukan di perairan Indonesia. Sedangkan Arinardi 1997 menyatakan bahwa diatom merupakan kelompok fitoplanton penting dalam rantai makanan. Kelas Desmidiaceae memiliki komposisi terendah diduga karena terkait dengan parameter pH yang kurang mendukung. Rata-rata pH di Teluk Lada adalah 7 netral sedangkan menurut Grahame 1987 sebagian besar kelas Desmidiaceae hidup pada daerah dengan tanah humus dan pH asam. Skeletonema sp merupakan fitoplankton yang sangat melimpah karena sifat bersifat kosmopolit. Sesuai pendapat Arinardi 1997 bahwa peran Skeletonema sebagai penentu kesuburan dan indikator pencemaran tidak lepas dari sifatnya yang kosmopolit sehingga dapat hidup dan berkembang biak pada berbagai kondisi perairan. Sedangkan Noctiluca kelimpahannya sedikit diduga terkait dengan suhu yang kurang optimum. Kisaran suhu di Teluk lada relative tinggi berkisar antara 28,36±2,50 o C sampai 29,92±1,09 o C sedangkan kisaran salinitas yaitu 28,39±1,88 o oo sampai 29,50±1,29 o oo. Menurut Okaichi dan Sachio 1976 kisaran suhu optimum untuk Noctiluca scintilans yaitu 21-24 o C, sedangkan untuk salinitas optimum yaitu 21-25 o oo . Kelimpahan tertinggi zooplankton diwakili oleh Calanus sp dan terendah yaitu Undinula sp. Calanus sp merupakan salah satu kelompok dari Ordo Calanoidea mempunyai populasi yang sangat tinggi di lautan, sedangkan Undinula sp biasanya melimpah pada daerah neritik dengan kondisi perairan bersuhu hangat Smith at al. 1980. Menurut Broom 1982 makanan kerang Famili Arcidae adalah mikroalgae dasar yang sebagian besar berupa diatom bentik yang banyak diproduksi di zona euphotic beberapa mm di atas permukaan lumpur. Mikroorganisme bentik yang dapat ditemukan di dalam isi perut kerang adalah algae, diatom detritus dan sedikit foraminifera. Apabila makanan yang ada dalam permukaan lumpur sedikit sekali sehingga tidak mencukupi kebutuhannya, kerang akan memakan bahan organik yang tersuspensi dalam air. Apabila kedua sumber makanan tersebut masih kurang, maka kerang-kerang dari famili Arcidae ini akan memanfaatkan organisme yang ada di permukaan air sebagai pengganti plankton sebagai makanannya. Rendahnya jumlah plankton, tingginya suhu da perubahan salinitas yang melampaui batas toleransi kehidupan kerang dapat menyebabkan rapuh dan tipisnya cangkang kerang Famili Arcidae sehingga pertumbuhannya menjadi terhambat. Kelimpahan plankton berkorelasi positif dengan kelimpahan kerang A. granosa. Dari hasil pengamatan dan identiifikasi plankton menunjukkan baik fitoplankton maupun zooplankton melimpah dari yang tertinggi sampai terendah pada zona V, I III, III dan II, hal ini terkait dengan keberadaan kerang A. granosa yang juga tinggi pada zona-zona tersebut. Plankton yang mendominasi adalah kelas Bacillariophyceae yang merupakan kelas dari diatom benthic yang merupakan makanan alami dari kerang. Beberapa parameter lingkungan pada zona I, zona II maupun zona III secara umum masih dalam kisaran normal untuk kehidupan plankton. Dari hasil pengamatan berdasarkan waktu pengamatan juga terdapat korelasi positif antara kelimpahan plankton dengan kelimpahan kerang A.granosa pada bulan-bulan tertentu. Berdasarkan waktu pengamatan plankton banyak melimpah pada bulan Agustus dan terendah pada bulan Desember. Bulan Agustus termasuk ke dalam musim timur, pada saat tersebut angin tenggara banyak mendorong masaa air dari Laut Banda dan sekitarnya lewat Laut Flores dan masuk Laut Jawa, yang mengakibatkan di Laut Jawa terjadi defisit air permukaan yang harus diganti oleh air dari bawah, maka terjadilah penarikan masa air tersebut yang disebut proses upwelling yang diikuti terangkatnya unsur hara ke permukaan dipadukan dengan intensitas cahaya matahari yang tinggi sehingga memacu proses fotosintesis yang menyebabkan melimpahnya fitoplankton yang disertai juga oleh melimpahnya kerang A. granosa. Rendahya plankton pada bulan Desember berkorelasi dengan rendahnya kelimpahan A. granosa. Hal ini diduga terkait dengan masuknya musim barat pada bulan Desember. Pada musim ini sering terjadi proses downwelling disertai keadaan cuaca buruk, curah hujan tinggi, ombak besar dan berkurangnya intensitas cahaya yang menyebabkan proses fotosintesis tidak optimal dan berpengaruh terhadap persediaan produsen primer fioplankton yang merupakan makanan dari kerang A. granosa.

b. Komunitas makrozoobentos